Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111409 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Muhammad Aidil Fitrisyah
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
S24084
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Agus Priambodo
"Dari data pada Bank Indonesia diketahui bahwa sepanjang tahun 2004, kredit Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) telah menunjukkan kinerja yang terus membaik. Sampai dengan bulan September 2004 (Triwulan III-2004), baki debet kredit UKMK telah mencapai Rp. 262,7 trilyun, meningkat sebesar 23,1 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah baki debet kredit UKMK tersebut adalah 50,7% dari total kredit perbankan (Rp. 518,4 trilyun) dan sebagian besar merupakan sektor produktif. Dari jumlah perkembangan kredit yang cukup signifikan tersebut tidak terlepas dari kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh UKMK dalam memanfaatkan dana lembaga trust "perbankan". Permasalahan yang selalu dihadapi oleh UKMK adalah masalah permodalan dan tersedianya agunan yang memenuhi persyaratan bank teknis.
Dengan kondisi tersebut diperlukan adanya peranan pemerintah dalam mengangkat keberadaan dan memberdayakan UKMK Dalam hal Pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Transmigrasi dan Koperasi Nomor 99/Kpts/MENTRANS-KOP/1970 tanggal 1 Juli 1970 telah membentuk suatu Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK). Kemudian PP No. 51/1981 jo PP No. 27/1985, LJKK meleburkan menjadi Badan Usaha Mink Negara (BUMN) di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia dengan nama Perusahaan Umum (Perum) Pengembangan Keuangan Koperasi. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2000, Pemerintah telah memperluas jangkauan kepada UKMK dalam penjaminan kredit dengan perubahan nama menjadi Perusahaan Umum (Perum) Sarana Pengembangan Usaha (Perum Sarana) Sebagai satu-satunya lembaga penjamin kredit yang dimiliki oleh pemerintah, Perum Sarana berupaya untuk memberikan mediasi penjaminan kepada kegiatan usaha UKMK dalam menjembati kendala permodalan dan persyaratan agunan yang memenuhi persyaratan bank teknis. Sampai dengan 30 September 2004 (Triwulan III-2004) Perum Sarana telah menjamin kredit senilai Rp. 7,747 trilyun suatu jumlah yang cukup material dan signifikan bagi stimulus bisnis penjaminan kredit di Indonesia.
Seiring dengan perkembangan produk perbankan yang semakin kompetitif dalam menarik perhatian nasabah. Kini dalam dunia perbankan dikenal 2 (dua) lembaga kredit yaitu kredit cash loan dan kredit non cash loan. Kedua jenis tersebut sangat dibutuhkan oleh kalangan pengusaha baik berskala korporasi yang konglomerasi maupun sekelas UKM. Keberadaan kredit non cash loan ini diminati oleh kalangan pengusaha sekelas UKM, mengingat dengan kehadiran Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan barang/Jasa Pemerintah memberikan kesempatan kepada UKMK untuk dapat berkiprah secara aktif dalam kegiatan usaha di bidang pengadaan barang dan jasa.
PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk salah satu Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di Industri perbankan menaruh perhatian yang cukup intens untuk pengembangan UKMK yaitu memanfaatkan salah satu product knowledge yaitu 'Kredit Non Cash Loan". Kredit Non Cash Loan ini dapat berupa UC Impor, Negosiasi Wesel Ekspor, Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN), Forex Line dan Bank Garansi. Jenis kredit non cash loan yang cukup diminati oleh UKMK adalah Bank Garansi. Dalam pemberian fasilitas Kredit Non Cash Loan berupa bank garansi kepada UKMK, Bank Mandiri juga mempersyaratkan adanya agunan/collateral yang mempunyai nilai marketable yang tinggi dan dilindungi dengan status hukum yang pasti dalam hak kepemilikan agunan/collateral tersebut. Persyaratan demikian menimbulkan hambatan bagi UKMK dalam memperoleh fasilitas kredit non cash loan tersebut. Dengan adanya keberadaan lembaga penjamin kredit "Perum Sarana? hambatan yang dialami oleh UKMK dapat dieliminasi mengingat keberadaan Perum Sarana adalah sebagai lembaga penjamin kredit UKMK yang dapat berfungsi sebagai pengganti agunan/collateral yang tidak dimiliki UKMK.
