Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162613 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Beni Wijanarko
"Pelaku usaha kecil mempunyai peran yang penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia, karena kontribusinya bagi Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Tetapi karena ukuran skala usaha ekonominya yang kecil pelaku usaha kecil selalu kalah bersaing dengan pelaku usaha besar. Berbagai masalah juga selalu melekat pada pelaku usaha kecil seperti masalah keuangan, sumber daya manusia, pemasaran, dan perizinan usaha. Untuk mengatasi berbagai kelemahan usaha kecil, pemerintah melakukan program-program pemberdayaan. Salah satunya adalah pemberdayaan pelaku usaha kecil yang didasarkan pada ekonomi pasar yaitu dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 (UU No. 5/1999) tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal dalam UU No. 5/1999 yang mengatur pemberdayaan pelaku usaha kecil adalah Pasal 50 huruf (h) yang menyatakan bahwa, yang dikecualikan dari ketentuan UU ini adalah pelaku usaha yang tergolong ke dalam usaha kecil. Maksud dari pengecualian ini adalah agar pelaku usaha kecil dapat menggabungkan diri dengan pelaku usaha kecil lainnya membentuk suatu kerjasama yang bertujuan untuk meningkatkan posisi tawar dalam kegiatan bisnis berhadapan dengan pelaku usaha besar, dan meningkatkan skala ekonominya agar dapat berkembang menjadi usaha yang lebih besar. Namun, kerjasama yang diizinkan tersebut termasuk dalam pengaturan prinsip larangan UU No.5/1999, sehingga berpeluang untuk menghambat persaingan pada pasar bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman yang mengatur mengenai pengecualian pelaku usaha kecil dari ketentuan UU No. 5/1999, karena sampai saat penulisan skripsi ini selesai disusun, belum ada pengaturan lebih lanjut mengenai hal ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anugerah Wanto Wibowo
"Usaha koperasi pada dasamya diarahkan sepenuhnya untuk memenuhi kepentingan anggota dan menghindari adanya kemungkinan penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai koperasi sebagaimana prinsip dasar usaha koperasi, dalam kaitannya dengan usaha koperasi ini, pengelolaannya ditujukan untuk mencapai taraf hidup dan kesejahteraan anggota, termasuk secara umum masyarakat secara keseluruhan.
Hambatan yang mungkin menghadang dalam upaya mencegah terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat dan kegiatan usaha yang merupikan posisi koperasi adalah ekonomi yang mendua, di satu sisi membiarkan modul usaha swasta dengan liberlismenya menghancurkan usaha ekonomi koperasi. Akan tetapi, di pihka lain mendorong gerakan koperasi sebagai gerakan perekonomuian nasional. Kebijakan tersebut harus dihapuskan dengan menguatkan struktur ekonomi yang mapan bagi koperasi.
Dalam era pasar babas, persaingan usaha yang sehat menjadi salah satu prasyarat keberhasilan suatu badan usaha untuk tetap bertahan, salah satu badan usaha tersebut adalah koperasi yang merupakan wadah perekonomian yang sesuai dengan sifat dan watak hidup bangsa Indonesia, Dalam konsep persaingan usaha yang sehat diberlakukan di Indonesia, UU No 5 tahun 1999 memberikan pengecualian bagi koperasi dalam menjalankan kegiatan prodaksi atau pemasaran barang, perlakuan khusus tersebut diberlakukan sebagai bentuk dukungan pernerintah kepada badan usaha koperasi agar tidak terlibat dalam persaingan dengan kelompok ekonomi yang lebih kuat dan mapan, hal ini didasarkan pertimbangan bahwa koperasi belum tentu dapat mempunyai kemampuan lebih dalam menjalankan usaha yang setara dengan kelompok usaha lainnya.
