Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65370 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kolopaking, Anita D.A.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S23674
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adlan Adonis
"Perubahan Undang-undang Kepailitan dengan Perpu Kepailitan Nomor 1 Tahun 1998 serta ditetapkannya perubahan tersebut dalam Undang-undang Nomor 4 Tabun 1998, selanjutnya perubahan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diatur dalam Bab II Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998, yaitu Pasal 212 sampai dengan Pasal 279, diharapkan penyelesaian masalah utang-piutang berfungsi pula sebagai filter untuk menyaring atas dunia usaha dari perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Di samping itu, Penundaan kewajiban pembayaran utang tidak ditujukan kepada eksekusi barang-barang debitur dan pembagian hasil kepada para kreditur. Melainkan Penundaan kewajiban pembayaran utang berakibat untuk selama jangka waktu tertentu tidak dapat dipaksa untuk membayar utangnya. Karena, kewajiban untuk membayar utang ditangguhkan selama ada penundaan. Penundaan kewajiban pembayaran utang adalah untuk mencegah Kepailitan seorang debitur yang tidak dapat membayar tetapi yang mungkin dapat membayar di masa yang akan datang. Dengan demikian Penundaan kewajiban pembayaran utang memberikan kepada debitur keringanan sementara dalam menghadapi para kreditur yang menekan untuk mereorganisasi dan melanjutkan usaha, dan akhirnya memenuhi kewajiban debitur terhadap tagihan-tagihan para kreditur. Dengan adanya keringanan sementara tersebut banyak debitur yang lebih memilih mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap utang-utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih daripada harus dimohonkan untuk dipailitkan oleh para krediturnya. Oleh karena itu debitur boleh mengajukan sebuah permohonan untuk penundaan kewajiban pembayaran utang atas prakarsanya sendiri. Biasanya, debitur hanya mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagai tanggapan atas suatu permohonan kepailitan debitur yang diajukan oleh seorang kreditur, Alasannya Undang-undang Kepailitan menentukan bahwa apabila permohonan permohonan untuk penundaan kewajiban utang dan kepailitan diperiksa oleh Pengadilan Niaga pada waktu yang bersamaan, maka permohonan untuk penundaan kewajiban pembayaran utang akan diperiksa dan diputus terlebih dahulu. Sehingga Penundaan kewajiban pembayaran utang hanya boleh dikabulkan apabila putusan yang menyatakan kepailitan belum diucapkan oleh Pengadilan Niaga."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T16515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatullah
"Tesis ini membahas mengenai konsep dan kedudukan Trust dalam sistem hukum Common Law dan Civil Law, serta kedudukan Trustee sebagai Pihak yang Mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang berbentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis. Hasil penelitian dalam penulisan ini yaitu konsep Trust adalah pranata yang unik dalam sistem hukum Common Law karena keberadaannya yang mengenal kepemilikan ganda (dual ownership) yaitu legal ownership dan beneficiary ownership, dimana pranata tersebut tumbuh dan berkembang di Inggris dan negara Commonwealth lainnya. Meskipun awalnya konsepTrust dan equity merupakan kebiasaan yang berlaku di masyarakat, saat ini telah ada undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai Trust yaitu: Trustee Act 1925, Trustee Investments Act 1961, Recognition of Trusts Act 1987, Financial Services and Markets Act 2000, Trustee Act 2000. Lain halnya dengan di negara Civil Law yang tidak mengenal sistema kepemilikan ganda. Seperti di Indonesia, meskipun pranata mirip Trust telah dikenal dalam bidang hukum bisnis, seperti likuidator dalam kepailitan, wali amant dalam pasar modal, dan direksi perseroan dalam hukum perusahaan, akan tetapi belum ada undang-undang yang khusus mengatur mengenai Trust. Kedudukan Bank Trustee dalam mengajukan Permohonan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah sama dengan pemohon lainnya yaitu orang atau badan hukum, sepanjang syarat pendirian kegiatan usahanya sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 14/17/PBI/2012, tentang kegiatan usaha bank berupa penitipan dengan pengelolaan (Trust). Hasil penelitan menyarankan perlunya pemerintah membuat regulasi yang dapat menjamin kepastian dan kemudahan berinvestasi, termasuk membuat Undang-undang yang secara khusus mengatur tentang Trust, bukan hanya di bidang perbankan, tetapi juga di bidang lainnya.

