Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61913 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Muthia Muffida
"ABSTRAK
Lembaga ekonomi syariah di Indonesia dalam kurun dan sepuluh tahun ke belakang meningkat dengan pesat. Lembaga ekonomi syariah mulai masuk ke dalam sistem ekonomi Indonesia seiring dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan mulai efektif berjalan dengan didirikannya PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia Tbk. Perbankan Syariah mulai berkembang pesat setelah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dikeluarkan oleh pemerintah. Selanjutnya lembaga ekonomi syariah turut bermunculan. Salah satunya adalah pasar modal berdasarkan prinsip syariah yang diawali dengan dengan pendirian Jakarta Islamic Index (JII) pada tahun 2000. Pasar Modal berdasarkan Prinsip Syariah itu sendiri baru diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003 dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Dewan Syariah Nasional (DSN) yang merupakan lembaga yang langsung dibawah naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga berwenang untuk menetapkan fatwa apakah suatu transaksi tersebut dapat disahkan sebagai transaksi yang tidak bertentangan dengan ketentuan Islam yang diatur pada Fatwa Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal. Pada tahun 2002, DSN-MUI mengeluarkan Fatwa DSN-MUI No. 32/DSN-MUI/IK/2002 tentang Obligasi Syariah. Seperti lembaga keuangan syariah lainnya, perbedaaan yang essensial antara Obligasi Konvensional dengan Obligasi Syariah ini adalah tidak digunakannya sistem bunga (riba) dan mengecilkan spekulasi atau ketidakpastian (gharar). Jika kata obligasi yang berarti hutang menjadi acuan, tentu syariah melarang jual bell obligasi. Tetapi berdasarkan Fatwa DSN-MUI tentang Obligasi Syariah meredefinisi obligasi syariah menjadi surat investasi. Indonesia sampai dengan saat ini baru menggunakan 2 (dua) jenis Obligasi Syariah yaitu yang menggunakan akad Mudharabah (bagi hasil) dan akad Ijarah (sewa manfaat). Obligasi Syariah ini sendiri belum mempunyai payung hukum yang fix dari pemerintah dan pengawasannya sendiri dilakukan 2 (dua) lembaga yang bertolak belakang yakni Bapepam dan DSN-MUI. Sejak dikeluarkannya fatwa DSN-MUI tentang Obligasi Syariah tersebut setidaknya terdapat 16 (enam belas) emiten yang terdaftar mengeluarkan Obligasi Syariah baik yang menggunakan akad Mudharabah maupun Ijarah. Salah satu dari emiten tersebut adalah PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia Tbk. (BMI), yang menjadi satu-satunya penerbit obligasi yang mengeluarkan Obligasi Syariah Subordinasi pada tanggal 15 Juli 2003. Obligasi ini menggunakan akad Mudharabah, bernilai Rp 200 milyar, dan berjangka waktu pengembalian 7 (tujuh) tahun. Tujuan utama dari penerbitan obligasi ini adalah untuk meningkatkan struktur permodalan BMI sebesar 12%."
2007
T 17025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Siti Humairoh
"Pembiayaan yang dilakukan bank syariah pada dasarnya tidak memerlukan jaminan. Namun karena dana yang dikelola bank syariah adalah dana para nasabah yang harus dijaga dengan penuh amanah, untuk memperkecil risiko dan mengawasi debitur adalah diperbolehkan untuk mensyaratkan jaminan pada setiap pembiayaan yang diajukan oleh nasabah. Tanah merupakan jaminan dianggap paling aman untuk dijadikan jaminan hutang oleh kreditor. Dalam praktik pelaksanaannya ada beberapa hal yang tidak mudah untuk diterapkan sebagaimana diatur dalam UUHT, yaitu seperti beberapa tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan dapat menimbulkan permasalahan di Bank Syariah Muamalat Indonesia, bagaimana penyelesaian pembiayaan bermasalah di Bank Syariah Muamalat dan bagaimana pelaksanaan eksekusi di Bank Syariah Muamalat Indonesia.