Persaingan usaha yang sehat menjadi salah satu prasyarat keberhasilan suatu badan usaha untuk tetap bertahan, salah satu badan usaha tersebut adalah koperasi yang merupakan wadah perekonomian yang sesuai dengan sifat dan watak hidup bangsa Indonesia. Adanya perlakuan khusus yang tertuang didalam pasal 50 Huruf i UU No. 5 tahun 1999 tersebut merupakan bagian dari peningkatan struktur dan diversifikasi usaha koperasi agar semakin berkembang, dalam kebijakan tertentu yang melibatkan koperasi dan usaha kecil, sama lapangan usaha ekonomi terbuka dilakukan oleh koperasi dan kemudian proses pelaksanaan di lapangan dilakukan pembinaan sebagaimana mestinya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T19154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Ibnu Hasan
"Dengan diterbitkannya Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha ("KPPU") Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, maka telah ada sebuah pedoman dari ketentuan Pasal 50 huruf b Undang-Undang No.5 Tahun 1999, dimana terdapat pembatasan pengecualian dari Pasal tersebut. Berdasarkan Peraturan tersebut, KPPU dapat memeriksa hal terkait dengan perjanjian lisensi atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 apabila terjadi penolakan pemberian lisensi yang terkait essential facilities serta apabila suatu perjanjian lisensi HaKI klausul exclusive dealing yang mengakibatkan praktek monopoli dan persangan usaha yang tidak sehat.

With the issuance of Business Competition Supervisory Commission ("KPPU") Regulation Number 2 Year 2009 concerning Guidelines on the exception of application of Law Number 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, thus there has been a guidance for Article 50 letter b of Law Number 5 Year 1999, where there are limitations pursuant to that Article. KPPU may examine any intellectual property right license agreements upon allegation of violation of Law Number 5 Year 1999, if there is refusal to license regarding essential facilities and if the license contains exclusive dealing clause which can cause monopolistic practices and unfair business competition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S21791
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Budiman
"Asuransi kesehatan Pegawai Negeri Sipil adalah pertanggungan objek asuransi berupa kesehatan yang diperuntukkan bagi abdi negara dan masyarakat, dimana salah satunya adalah PNS, baik Calon PNS maupun PNS yang sudah pensiun. Sifat asuransi kesehatan ini adalah wajib bagi PNS dan wajib pula dikelola penanggung yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk Pemerintah, yaitu PT. Asuransi Kesehatan Indonesia yang berstatus Persero. Kewajiban perusahaan asuransi yang menyelenggarakan program asuransi sosial ini harus berbentuk BUMN berdasarkan peraturan perundang-undangan, yaitu secara khusus oleh UU No. 2 Tahun 1992 pasal 14 ayat (1) dengan peraturan pelaksana PP No. 73 Tahun 1992 pasal 32 ayat (2), dan PP No. 69 Tahun 1991 pasal 14, serta secara umum oleh UUD 1945 pasal 33 ayat (2). Argumen pemerintah seperti belum mampunya sektor swasta dalam mengelola asuransi kesehatan ini juga menjadi latar belakang pemberlakuan monopoli pemerintah tersebut. Pada prakteknya, penyelenggaraan asuransi kesehatan ini menyebabkan, antara lain pelayanan yang kurang baik dan pelaku usaha lain yang ingin turut bersaing dalam pasar asuransi kesehatan ini tidak dapat masuk ke dalamnya sehingga berakibat tidak adanya persaingan dalam pasar tersebut. Hal ini mengakibatkan PT. Askes patut diduga telah melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta melanggar ketentuan dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tetapi, walaupun PT. Askes patut diduga telah melanggar UU No. 5 Tahun 1999 pasal 17 ayat (1) dan (2) huruf b dan c, PT. Askes tidak melawan hukum karena perbuatannya termasuk dalam pengecualian terhadap UU No. 5 Tahun 1999, yaitu pasal 50 huruf a dan pasal 51 UU ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S23481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Christine
"ABSTRAK
Persaingan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan yang dihadapi
para pengusaha dalam mencapai tujuannya, memperoleh laba yang sebesar-besarnya dan
menguasai pasar untuk mengungguli perusahaan lain serta menjaga perolehan laba tersebut.
Untuk itu diperlukan hukum yang mengatur rambu-rambu yang harus ditaati secara
preventif dan represif bagi mereka yang melakukan persaingan. Tujuannya tidak lain, agar
hukum dapat mencegah terjadinya persaingan curang termasuk pula tindakan hukum
terhadap pengusaha yang melakukan pelanggaran terhadap pemilik rahasia dagang.
