Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73614 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 2005
S24520
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanya Candrika
"Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan kebendaan yang memiliki kemudahan berupa tidak beralihnya penguasaan objek jaminan fidusia dari pemberi fidusia ke penerima fidusia walaupun hak milik atas objek jaminan fidusia diserahkan kepada penerima fidusia. Salah satu benda yang dapat menjadi objek jaminan fidusia adalah piutang. Permasalahannya apakah di dalam pembebanan fidusia dengan objek jaminan berupa piutang atas nama selalu harus didahului dengan cessie/peralihan piutang mengingat adanya perubahan hak kepemilikan objek jaminan fidusia, bagaimana kewenangan penerima fidusia dalam menjaga objek jaminan fidusia berupa piutang atas nama mengingat piutang tersebut masih berada dalam penguasaan pemberi fidusia dan dapat susut/habis nilainya, dan mengenai eksekusi piutang atas nama sebagai objek jaminan fidusia dari sudut UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah pembebanan fidusia dengan objek jaminan berupa piutang atas nama tidak harus didahului dengan cessie, kewenangan yang dimiliki penerima fidusia adalah penerima fidusia atau wakilnya berwenang untuk melakukan segala sesuatu yang harus dilakukan atas objek jaminan fidusia dan pemberi fidusia lalai melakukan hal itu, prosedur eksekusi fidusia piutang atas nama yang terdapat pada Akta Jaminan Fidusia terlampir tidak sesuai dengan yang ditentukan UU Nomor 42 Tahun 1999. Oleh karena itu, saran yang diberikan adalah dalam pembebanan fidusia piutang atas nama dibutuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi antara pemberi fidusia dengan penerima fidusia, dibentuknya peraturan pelaksana dari UU Nomor 42 Tahun 1999 yang menjelaskan harus tidaknya pembebanan fidusia piutang atas nama didahului dengan cessie dan mengenai prosedur pelaksanaan eksekusi fidusia piutang atas nama agar tidak merugikan bagi para pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21248
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simangunsong, Arnold
"Penjaminan untuk pinjaman sudah layak dilakukan. Umumnya yang dijadikan jaminan atas pinjaman ini adalah benda-benda yang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan karena mempunyai nilai jual yang lebih tinggi disamping terhadap benda-benda tersebut peraturan tentang penjaminannya jelas. Perjanjian yang mengikat benda-benda tidak bergerak ini ditetapkan dengan adanya suatu Grosse Akta yang dibuat oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional. Adapun maksud dari Grosse Akta disini adalah suatu titel perjanjian yang dibuat oleh Badan Pertanahan Nasional yang jaminannya adalah benda-benda tidak bergerak (sesuai dengan kesepakatan para pihak) yang apabila terjadi wanprestasi maka pihak yang mengikatkan diri dengan pemilik benda tidak bergerak tersebut dapat mengambil benda tidak bergerak tersebut menjadi miliknya tanpa menunggu adaitya suatu proses Peradilan, cukup dengan pendaftaran perjanjian tersebut dan memohon penetapan dari hakim kemudian Pengadilanlah yang akan melakukan eksekusi. Sedangkan untuk benda bergerak penggunaan Grosse Akta dalam perjanjian penjaminan masih kurang. Terhadap benda bergerak ini ada suatu perjanjian yang sering dikenal dan digunakan yaitu Fidusia. Fidusia berarti penjaminan dengan menggunakan benda bergerak (termasuk juga didalamnya benda tidak bergerak yang di dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek) dimana pemakaian benda bergerak yang dijadikan jaminan tersebut berada pada pihak yang memiliki benda bergerak tersebut. Karena penggunaan benda tersebut ada pada pemiliknya tidak pada pihak yang memberikan penjaman sekalipun, dalam hal ini, hak kepemilikan atas benda tersebut sudah berpindah kepada pihak yang memberikan pinjam maka saat eksekusi adalah saat yang sulit dibandingkan apabila dengan menggunakan Grosse Akta. yang memenuhi unsur-unsur peradilan yaitu murah dan cepat. Sekarang ini ada suatu Undang-undang yang akan mengatur Fidusia untuk benda-benda bergerak tersebut. Karenanya apabila disesuaikan dengan Undang-undang tersebut maka penggunaan Fidusia akan semakin terjamin keamanannya dengan adanya suatu Grosse Akta."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21119