This thesis focuses on discussing the concept and the position of Trust in the legal system of Common Law and Civil Law, and also the position of the Trustee as the parties applying for Suspension of Payment (PKPU). This research is a study in the normative form of juridical normative with descriptive analysis. The results of this research shows that the concept of the Trust is a unique institution in the legal system of Common Law because of its existence which can acknowledge about dual ownership, which are legal ownership and beneficiary ownership, where such institutions grow and thrive in England and other Commonwealth countries. Although the concept of trust and equity was initially the habit of society, there have been legislations specifically governing the Trust today, namely: Trustee Act 1925, the Trustee Investments Act 1961, Recognition of Trusts Act 1987, the Financial Services and Markets Act 2000, Trustee Act 2000. It is different from the Civil Law country which does not acknowledge the dual ownership system. As in Indonesia, although institutions similar to Trust have been known in the area of business law, liquidator in bankruptcy, trustee in the capital markets, and the directors of the company in corporate law, but there is no specific legislation which govern about the Trust. The position of the Bank Trustee in applying for Suspension of Payment (PKPU) is the same as the other applicants which are the person or legal entities, as long as the requirement of the establishment of business activities based on regulation Bank Indonesia Number 14/17/PBI/2012, about the bank's business activities in the form of deposit with certain management (Trust). The researcher suggests that government needs to make regulations to ensure the certainty and the ease of investing, including making regulations specifically regulating the Trust, not only in banking, but also in other sectors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santanu Wijaya
"Suatu usaha tidak selalu berjalan baik sesuai dengan tujuannya, dan sering kali keadaan keuangannya keuntungan kerugian, dan hingga tidak sanggup membayar utang-utangnya. Penyelesaian utang melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terjadi pada Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada yang mengalami kesulitan dalam membayar imbalan bagi hasil/keutungan bulanan kepada mitra usaha dalam bentuk Modal Penyertaan. PT. Pooling Asset merupakan rekonstruksi hukum untuk penyelesaian kewajiban dengan mitra usaha melalui mekanisme pengakuan utang piutang dengan Cipaganti Group berdasarkan Hasil Putusan Perdamaian. Permasalahan yang diangkat dari tesis ini adalah sistem pembentukan PT. Pooling Asset atas Putusan Perdamaian dalam PKPU terkait Ketentuan Undang-Undang dan kedudukan PT. Pooling Asset atas restrukturisasi perusahaan terkait asset koperasi Cipaganti Karya Guna Persada. Kedudukan PT. Pooling Asset dalam penyelesaian dengan pola restrukturisasi Debt to Equity dapat tetap berjalan.

