Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88967 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lumban Tobing, Ruliff
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S24248
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Farhan
"Media televisi saat ini sedang berkembang pesat di Indonesia. Perkembangan ini juga mengakibatkan industri pertelevisian yang memproduksi program acara televisi menjamur dimana-mana. Program acara televisi merupakan suatu hasil karya intelektual yang dilindungi oleh hak cipta. Suatu hak cipta memiliki dua unsure hak yaitu hak moral dan hak ekonomi. Hak moral adalah hak mutlak yang dimiliki oleh pencipta dan tidak dapat dialihkan kepada orang lain, sementara hak ekonomi adalah hak untuk memanfaatkan karya cipta tersebut sehingga mendapatkan keuntungan. Hak ekonomi inidapat dialihkan kepada pihak lain. Hak ekonomi dalam program acara televisi adalah berupa Hak Siar. Hal ini diatur dalam SK MENPEN No. 111/1990, pasal 18 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap mata acara televisi sebelum disiarkan harus memiliki hak siar. Untuk memperoleh hak siar tersebut pada umumnya antara Lembaga Penyiaran dengan PH menggunakan perjanjian jual putus. Dengan adanya perjanjian jual putus maka hak siar yang dibeli oleh Lembaga Penyiaran dari PH dapat dimiliki secara penuh dan tanpa batas waktu. Namun rupanya jual putus ini belum mendapatkan pengaturan lebih lanjut oleh undang-undang hak cipta. Untuk itu dalam melakukan perjanjian jual putus perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan mengenai hukum perjanjian jual beli dalam hukum perdata Indonesia. Di dalam praktek, jual putus hak siaran ini menimbulkan beberapa masalah hukum yang berhubungan dengan segi Hak Cipta berarti dalam hal pemutaran ulang program acara televisi tersebut, dan kaitannya terhadap pemegang hak terkait."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S23935
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Kurniadi
"Karya dan ciptaan dalam sistem hukum yang berlaku di seluruh dunia mendapatkan perlindungan. Perlindungan dimaksud diatur dibawah sistem hukum yang disebut sebagai Hak Cipta (Copyright). Sudah menjadi doktrin dasar hukum Hak Cipta bahwa Hak Cipta hanya melindungi "ekspresi" dan tidak melindungi suatu "ide". Doktrin dasar inilah yang sering disebut sebagai doktrin dikotomi ide dan ekspresi (idea and expression dichotomy).
Pelanggaran Hak Cipta (infringement) yang berbentuk non literal copying, menjadikan doktrin dikotomi ide dan ekspresi menjadi isu yang sangat penting. Oleh karena pelaku pelanggaran (non literal copier) akan berdalih bahwa dirinya tidak melakukan pelanggaran (infringement) karena hanya mengambil "ide" dan tidak melakukan peniruan (copying) terhadap "ekspresi". Frekuensi peniruan ide yang semakin sering terjadi menyebabkan banyak ciptaan yang mempunyai kemiripan hingga tidak sedikit diantaranya yang menimbulkan sengketa di pengadilan. Akhirnya pengadilan dalam menyelesaikan sengketa tersebut menggunakan suatu metode yang dinamakan metode substantial similarity. Metode ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan literal similarity dan pendekatan total concept and feel.
Persoalan ini tidak luput pula melibatkan karya-karya sinematografi seperti film maupun program-program televisi yang bemula dan sebuah "ide". Film maupun program-program televisi merupakan hasil eksekusi atau ekspresi dari serangkaian "ide". Dalam praktek bisnis pertelevisian disebut dengan format program televisi. Pentingnya format dalam industri pertelevisian ditandai dengan munculnya apa yang disebut sebagai format right.
Format program televisi sebagai ekspresi dan serangkaian ide menimbulkan pertanyaan mendasar terkait kemuitgkinan perlindungan oleh Hak Cipta. Format program televisi sendiri merupakan seluruh kerangka program seperti pembabakan, plot, alur, termasuk karakter, slogan, ilustrasi musik, pencahayaan yang mengisi kerangka program tersebut.
