Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211955 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nindya Novianty
"Semenjak berlakunya UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, fungsi regulator Pertamina diserahkan kepada BP Migas dan status Pertamina diubah menjadi PT (Persero). Hal ini menyebabkan kedudukan PT Pertamina (Persero) sejajar dengan kontraktor migas lainnya. PT Pertamina (Persero) kemudian membentuk PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) yang kemudian mengadakan kontrak kerjasama dengan BP Migas. Kontrak ini disebut Kontrak Minyak dan Gas Bumi Pertamina. Berdasarkan uraian tersebut, kemudian timbul pertanyaan mengenai kewenangan para pihak dalam kontrak, mengapa kontrak disebut Kontrak Minyak dan Gas Bumi Pertamina dan bukan kontrak production sharing saja, apa perbedaan dan persamaan kontrak dengan kontrak production sharing pada umumnya dan bagaimana analisa berbagai kemudahan yang diberikan kepada PT Pertamina EP dalam peraturan perundangan tentang migas dan kontrak.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif, yaitu penelitian yang menggunakan bahan pustaka atau buku sebagai bahan penelitian. Kewenangan BP Migas pada dasarnya bersumber dari amanat pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang kemudian ditegaskan dan dijabarkan lagi dalam UU No. 22 Tahun 2001. Kewenangan PT Pertamina EP juga bersumber dari UU No. 22 Tahun 2001 yang mengubah status Pertamina dan PP No. 35 Tahun 2004 yang mengamanatkan pembentukan anak perusahaan untuk setiap wilayah kerja PT Pertamina (Persero). Kontrak antara BP Migas dan PT Pertamina EP ini sebenarnya adalah kontrak production sharing karena ketentuannya sama dengan kontrak production sharing pada umumnya kecuali ketentuan mengenai wilayah kerja kontrak yang luas bekas Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) Pertamina, besaran pembagian hasil yang sama dengan ketentuan yang berlaku pada WKP Pertamina, jangka waktu kontrak yang tidak ditemukan pengaturan masa eksplorasi dan eksploitasi, larangan pengalihan keseluruhan hak dan interest kepada pihak bukan afiliasi dan penyisihan wilayah kerja yang termasuk kecil yaitu minimum 10% pada atau sebelum akhir tahun kontrak kesepuluh. Berdasarkan peraturan perundang-undangan migas dan kontrak tersebut, PT Pertamina EP diberikan beberapa kemudahan yang mengindikasikan bahwa hanya perannya sebagai regulator yang dicabut, sedangkan sebagai player tetap sama seperti dulu."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S23908
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah A. Mongan
"Dalam pengusahaan migas, PERTAMINA sebagai Badan Usaha Milik Negara mungkinkan untuk bekerja sama dengan perusahaan minyak lain/kam bentuk Joint Operating Body (JOB) yang merupakan motif konsep kontrak bagi hasi/Production Sharing Contract (PSC) yang dianut di Indonesia. Dalam JOB, PERTAMINA dan kontraktor masing-masing mempunyai share sama besar yakni 50:50 dan bersama-sama membentuk komite yang terdiri dari wakil-wakil PERTAMINA dan kontraktor (komite operasi) untuk menetapkan dasar-dasar alokasi hak dan tanggung jawab antara para pihak seria mengatur tentang tata cara pelaksanaan operasi dan melakukan pengawasan. Untuk memperlancar opcrasional JOB, pendiri JOB telah me kewenangan penuh kepada JOB untuk melakukan tindakan hokum seperti membuat perjanjian dengan pihak lain, memiliki kekayaan, mempekerjakan
karyawan dan lainnya sehingga menempatkan JOB scolah-olah seperti sebuah subyek hukum. Namun dalam literatur hukum, JOB tidak dikenal sebagai subyck bukum/badan hukum dan olch karenanya tidak dapat bertindak di muka pengadilan, sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung RI No 07/PK/N/1999 tanggal 14 Mei 1999, yang diuraikan lebih lanjut dalam Tesis ini
karenanya, walaupun kewenangan penuh telah diberikan kepada Jo dirinya, namun untuk bertindak di hadapan hukum tetap harus sendiri oleh pendir-pendiri JOB dan tidak diwakilkan oleh JOB. Melalui penulisan Tesis ini, Penulis berharap dapat memberikan kejelasan kepada masyarakat terutama pihak-pihak yang terkait dalam JOB mengenai status hokum JOB agar tidak merugikan pihak-pihak tersebut di kemudian hari. Diharapkan pembahasan tersebut di atas akan membawa efisiensi serta peningkatan kinerja operasional JOB dalam mencapai target yang maksimal