An attempt does not always work well for their intended purpose, and often finances gains loss, and to not be able to pay its debts. Debt settlement through ?Penyelesaian Kewajiban Pembayaran Utang(PKPU)? occurs at the ?Koperasi Cipaganti Guna Karya Persada? are experiencing difficulty in paying rewards for results / monthly benefit to business partners in the form of Capital Investments. PT. Pooling Asset is a reconstruction of the law for the settlement of obligations with business partners through the mechanism of recognition of debts by Cipaganti Group is based on results of the Decision Peace. Issues raised in this thesis is the establishment of a system of PT. Pooling Asset on Decision Accord in PKPU relevant provisions of the Law and the position of PT. Asset Pooling on the company's restructuring related assets of the ?Koperasi Cipaganti?. Position PT. Pooling Asset in the completion of the restructuring scheme Debt to Equity can keep running.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44996
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Rahmasari
"Tesis ini berisi dua pokok permasalahan, yaitu bagaimana peran Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai sarana restrukturisasi utang bagi PT Kertas Leces (Persero) terhadap para kreditornya?dan bagaimana perlindungan kepentingan para Kreditor dan Debitor pada Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PT Kertas Leces (Persero)? Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian normatif, tujuan dari penelitian ini diharapkan akan bermanfaat dalam memberikan gambaran mengenai peran Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai sarana restrukturisasi utang. Di samping itu, diharapkan dapat berguna ketika suatu perusahaan dipailitkan. PT Kertas Leces merupakan salah satu BUMN di bidang industri kertas yang berlokasi di Jawa Timur dan dibangun pada tahun 1939 dengan kapasitas produksi cukup baik, namun pada kurun beberapa tahun belakangan ini perusahaan selalu mengalami kerugian yang disebabkan oleh permasalahan struktural yaitu masalah operasional dan masalah finansial. Perusahaan mengalami akumulasi kerugian sejumlah Rp 1,7 triliun yang berlangsung sejak tahun 1991 sampai dengan Desember 2013. Di samping itu, PT Kertas Leces (Persero) menanggung utang sebesar Rp 2,1 triliun, sehingga PT Kertas Leces (Persero) mengalami kesulitan dalam membayar utangnya, hingga oleh dua kreditornya perusahaan digugat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, serta sesuai dengan Putusan Pengadilan Niaga Nomor 05/Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang/2014/PN.Niaga.Sby diputus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Meskipun demikian, PT Kertas Leces (Persero) masih memiliki prospek dengan adanya aset, SDM dan pasar untuk kedepannya. Dengan adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dilakukan langkah-langkah restrukturisasi utang bagi kreditor PT Kertas Leces (Persero). Bahwa peran Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai sarana restrukturisasi utang adalah sangat besar peranannya, karena dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maka perusahaan yang secara fundamental masih dalam keadaan baik seperti PT Kertas Leces (Persero) tidak perlu dinyatakan pailit namun diresrtrukturisasi utangnya. PT Kertas Leces (Persero) agar melakukan langkah restrukturisasi secara maksimal guna membayar utangnya kepada Kreditor dan terhindar dari kepailitan.

This thesis mainly discusses about two issues. Firstly, how does PKPU function as debt restructurisation institution for the debtor of PT Kertas Leces (Persero)?. Secondly, how does the law protections of the debtor and creditors while PKPU period?. This research is conducted on a juridis normative method, the purpose of this research is to give an overview of PKPU's function as a debt restructurisation institution. Besides, could give explanation of PKPU's as the way to resist liquidation and bankrupt PKPU's has important function, because if there a company fundamentanly feasible in case of PT Kertas Leces (Persero) does not necessary being bankrupt. Otherwise, the company makes debt restructurisation. Restructisation of PT Kertas Leces (Persero) would be restricted a bankrupt. PT Kertas Leces (Persero) is State Owned Enterprises which field in paper production located at East Java in 1939, the production of paper was excelent, unfortunately the company have been through capital lost which caused by both operation and financial problems. The company has negatif equity in 1999 until on Desember 