Mengacu kepada realitas yang diuraikan diatas, maka sangat menarik untuk mengkaji secara mendalam eksistensi format program sebagai salah satu bentuk "ide" dan bentuk perlindungan hukurnnya. Di sinilah akan diketahui bagaimana doktrin Hak Cipta yang hanya melindungi "ekspresi" dapat memberikan perlindungan terhadap format program sebagai bagian terpenting dari suatu program televisi. Apalagi format program televisi memiliki nilai ekonomi dan dapat diperdagangkan dalam suatu transaksi bisnis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16492
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margiyono
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S24025
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Charles Michael Bura
"ABSTRAK
Industri telekomunikasi dan penyiaran pada dasarnya terpisahkan karena produk yang dihasilkan bersifat komplementer sehingga setiap industri berjalan masing-masing. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, terjadi konvergensi dalam kedua industri ini. Layanan konvergensi yang  ditawarkan terdiri atas penyediaan konten, layanan dan jaringan serta produsen perangkat. Salah satu layanan konten siaran dimaksud adalah layanan televisi berlangganan menggunakan kabel (TV kabel). Penyelenggaraan TV kabel dapat menggunakan jaringan kabel sendiri atau menyewa jaringan telekomunikasi. Penggunaan jaringan telekomunikasi tidak efisien mengingat IPP televisi berlangganan terbatas dalam 1 wilayah dan dapat diperluas dengan melapor kepada Menteri. Keterbatasan ini menimbulkan inefisiensi dalam penyelenggaraan TV berlangganan menggunakan kabel (TV kabel. Dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap regulasi penyelenggaraaan TV berlangganan untuk memberikan opsi lain bagi pemerintah dalam menentukan cakupan wilayah bagi penyelenggara TV kabel.

ABSTRACT
The telecommunications and broadcasting industries are basically inseparable because the products produced are complementary so that each industry runs each. But along with technological developments, there has been convergence in these two industries. Convergence services offered consist of providing content, services and networks as well as device manufacturers. One of the intended broadcast content services is subscription television services using cable (cable TV). Cable TV can use its own cable network or rent telecommunications networks. The use of telecommunication networks is inefficient considering the subscription IPP television is limited to 1 region and can be expanded by reporting to the Minister. This limitation raises inefficiencies in the implementation of subscription TV using cable . In this study an analysis of the regulation of the provision of TV subscription was conducted to provide other options for the government in determining the coverage of cable TV providers.
"
2019
T53353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Hariani
"Penegakan hukum Hak atas Kekayaan Intelektual ("HKI")di negara-negara berkembang, bukan hanya mengalami ketertinggalan dari sudut peraturan perundang-undangan. Ketertinggalan yang lebih jauh adalah pemahaman terhadap prinsip perlindungan HKI. Ketertinggalan dimaksud terjadi karena terdapat permasalahan utama bahwa di negara-negara berkembang asumsi yang mengatasnamakan kepentingan publik di semua bidang masih amatlah kental. Ini mengakibatkan bahwa ketentuan-ketentuan HKI yang ada dalam peraturan perundang-undangan menjadi berbenturan dengan pemahaman seperti itu yang masih melekat dalam peraturan perundangundangan lain.
Hal demikianlah yang terjadi pada karya cipta sinematografi yang dilindungi oleh Hak Cipta. Perlindungan hak cipta yang terdiri dani hak ekonomi dan hak moral bagi pencipta yang menciptakan karya Sinematografi adalah terlahir dengan sendirinya. Namun ternyata perlindungan tersebut secara riil tidak dapat diberikan karena berbenturan dengan peraturan perundangundangan di bidang perfilman khususnya yang mewajibkan setiap karya film harus disensor dengan mengatasnamakan kepentingan kebudayaan.
