Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76090 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Dora Kartikawati
"Gugatan Perwakilan Kelompok telah menjadi bagian dari cara pengajuan gugatan di Indonesia sejak adanya Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup yang kemudian disusul dengan adanya Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Dalam kurun waktu tersebut belum ada ketentuan yang mengatur acara memeriksa, megadili dan memutus gugatan yang diajukan sehingga terjadi kekosongan hukum. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pada tanggal 26 April 2002 Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Namun pada kenyataannya, penerapan dari prosedur pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok tidaklah mudah dan para penegak hukum di Indonesia masih perlu mengembangkan dan mempelajari lebih dalam. Khususnya permasalahan mengenai ukuran pemenuhan syarat-syarat pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok yang seringkali berbeda-beda,salah satu contohnya adalah dalam pemenuhan syarat-syarat pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok dalam perkara Nomor 75/PDT/G/2005/PN.JKT.PST. Perbedaan penafsiran antara penegak hukum dan kurangnya pengetahuan menjadi penghalang diciptakannya suatu Gugatan Perwakilan Kelompok yang sesuai dengan proses pemeriksaan perkara pada tahap awal persidangan. Kurangnya kejelasan pengaturan pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok juga menjadi salah satu kendala dari tidak konsistennya proses pemeriksaan tahap awal Gugatan Perwakilan Kelompok. Sesuai dengan Huruf F pada bagian menimbang Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2002, bahwa Peraturan Mahkamah ini dibuat sambil menunggu peraturan perundang-undangan. Dengan demikian pengaturan tatacara Gugatan Perwakilan Kelompok ini diharapkan dapat dituangkan dalam bentuk undang-undang yang lebih rinci dan jelas sehingga tidak terdapat kerancuan dan ketidakpastian hukum."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2006
S22466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Keberadaan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2002 adalah untuk mengatur prosedur acara dalam gugatan perwakilan kelompok. Gugatan ini merupakan produk hukum baru di Indonesia. Peraturan yang diberlakukan pada tanggal 26 April 2002, dibuat untuk mengisi kekosongan hukum dalam melakukan prosedur gugatan kelompok, walaupun sebelumnya sudah ada 3 undang-undang, yaitu Undang-undang Pengelolaan lingkungan Hidup, Undang-undang Perlindungan Konsumen dan undang-undang Kehutanan yang memberikan peluang dilakukannya gugatan kelompok. Walaupun demikian masih ada permasalahan yang timbul berkaitan dengan dikeluarkannya peraturan ini, yaitu mengapa gugatan perwakilan kelompok yang diajukan oleh para pihak yang merasa dirugikan ada yang ditolak oleh pengadilan?; Apakah gugatan perwakilan kelompok ini sama dengan hak gugat LSM (Legal standing?; dan bisakah gugatan kelompok ini diajukan ke pengadilan tata usaha negara (PTUN)?. Tiga permasalahan ini yang akan dibahas oleh penulis dalam skripsi ini, sedangkan metodologi yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum secara normatif dengan menggunakan data sekunder atau bahan-bahan pustaka dan bentuknya adalah penelitian preskriptif yaitu penelitian yang ditujukan untuk mendapat saran-saran tentang apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah. Agar dalam prakteknya berjalan sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam peraturannya, maka perlu adanya pemahaman yang mendalam dan sosialisasi bagi pihak-pihak yang terkait antara lain hakim, jaksa, pengacara dan pihak yang dirugikan terhadap keberadaan Peraturan Mahkamah Agung ini, sehingga tidak ada lagi gugatan yang ditolak oleh pengadilan karena tidak memenuhi syarat dalam mengajukan gugatan perwakilan kelompok. Dengan adanya Perma No. 1 tahun 2002 ini diharapkan dapat memberi harapan baru bagi masyarakat dalam menggapai keadilan.