2013. Besides, PT Kertas Leces (Persero) has debt Rp 2,1 triliun therefore PT Kertas Leces (Persero) difficulty for pay the debt, then the creditors sending suspension of payment lawsuit. Based on Court of Trading Ruling Number 05/ Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang/2014/PN.Niaga.Sby decided suspension of payment. However, PT Kertas Leces (Persero) still has prospect with their asset, human resources and market further. Suspension of payment could restrict a bankrupcty and debt resctructurisation for creditors and it has important function, because of if there is a company which still good fundamentaly as PT Kertas Leces (Persero) does not have to bankrupcty but restructuring the debt. PT Kertas Leces (Persero) should give the best way for restructuring their debt so rectrict the bankrupcty."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45103
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mewengkang, Belinda Martha Silvia
"PKPU merupakan pemberian kesempatan kepada debitor untuk merestrukturisasi hutang – hutangnya kepada kreditor dengan cara, debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran untuk melaksanakan pembayaran utang baik secara keseluruhan ataupun sebagian utangnya kepada para kreditor. Rencana perdamaian yang telah disepakati oleh mayoritas kreditor wajib disahkan oleh pengadilan. Namun didalam Pasal 285 Ayat (2) Huruf b UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwasannya pengadilan dapat menolak suatu rencana perdamaian apabila pelaksanaan perdamaiannya tidak cukup terjamin. Oleh karena itu, tesis ini bertujuan untuk menganalisis kriteria rencana perdamaian yang pelaksanaannya dapat dinyatakan cukup terjamin dalam proses PKPU dan menganalisis implementasi kriteria rencana perdamaian yang pelaksanaannya cukup terjamin di Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa UU Kepailitan dan PKPU tidak mengatur mengenai kriteria dalam membuat suatu rencana perdamaian yang pelaksanaannya dapat dinyatakan cukup terjamin. Hal ini berbeda dengan Amerika dan Singapura yang mengatur mengenai kriteria dalam membuat suatu rencana perdamaian. Walaupun tidak adanya pengaturan mengenai kriteria rencana perdamaian di Indonesia, namun terdapat kasus dimana debitor sudah menerapkan kriteria rencana perdamaian dalam PKPU sebagaimana yang terdapat di Amerika dan Singapura

PKPU is an opportunity for debtors to restructure their debts to creditors by means of the debtor's proposed accord plan which includes an offer to pay off debts in whole or in part of their debts to creditors. An accord plan that has been agreed by creditors must be approved by the court. However, in Article 285 (2) Letter b of UU No 37/2004, the court can reject an accord plan that is not adequately assured. Therefore, this thesis aims to analyze of proposal accord plan criteria that adequate assured in PKPU process and to analyze the implementation of the criteria in Indonesia. The results of this study indicate that in Act No. 37/2004 there is no criteria in making an accord plan whose implementation can be declared adequately assured. This is different from America and Singapore which are contained the criteria of an accord plan in their regulation. Although there is no regulation regarding the criteria for an accord plan in Indonesia, there have been cases where the debtor has applied the PKPU accord plan criteria as in America and Singapore."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dante Priadi
"Dalam Skripsi ini dikaji mengenai Kreditor yang tidak mendaftarkan piutangnya kepada Kurator serta akibat hukumnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta Undang-Undang lain khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Pengaturan dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mewajibkan setiap kreditor untuk melakukan pencocokan piutang sebagai syarat mendapatkan pemenuhan pembayaran harta Pailit dari Debitor Pailit. Verifikasi atau pencocokan utang berarti menguji kebenaran piutang Kreditor yang dimasukkan pada Kurator. Kreditor yang tidak mendaftarkan piutangnya kepada Kurator tidak dapat mengunakan hak tagihnya kepada debitor Pailit karena melalaikan kewajibannya sebagai Kreditor Pailit. Pada skripsi ini, penulis akan menjelaskan perlindungan hukum yang dimiliki kreditor yang terlambat mengajukan tagihannya dalam proses verifikasi/pencocokan piutang serta upaya yang dapat ditempuh oleh kreditor yang piutangnya tidak terverifikasi agar tetap mendapatkan pemenuhan perikatan oleh debitor mengkaji Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.