In oil and gas mining, it is possible for PERTAMINA as a State-Owned Company to enter into cooperation with other oil company/contractor in terms of Joint Operating Body (JOB) constituting modification of the Production Sharing Contract (PSC) concept adopted in Indonesia. In JOB, PERTAMINA and the contractor respectively has equal share namely 50:50 and jointly establishes committee consisting of the representatives of PERTAMINA and contractor committee) to lay down the basis of allocation ofrights and ob party as well as stipulate the procedure of operation implement supervision. For smooth operation of JOB, JOB founder has confer upon the JOB to take corporate acts such as entering into agree other party, controlling assets, employing experts etc thereby placing JOB as is it were a law subject However law literature does not mention that JOB is a law subject/legal entity and consequently it has no authority to take any act before a court, as confirmed in the Judgment of the Supreme Court of the Republic of
Indonesia No. 07/PK/N/1999 dated May 14, 1999, described further in this Thesis. Therefore, despite the full authority the founders conferred upon it, it is the JOB founders themselves, not represented to JOB, that must take any corporate act. May this Thesis writing able to provide clarity to the community pecially those interested in JOB about the legal status of JOB and not ret loss to them in the future. Such discussion may bring about an efficiency as well increase the performance of JOB operation in attaining the maximum.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Dinda Nurasih
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S26257
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Widyastuti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S22897
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Elnawisah
"Undang-undang Nomor 8 Tabun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Pertamina) memberikan kewenangan kepada Pertamina sebagai pemegang kuasa pertambangan di bidang minyak dan gas bumi. Berdasarkan kewenangan tersebut Pertamina melakukan berbagai kontrak production sharing, antara lain dalam bentuk Kontrak Operasi Bersama (KOB) yang dilakukan oleh perusahaan negara tersebut dengan perusahaan dengan modal asing Karaha Bodas Company (KBC) pada tahun 1994.
Proyek bersama pengembangan energi geotermal tersebut belum sempat dilaksanakan, ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi (1997), sehingga untuk menanggulanginya Presiden mengeluarkan keputusan presiden yang antara lain menangguhkan pelaksanaan proyek KBC. Merasa dirugikan dengan penangguhan tersebut, KBC berusaha melakukan berbagai negosiasi agar proyek terus dilaksanakan sebagaimana diperanjikan. Kegagalan negosiasi tersebut memaksa pihak KBC menempuh jalur hukum dengan menggugat Pertamina di Badan Arbitrase di Swiss sesuai dengan bunyi klausula penyelesaian sengketa. Gugatan KBC diterima dan Pertamina diharuskan membayar sejumlah ganti rugi.
Tesis ini mencoba menjelaskan hubungan antara klausula force majeure dalam KOB yang mencantumkan frasa any government related event yang hanya berlaku bagi kontraktor (KBC) tetapi tidak dapat digunakan oleh company (Pertamina) dengan menggunakan pertimbangan force majeure bagi Keputusan Presiden untuk menangguhkan KOB.
Untuk menjelaskan ha! itu diajukan dua masalah, yaitu: (a) apakah pencatuman klausula force majeure dalam KOB memenuhi unsur-unsur force majeure, dan (b) bagaimana pertimbangan badan Arbitrase Jenewa terhadap kiausuia force majeure bagi penyelesaian sengketa?
Dari basil penelitian disimpulkan bahwa pencantuman klausula force majeure dalam KOB Pasal 15.1 yang menyatakan "with respect to CONTRACTOR only, any Government Related Event tidak memenuhi unsur force majeure daiam hukum kontrak, karena klausula force majeure seharusnya berlaku bagi Para pihak. Namun Badan Arbitrase di Swiss yang mengadili gugatan ini cenderung berpikir legalistik dengan patokan menjunjung tinggi asas kebebasan berkontrak, sehingga tidak dipertimbangkan secara umum unsur-unsur force majeure yang dikenal dalam konsepsi hukum perdata baik daiam KUH-Perdata maupun dalam sistem common law. Meskipun Badan Arbitrase "menghormati" keputusan presiden yang menangguhkan peiaksanaan proyek KBC, namun Pertamina tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya dalam kontrak yang telah disepakati, sehingga Pertamina dan PLN tidak dapat menjadikan keputusan tersebut sebagai alasan yang sah untuk melepaskan kewajibannya.