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlinawaty
"Perbankan adalah lembaga yang berfungsi memobilisasi dana masyarakat yaitu dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk pinjaman. Dalam memberikan pinjaman tersebut, bank mempunyai resiko dalam hal debitur cidera janji, yang mengakibatkan debitur tidak dapat mengembalikan pinjaman sebagaimana mestinya. Untuk menghindari risiko tersebut, biasanya bank meminta jaminan dari debitur untuk adanya kepastian pelunasan hutang dari fasilitas yang diberikan kepada debitur. Jaminan ini dapat berupa jaminan perorangan maupun jaminan kebendaan. Umumnya bank lebih menyukai bentuk jaminan kebendaan, hal ini dikarenakan dengan jaminan kebendaan bank memiliki barang yang digunakan sebagai jaminan. Seiring dengan pesatnya lalu lintas perekenomian, piutang sering timbul dalam hubungan hukum di bidang harta kekayaan. Hak tagih atas piutang atau piutang dagang (account receivables) dapat dibebankan dengan jaminan gadai, jaminan cessie dan bahkan dengan jaminan fidusia. Apakah dengan jaminan fidusia, penerbitan notice dari kreditur merupakan kewajiban yang harus dilakukan dan bagaimana akibat hukumnya dengan atau tanpa diterbitkannya notice oleh kreditur.
Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan menganalisis bahan pustaka bidang hukum dan perundang-undangan serta untuk mendukung penelitian dilakukan juga wawancara dengan informan yaitu notaris dan praktisi hukum. Dari hasil penelitian ini penulis berpendapat bahwa pemberian jaminan fidusia atas piutang adalah merupakan perkembangan lebih lanjut dari adanya cessie sebagai jaminan. Dengan didaftarkannya akta jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia akan memberikan kedudukan lebih utama pada kreditur sebagai penerima fidusia. Penerbitan notice memang tidak diatur secara jelas dalam undang-undang jaminan fidusia. Notice dapat saja diberikan oleh bank sebagai penerima fidusia atau debitur sebagai pemberi fidusia, akan tetapi penulis berkesimpulan bahwa dengan diterbitkannya notice oleh pemberi fidusia akan memberikan kedudukan lebib kuat bagi bank sebagai penerima fidusia, apalagi bila tagihan yang menjadi objek jaminan fidusia adalah merupakan tagihan utama dari debitur sebagai pemberi fidusia, penerbitan notice dari pemberi fidusia sebaiknya dilakukan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16530
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ester Renata Patricia
"Skripsi ini membahas tentang Pembebanan Jaminan Fidusia pada Hak Cipta bagi Perjanjian Utang Piutang dalam tiga pembahasan. Pembahasan pertama adalah mengenai Perjanjian Utang Piutang sebagai perjanjian pokok bagi Perjanjian Pembebanan Jaminan Fidusia yang merupakan perjanjian ikutannya. Pembahasan kedua adalah mengenai kedudukan Hak Cipta dari perspektif Hukum Perdata di Indonesia. Pembahasan ketiga adalah permasalahan yang dihadapi dalam Pembebanan Jaminan Fidusia pada Hak Cipta bagi Perjanjian Utang Piutang. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu dengan melakukan studi kepustakaan dan wawancara.
Hasil dari penelitian ini adalah menyatakan bahwa pembebanan Jaminan Fidusia bagi perjanjian utang piutang dilakukan dengan menentukan identitas Hak Cipta dalam rangka pembuktian dan nilai dari Hak Cipta tersebut karena identitas Hak Cipta dan nilai Hak Cipta tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia. Selain itu, hasil dari penelitian ini adalah juga menyarankan pemerintah melalui Pusat Pembinaan Profesi Keuangan yang bekerja sama dengan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia atau MaPPI merumuskan Standar Penilaian Hak Cipta untuk Tujuan Penjaminan Utang dan Standar Profesi Penilai Hak Cipta sehingga Bank Indonesia dapat mengakui Hak Cipta sebagai objek Jaminan Fidusia dan dengan demikian perbankan dan Lembaga jasa keuangan nonbank dapat menerima Hak Cipta sebagai objek Jaminan Fidusia.

