Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72231 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joan Gracia Patricia
"Memenangkan persaingan usaha adalah keingingan setiap pengusaha. Memiliki dan menjaga Rahasia Dagang adalah salah satu cara memenangkan persaingan dan bertahan dalam persaingan di dunia usaha. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang yang mengatur dan melindungi hak Rahasia Dagang lahir karena tuntutan WTO (World Trade Organization) yang mencakup TRIPs (Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Rights - Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) untuk melindungi Rahasia Dagang dalam aktivitas perdagangan internasional. Salah satu tujuan undang-undang ini adalah menjamin kepastian hukum bagi pemilik atau pemegang Rahasia Dagang. Penelitian ini mencoba menjawab permasalahan bagaimana membuktikan sebuah informasi adalah Rahasia Dagang yang memenuhi unsur tidak diketahui umum, bernilai ekonomi, dan dijaga sebagaimana layaknya, dalam perkara pidana berdasarkan UU No. 30 Tahun 2000; bagaimana nilai dan kekuatan pembuktian perjanjian kerja sebagai alat bukti dalam perkara pidana pelanggaran rahasia dagang; dan bagaimana membuktikan bahwa perjanjian kerja yang merupakan wilayah perdata dapat dituntut pelanggarannya sebagai pelanggaran tindak pidana. Menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana Rahasia Dagang tanpa membuktikan adanya Rahasia Dagang, adalah menyimpang dari tujuan hukum acara pidana yang mencari kebenaran materil. Rahasia Dagang harus dibuktikan semua unsurnya sesuai dengan Pasal 3 UU No. 30 Tahun 2000, tidak dapat hanya dengan mendengarkan keterangan ahli mengindentifikasi melalui sebuah alat bukti surat. Pembuktian pelanggaran Rahasia Dagang memerlukan pengetahuan khusus, hakim dapat diperlengkapi dengan referensi yang up to date maupun dengan ahli yang kompeten dan berkualitas. Hukuman pidana juga hendaknya menjadi ultimum remidium.

Winning business competition is what every the objective of every business person. Owning and guarding Trade Secret is one of the ways to win and survive the competition in the business world. The Law No. 30 of 2000 concerning Trade Secret which regulate and protect Trade Secret’s right came as a result of the WTO’s (World Trade Organization) demands, which include TRIPs (Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Rights), in order to protect Trade Secret on international trade activities. One of the aims of the law is to ensure both owner and holder of Trade Secret, its law security. This research tries to answer the question of how to prove an information is Trade Secret, which fulfill element unknown to public, have economic value and preserve the way it should be, at a criminal trial based on Law No. 30 of 2000; how value and the power of working contract vindication as evidence on a criminal trial of trade secret’s violation; and how to prove a working contract, which is not under the civil law, and therefore, its violation can not be charged as a violation of criminal act. The objective of criminal litigation is to find a concrete truth, therefore; it is deviating to give a verdict towards Trade Secret’s criminal act without proving the existence of Trade Secret. Every element in Trade Secret should be able to be proven according to Article 3 Law No. 30 of 2000, it is not sufficient to just hearing expert perform an identification through a documentary of evidence. Proving Trade Secret violation acquires special knowledge. Judge can be equipped with up to date references or competent and qualified experts. Criminal punishment should also be an ultimatum remidium."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22098
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Januardo
"ABSTRAK
Undang-Undang Rahasia Dagang diundangkan pada tanggal 20 Desember 2000 melalui produk Undang-Unlang Nomor 30 Tahun 2000. Sebagai anggota WTO, Indonesia memiliki tanggung jawab secara moral untuk menegakkan aturan-aturan dalam TRIPs yang di dalamnya terdapat salah satu butir pasal yang mengatur mengenai Protection of Undisclosed Information.
Undang-Undang Rahasia Dagang diatur dalam 19 pasal, yang mengatur pasal pidana dalam pasal 17. Delik pidana dalam pelanggaran pidana rahasia dagang diatur dalam pasal l7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 yakni UULIK ADUAN. Sebelum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 20011 diundangkan, pelanggaran pidana berkenaan dengan rahasia dagang diatur dalam bentuk pasal persaingan curing dalam pasal 382 bis KUH Pidana maupun mengenai hub mengenai Membuka Rahasia.
Namun, justru pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 sebagai Lex Specialis dalam penegakkan pidana rahasia dagang kurang memadai dan memiliki banyak celah hukum yang dapat menghambat perlindungan penegakkan dan perlindungan rahasia dagang di Indonesia.
Sehingga adalah bijak untuk mengkaji kembali unsur-unsur dalam pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 yang mcnguakkan celah hukum yang dapat mengganggu penegakkan rahasia dagang dalam rangka menumbuhkan iklim persaingan usaha yang sehat di Indonesia.