Berkaitan dengan penjaminan kredit non cash loan (bank garansi) oleh Perum Sarana juga menimbulkan pertanyaan mendasar di bidang hukum apakah penjaminan terhadap kredit non cash loan diperkenankan oleh konsepsi atau konstruksi hukum penjaminan yang berlaku di Indonesia. Pemanfaatan konstruksi hukum penanggungan hutang sebagaimana termuat pada Pasal 1820-1850 KUHPerdata dalam konstruksi penjaminan kredit non cash loan (bank garansi) merupakan sumbangan hukum dalam pembangunan ekonomi khususnya memberikan solusi bagi UKMK dalam mengakses ke lembaga trust "perbankan". Perlu dipahami selama ini bisnis di bidang penjaminan kredit belum mempunyai peraturan perundang-undangan yang cukup lengkap dibandingkan bisnis di bidang asuransi kredit sehingga dalam memberikan pelayanan penjaminan kredit non cash loan kepada UKMK perlu mencari terobosan hukum (legal loophole) yang tidak menimbulkan gesekan dengan konsepsi dasar hukum konstruksi penjaminan. Perlu dipahami bahwa antara penjaminan kredit dan asuransi kredit adalah 2 (dua) konstruksi hukum yang berbeda. Sebagai perbandingan diambil contoh dari negara Jepang yang mempunyai lembaga penjaminan, kredit dan lembaga asuransi kredit dalam pengembangan UKMK.
Sampai saat ini lembaga penjaminan kredit belum mempunyai peraturan perundangan-undangan yang terkodifikasi dibandingkan dengan lembaga asuransi kredit. Dalam hal ini akan dikaji secara hukum apakah diperkenankan melakukan konstruksi hukum penjaminan atas kredit non cash loan (bank garansi) tersebut. Diharapkan terobosan hukum atas konstruksi hukum penjaminan seperti penjaminan kredit non cash loan ini dapat memberikan implikasi yang positif bagi pembaharuan konstruksi hukum penjaminan dan memberikan manfaat yang positif dalam mendukung UKMK dalam memperoleh akses ke perbankan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Danardi Haryanto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24420
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuzul Qur`aini Mardiya
"Penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang balk (GCG) pada perseroan terbuka merupakan cerminan bahwa perusahaan dikelola oleh Direksi dan Kornisaris dengan menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan kewajaran. Hubungan yang tercipta antara Direksi dan Komisaris dalam menerapkan prinsip GCG adalah check and balances yang bertujuan untuk kemajuan dan kesehatan Bank Mandiri. Direksi berkewajiban untuk melaksanakan pengurusan perseroan, sedangkan Komisaris bertindak sebagai pengawas dan untuk memastikan pengurusan perseroan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bank Mandiri sebagai suatu perseroan terbuka tunduk pada peraturan perundang-undangan yaitu UUPT, UUPM, dan UU Perbankan. Adapaun latar belakang dibentuknya pedoman pelaksanaan GCG di Bank Mandiri dikarenakan Direksi dan Komisaris Bank Mandiri memiliki kornitmen untuk menegakkan sistem perbankan yang sehat dan kuat di Indonesia. Penerapan GCG di Bank Mandiri juga untuk memenuhi tuntutan pilar ke-4 API yakni membentuk perbankan domestik yang kuat, dikelola dengan baik dan memiliki keahlian yang memadai. Penerapan GCG panting karena pengelolaan perusahaan yang baik dapat menarik minat dan kepercayaan investor, meningkatkan kinerja bank, euisiensi dan pelayanan kepada stakeholders, dan melindungi Bank Mandiri dari intervensi politik dan tuntutan hukum. Dalam menerapkan GCG di Bank Mandiri terdapat beberapa kendala yang dihadapi yakni baik dari faktor eksternal berupa pengumuman basil audit BPK yang mengindikasikan perbuatan kolusi dan korupsi Direksi Bank Mandiri dan ketidakharmonisan peraturan perundang-undangan mengenai kerugian dalam pengelolaan kekayaan BUMN yang berbadan hukum