This research discusses about fiduciary on Copyright in loan agreement. This thesis mainly focuses on three discussions. The first discussion is about The Loan Agreements as The Main Agreement for the Fiduciary Agreement which is The Following Agreement. The second discussion is about the state of Copyright in Private Law of Indonesia. The third discussion is the problem faced in the imposition of a Fiduciary Guarantee on Copyright for loan agreement. This research is a doctrinal research based on the related literatures.
The results regarding this thesis are to state The Copyright identity in the framework of proof and the value of copyright because the Copyright identity and Copyright value are listed in the Fiduciary Guarantee Certificate. In addition, the results of this study are also suggesting the government through the Financial Professional Development Center in collaboration with the Indonesian Professional Appraisal Societ or MaPPI to formulate a Copyright Assessment Standard for Fiduciary Purpose and Standards Copyright Appraisal Professionals so that Bank Indonesia can recognize Copyright as an object of fiduciary and thus banks and nonbank financial services can accept copyright as an object of fiduciary.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustianah
"ABSTRAK
Keberadaan lembaga Jaminan tidak terlepaskan dari perkembangan kebutuhan masyarakat. Lembaga jaminan memang banyak bentuknya. Salah satu lembaga jaminan yang cukup penting adalah fidusia. Lembaga fidusia pada awalnya memang hanya diperuntukan terhadap barang-barang bergerak. Salah satu barang bergerak yang dapat dibebani dengan fidusia
adalah barang persediaan (stock barang). Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah
Apakah dasar hukum dari jaminan Fidusia atas barang persediaan Apakah kedudukan Jaminan fidusia akan berubah dengan
beralihnya barang persediaan Bagaimana bentuk perlindungen hukum bagi kreditur dengan beralihnya barang persediaan jika debitur ingkar Janji (wanprestasi)
Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut maka dalam penelitian ini digunakan metode penelitian normative yang tidak saja menganalisa peraturan perundang-undangan tetapi
juga putusan pengadilan. Dari penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang diperoleh adalah:
Pengaturan masalah jaminan fidusia atas barang persediaan masalah jaminan fiduasa ates barang persediaan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, khususnya pasal 9 dan 20 No.
42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidussa Kedudukan jaminan fidusia tidak berubah dengan beralihnya barang persediaan
Untuk melindungi kreditur sebagai pihak yang menerima berang maka pemberi fiduals diwajibkan mengganti barang persediaan yang telah dialihkan tersebut dengan bende yang senilai atau setars Hal ini harus secara tegas disebutkan dalam akta notaris"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawati Danansih
"Perseroan Terbatas (perseroan) sebagai badan hukum memiliki pertanggungjawaban yang bersifat terbatas. Sebagai subyek hukum, dia dianggap cakap untuk bertanggungjawab atas segala kegiatannya termasuk bila terjadi kerugian. Pertanggungjawaban demikian seringkali dimanfaatkan pelaku usaha perseroan, dalam hal ini direksi dengan menggunakan perseroan untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk kelangsungan perseroan. Menurut Undang-undang nomor 1 Tabun 1995 tentang Perseroan Terbatas, direksi diwajibkan beritikad balk dalam mengurus perseroan, sehingga pelanggaran terhadapnya merupakan kelalaian dan kesalahan yang harus dipertanggungjawabkan secara pribadi. Namun tentang itikad baik oleh direksi tersebut lebih lanjut tidak ditemui penjelasannya.
Penafsiran yang keliru tentang itikad baik berakibat lolosnya direksi dari pertanggungjawaban atas kerugian perseroan yang disebabkannya (pailit). Padahal pertanggungjawaban direksi penting bagi kreditor ketika budel pailit peseroan tidak mencukupi untuk membayar piutang mereka pada perseroan. Bagaimana sebenarnya tindakan pengurusan direksi dapat dikatakan salah atau lalai mengakibatkan perseroan pailit? Serta bagaimana pertanggungjawaban direksi atas kerugian yang tidak mampu dibayar oleh perseroan akibat kepailitan yang disebabkannya tersebut? Untuk itu penulis melakukan penelitian dengan metode yuridis normatif dengan wawancara: sebagai data penunjang.
