Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131862 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Triwahyuono Sugeng
"Dalam aqama Islam zakat, infak/sedekah adalah merupakan salah satu sarana sebagai jembatan penghubung antara yang berkecukupan dan yang kurang berkecukupan. Pada saat· ini dunia usaha. Indonesia banyak sekali pelakunya adalah para usaha kecil terutama yang informal. Kesulitan utama para pelaku usaha kecil ini adalah bagaimana caranya mendapatkan moc.al, terutama tanpa agunan dan dengan bunga yang keciJ. BAZIZ DKI Jakarta pada saat ini memberikan bantuan pi jaman usaha khusus untuk usaha kecil yang dananya diambil dari infak/sedekah masyarakat DKI Jakarta yang disetorkan ke BAZIS DKI Jakarta. Dalam hal ini pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan UU No. 17/1995 tentang Usaha Kecil yang memberikan payung hukum bagi pengembangan usaha kecil. Kemudian diterbitkan pula PP No. 32/1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil sebagai peraturan pelaksanaan UU No. 9/1995 tersebut, bahkan lebih lanjut dikeluarkan pula Keppres No.9/1998 tentang Bidang Usaha yang dicadangkan untuk Usaha Kecil. Perlak an khusus yang dibuat untuk melindungi pelaku usaha kecil ters2but adalah untuk melindungi dan mendukung perkembangan usaha kecil. Akan tetapi perlakuan khusus tersebut harus diimbangi dengan konsistensi kebijakan pemerintah dalam memberikan kesempatan-kesempatan yang semudah-mudahnya kepada pelaku usaha kecil untuk mendapatkan modal usaha yang sangat lunak. Oleh sebab itu perlu sege:a dibenahi segala hambatan yang dialami dalam rangka pengembangan usaha kecil khususnya dalam hetl pemebrian bantuan modal usaha."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
S23765
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. M. Arief Mufraini
"Pola inovatif distribusi zakat produktif dalam tataran empiris proses Islamisasi sistim income distribution masih terbilang baru dengan volume yang sangat kecil, namun sudah nampak sebagai "bola salju" yang melaju ke arah optimisme. Metwally (1995) menekankan bahwa etika perilaku konsumsi dari pihak surplus maupun defisit mempunyai peranan yang tidak bisa diabaikan dari prinsip redistribusi Islami.
Peneliti bekerja di bawah asumsi bahwa dana ZIS yang bermutan normatif berbeda dengan bentuk pinjaman produktif lainnya. Untuk melihat hal tersebut, rumusan masalah disusun mengikuti definisi yang dikemukakan Hawkins (1992) dan hierarki kebutuhan Moslow yang diformulasikan susunannya dengan skala prioritas mendekati sistematika logis maqosid syariah.
Hasil penal itian menunjukkan bahwa tingkat pendapatan dan konsumsi responden mengalami perubahan secara signifikan antara sebelum dan sesudah menerima dana zakat. Hanya saja, belum terlihat secara signifikan perubahan mustahiq menjadi muzakki.

Effect of Zakah, Infaq, Shadaqah Productive Distribution to the Change of Zakah User Consumption Behavior (Case Study: 36 Respondents of Those Who Participate in the Small Merchants Development Program Executed by BAZIS DKI Jakarta)The innovative system of productive distribution of zakah has been considered as new and infrequently conducted. Yet it seems like a snowball, rolling towards optimistic direction. Metwally (1995) emphasized that ethics of consumption behaviors of both the surplus side (Zakah Payers) and the deficit side (Zakah Users) play an un-ignorable role in the matter of Islamic income distribution.
Based on an assumption that ZIS's fund, in which the normative values exist and differ from any other kinds of productive loans. Hence, the behavior formulation is arranged on the light of Hawkins' (1992) definition of consumption behavior and also covering the Moslow needs, which formulated by priorities scales close to the logical systematic of Muqasid Syariah.