perseroan yang identik dengan kerugian keuangan negara. Sedangkan kendala yang berasal dari faktor internal perseroan yakni fraud dan kurang berperannya fungsi Kornite Audit untuk membantu Komisaris dalam melaksanakan pengawasan terkait informasi keuangan dan efektivitas pemeriksaan oleh auditor eksternal dan internal. Untuk menghadapi kendala dalam penerapan GCG tersebut, pihak manajemen menempuh solusi-solusi sebagai berikut : Panama, memperbaiki image perusahaan, meningkatkan penerapan GCG dan memperkuat kapabilitas. Kedua, meningkatkan profesionalisme sumber Jaya manusia melalui sistem pengendalian internal berbasis risiko untuk mengawasi terjad i nya fraud dan memberdayakan fungsi Komite Audit."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penggabungan usaha yang dilakukan oleh suatu
perusahaan publik memberikan pengaruh yang besar terhadap
sejumlah besar pemegang saham sebagai investor dan asetaset
dalam suatu perusahaan publik, karenanya diperlukan
suatu upaya perlindungan hukum bagi para pemegang saham
publik (sebagai pemegang saham yang memiliki posisi tawar
yang lemah) dalam rangka memberikan kepastian hukum dan
jaminan keamanan bagi mereka dalam kedudukannya sebagai
investor. Untuk memenuhi perlindungan hukum tersebut
pemerintah melalui UU No.1 Tahun 1995, PP No.27 Tahun 1998
serta UU No.8 Tahun 1995 dan berbagai peraturan
pelaksananya mengatur mekanisme pelaksanaan penggabungan
usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan publik dimana
keberlakuannya didasarkan atas asas Lex Specialis Derogat
Lex Generalis (undang-undang yang bersifat khusus
menyampingkan undang-undang yang bersifat umum). Di dalam
berbagai peraturan perundang-undangan tersebut telah
terakomodasi prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG)
yang salah satu ide dasarnya adalah memberikan perlindungan
terhadap kepentingan pemegang saham minoritas dalam
kaitannya dengan perbuatan pengelola perusahaan, sehingga
dengan dilaksanakannya ketentuan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan tersebut penerapan atas prinsip-prinsip
GCG telah dilaksanakan, yang berarti bahwa upaya
perlindungan terhadap pemegang saham minoritas telah pula
dilaksanakan oleh perusahaan publik yang melaksanakan
penggabungan usaha. Permasalahan muncul apabila prinsipprinsip
GCG sebagaimana yang terkandung dalam berbagai
peraturan perundang-undangan tersebut tidak diterapkan dan
dilaksanakan, sehingga dapat merugikan kepentingan pemegang
saham minoritas. Untuk itu diperlukan peran aktif dari
Bapepam sebagai pembina, pengatur dan pengawas sehari-hari
kegiatan pasar modal, pemerintah sebagai pembuat peraturan
perundang-undangan terkait serta peran serta dari
perusahaan publik sebagai pelaksana berbagai peraturan
perundang-undangan terkait dengan pelaksanaan penggabungan
usaha tersebut."
Universitas Indonesia, 2004
S23813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Utami
"Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia atas Hak Merek pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, di latar belakangi banyaknya para usahawan yang membutuhkan dana cukup besar untuk menjalankan kegiatan usahanya, sehingga dengan adanya kredit diharapkan menjadi modal usaha, namun untuk mendapatkan kredit pihak debitur harus menyerahkan jaminan. Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan beberapa pokok permasalahan antara lain Bagaimana eksistensi Hak Merek sebagai jaminan fidusia dalam pemberian kredit?, Adakah perlindungan hukum terhadap Bank BNI 46 yang terikat dalam suatu perjanjian pemberian jaminan berupa Hak Merek? dan Apakah upaya eksekusi yang dilakukan Bank BNI 46 untuk mengambil pelunasan hutang Debitor jika terjadi wanprestasi?