Dasar-dasar perlindungan Hak Cipta telah dikesampingkan dalam hal sensor film terhadap sebuah karya cipta sinematografi. Henturan ketentuan sensor film dengan prinsip perlindungan hak cipta yang utama merupakan benturan dengan hak moral yang melarang adanya perubahan dalam bentuk apapun terhadap ciptaan; sedangkan penolakan secara utuh sebuah karya sinematografi oleh Lembaga Sensor film telah mengakibatkan matinya hak-hak ekonomi pencipta."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Marlyna
"Penggunaan internet sebagai media komunikasi telah membawa banyak kemajuan bagi umat manusia. Namun di sisi lain, internet dapat juga menjadi ancaman, terutama yang berhubungan dengan Perlindungan Hak Cipta. Teknologi internet kini telah memampukan siapa pun untuk membajak ciptaan orang lain dengan waktu yang relatif lebih singkat dan dengan kualitas yang hampir sama dengan karya yang aslinya. Hanya dalam hitungan beberapa detik saja, suatu ciptaan yang dilindungi dengan Hak Cipta, seperti musik, lagu, program komputer dan materi-materi hak cipta lainnya dapat dengan mudah diperoleh, diperbanyak dan berpindah dari suatu komputer ke komputer lainnya, maupun ke media lain, seperti kertas, disket maupun compact disk (“CD”), dengan men-download-nya yang cukup dilakukan dengan satu “klik” saja. Salah satu permasalahan yang berkembang, sehubungan dengan pelanggaran Hak Cipta dalam media internet ini adalah apakah Penyelenggara Jasa Intemet/”P J r (Internet Service Provider atau “ISP”) turut bertanggung jawab atas pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh pengguna layanannya. PJI saat ini diposisikan sebagai penanggung jawab utama atas penerimaan dan pengiriman dari komunikasi-komunikasi di abad ke- 21. Beberapa jasa layanan tambahan yang diberikan oleh PJI justru dianggap memiliki potensi besar untuk dianggap turut membantu mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak cipta tersebut. Layanan utama sebuah PJI yaitu menyediakan akses ke internet juga potensial menyebabkan PJI turut digugat karena sebagai penyedia akses PJI dianggap mampu mengawasi setiap lalu lintas pertukaran informasi yang terjadi di dalam jaringannya, serta untuk mengambil langkah-langkah pencegahan yang diperlukan. Layanan PJI lainnya yang potensial menyebabkan PJI turut digugat adalah layanan web hosting dimana PJI menawarkan layanan untuk menempatkan file-file program untuk situs web di dalam server milik PJI tersebut. Apabila content dari situs web yang ditempatkan di server PJI tersebut melanggar Hak Cipta, maka ada kemungkinan pihak yang merasa Hak Cipta-nya telah dilanggar juga akan menuntut PJI, karena dianggap turut membantu terjadinya pelanggaran Hak Cipta tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T36294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ketut Sri Aryani
"Ditengah-tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia, ada satu kegiatan yang tidak terpengaruh oleh kejadian tersebut yaitu pertunjukan musik baik yang langsung (off-air) maupun yang dipertunjukkan di televisi swasia (on-air). Pertunjukan musik dari penyanyi atau grup musik dapat seeing diselenggarakan clan disaksikan sekarang ini tidak lepas dari peran serta perusahaan produsen barang maupun jasa yang sedang rnengadakan kampanye promosi untuk barang maupun jasa yang sedang rnengadakan kampanye promosi. Peran serta perusahaan produsen barang atau jasa tersebut adalah dari segi pembiayaan penyelenggaraan pertunjukan musik tersebut baik di venue atau di televisi. Dikatakan demikian, karena untuk pengurusan penyelenggaraan pertunjukkannya sendiri dilakukan oleh pihak promotor musik atau event organizer atau stasiun televisi swasta. Kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan produsen barang maupun jasa di dalam membiayai penyelenggaraan suatu