The survey shows that respondent's income and consumption have changed significantly after receiving the Zakah fund. Unfortunately, the turnings of Zakah users to Zakah payers have not happen yet significantly.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11856
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1996
S23076
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Wahyu Kusuma Yanti
"Tesis ini membahas preferensi usaha mikro kecil (UMK) di Provinsi DKI Jakarta dalam menambah modal usaha dengan mengagunkan sertifikat tanah miliknya ke bank. Tesis ini mensurvei 85 UMK di wilayah di DKI Jakarta. Metode probit digunakan dalam analisis. Hasil analisis menemukan bahwa terdapat 32,94% dari responden sampel berminat mengagunkan sertifikat tanahnya dalam rangka mendapatkan kredit permodalan perbankan. Variabel yang mempengaruhi preferensi UMK mengagunkan sertifikat tanah adalah luastanah, kepemilikan rencana usaha, dan lingkup pemasaran. UMK yang tidak berminat mengagunkan sertifikat tanahnya dikarenakan tidak memiliki ijin usaha.

This thesis discusses the preferences of small micro enterprises (MSEs) in the Province of DKI Jakarta to collateralize land certificate for bank loan. This thesis surveyed 85 MSEs in DKI Jakarta. Probit methods used in the analysis. The results of the analysis found that there were 32.94% of the sample interest in collateralizing his land certificate in order to get credit banking capital. Variables affecting preference MSE collateralize land certificate is broad land, ownership of a business plan, and marketing scope. MSEs which are not interested because they does not have a business license."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T42340
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Dachlan
"Keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di suatu daerah diharapkan mampu menjadi sumber penerimaan daerah sekaligus memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam rangka membantu BUMD menjalankan peran tersebut, pemerintah daerah dapat melakukan investasi kepada BUMD dalam bentuk Penyertaan Modal Daerah (PMD). Investasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupa PMD yang diberikan kepada BUMD di DKI Jakarta merupakan salah satu investasi yang rutin dikeluarkan setiap tahunnya. Dalam pelaksanaannya, pemberian PMD pada BUMD di DKI Jakarta belum memberikan dampak yang signifikan. Kondisi ini terjadi karena perencanaan PMD pada BUMD tidak dilakukan dengan baik seperti ketiadaan peraturan daerah induk dan dokumen investasi serta ketidaktelitian pemerintah dalam menentukan BUMD mana yang diberikan PMD. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan menganalisis perencanaan Penyertaan Modal Daerah oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada Badan Usaha Milik Daerah di DKI Jakarta. Teori yang adalah Capital Investment Planning for Local Government yang memiliki empat dimensi, yaitu perencanaan keuangan, identifikasi dan prioritasasi proyek, program dan manajemen proyek, serta monitoring dan evaluasi. Pendekatan dalam penelitian ini adalah post positivisme dan teknik pengambilan data melalui wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini adalah perencanaan PMD di DKI Jakarta secara khusus dilimpahkan pada BPBUMD DKI Jakarta. Adapun perencanaan tersebut dapat dikatakan cukup baik karena sebagian besar indikator dalam setiap dimensi terpenuhi. Hal yang menjadi perhatian adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum memiliki kebijakan investasi modal dan sistem data base proyek yang memadai. Dengan demikian, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus segera membuat kebijakan investasi daerah yang terdiri dari Peraturan Daerah induk dan kebijakan realokasi dana PMD serta membertimbangkan kembali kedudukan BPBUMD sebagai pembina BUMD di DKI Jakarta.