Hasil penelitian ini menyarankan untuk menghindari perbedaan penafsiran, Pertamina dan Badan Usaha Milik Negara lebih berusaha memahami hakekat kebebasan berkontrak para pihak yang dijunjung tinggi pihak asing dan menempatkannya dalam posisi yang tidak bertentangan dengan otoritas Pemerintah untuk (sewaktu-waktu) mengeluarkan kebijakan publik yang terkait dengan pelaksanaan kontrak tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Annisa Nurul Firdaus
"Klausula Indemnitas atau Klausula Ganti Rugi merupakan salah satu ketentuan penting dalam kontrak pengeboran internasional untuk membantu mengalokasikan risiko kepada pihak yang berada dalam posisi yang paling tepat untuk menanggung risiko tersebut. Konsep ini memiliki peranan yang signifikan dalam kontrak kontrak di bidang minyak dan gas bumi, karena karakter khusus dari industri tersebut. Skripsi ini membahas unsur utama dari konsep indemnitas, penggunaan klausula indemnitas dalam kontrak pengeboran serta kekurangan dan kelebihan penggunaan klausula indemnitas tersebut dan juga termasuk hal hal penting yang harus diperhatikan oleh para pihak dalam perjanjian.;

Indemnity clause is one of the key provisions in the international contract that helps to allocate risk to the party who is in a better position to accept it. The concept has particularly great significance in oil and gas contracts due to the specific features of the industry. The paper looks at the main elements of the concept and at the ways it is applied in the international drilling rig service contract, some advantages and disadvantages of using indemnity clause in the contract including some critical points that need to be taken into account by the parties to the contract.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S25029
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Sondani
"Kita patut bersyukur karena termasuk menjadi bagian dari sebuah Negara yang dilimpahi kekayaan sumber daya alam, termasuk berbagai jenis sumber daya energi seperti minyak dan gas bumi (migas). Peranan migas dalam pembangunan nasional selama ini sungguh tidak diragukan lagi. Bukan saja sebagai sumber energi di dalam negeri, tetapi juga berperan menjadi sumber penerimaan Negara dan devisa, serta bahan Baku industri nasional. Hingga lima tahun terakhir ini subsektor migas menyumbang penerimaan dalam negeri sebesar rata-rata 33,55%. Namun, selama sepuluh tahun terakhir, ekspor minyak mentah Indonesia mengalami penurunan walaupun kecil yaitu rata-rata sebesar 3,8% per tahun. Produksi minyak Indonesia mengalami penurunan jauh di bawah volume yang ditargetkan dalam APBN. Untuk menanggulangi penurunan produksi minyak Indonesia, perlu dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi serta mengundang investor untuk menanamkan investasinya di bidang Migas. Agar investor berminat maka perlu diciptakan iklim investasi yang kondusif. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, dimana secara jelas telah diatur dalam pasal 4 bahwa minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis takterbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai Negara. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, secara resmi kegiatan usaha minyak dan gas bumi tidak lagi berpedoman pada UU No 44 Prp Tahun 1960 tentang pertambangan minyak dan gas bumi dan UU No 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Tambang Minyak dan Gas Bumi Negara. Sesuai dengan amanah Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002, pengawasan dan pembinaan kontrak kerja sama (KKS) atau kontrak bagi hasil yang sebelumnya dilaksanakan oleh PT Pertamina (Persero) beralih ke BP Migas. Kontrak Kerja Sama (KKS) dalam kegiatan eksplorasi dan produksi yang diperbolehkan tidak hanya sebatas bentuk Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract, tetapi dimungkinkan juga dalam bentuk Kontrak Kerja Sama lain yang Iebih menguntungkan Negara.

We make proper grateful because including becoming the part of a State which exuberant properties of natural resources, including various resource type of energy like gas and oil (Migas). Role of Migas in national development during the time really do not in doubting of again. Not only as source of energy in Country, but also share to become the source of acceptance of State and Foreign exchange. and also industrial raw material [of] National. Till this five the last year of atonal migas subsection of acceptance in energy equal to flattening - flatten 33,55 %. But, during ten the last year, Indonesia crude oil export of degradation although small that is flattening equal to 3,8 % per year. Natural Oil Indonesia production of degradation far below Volume which targeting in APBN. To overcome degradation of Indonesia oil production, need conducting activity of exploration and also invite investor to inculcate the investment of area of migas. So that enthusiastic investor hence needing in creating investment climate which is contusive. Section 33 Invitor - Elementary Invitor 1945, where clearly arranging in section 4 that gas and oil as strategic natural resources isn't it which consist in Indonesia mining right region is properties of National which mastering State. With the of Invitor No 22 Year 2001 concerning Gas and oil, officially oil business activity and gas shall no longer at UU No. 44 Prp Year 1960 concerning mining of gas and oil and of UU No.8 Year 1971 About Company Of Mine Gas and oil Public Ownership. As according to Invitor trust - Invite Migas Number 22 Year 2001 and Regulation of Government of No. 42 Year 2002, observation and Production Sharing Contract (KKS) or previous sharing holder contract in executing by PT. Pertamina ( Persero) change over to BP Migas. Contract Work. Production Sharing Contract in activity of enabled production and explorers do not only limited to form of Production Sharing Contract, but enabled also in the form of other Production Sharing Contract which more beneficial of state."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>