Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144435 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha RI, T.th
343.072 UND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lida Noor Meitania
"Perkembangan dunia bisnis dengan menggunakan internet menciptakan kegiatan bisnis-ke-bisnis yang menawarkan berbagai keuntungan. Pasar B2B ini diramalkan akan dua kali lebih besar setiap tahunnya di beberapa tahun yang akan datang. Keunikan, real time, many-to-many jaringan penghubung dari intemet memungkinkan kegiatan-kegiatan yang tidak ada di dunia offline dengan informasi yang sangat kaya sebagai suatu ciri dunia maya. Namun dimana informasi sangat kaya dan pertukaran informasi diiakukan secara intensif, informasi juga dapat menjadi ancaman bagi persaingan.
Dalam penulisan teals ini dikaji mengenai pengertian bisnis-ke-bisnis (B2B) pasar perdagangan melalui elektronik, kasus-kasus yang berkaitan dengan bisnis-ke-bisnis (B2B) pasar perdagangan melalui elektronik, dan sejauhmana Undang-undang Nomor 5 Tabun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur praktek-praktek tersebut.
Bisnis-ke-bisnis pasar perdagangan melalui elektronik dapat berupa berbagai bentuk namun secara sederhananya merupakan sebuah sarana melalui katalog beberapa penjual yang dibuat untuk disajikan kepada konsumen pada satu site di intemet, sehingga konsumen dapat secara mudah membandingkan harga yang ditawarkan oleh berbagai penjual. Keuntungan-keuntungan yang ditawarkan oleh aktifitas tersebut adalah efisiensi dalam aktifitas perdagangan seperti administrasi, pembayaran, dan pengiriman barang; penghematan biaya administrasi termasuk menghemat waktu dan tenaga; pengurangan biaya pencarian (search cost), biaya yang berasal dari pengenalan atau identifikasi supplier dan visa versa; menjadikan suatu channel penjualan baru yang sebelumnya tidak bersemangat menjadi bersemangat; pembelian secara mandiri (maverick purchasing); pembelian secara bersama-sama (joint purchasing); intergrasi sistem, penggabungan sistem lama dengan sistem baru; supply chain management; dan outsourcing tugas-tugas tertentu melalui kolaborasi; dana danya middleman, seorang pedagang atau trader yang membeli dari produsen dan menjualnya kepada peritel atau konsumen. Beberapa kegiatan perdagangan melalui elektronik berbasis internet tersebut berpotensi melanggar hukum persaingan, yaitu pendaftaran nama domain, perjanjian berupa pertukaran informasi, monopsoni, dan perjanjian berupa larangan masuk. Pendaftaran nama domain yang mengahalangi pelaku usaha lainlpesaiagnya untuk melakukan transaksi melalui internet, tidak secara tegas diatur dalam Undang-undang, namun analisis praktek tersebut dapat menggunakan ketentuan Pasal 16. Perjanjian berupa pertukaran informasi jika berupa penetapan harga diatur Pasal 5 sampai dengan Pasal 8. Pasal yang mengatur larangan kegiatan monopsoni adalah Pasal 18. Praktek berupa larangan masuk dapat diantisipasi dengan Pasal 10 mengenai Pemboikotan. Terjadinya kegiatan perdagangan melalui elektronik berbasis intemet masih dapat diantisipasi dengan Undang-undang Nomor 5 Tabun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam Wirahadi
"Kegiatan monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat dapat mengakibatkan inefisiensi perekonomian dan mengakibatkan kerugian bagi para pelaku usaha lain, konsumen dan masyarakat pada umumnya. Salah satu bentuk kegiatan yang mempunyai potensi dapat mengakibatkan monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat adalah kegiatan akuisisi. Melalui penelitian ini, penulis ingin mencoba meneliti mengenai kondisi pengaturan mengenai larangan terhadap praktek akuisisi yang mengakibatkan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Penulis ingin mengetahui apakah larangan terhadap praktek akuisisi yang mengakibatkan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indoensia telah memadai atau belum. Diketahui bahwa upaya untuk mencegah praktek akuisisi yang dapat