The existence of Local Owned Enterprises (LOEs) in an area is expected to become one of the source of income while providing services to the communities. In order to help LOEs carry out those roles, the local government can invest in LOEs in the form of Local Equity Participation (LEP). Investment of local government in DKI Jakarta was given to LEs in the form of LEP are routinely issued every year. In its implementation, the provision of LEP to LOEs in DKI Jakarta has not had a significant impact. This condition occurs because of the poorly planned LEP such as the absence of main regional regulation and regional investment documents as well as government’s inaccuracy in determining which LOEs to invest. Based on these problems, this study aims to analyze the planning of Local Equity Participation by Local Government DKI Jakarta on its Local Owned Enterprises. The theory used in this study is Capital Investment Planning for Local Government which has 4 dimensions, namely financial planning, identification and prioritization of a project, programming and managing project, as well as monitoring and evaluation. The approach of this study is post positivism and the data collection method is in-depth interviews and literature studies. The result of this study is the planning of LEP in DKI Jakarta specifically delegated to BPBUMD DKI Jakarta. The planning can be said to be quite good because most indicators in each dimensions are fulfilled. The concern is that the Local Government DKI Jakarta does not have a sufficient capital investment regulation and project database system. Therefore, local government DKI Jakarta must prepare its capital investment regulation that consist of main regional regulation and its Local Equaty Participation reallocation regulation and also reconsider the position of BPBUMD as a highest Local Owned Enterprises in DKI Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Jhon Bernando
"Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembinaan dan pengembangan usaha kecil yang terarah dan terpadu serta berkesinambungan dan guna mewujudkan usaha kecil yang tangguh dan mandiri, serta dapat berkembang menjadi usaha menengah salah satunya dilakukan dengan menggalakkan program "kemitraan". Diharapkan melalui kemitraan dapat secara cepat tercipta simbiosis mutualistik, sehingga kekurangan dan keterbatasan pengusaha kecil dapat teratasi, serta usaha kecil akan memperoleh berbagai manfaat dengan prinsip win-win solution.
Dalam konteks ini akan dikaji mcngenai dampak pelaksanaan program kemitraan tersebut, di DKI Jakarta, dengan mengambil studi kasus di PIK Pulogadung - Jakarta Timur. Kajian dipusatkan pada dampak berbagai pola kemitraan yang dilaksanakan pada usaha kecil tersebut, khususnya usaha kecil furniture, garment dan kulit. Teridentifikasi ada 3 (tiga) pola kemitraan pada usaha kecil furniture, garment dan kulit tersebut, yaitu sub-contracting up-stream, sub-contracting partial dan keterkaitan operasional. Khusus pada usaha kecil garment juga dapat diidentifikasikan pola kemitraan keterkaitan dagang.
Berdasarkan argumentasi tersebut sebelumnya, baik pada furniture, garment maupun kulit di DKI Jakarta, implementasi pola kemitraan SC-upstream memiliki tingkat fleksibilitas (kecocokan) yang relatif lebih tinggi dalam memberikan dampak terhadap perkembangan UK tersebut, dibandingkan dengan pola SC-partial maupun PKO. Akan tetapi dalam hal perlu lebih dicermati bahwa, memang implementasi pola kemitraan SC-partial pada UK furniture, garment maupun kulit di DKI Jakarta relatif kurang fleksibel (cocok) dibandingkan dengan pola SC-up stream, akan tetapi pola SC-partial ini masih relatif membawa dampak yang bagus terhadap perkembangan UK tersebut. Karena pada dasarnya tingkat perbedaan yang ada hanya pada akses permodalan, dimana pada UK yang mengikuti pola kemitraan SC-partial lebih suka menggunakan penyertaan modal sendiri. Hal ini terjadi karena memang struktur permodalan mereka berada pada tingkat yang kuat.
Sementara itu pada implementasi kemitraan PKO pada UK furniture, kulit maupun garment di DKI Jakarta, teridentifikasi memiliki tingkat fleksibilitas (kecocokan) yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pola SC-up stream dan SC-partial. Hal tersebut terjadi karena UK yang mengikuti kemitraan PKO ini tidak memiliki posisi tawar (bargaining position) di hadapan pengusaha UM atau UB mitranya. Karena pada dasarnya UK yang mengikuti kemitraan PKO ini hanya berfungsi sebagai "tukang jahit". Karena hanya sebagai tukang jahit, maka pada kenyataannya yang terjadi UK yang bersangkutan hanya menjual "jasa tenaga kerja".