Mengapa Sengketa Perdata dibidang rahasia dagang menjadi wewenang pengadilan negeri
dan bukan menjadi wewenang pengadilan niaga sebagaimana di atur di Undang-Undang di
bidang-bidang HKI lainnya, Mengapa HKI (khususnya Rahasia Dagang) dikecualikan dari
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, Bagaimana pandangan hakim dalam kasus Ali Tjandra Sutjipto yang
dimuat dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 335/Pid B/1995/PN Sby tanggal 24
September 1986 jo Putusan Mahkamah Agung RI, No. 1497.K/Pid/1987, tanggal 10
September 1993, merupakan masalah yang diteliti dalam tulisan ini. Penulisan Tesis ini
menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Sengketa perdata rahasia dagang menjadi
kewenangan pengadilan negeri karena rahasia dagang tidak memerlukan pendaftaran dan
Jangka waktu perlindungan rahasia dagang yang tidak terbatas, mengakibatkan tidak
diperlukannnya penyelesaian sengketa yang cepat dan efesien. HKI mempunyai hak
eksklusif yang mengakibatkan HKI dikecualikan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999, tetapi walaupun dikecualiakan HKI tetap tidak boleh bertentangan dengan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Kasus dalam Ali Tjandra Sutjipto, hakim berpendapat
Ali Tjandra tidak melakukan tindakan pidana seperti yang di dakwakan jaksa penuntut
umum."
2006
T37797
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saritua, Goklas
"UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan dasar hukum dalam penanganan perkara pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha di Indonesia yang telah mulai berlaku efektif sejak tanggeal 5 Maret tahun 2000. UU tersebut dimaksudkan untuk menegakan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha dan konsumen dalam kaitannya dengan kepentingan persaingan usaha itu sendiri sehingga memberikan jaminan kepastian hokum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UU No. 5 Tahun 1999 dapat dilihat bahwa UU tersebut tidak hanya mengatur mengenai hukum materil saja, tetapi juga mengatur mengenai hukum acara atau hukum formil yang berlaku dalam penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia. Adanya pengaturan hukum materil dan hukum formil dalam satu UU tersebut terjadi karma dalam ketentuan yang khusus itu terdapat hal-hal barn yang tidak diatur dalam ketentuan sebelumnya, yaitu misalnya seperti mengenai hukum acaranya yang berkaitan dengan substansi maupun kelembagaannya. Beberapa ketentuan baru yang berkaitan dengan hukum acara yang ada dalam UU No. 5 Tahun 1999 tersebut antara lain adalah mengenai batas waktu penyelesaian perkara, peranan KPPU sebagai penyelidik, dan adanya upaya hukum keberatan atas putusan KPPU.
Dalam praktiknya temyata penegakan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menghadapi suatu tantangan yang berkaitan dengan ketentuan beracara yang ada selama ini yang diakibatkan oleh adanya perbedaan penafsiran dan pemahaman terhadap ketentuan-ketentuan yang kurang jelas dalam UU No. 5 Tabun 1999 diantara pihak-pihak yang berkaitan dengan penegakan UU tersebut, yaitu misalnya antara KPPU, kepolisian, hakim dan pengacara. Sebagai suatu UU yang masih relatif baru, UU No. 5 Tabun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih belum teruji benar pelaksanaannya karena sampai saat ,ini belum mempunyai test case yang sempurna sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 5 Tabun 1999 itu sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut, kasus Tender Penjualan Saham PT. IMSI merupakan ujian awal, karma dalam kasus tersebut telah dilakukan keberatan atas putusan KPPU ke tiga PN yang berbeda dan juga telah dilakukan kasasi atas putusan ketiga PN tersebut ke MA. Dalam kasus tersebut terdapat perbedaan penafsiran dan pemahaman antara KPPU dengan PN dan perbedaan penafsiran dan pemahaman diantara PN itu sendiri. Perbedaan pemahaman antara KPPU dengan PN adalah yang berkaitan dengan kewenangan atau kompetensi dari KPPU dalam memeriksa dan memutus kasus tersebut, sedangkan perbedaan penafsiran atau pemahaman diantara PN itu sendiri adalah yang berkaitan dengan pemahaman terhadap proses pemeriksaan dalam keberatan serta pengertian dari keberatan itu sendiri.