mengakibatkan monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat di Indonesia telah dilakukan melalui Pasal 28 Ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Namun demikian, larangan terhadap praktek akuisisi tersebut masih belum memadai karena belum melakukan pelarangan terhadap praktek akuisisi aset yang juga dapat mengakibatkan monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Ketiadaan ketentuan tersebut akan mengakibatkan praktek akuisisi aset perusahaan yang dilakukan dengan melanggar prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat tidak dapat dijerat oleh hukum. Oleh karena itu, menurut hemat penulis perbaikan terhadap kondisi pengaturan yang terkait dengan larangan terhadap akuisisi yang mengakibatkan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat mutlak diperlukan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24662
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Fransiska L.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S23351
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Hendrik Adrianto
"Pandangan masyarakat dalam menilai perusahaan-perusahaan yang diindikasikan mempunyai posisi monopoli dan dominan di suatu pangsa pasar tertentu, terbagi menjadi dua bagian, yaitu pandangan pertama yang menilai perusahaan yang memonopoli barang atau jasa tertentu dapat dikategorikan melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan KPPU harus segera melakukan penyelidikan baik berdasarkan laporan maupun atas inisiatif sendiri untuk memberikan sanksi atas pelanggaran Undang-Undang tersebut, dan yang kedua adalah masyarakat yang menilai bahwa perusahaan yang memonopoli dan mempunyai posisi dominan terhadap barang atau jasa tertentu belum tentu melanggar Undang-Undang ini karena harus dinilai dari perilaku perusahaan tersebut untuk mencapai posisi monopoli dan posisi dominan tersebut, apakah diraih dengan cara-cara yang melanggar hukum (unfair competition) atau secara alamiah mencapai posisi itu dengan menerapkan efisiensi dalam pengelolaan perusahaannya.
Untuk mengawasai pelaksanaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang berperan juga dalam penegakan Undang-Undang Persaingan ini melalui beberapa pendekatan yang dapat diterima oleh berbagai pihak baik dari segi pelaku usaha, masyarakat maupun pemerintah sebagai regulator. Perusahaan dengan posisi monopoli secara alami ini secara hukum dapat dikatakan tidak secara tegas dilarang oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, hal ini dilihat dari kriteria-kriteria yang diperbolehkan oleh Garis Besar Haluan Negara untuk dapat terjadinya monopoli, seperti monopoli dan kedudukan monopolistik yang diperoleh dengan cara natural karena monopoli menang dalam persaingan yang dilakukan secara sehat. Dalam hal demikian memang tidak apa-apa, namun entry (masuknya siapa saja dalam investasi yang sama) harus terbuka lebar-lebar, dan yang lainnya adalah monopoli atau kedudukan monopolistik yang diperoleh secara natural karena investasinya terlampau besar, sehingga hanya satu saja yang berani dan bisa merealisasikan investasinya. Meski demikian, pemerintah harus tetap bersikap persuasif dan kondusif di dalam memecahkan monopoli.
Jadi kehadiran ketentuan-ketentuan UU Antimonopoli ini diharapkan dapat menjamin terciptanya iklim berusaha yang sehat, adil dan bebas dari unsur-unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Sehingga kehadirannya akan membawa nilai positif bagi perkembangan iklim usaha di Indonesia, yang selama ini dapat dikatakan jauh dari kondisi yang ideal. Sekurang-kurangnya, UU Antimonopoli ini secara tidak langsung akan memaksa pelaku usaha untuk lebih efisien dalam mengelola usahanya, karena UU Antimonopoli ini juga menjamin dan memberi peluang yang besar kepada pelaku usaha lain yang ingin berusaha (sebagai akibat dilarangnya praktek monopoli dalam bentuk penciptaan barrier to entry). Hal ini berarti bahwa hanya pelaku usaha yang efisienlah yang dapat bertahan di pasar.