Berdasarkan pada hasil penelitian, dan beberapa kesimpulan tersebut sebelumnya, mancatat bahwa pola kemitraan sub-contracting up-stream (SC-up steam) relatif paling cocok (fleksibel) diimplementasikan pada usaha kecil furniture, kulit maupun garment di DKI Jakarta pada khususnya, dan pada usaha kecil furniture, kulit maupun garment pada umumnya. Karena usaha kecil yang mengikuti pola kemitraan SC-up stream ini memiliki keunggulan; (a) Memiliki bargaining position yang tinggi, (b) Tidak memiliki karakteristik sebagai sekedar tukang jahit (maklon), dan (c) Pola hubungan kemitraan pada SC-up stream tersebut mencerminkan pola hubungan kerjasama dagang murni (kerjasama pemasaran). Karena keunggulan tersebut maka usaha kecil relatif menjadi pemegang kebijakan tingkat harga, kapasitas, jenis, mode, hingga ke kualitas produk.
Oleh karena itu hendaknya kebijakan pembinaan terhadap pengembangan usaha kecil di DKI Jakarta pada khususnya, dan usaha kecil pada umumnya, khususnya yang terkait dengan implementasi program kemitraan, hendaknya diarahkan pada pemilihan pola kemitraan SC-up stream tersebut. Akan tetapi syarat utama yang harus dipenuhi adalah, pihak pemegang kebijakan harus memberikan dukungan bantuan permodalan usaha yang cukup, misalnya dengan melepaskan kredit lunak dan membantu membukakan akses permodalan bagi usaha kecil furniture. Karena syarat utama usaha kecil dapat melakukan pola kemitraan SC-up stream ini harus memiliki dukungan kemampuan permodalan sendiri/mandiri yang kuat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T7524
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pembangunan ekonomi Indonesia memerlukan partisipasi
dari semua lapisan masyarakat ekonomi, dimana lapisan
masyarakat ekonomi yang terbesar adalah golongan pengusaha
kecil. Pemerintah mewajibkan bank umum untuk memberikan
kredit untuk usaha kecil. Pembentukan Undang-Undang Jaminan
Fidusia bertujuan menciptakan lembaga hak jaminan yang kuat
dengan ciri antara lain mudah dan pasti pelaksanaan
eksekusinya. Skripsi ini meneliti Undang-Undang nomor 42
tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dengan fokus pelaksanaan
pengikatan Jaminan Fidusia untuk Kredit Usaha Kecil (KUK)
dengan keterbatasan biaya dan bagaimana mengatasi
permasalahan yang timbul pada saat dilakukan eksekusi.
Secara khusus tujuan penelitian ini untuk mengetahui
kekurangan-kekurangan yang ada dalam Undang-Undang Jaminan
Fidusia, kemudian mencari pemecahan permasalahan yang
timbul dengan cara melakukan penyempurnaan terhadap Undang-
Undang Jaminan Fidusia yang telah ada khususnya pengaturan
untuk kredit usaha kecil. Dalam pelaksanaan pengikatan
jaminan Fidusia, ada beberapa bank yang tidak melaksanakan
ketentuan-ketentuan sebagaimana yang ditetapkan di dalam
Undang-Undang Jaminan Fidusia dengan alasan bahwa debitur
tidak berkeinginan untuk mengikuti aturan pengikatan
jaminan oleh karena biaya pengikatan secara notariil bagi
debitur dirasakan sangat tinggi, sedangkan kredit usaha
kecil biasanya berjangka pendek. Disamping itu peraturan
mengenai eksekusi untuk KUK juga belum diakomodasi di dalam
Undang-Undang Jaminan Fidusia khususnya mengenai “parate
eksekusi”. Pelaksanaan parate eksekusi dalam praktek
perbankan masih mendapat hambatan birokrasi karena kantor
Lelang Negara tidak bersedia melakukan lelang agunan
sebelum ada fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S24080
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darmawan Adi Wiyanto
"Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembinaan dan pengembangan usaha kecil furniture yang terarah dan terpadu serta berkesinambungan dan guna mewujudkan usaha kecil furniture yang tangguh dan mandiri, serta dapat berkembang menjadi usaha menengah adalah dengan menggalakkan program "kemitraan". Diharapkan melalui kemitraan dapat secara cepat tercipta simbiosis mutualistik, sehingga kekurangan dan keterbatasan pengusaha kecil furniture dapat teratasi bahkan usaha kecil furniture akan memperoleh berbagai manfaat dengan prinsip win-win solution.