Penulis mendapatkan bahan-bahan hukum melalui perundang-undangan, yurisprudensi serta literatur-literatur terkait. Sehingga diketahui bahwa direksi tidak dikatakan lalai atau salah mengakibatkan kepailitan sepanjang direksi beritikad balk dengan acuan duty of care, duty of loyalty dan melaksanakan pengurusan sesuai kewenangan yang diberikan kepadanya (intra vices) yang dapat ditemui pada corporate law system. Namun bila terbukti sebaliknya mengakibatkan perseroan pailit, direksi dapat dimintai pertanggungjawaban secara tanggung renteng melalui proses kepailitan di Pengadilan Niaga. Hal demikian dilakukan agar pemenuhan pembayaran piutang kreditor dapat diiaksanakan secara adil dan seimbang.

The limited liability company as a legal entity enjoys the benefits of limited responsibility. As a subject of Law, it is deemed to have the capacity to bear responsibilities upon its activities including should there rise any deficiency. Such limited responsibility is often miss used by businessmen or entrepreneurs for their own self benefits and not for the company's best interest. Pursuant to Law number I of the year of 1995 regarding The Limited Liability company, the board of directors are obliged by law to have good intentions in managing the company, thus the breach of such shall be deemed as an act of misconduct and negligence which amounts to personal reponsibility. However, the regulation of which remains unclear.
The board of directors responsibility is crucial for creditors especially when the assets of the company is not enough to compensate the creditors, event so the miss-interpretation of good intention still exist and such leads to the unfair acquital of the Board of directors for their misconduct which contributes to the loss of the company (the default of the company). Then, how to determine the faults of the board of directors which leads to the default of the company? Furthermore, how is the mechanism to held the responsibility of the board of directors in the case if the company goes default because of their fault? To answer that problem the writer has conducted researches with the normative juridical method with interviews as supporting data.
The writer obtains her law materials through the regulations, jurisprudence, and also other literatures in connection with this issue. Such is completed so to know that as long as the board of directors exercise its good intention pursuant to the principles of duty of care, duty of loyalty, and exercise its discretion according to the measurements it is given (intra vices) which can be found in the corporate law system, then it will be acquited. However, if the conduct of which can be proven otherwise that leads to the default of the company, then the board of directors can be personally held liable proportionallyby the verdict of the Commercial Court. Such is done to ensure the fair and balanced return of payment from the debtors to the creditors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jusak Kusuma
"Hak Tanggungan merupakan jaminan yang paling banyak diterima bank sebagai agunan kredit karena memberikan kedudukan yang diutamakan. Dalam Penjelasan Umum UUHT dinyatakan, bahwa Hak Tanggungan merupakan jaminan yang kuat, yang dicirikan dari mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Apabila debitur cidera janji, maka bagi kreditor disediakan acara-acara khusus yang diatur dalam pasal 20 UUHT. Meskipun secara yuridis kedudukan kreditor cukup kuat, tetapi di dalam praktek tidaklah mudah untuk melakukan eksekusi Hak Tanggungan. Tidak sedikit debitor nakal yang berupaya untuk menghambat / menggagalkan pelaksanaan eksekusi, bahkan dengan memanfaatkan lembaga hukum yang ada, seperti lembaga sita jaminan. Adanya sita jaminan menyebabkan kreditor tidak dapat melaksanakan haknya tersebut.
Untuk itu penulis akan meneliti bagaimana implementasi perlindungan hukum bagi kreditor dalam melakukan eksekusi Hak Tanggungan dan apa langkah-langkah antisipasi kreditor untuk mencegah terjadinya sengketa atas obyek Hak Tanggungan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan tipologi penelitian deskriptif.