Usaha untuk menjaga independensi dari pihak-pihak lain, setidaknya dapat terlihat dari persyaratan keanggotaan yang diatur dalam Pasal 32 yaitu, bahwa anggota Komisi tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha. Oleh karena itu anggota Komisi yang menangani perkara dilarang mempunyai hubungan sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan salah satu pihak yang berperkara, atau mempunyai perbenturan kepentingan dengan negara yang bersangkutan. Jadi secara legal, komisi ini adalah lembaga non struktural yang independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain yang diberi wewenang penuh untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai dengan ketentuanketentuan yang diatur dalam W No. 5 Tahun 1999 serta dapat melanjutkan reformasi baik di bidang bukum maupun di bidang ekonomi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mohamad Arief Khumaidi
"Pada umumnya tujuan UU Antimonopoli di dunia adalah kesejahteraan konsumen. Di dalam UU Antimonopoli di Indonesia (UU No.5/1999) disamping hendak mencapai efisiensi dalam pengelolaan sumberdaya dan kesejahteraan konsumen, juga mencakup tujuan-tujuan lain, yaitu melindungi usaha kecil, perkecualian terhadap koperasi dan pengecualian monopoli berdasar UU. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang No 5/1999 menyebutkan tujuan kebijakan antimonopoli Indonesia. Pasal 2 UU No.5/1999 diharapkan akan membantu terwujudkan demokrasi ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan Pasal 3 UU No.5/1999 bertujuan menjamin sistem persaingan usaha yang babas dan adil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan sistem ekonomi yang of lien. Sebagai tujuan, pasal 2 dan 3 UU No. 5/1999 tidak memiliki relevansi langsung terhadap pelaku usaha karena tidak menetapkan syarat-syarat kongkret terhadap perilaku usaha. Namun, pasal yang bercorak filosofis ini dapat digunakan untuk menerjemahkan menerapkan ketentuanketentuan yang meliputi persyaratan terhadap perilaku perusahaan monopolis tersebut. Peraturan persaingan usaha diterjemahkan dengan ciri sedernikian rupa sehingga tujuan-tujuan pasal 2 dan 3 tersebut dapat terwujud sebaik mungkin.
Untuk melihat konsistensi tujuan UU No.5/1999 dengan pelaksanaannya, perlu dilakukan penelaahan putusan yang berkaitan dengan tindak anti persaingan di Indonesia, terutama kasus tindak antimonopoli yang terjadi di Indonesia yang telah diputuskan oleh KPPU maupun belum selesai diputuskan. Dari kasus-kasus ini akan didapatkan gambaran bahwa putusan-putusan kasus tersebut konsisten dengan tujuan UU No.5/1999. Beberapa kasus diantaranya Kasus Lelang Sapi, Kasus INACA dan Kasus Asosiasi Permebelaan Indonesia (Asmindo) dapat dilihat darn perspektif tujuan UU Antimonopoli pada umumnya di dunia, yaitu apakah dapat pencapaian efidensi dan kesejahteraan konsumen secara efektif menjadi dasar keputusan atau karena pertimbangan Pasal-pasal perkecualian yang bercorak diskriminatif. Dengan demikran, maka didapatkan kejelasan subtansi didalam UU No.511999, yaitu UU Antimonopeli Indonesia apakah hanya mengatur tujuan efisiensi dan kesejahteraan konsumen ataa lebib darn itu, Mengingat bahwa tujuan efisensi dan kesejahteraan dalam UU Antimonopli dan tujuan yang berkaitan dengan pasal-pasal perkecualian tersebut merupakan amanat Pasal 33 UUD 1945, yang hams di atur dalam penindangan di Indonesia. Barangkali, subtansi yang berkaitan. dengan pasal-pasal perkecualian dipisahkan dari UU No.5/1999 dan di agendakan menjadi UU tersendiri. Deegan demikian, tujuan UU Antimonopoli Indonesia yang murni menekankan hanya pada efisiensi dan kesejahteraan konsumen akan membantu menyelesaikan kasus-kasus persaingan tidak sehat di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>