Ada berbagai pola/model kemitraan yang selama ini diimplementasikan, diantaranya adalah: (a) Pala/model kemitraan sub-kontrak/sub-contracting (SC), yang terdiri dari; Sub-contract up-steam (SC-up stream) dan Sub-contract partial (SCparlia/), (b) Pola/model kemitraan keterkaitan dagang (PKD), dan (c) Pola/model kemitraan operasional (PKO). Akan tetapi dalam penelitian ini kajian hanya dibatasi pada Pola Keterkaitan Dagang (PKD) dan Pala Keterkaitan OperasionaI (PKO).
Bagaimana dampak kedua pola kemitraan ini pada usaha kecil furniture di DKI Jakarta, akan menjadi kajian mama daiam penelilian ini. Dampak yang dimaksudkan adalah pada perkembangan usaha kecil furniture, yang menyangkut: peningkalan nilai tambah (value added), peningkalan keunggulan produktivitas (produktivitas tenaga kerja dan produktivitas modal/kapital), peningkatan kepentingan inovasi, dan ratio penyertaan modal sendiri dalam usaha.
Hasil penelitian menunjukkan, pelaksanaan program kemitraan pola keterkaitan dagang (PKD) memiliki dampak yang sangat signifikan dalam meningkatkan nilai tambah (value added), peningkatan produktivitas modal/kapital (capital productivity), dan peningkatan penyertaan modal sendiri dalam usaha. Akan tetapi pola kemitraan ini tidak berdampak secara signifikan terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja (labor productivity) dan tingkat kepentingan inovasi produk.
Pelaksanaan kemitraan Pola Keterkaitan Operasional (PKO) secara sangat signifikan memiliki dampak terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja (labor productivity). Akan tetapi pola kemitraan ini tidak berdampak secara signifikan terhadap peningkalan nilai tambah {value added), peningkalan produktivitas modal/kapital (capital productivity), peningkatan kepentingan inovasi, dan peningkalan penyerlaan modal modal sendiri dalam usaha.
Model kemitraan Pola Keterkaitan Dagang (PKD) relatif lebih cocok dibandingkan Pola Keterkaitan Operasional (PKO). Karena pola kemitraan ini usaha kecil furniture lebih memiliki posisi tawar (bargaining position), persiapan modal usaha kecil furniture lebih kuat, dan usaha kecil furniture memasok produk jadi sehingga relatif tidak ada tuntutan standar teknis dari dari pihak usaha besarlmenengah sebagai mitranya.
Berdasarkan temuan tersebut dapat disarankan bahwa dalam rangka implementasi kebijakan pengembangan pola kemitraan pada usaha kecil furniture, akan relatif lebih cocok jika diterapkan kemitraan Pola Keterkaitan Dagang (PKD), Akan tetapi juga patut diingat bahwa tingkat kecocokan implementasi kemitraan Pola Keterkaitan Dagang tersebut juga dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama dari pihak usaha kecil furniture itu sendiri, yaitu menyangkut pada kesiapan usaha kecil tersebut dalam rangka menjalin kemitraan dengan pola ini."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T12050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sony Parwoto Kristanto
"ABSTRAK
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta melalui proyek JUDP III (Jakarta Urban Development Project ) diketahui bahwa limbah cair yang dihasilkan dari press kegiatan perbengkelan merupakan pollutan terbesar dari seluruh kegiatan perindustrian yang ada, dimana terdapat lebih kurang 8500 bengkel mobil dan motor di wilayah DKI room. Dari penelitian ren-ohm juga dikemnui bahwa bengkcl ummm yang termasuk dalam GUSK (golongan Usaha Skala Kecil ) sangat potensial mencemari lingkungan karcna hampir semua bengl-:el yang terrnasuk kedalam GUSK tidak mcmpunyai Unit Pengolahan Air Limbah dan langsung mcmbuang limbah oair hasil kegiatan perbengkelan ke saluran drainase kota maupun kc sungai-sungai.