This thesis examines the creditors who did not register their claim to the curator and the legal consequences based on Act 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Payment and other laws, especially the Civil Code (KUHPER). The method used in this research is normative juridical method. Based on the Bankruptcy and Suspension of Payment act, it is obligatory for each creditor to verify their claim as a condition for obtaining fulfillment of payment from Bankruptcy assets by the Bankrupt Debtor. Debt verification means testing the correctness of Creditors' claims to the Curator. Creditors who do not register their claims to the curator cannot use their right to collect payment from the bankrupt debtor because they neglect their obligations as bankrupt creditors. In this thesis, the author will e plain the legal protection of creditors who are late in submitting their claims in the process of verification / matching of accounts receivable as well as the efforts that may be taken by creditors whose claims are not verified so that they still get the fulfillment of the agreement by the debtor by reviewing Law Number 37 of 2004."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mewengkang, Belinda Martha Silvia
"PKPU merupakan pemberian kesempatan kepada debitor untuk merestrukturisasi hutang – hutangnya kepada kreditor dengan cara, debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran untuk melaksanakan pembayaran utang baik secara keseluruhan ataupun sebagian utangnya kepada para kreditor. Rencana perdamaian yang telah disepakati oleh mayoritas kreditor wajib disahkan oleh pengadilan. Namun didalam Pasal 285 Ayat (2) Huruf b UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwasannya pengadilan dapat menolak suatu rencana perdamaian apabila pelaksanaan perdamaiannya tidak cukup terjamin. Oleh karena itu, tesis ini bertujuan untuk menganalisis kriteria rencana perdamaian yang pelaksanaannya dapat dinyatakan cukup terjamin dalam proses PKPU dan menganalisis implementasi kriteria rencana perdamaian yang pelaksanaannya cukup terjamin di Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa UU Kepailitan dan PKPU tidak mengatur mengenai kriteria dalam membuat suatu rencana perdamaian yang pelaksanaannya dapat dinyatakan cukup terjamin. Hal ini berbeda dengan Amerika dan Singapura yang mengatur mengenai kriteria dalam membuat suatu rencana perdamaian. Walaupun tidak adanya pengaturan mengenai kriteria rencana perdamaian di Indonesia, namun terdapat kasus dimana debitor sudah menerapkan kriteria rencana perdamaian dalam PKPU sebagaimana yang terdapat di Amerika dan Singapura.

PKPU is an opportunity for debtors to restructure their debts to creditors by means of the debtor's proposed accord plan which includes an offer to pay off debts in whole or in part of their debts to creditors. An accord plan that has been agreed by creditors must be approved by the court. However, in Article 285 (2) Letter b of UU No 37/2004, the court can reject an accord plan that is not adequately assured. Therefore, this thesis aims to analyze of proposal accord plan criteria that adequate assured in PKPU process and to analyze the implementation of the criteria in Indonesia. The results of this study indicate that in Act No. 37/2004 there is no criteria in making an accord plan whose implementation can be declared adequately assured. This is different from America and Singapore which are contained the criteria of an accord plan in their regulation. Although there is no regulation regarding the criteria for an accord plan in Indonesia, there have been cases where the debtor has applied the PKPU accord plan criteria as in America and Singapore."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Juventhy M.
"Dalam era modern seperti sekarang ini, perkembangan dan pertumbuhan bisnis melesat sangat cepat. Geliat laju perkembangan bisnis tersebut tentunya didukung dengan adanya sumber pendanaan/pembiayaan yang dapat berasal dari pinjaman ataupun kredit yang diperoleh para pengusaha selaku debitor dari pihak bank atau pihak ketiga lainnya selaku kreditor. Adapun salah satu kewajiban dari debitor adalah mengembalikan utangnya tersebut sebagai suatu prestasi yang harus dilakukan. Namun demikian, tidak jarang debitor mengalami kesulitan untuk mengembalikan utangnya tersebut atau debitor berhenti membayar. Oleh karena itu, keadaan ini membutuhkan penyelesaian.