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan bantuan alat pengumpulan data yang mencakup studi dokumen dan wawancara (interview). Hasil penelitian menunjukan bahwa tanah-tanah obyek Hak Tanggungan yang menimbulkan permasalahan di Bank Syariah Muamalat adalah tanah yang belum bersertifikat, tanah milik pihak ketiga dan tanah Hak Guna Bangunan (HGB) yang akan ditingkatkan statusnya menjadi Hak Milik. Penyelesaian permasalahan yang diselesaikan dalam Bank Syariah Muamalat dilakukan dengan jalan arbitrase. Pelaksanaan eksekusi yang dilakukan Bank Syariah Muamalat adalah dengan cara Off-set. Jika cara tersebut tidak dapat dilaksanakan, maka cara kedua dilakukan penyelesaian melalul "Rill Eksekusi Jaminan"."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16401
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Candy Reno Rama Dewi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S23743
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nirsam
"Pembiayaan murabahah adalah pembiayaan yang mengharuskan adanya transparansi harga beli barang (modal beli barang) dan berapa margin keuntungan yang diinginkan Bank selaku penjual kepada Nasabah selaku pembeli sebagai tambahan harga. Hal yang terpenting untuk menilai apakah dalam kegiatan perbankan Syariah, khususnya PT. Bank Muamalat Indonesia, telah benarbenar menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam melakukan pembiayaan dengan menggunakan akad murabahah adalah dengan cara mengkaji dan meneliti bagaimana penerapan pembiayaan akad muarabahah (khususnya menyangkut penentuan profit margin) pada perbankan Syari'ah.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dihasilkan sebuah kesimpulan bahwa penentuan profit margin pada pembiayaan akad murabahah masih mengandung unsur-unsur yang seharusnya tidak dijadikan patokan dalam menentukan margin keuntungan. Seperti masih dimasukkannya hal-hal yang tidak terkait langsung dengan transaksi pembiayaan murabahah sebagai harga bell barang yang menurut jumhur ulama tidak dapat dibebankan kepada Nasabah Pembeli. Sebagai contoh adalah biaya tenaga kerja dan biaya-biaya yang semestinya dibebankan kepada Bank selaku penjual. Oleh karena itu, perlu dilakukan rekonstruksi terhadap mekanisme penentuan profit margin tersebut sehingga benar-benar telah sesuai dengan prinsip-prinsip Syari'ah, khususnya mencegah adanya unsur riba yang diharamkan Islam dalam melakukan transaksi pembiayaan murabahah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T20165
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirdyaningsih
"Hukum perikatan Islam merupakan bidang muamalah yang berdasarkan al-Quran, sunnah Rasul dan Ijtihad. Prinsip dasar hukum perika'can Islam adalah kebolehan (mubah) yaitu segala sesuatu boleh diatur atau dijanjikan selama tidak bertentang dengan syariat Islam. Akad mudharabah adalah salah satu bentuk perikatan yang terdapat dalam hukum Islam dengan menggunakan prinsip bagi hasil antara seorang pemilik modal (shahibul maal) dan pelaksana modal yang hanva mempunyai keahlian (mudharib).
Mudharabah terdiri dari dua bentuk yaitu Mudharabah Muqayvadah dan Mudharabah Mutlaqah. Konsep perbankan Islam tidak terlepas dari pelarangan riba. Masih terdapat perbedaan pendapat tentang apakah bunga bank sama dengan riba. Pada prinsipnya perbankan Islam dalam menjalankan usahanya adalah dengan menghindari riba dan menggunakan prinsip bagi hasil, jual beli dengan margin keuntungan dan sistem fee. Pelaksanaan akad mudharabah wugayyadah umumnya mengikuti ketentuan yang berlaku dalam petunjuk pelaksanaan peraturan perbankan di Indonesia namun ada hal-hal tertentu yang khusus berdasarkan ketentuan syariah dalam perbankan bila peraturan umum perbankan tersebut tidak sesuai dengan syariat Islam.