Pada kegiatan perbengkelan air limbah yang dihasilkan banyak berasal dari pencuoian kendaraan bermotor, pencucian Iantai kerja sepeni Iantai perbaikan kendaraan dan lantai ganti oli, dan sedikit dari kegiatan-kegiatan perbaikan kendaraan dan pengecatan kcndaraan. Karakteristik limbah yang dlhasilkan secara kualitas umumnya ditandai dengan pH yang rendah, total Suspendod Solid yang tinggi, BOD, COD yang tinggi serta Surfactan Anionio sebagai MBAS yang bcrada diatas ambang batas. Sebagai ambang batas baku mutu digunakan Baku Mutu Limbah Cair berdasarkan SK.GUB. KDKI No.582 thn 1995. Berdasarkan rasio BOD/COD maka dilakukan proses pengolahan secara fisik - kimia.
Unit Pengolahan yang direncanakan adalah Unit Pengolahan Limbah Cair (UPL) socara Komunal dirnana UPL tc-rsebut diletakkan diatas ke-ndaraan yang bcrgcrak dari satu bengkeL mengolah air lirnbah bengkcl tcrsebut, pindah ke bengkel lain dan seterusnya. Unit Pengolahan ini direncanakan untuk debit 2 m?/jam dengan proses pengolahan Floatasi (Foam Separator), Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi dan Absorbsi (Karbon Aktif). Sistim aliran direncanakan secara kontinyu. Minimisasi limbah juga dilakukan melalui proses pengurangan sumber (Source reduction) dan pcmanfaatan kembali (recycling). Metode yang dilakukan dalam minirnisasi limbah meliputi perbaikan dalam proses kegiatan perbengkelan, pelaksanaan opez-si yang benar dalam proses pengolahan air limbah maupun pcmanfaatan lcembali. Hasil nyata dari minimisasi limbah adalah air limbah hasil proses pengolahan dapat digunakan kcmbali untuk kegiatan perbengkelan. Demikian pula dengan deterjen yang larut dengpn air dipisahkan kembali dalam bentuk busa (foam) dengan unit foam separator.
Dalam studi ini selain dilakukan kajian dan evaluasi teknik untuk menentukan efisicnsi dari instalasi unit pengolahan, juga dilakukan kajian dan evaluasi ekonomi untuk mengetahui apakah instalasi unit pcngolahan ini dapat digunakan pada bengkel GUSK sebagai alternatif pengolahan dibanding dengan pembuatan instalasi unit pengoiahan secara permanen, dan sejauh mana pihak bengkel sanggup membayar biaya pengolahan limbah tersebut.

"
1996
S34583
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azhar Bachty
"Dewasa ini usaha pembangunan masyarakat Islam dihadapkan kepada berbagai persoalan. Salah satu persoalan yang sangat penting diperhatikan adalah belum tersedianya sumber dana tetap yang terus-menerus dapat mendukung usaha pembangunan tersebut. Selama ini pembangunan tempat peribadatan dan sarana keagamaan, pendidikan, dakwah, pengkaderan dan pembinaan anak yatim dan fakir miskin pada umumnya terbentur masalah dana.
Adapun dalam masalah dana pembangunan, Islam mengemukakan sejumlah konsep, antara lain zakat, infak, sadaqah, wakaf, dan harta agama lainnya. Dengan sumber dana agama tersebut sebenarnya umat Islam memiliki potensi yang cukup besar untuk mendukung perwujudan kesejahteraan ummat dan pembangunan. Salah satu dana keagamaan sebagaimana yang disebut di atas adalah zakat, rukun Islam ketiga yang wajib ditunaikan oleh wajib zakat (muzakki)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>