pertunjukan musik disebut dengan banyak macam, tergantung pada tenat penyelenggaraan pertunjukan tersebut apakah off-air atau on-air. Untuk pertunjukan off-air atau biasanya berupa tur musik, yang diselenggarakan oleh promoter atau event organizer, maka disini bagi produsen perusahaan barang maupun jasa itu dikatakan melakukan kegiatan sponsorship atau pemberian biaya sponsor sedangkan untuk pertunjukan on-air , yang diselenggarakan oleh bagian produksi stasiun televisi yang memproduksi program hiburan musik tersebut, maka disini perusahaan produsen barang maupun jasa tersebut dikatakan melakukan pemberian sponsor atas program televisi. Kegiatan pemberian sponsor atas suatu program acara hiburan televisi dalam praktek pertelevisian disebut dengan istilah blocking time, yaitu dimana si perusahaan produsen membeli jam siaran suatu program dengan cara membayar biaya produksi suatu program clan membeli jam tayang iklan pada program tersebut, dengan imbalan produsen tersebut dapat memanfaatkan ruang di dalam program acara hiburan tersebut untuk melakukan promosi. Dari kegiatan penyelenggaraan pertunjukkan musik televisi ini timbul isu-isu hak kekayaan intelektual khususnya yang rnenyangkut hak cipta den hak terkait Hal itu karena di dalam program acara musik tersebut telah digunakan Iagu-lagu dan musik ciptaan para pencipta lagu, kemudian lagu tersebut dinyanyikan oleh penyanyi dengan iringan orkestra yang telah membuat aransemen lagu, kemudian terdapat naskah komedi yang dimainkan oleh pars komedian. Malta dalam program acara hiburan musik televisi tersebut banyak terdapat penggunaan hak cipta dan hak terkait Sehingga pula terdapat pengaturan dan penggunaan hak-hak kekayaan intelektual tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T19143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handi Nugraha
"Penelitian tentang perlindungan hak moral dalam UU hak cipta ini pada awalnya timbul karena adanya rasa penasaran penulis atas pernyataan dari International Intellectual Property Allience (IIPA) yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 24 (2) Jo. Pasal 55 (c),(d) UUHC 2002, telah melebihi ketentuan Article 6bis(l) Konvensi Berne yang mengatur tentang hak moral, sehingga perlu direvisi. Selanjutnya, penulis juga melihat terdapat kejanggalan dalam pengaturan hak moral dalam UUHC 2002, di mana dalam penjelasan umum UUHC 2002 ini disebutkan bahwa Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights) . Di sini, hak moral diartikan sebagai hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan (inalienable rights). Sedangkan bila merujuk Pasal 3 UUHC 2002 menunjukkan bahwa hak cipta merupakan hak kebendaan yang dapat beralih atau dialihkan berdasarkan hal-hal tertentu baik seluruhnya ataupun sebagian. Ini menunjukkan bahwa telah terjadi kerancuan konsepsi mengenai hak moral dalam UUHC 2002. Terlebih tidak ada satu pasal pun yang mengatur hak moral bagi palaku dalam UUHC 2002. Lalu bagaimanakah konsep hak moral itu sesungguhnya, dan benarkah ketentuan hak moral dalam UUHC 2002 telah melebihi Pasal 6bis Konvensi Berne?. Berdasarkan hasil penelitian, konsepsi hak moral ternyata tidaklah sama meskipun di negara-negara yang menjadi anggota Konvensi Berne, baik dari segi sifat maupun ruang lingkupnya. Bahkan, di negara asal konsepsi hak moral ini yaitu Perancis, pengaturan hak moral jauh melebihi ketentuan dalam Konvensi Berne. Sehingga, rekomendasi IIPA tersebut di atas adalah sangat tidak relevan. Selain itu, Hak moral ternyata tidak sama dengan hak cipta dan juga bukan merupakan bagian dari hak cipta. Hak moral lebih merupakan hak pelengkap atau hak tambahan {additiona1 rights) bagi pencipta dan/atau pelaku."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T36588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>