Dalam menganalisis masalah penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normative. eksistensi Hak Merek dapat diketahui dari ada atau tidaknya nilai dari Hak Merek dan Hak Merek harus telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek pada Dirjen HAKI dengan bukti pendaftaran Sertipikat Merek, sehingga Bank BNI 46 mendapat perlindungan hukum apabila Hak Merek tersebut telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek pada Dirjen HAKI, karena hanya Hak Merek terdaftar saja yang dilindungi Undang-Undang dan akan membawa akibat hukum pada pihak ketiga. Hak Merek yang sudah terdaftar memudahkan Bank BNI 46 mengeksekusi untuk mengambil pelunasan hutang Debitur jika terjadi wanprestasi dengan mendaftarkan Akta Jaminan Fidusia atas Hak Merek pada Kantor Pendaftaran Fidusia dan mencatatkan pengalihan Hak Merek dalam Daftar Umum Merek pada Dirjen HAM menjadi alas nama pemegang hak Baru (Bank BNI 46) dan mengeksekusi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas disimpulkan eksistensi Hak Merek sebagai jaminan kredit dapat diterima Bank BNI 46 apabila Hak Merek mempunyai nilai dan terdaftar dalam Daftar Umum Merek di Dirjen HAKI, Bank BNI 46 mendapat perlindungan hukum karena Hak Merek tersebut telah terdaftar, sehingga memudahkan eksekusi dengan mendaftarkan dan mencatatkan pengalihan Hak Merek dalam Daftar Umum Merek pada Dirjen HAKI menjadi atas nama Bank BNI 46. Dalam perkembangan hendaknya semua Hak atas Kekayaan Intelektual dapat dijadikan jaminan kredit Berta Pemerintah segera membuat peraturan yang mengatur tata cara pembebanan Hak atas Kekayaan Intelektual supaya jelas pengaturannya.

The legal review conducted towards the fiduciary guarantee over the brand right of PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. was caused by the immense number of the entrepreneurs needing huge amount of capital to run or expand their business. The credit provided by the bank is definitely expected to be an aid for them to do the thing mentioned. However, in attaining a credit, an applicant should fill the requirements, such as that the applicant should hand a guarantee to the creditor. Such a matter inspires the formulation of several problems to be addressed in this research, that are: how is the existence of the Brand Right as a fiduciary guarantee in a credit grant? Is there any legal protection towards Bank BNI 46 which is bound by a guarantee grant agreement in form of Brand Right, and what would be the execution effort conducted by Bank BNI 46 to take the payment, in case the debtor commit a violation to the agreement?
In analyzing this matter, the writer applies a juridical normative approach method. We can trace whether a brand right exist or not by identifying whether there is any value of the brand right, and by figuring out whether the brand right also have been registered in the General List of Brand on the Directorate General of Intellectual and Property Rights (IPR), since it is only the registered brand right which is to be protected by the law, as well as is able bring a legal impact to the third party. A registered brand right will ease Bank BNI 46 to take the debt payment for the debtors in case of any hitch, by registering the fiduciary guarantee certificate on brand right to the fiduciary registration office, and by registering the transfer of the brand right to the new owner into the general list of brand in the Directorate General of IPR. Bank BNI 46 has been legally protected since it has registered, which enables it to execute such a thing by registering the transfer in the general list of brand in the directorate general of trips on behalf of Bank BNI 46.
As for recommendation, the writer would like to suggest that all Intellectual Property Rights should be able and allowed to be a credit guarantee, while the government should formulate a law regulating the mechanism of the imposing of rights of the IPR in order to ensure the clearness of the procedure as well as the effectiveness."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19574
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2002
S23857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>