Adanya perbedaan penafsiran terhadap ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU No. 5 Tahun 1999 dalam kaitannya dengan hukum acara tersebut pada akhirnya akan menyebabkan UU tersebut tidak efektif dan tidak memberikan jaminan kepastian hukum. Oleh karena itu untuk jangka panjang UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat hams direvisi atau diamandernen, terutama yang berkaitan dengan hokum acaranya, sehingga UU tersebut dapat berlaku efektif dalam penegakan hokum persaingan usaha di Indonesia. Sedangkan untuk jangka pendek MA dapat mengeluarkan suatu Peraturan (PERMA) atau Surat Edaran (SEMA) yang mengatur mengenai penegakan UU No. 5 Tahun 1999. Selain itu dalam hal ini jugs diperlukan kesamaan persepsi atau pemahaman diantara pihak-pihak yang berwenang dalam penegakan UU No. 5 Tahun 1999 sesuai dengan ketentuan yang ada dalam UU tersebut, yaitu KPPU, Kepolisian, Kejaksaan dan PN, dalam penyelesaian perkara persaingan usaha tidak sehat sehingga dapat menghindari dualisme penyidikan atau pemeriksaan yang hasilnya dapat saling bertentangan satu sama lain."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T16395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hendrik Adrianto
"Pandangan masyarakat dalam menilai perusahaan-perusahaan yang diindikasikan mempunyai posisi monopoli dan dominan di suatu pangsa pasar tertentu, terbagi menjadi dua bagian, yaitu pandangan pertama yang menilai perusahaan yang memonopoli barang atau jasa tertentu dapat dikategorikan melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan KPPU harus segera melakukan penyelidikan baik berdasarkan laporan maupun atas inisiatif sendiri untuk memberikan sanksi atas pelanggaran Undang-Undang tersebut, dan yang kedua adalah masyarakat yang menilai bahwa perusahaan yang memonopoli dan mempunyai posisi dominan terhadap barang atau jasa tertentu belum tentu melanggar Undang-Undang ini karena harus dinilai dari perilaku perusahaan tersebut untuk mencapai posisi monopoli dan posisi dominan tersebut, apakah diraih dengan cara-cara yang melanggar hukum (unfair competition) atau secara alamiah mencapai posisi itu dengan menerapkan efisiensi dalam pengelolaan perusahaannya.
Untuk mengawasai pelaksanaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang berperan juga dalam penegakan Undang-Undang Persaingan ini melalui beberapa pendekatan yang dapat diterima oleh berbagai pihak baik dari segi pelaku usaha, masyarakat maupun pemerintah sebagai regulator. Perusahaan dengan posisi monopoli secara alami ini secara hukum dapat dikatakan tidak secara tegas dilarang oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, hal ini dilihat dari kriteria-kriteria yang diperbolehkan oleh Garis Besar Haluan Negara untuk dapat terjadinya monopoli, seperti monopoli dan kedudukan monopolistik yang diperoleh dengan cara natural karena monopoli menang dalam persaingan yang dilakukan secara sehat. Dalam hal demikian memang tidak apa-apa, namun entry (masuknya siapa saja dalam investasi yang sama) harus terbuka lebar-lebar, dan yang lainnya adalah monopoli atau kedudukan monopolistik yang diperoleh secara natural karena investasinya terlampau besar, sehingga hanya satu saja yang berani dan bisa merealisasikan investasinya. Meski demikian, pemerintah harus tetap bersikap persuasif dan kondusif di dalam memecahkan monopoli.
Jadi kehadiran ketentuan-ketentuan UU Antimonopoli ini diharapkan dapat menjamin terciptanya iklim berusaha yang sehat, adil dan bebas dari unsur-unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Sehingga kehadirannya akan membawa nilai positif bagi perkembangan iklim usaha di Indonesia, yang selama ini dapat dikatakan jauh dari kondisi yang ideal. Sekurang-kurangnya, UU Antimonopoli ini secara tidak langsung akan memaksa pelaku usaha untuk lebih efisien dalam mengelola usahanya, karena UU Antimonopoli ini juga menjamin dan memberi peluang yang besar kepada pelaku usaha lain yang ingin berusaha (sebagai akibat dilarangnya praktek monopoli dalam bentuk penciptaan barrier to entry). Hal ini berarti bahwa hanya pelaku usaha yang efisienlah yang dapat bertahan di pasar.
Usaha untuk menjaga independensi dari pihak-pihak lain, setidaknya dapat terlihat dari persyaratan keanggotaan yang diatur dalam Pasal 32 yaitu, bahwa anggota Komisi tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha. Oleh karena itu anggota Komisi yang menangani perkara dilarang mempunyai hubungan sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan salah satu pihak yang berperkara, atau mempunyai perbenturan kepentingan dengan negara yang bersangkutan. Jadi secara legal, komisi ini adalah lembaga non struktural yang independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain yang diberi wewenang penuh untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai dengan ketentuanketentuan yang diatur dalam W No. 5 Tahun 1999 serta dapat melanjutkan reformasi baik di bidang bukum maupun di bidang ekonomi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>