Penyelesaian permasalahan yang terjadi pada Bank Muamalat Indonesia awalnya diselesaikan secara musyawarah, bila tidak terselesaikan maka dapat dibawa ke BAM UI yang merupakan Badan Arbitrase Islam dan dilanjutkan ke Pengadilan Negeri untuk dapat menjalankan eksekusi. Akad tertulis mudharabah muqayyadah di BMI pada prinsipnya adalah sejalan dengan ketentuan hukum positif di Indonesia dalam hal ini KUHPer yang tidak bertentangan dengan syariat Islam dengan mengutamakan ketentuan khusus yang ada dalam perikatan Islam. Walaupun perkembangan perbankan syariah berjalan cukup baik, masih terdapat berbagai kendala yang harus diatasi. Antara lain yang segera harus dirumuskan dengan baik adalah bentuk-bentuk akad yang sesuai dengan prinsip syariat Islam dengan memperhatikan peraturan positif: yang berlaku. Akad-akad yang banyak sekali macamnya harus dipahami oleh kedua belah pihak yumj melakukan perikatan. (Widyaningsih)"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penerbitan Obligasi Syariah (Mudharabah) di Indonesia diawali oleh PT. Indosat
Tbk. dan ternyata mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat pada pasar
perdana. Hal ini ditandai dengan meningkatnya permintaan obligasi melebihi
75% (tujuh puluh lima persen) dari rencana penerbitan semula yang sebesar
Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), sehingga penerbitan obligasi
ditingkatkan menjadi Rp.175.000.000.000,00 (seratus tujuh puluh lima miliar
rupiah). Dasar hukum dalam penerbitan Obligasi Syariah (Mudharabah)
bersandar pada AlQur’an dan Al Hadits dan Hukum Fiqih serta Hukum Nasional,
yaitu Undang-undang tentang Pasar Modal beserta peraturan-peraturan
Bapepam. Dalam pelaksanaan penerbitan Obligasi Syariah (Mudharabah)
diawasi oleh tim ahli dari Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
dan Bapepam. Demikian pula dana yang dihasilkan dari penerbitan obligasi
syariah harus dimasukkan ke dalam rekening khusus syariah tersendiri di
tempat kedudukan Emiten serta tidak boleh tercampur dengan dana lain,
khususnya dana dari obligasi yang diterbitkan secara konvensional. Dengan
demikian diharapkan dana yang diperoleh perusahaan benar-benar bersih dari
unsur-unsur non halal sebagaimana telah difatwakan oleh Dewan Syariah
Nasional - Majelis Ulama Indonesia. Kesuksesan penerbitan Obligasi Syariah
(Mudharabah) oleh PT. Indosat Tbk. tersebut dapat menjadi pionir bagi
perusahaan-perusahaan lain untuk menerbitkan obligasi syariah (mudharabah)."
[Universitas Indonesia, ], 2004
S23949
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novietha Indra Sallama
"Untuk mengantisipasi penurunan tingkat kecukupan modal yang dimiliki bank, dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu menerbitkan saham baru atau menerbitkan obligasi subordinasi. Cara yang terakhir ini yang banyak dilakukan oleh bank, baik konvensional maupun syariah. Di Indonesia, telah dikenal adanya obligasi syariah yang menggunakan skim ijarah dan mudharabah. Perbedaan yang mendasar antara obligasi syariah dan konvensional adalah pada obligasi syariah return tidak ditetapkan secara nominal, tetapi dengan memberikan nisbah bagi hasil untuk pemegang obligasi, serta penggunaan dana hasil emisi obligasi tersebut harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan menerbitkan obligasi subordinasi, berarti menambah modal yang ada pada bank, sekaligus akan memperkuat struktur permodalan bank tersebut. Jika struktur modal sudah kuat, bank akan leluasa dalam melakukan ekspansi pembiayaan. Ini dimungkinkan karena rasio kecukupan modal bank masih berada di atas ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia. Selanjutnva pembiayaan yang semakin ekspansif akan meningkatkan pendapatan bagi bank tersebut, Penelitian yang dilakukan pada Bank Muamalat Indonesia menunjukkan bahwa ada peningkatan pembiayaan dan tingkat kecukupan modal (solvabilitas) setelah emisi obligasi, tetapi tidak pada kinerja rentabilitas dan likuiditas akibat tingginya tingkat bagi hasil yang ditetapkan bank.

In order to anticipate the decreasing of capital adequate ratio suffered by a bank, it can take any of the two ways, namely issuing new shares, or issuing subordinated debentures. The latter has been taken many times by different banks, both conventional and sharia ones. In Indonesia, it's known the presence of sharia bonds upon the scheme of ijarah and mudharabah. The fundamental difference between sharia bonds and conventional bonds is that in sharia bonds the return is not determined nominally, rather, by adding some ratio of revenue sharing for the debt holders, and where the utilization of fund resulted from the bonds emission shall conform to the principles of sharia. Issuing subordinated debentures would mean additional capital for the bank, and at the same time strengthening the capital structure of the bank. If the capital is strong, the bank will be freer to conduct financing expansion. This is enabled, because the bank's capital adequacy ratio is still above the point as ruled by Bank Indonesia. Furthermore, the more expansive financing will increase the bank's revenue. The research performed at Bank Muamalat Indonesia has shown increment of financing as well as capital adequacy ratio (solvability) after sub-debt emission, but not of the bank's performance in rent ability and liquidity. Due to the height of ratio of revenue sharing determined by the bank for the debt holders."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T15141
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>