Lembar: "
2007
T17319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gunawan Widjaja
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001
346.07 GUN r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fairus Harris
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S21790
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Shofie
"Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) sudah lebih dua tahun diundangkan, tetapi masih bersifat utopia. Posisi tawar konsumen masih tetap tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah dibandingkan korporasi pelaku usaha Beberapa hal menarik perhatian peneliti untuk melakukan studi! penelitian ini. Pertama, perhatian hukum pidana yang bersifat ultimum remedium terhadap korban, kini mulai beralih bersifat primum remedium. Kedua, tindak pidana korporasi, dimana konsumen sebagai korbannya, dapat diatasi dengan menerapkan UUPK, meskipun masih terdapat kendala sistemik. Ketiga, keberadaan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), seperti YLKI, dapat membantu menyuarakan keinginan para korban dan menghapuskan keterasingan korban dalam sistem peradilan pidana. Keempat, yurisprudensi belum memberikan perspektif perlindungan terhadap korban tindak pidana konvensional, apalagi terhadap korban tindak pidana korporasi. Dalam perspektif perlindungan konsumen, fungsionalisasi hukum pidana menghendaki pengukuran seberapa jauh normanorma, doktrin-doktrin dan lembaga-lembaga hukum sampai kepada tujuan kemanfaatan sosial (Pasal 3 UUPK). Sebagai suatu sistem perlindungan (hukum) terhadap konsumen, UUPK merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen. Tindak pidana korporasi (corporate crime), dimana konsumen sebagai korbannya, kiranya dapat diatasi dengan menerapkan UUPK. Sesuai asas keamanan dan keselamatan konsumen yang dikedepankan UUPK, perwujudan kepentingan memupuk laba tidak boleh semata-mata dimanipulasi motif "prinsip ekonomi pelaku usaha". Artinya, tak dibenarkan motif semata-mata memupuk keuntungan (laba) dengan mengabaikan asas-asas itu. Sejumlah kasus konsumen sebelum UUPK beriaku, seperti Biskuit Beracun (1989), Mie Instant (1994), dan Tenggelamnya kapal feri KMP Gurita (1996) telah menelan begitu banyak korban konsumen tak berdosa akibat diabaikannya asas tersebut. Peradilan tenggeiamnya kapal feri KMP Gurita telah membangun opini publik bahwa kejahatan itu terjadi karena salahnya para konsumen itu sendiri (blaiming the victim). Posisi konsumen masih tetap terasing. Sementara itu mayoritas responden konsumen (141 responden atau 94,63%) berpendapat keberadaan LPKSM dapat membantu menyuarakan keinginan para korban dan menghapuskan keterasingan korban dalam sistem peradilan pidana. Pendapat serupa juga dikemukakan responden korporasi (12 responden atau 85,7%). Visi yang Iemah tentang penegakan UUPK, tampak dalam kasus halal-haram produk Ajinomoto (2001), dimana tindakan penyidikan yang dilakukan polisi terhadap PT Ajinomoto Indonesia atas tuduhan kiasik Pasal 378 KUHP (tindak pidana penipuan) mendapat campur tangan dari Istana Kepresidenan. Ini semakin menambah potret buram penegakan UUPK, kendati kini produk Ajinomoto tak lagi haram."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
T16721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunanto
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1999
346.07 GUN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 2002
S22137
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Syamsiar
"Rahasia bank diperlukan untuk kepentingan bank sendiri karena suatu bank memerlukan kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank. Masyarakat akan mempercayakan dananya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dilindungi keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Berkaitan dengan hal tersebut, yang diteliti adalah Pengaturan rahasia bank menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Karena adanya argumentasi bahwa rahasia bank masih tertutup, dapat digunakan untuk menutupi kecurangan selama ini yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Di sisi lain rahasia bank merupakan salah satu unsur yang harus dimiliki bank sebagai lembaga kepercayaan yang mengelola dana masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, metode ini dilakukan terhadap hal yang bersifat teoritis, asas-asas hukum, konsep hukum, perbandingan hukum serta sejarah hukum. Berdasarkan hasil penelitian, pengaturan rahasia bank di Indonesia merupakan kewajiban publik berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Apabila kepentingan umum dan kepentingan bank menghendaki, rahasia bank dapat dibuka berdasarkan pengecualian yang telah ditentukan oleh Undang-Undang No.10 Tahun 1998 dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.311821Kep/Dir Tanggal 31 Desember 1998. Rahasia bank bersifat universal karena hal tersebut berlaku di semua negara berlandaskan falsafah personal privacy dan pengaturan rahasia bank ada yang bersifat kewajiban perdata atau kewajiban publik dan ada yang berdasarkan kedua hukum tersebut sesuai dengan ketentuan perbankan masing-masing negara."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>