Penyelesaian utang piutang yang terjadi diantara Debitor dengan Kreditor dapat dilakukan melalui Kepailitan ataupun pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Suatu penundaan pembayaran utang merupakan suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui suatu Putusan Hakim Niaga di mana dalam masa tersebut kepada pihak kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk melakukan musyawarah mengenai cara-cara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian utangnya termasuk dengan cara merestrukturisasi hutang tersebut. Penundaan kewajiban pembayaran utang dapat diajukan oleh debitor sendiri maupun oleh kreditornya.
Permasalahan besar yang terjadi adalah Undang-Undang Kepailitan tidak mengatur bagaimana jika dalam penyelesaian permohonan PKPU terdapat dugaan adanya perbuatan curang yang dapat berupa penipuan, persekongkolan atau pemakaian upaya lain yang tidak jujur. Demi memenuhi ketentuan dan persyaratan perdamaian ini, maka tidak jarang debitor mengajukan kreditor fiktif (dengan bantuan pihak lain yang berperan seakan-akan merupakan kreditor) agar persyaratan perdamaian dalam PKPU tersebut dapat terpenuhi dan/atau debitor bekerjasama dengan salah salah kreditornya dengan menggelembungkan jumlah tagihan/piutang sehingga kreditor tersebut menjadi kreditor yang memiliki hak suara mayoritas dan pada akhirnya ketika dilakukan voting, maka perdamaian dapat dicapai dan PKPU tetap dapat dikabulkan, sehingga debitor tidak dipailitkan.
Adanya persoalan ini tentu juga terkait dengan tiga aspek penting yaitu Kepailitan dan PKPU, perdata dan pidana. Berkaitan dengan aspek-aspek tersebut, hal-hal ini juga terkait dengan masalah pembuktian. Persoalan ini juga menimbulkan ketidakjelasan kompetensi absolut dan ketidakjelasan penyelesaian perkara PKPU yang mengandung dugaan adanya penipuan, persekongkolan atau pemakaian upaya lain yang tidak jujur dalam proses perdamaian dalam PKPU.

In the modern era as now, developments and business growth streaking so fast. The pace of business developments and growth is certainly supported by the sources of funding/ financing that could come from loans or credits obtained by entrepreneurs as debtors from the bank or other third parties financing as creditors. As for one of the obligations of the debtor is to restore and return the debt to creditor as an obligation that should be done. However, it is not uncommon when debtors have difficulties to restore and return the debt or the debtor stops paying. Therefore, this situation requires a solution.
Settlement of debts that took place between the debtor with the creditor can be done through a bankruptcy filing or Suspension of Payment or in Bankruptcy Act Number 37 Year 2004 referred as Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). A Suspension of Payment is a period given by law through a Judge of Commercial Court verdict, where the creditors and debtors are given the opportunity to conduct deliberations on ways of payment owed by providing a payment plan all or some of its debts, including by means of restructure the debt.
Suspension of Payments may be filed by the debtor itself or by its creditors. The major problem that occurs is that the Bankruptcy Act does not regulate how if the settlement of Suspension of Payment (PKPU) obtained by a fraudulent, conspiracy or deception or the use of other measures that are not honest. In order to meet the requirement that stipulated in the Bankruptcy Act regarding the Suspension of Payment (PKPU), it is not uncommon if debtor use a fictitious creditors (with the help of other parties who act as if the creditor) in order to fulfilling the requirement of the Suspension of Payment (PKPU) or the debtor in cooperation with any one of its creditors by inflating the number of debt so that creditor would have a majority right in the voting and in the end the approval of reconciliation of Debtor and Creditors can be achieved and PKPU would be granted, so that the debtor not adjudicated in bankruptcy status.
The existence of this problem is certainly also linked to three important aspects, namely the Bankruptcy and PKPU, civil and criminal. With regard to these aspects, these things are also related to the issue of prove in court. It also raises the issue of vagueness of Courts that have a competence to adjudicate the Suspension of payment (PKPU) that obtained by fraudulent, conspiracy or deception or the use of other measures that are not honest.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>