Dari hasil penelitian, penulis mendapatkan bahwa pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dalam praktek belum sepenuhnya memberikan perlindungan yang cukup kuat bagi kreditor, khususnya apabila obyek Hak Tanggungan diletakkan sita jaminan dalam suatu perkara perdata. Untuk itu perlu dilakukan penyempurnaan ketentuan hukum acara perdata, yang mengatur mengenai sita jaminan terhadap obyek Hak Tanggungan, yaitu bahwa sita jaminan tidak menghambat pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan, seperti halnya ketentuan dalam Pasal 55 ayat (1) (JU No. 37 tahun 2004. Sedangkan dari sisi kreditor, dapat melakukan antisipasi dengan memperketat syarat-syarat penerimaan agunan kredit, salah satunya adalah pemberi Hak Tanggungan haruslah debitor itu sendiri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14550
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willing Learned
"Peranan Lembaga pembiayaan sangat dibutuhkan sebagai sarana penyediaan dana bagi masyarakat dalam rangka menunjang pembanguan ekonomi. Leasing sebagai salah satu bidang usaha perusahaan pembiayaan selama ini mendasarkan pada perjanjian lesing. Dalam Leasing terdapat perjanjian yang dibentuk oleh para pihak yaitu pihak Lessor di satu sisi dan pihak Lessee di sisi lainnya sesuai asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat (1). Dalam perjanjian leasing itu telah ditegaskan hak dan kewajiban para pihak termasuk dalam hal kemungkinan terjadi masalah yang terkait dengan isi perjanjian. Untuk menjamin kelancaran dan ketertiban pembayaran uang sewa, serta untuk mencegah timbulnya kerugian bagi pihak Lessor, umumnya seperti lembaga pembiayaan yang lain seperti bank pihak Lessor akan meminta jaminan dari pihak Lessee. Jaminan itu dapat berupa jaminan Fidusia, sebab dengan adanya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia maka tersedia upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak Lessor bila Lessee melakukan tindakan wanprestasi. Dalam Undang-Undang ini, perjanjian pokok yang dibebani Jaminan Fidusai wajib didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia untuk diterbitkan Sertipikat Jaminan Fidusia, sehingga dengan sertipikat tersebut pihak Lessor dapat melakukan parate eksekusi atas barang jaminan milik Lessee. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah dengan diterapkannya Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi Lessor serta dapat menjamin kesinambungan usaha perusahaan pembiayaan umumnya dan perusahaan leasing khususnya yang pada gilirannya akan membantu pemulihan ekonomi Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21222
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia
"Setelah diundangkannya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yang disebut juga undang-undang fidusia, dalam praktik; masih terjadi permasalahan dalam pelaksanaannya. Permasalahan tersebut disebabkan antara lain adanya perbedaan dalanl menafsirkan ketentuan undang-undang fidusia. Permasalahan sebagaimana yang dialami oleh Notaris X yaitu dalam menentukan jenis akta jaminan fidusia yang harus dibuat guna menjamin piutang baru dengan adanya penerima fidusia baru. Apabila dibuat akta jaminan fidusia baru, hal inig menimbulkan keberatan dari para kreditur yang telah menjadi penerima fidusia karena menyebabkan kekosongan jaminan. Sedangkan, Notaris X ragu-ragu mengenai dapat atau tidaknya dibuat akta perubahan jaminan fidusia menimbang akta pengakuan hutangnya dibuat beberapa waktu setelah dibuatnya akta jaminan fidusia pertama kali. Selain itu, di antara para pihak juga muncul perbedaan penafsiran mengenai keberadaan hak kepemilikan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan Cara Studi dokumen dan wawancara. Yang menjadi perjanjian pokok dan diikuti dengan jaminan fidusia adalah perjanjian awal di mana telah disepakati adanya pencairan dana di kemudian hari, dan bukan akta pengakuan hutangnya. Jadi, akta perubahan jaminan fidusia sebagai perjanjian accessoir dapat dibuat dalam rangka menjamin hutanq yang baru ada di kemudian hari tersebut. Akta perubahan jaminan fidusia tersebut selain ditandatangani oleh penerima fidusia baru, sebaiknya juga ditandatangani oleh penerima fidusia awal guna memberi kepastian bahwa penerima fidusia awal mengetahui dan menyetujui adanya kreditur yang turut menjadi penerima fidusia yang dijamin pelunasan piutangnya dengan jaminan fidusia yang sama. Hal ini penting karena Notaris selain bertugas untuk membuat akta sesuai kesepakatan para pihak, harus tetap berdasar pada hukum yang berlaku. Oleh karena itu, untuk menghindari berbagai permasalahan dalam pelaksanaan jaminan fidusia seperti yang dialami Notaris X maka perlu adanya pengaturan yang lebih jelas agar mampu memberi kepastian dan tidak memunqkinkan perbedaan penafsiran."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16496
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>