"
Universitas Indonesia, 2004
S21226
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simalango, Miliatewr
"Dalam hukum positif Indonesia, gugatan class action baru diakui sejak tahun 1997 melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Setelah undang-undang ini, tercatat ada 3 (tiga) Undang- Undang yang secara eksplisit mengakui mengenai gugatan class action yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Saat ini penerapan penggunaan mekanisme gugatan class action baru diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002. Dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2002 diatur bahwa wakil kelas tidak memerlukan surat kuasa dari anggota kelompok dalam mengajukan gugatan di pengadilan. Ketentuan ini pada umumnya menjadi salah satu peluang bagi tergugat untuk mengajukan keberatan terhadap penggunaan mekanisme gugatan class action, dengan alasan dalam hukum acara perdata yaitu HIR yang kedudukannya setingkat undang-undang ditentukan bahwa untuk bertindak di pengadilan mewakili orang/pihak lain, maka harus ada surat kuasa khusus dari pihak yang diwakilinya. Dalam gugatan class action yang diajukan oleh korban tabrakan kereta api di Brebes tanggal 25 Desember 2001, pengadilan dengan tegas telah mengakui kedudukan para penggugat selaku wakil kelas dan telah mengadili perkara dengan menggunakan mekanisme gugatan class action.

In Indonesia's positive law, class action lawsuits have only been recognized since 1997 through Law Number 23 of 1997 concerning Environmental Management. After this law, there are 3 (three) laws that explicitly recognize class action lawsuits, namely Law No. 8/1999 on Consumer Protection, Law No. 18/1999 on Construction Services, and Law No. Number 41 of 1999 concerning Forestry. Currently, the application of the use of a class action lawsuit mechanism is only regulated in Supreme Court Regulation Number 1 of 2002. In PERMA Number 1 of 2002 it is regulated that class representatives do not require a power of attorney from group members to file a lawsuit in court. This provision is generally an opportunity for the defendant to file an objection to the use of the class action lawsuit mechanism, on the grounds that in civil procedural law, namely HIR whose position is at the level of the law, it is determined that to act in court on behalf of another person/party, a letter must be issued. special power of attorney from the party he represents. In the class action lawsuit filed by the victims of the train crash in Brebes on December 25, 2001, the court has firmly acknowledged the position of the plaintiffs as class representatives and has tried the case using a class action lawsuit mechanism."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25700
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Manullang, Maharani Debora
"Ketika suatu persidangan perkara perdata sedang berjalan di Pengadilan Negeri, terdapat kemungkinan salah satu pihak (dalam kasus ini tergugat) meninggal dunia. Dalam hukum pidana dimana jika terdakwa meninggal dunia penuntutan perkaranya gugur, maka dalam hukum acara perdata, meninggalnya tergugat, tidak menyebabkan gugatan menjadi gugur. Kedudukan tersebut digantikan oleh ahli warisnya sebab tampilnya ahli waris menggantikan pewaris sebagai tergugat bukan merupakan hak, tetapi kewajiban hukum. Dalam perkara perdata No.904/Pdt.G/2007/PN.Jaksel, almarhum Soeharto sebagai tergugat I meninggal dunia ketika sidang akan memasuki tahap kesimpulan. Tentu saja ahli waris dari Soeharto harus menggantikan kedudukannya. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama adalah mengajukan penetapan ahli waris kepada Pengadilan Agama (pewaris dan ahli waris beragama Islam). Hal ini berguna untuk mengetahui siapa saja ahli waris yang akan bertanggungjawab jika putusan hakim menyatakan tergugat I (almarhum) wajib membayar ganti kerugian. Kedua, jika menginginkan adanya perubahan gugatan, yaitu mengubah nama tergugat asal menjadi nama ahli warisnya, hanya dapat dilakukan sampai tahap replik-duplik dengan memberitahukan terlebih dahulu peristiwa kematian tergugat kepada majelis hakim. Sedangkan jika tergugat meninggal dunia ketika sudah sampai tahap pembuktian dan kesimpulan, maka penggugat tidak perlu memperbaiki atau memperbaharui gugatan. Ahli waris tampil menggantikan pewaris sebagai tergugat sebagai kewajiban hukumnya. Ketiga, terhadap putusan pengadilan, tergugat yang meninggal dunia yang posisinya diganti oleh ahli waris, maka nama tergugat yang meninggal diganti dengan nama ahli warisnya. Jika seluruh ahli waris menolak warisan, maka anak-anak dari ahli waris yang menolak tampil berdasarkan kedudukan sendiri. Dan jika anak dari ahli waris tersebut juga menolak, maka tampil keluarga sedarah lainnya berdasarkan penggolongan ahli waris. Dan jika seluruh keluarga sedarah dari ahli waris tetap menolak, maka harta peninggalan pewaris menjadi milik negara dimana negara wajib melunasi segala utang pewaris sebanyak harga harta peninggalan mencukupi untuk itu (Pasal 832b KUHPerdata)."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S22397
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>