Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100342 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bagus Aditya
"Kasasi merupakan salah satu upaya hukum dalam perkara TUN. Pada dasarnya semua perkara TUN dapat diajukan kasasi. Akan tetapi sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA, maka tidak semua perkara TUN dapat diajukan kasasi. Pembatasan kasasi yang diatur dalam Pasal 45A Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 adalah pembatasan pengajuan kasasi terhadap perkara TUN yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan. Dalam ketentuan tersebut tidak termasuk keputusan pejabat TUN yang berasal dari kewenangan yang tidak diberikan kepada daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pembatasan tersebut dilakukan melalui penetapan Ketua PTUN dan permohonan tersebut tidak dikirimkan ke MA. Ketentuan Pasal 45A Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tersebut dalam prakteknya masih menjadi perdebatan. Oleh karenanya di beberapa kasus masih terjadi perbedaan penerapan pasal tersebut, seperti dalam kasus gugatan atas Surat Perintah Bongkar Walikota Jakarta Timur dengan kasus CV Sungai Bendera Jaya. Melalui metode penelitian hukum normatif, yaitu suatu cara mengumpulkan data sekunder dengan melakukan studi kepustakaan dan analisis data kualitatif, skripsi ini akan mencoba menjawab permasalahan mengenai pembatasan terhadap perkara TUN yang dikecualikan untuk diajukan kasasi, serta prosedur penolakan terhadap perkara tersebut. Dengan adanya pembatasan perkara tersebut diharapkan dapat mengurangi penumpukan perkara di MA serta meningkatkan kualitas putusan PTUN dan PTTUN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benavita Aprilia Kurnia
"Gun Jumping merupakan suatu istilah yang menggambarkan aktivitas pelaku usaha yang seolah-olah transaksi merger yang dilakukannya sudah berlaku secara sah dan efektif di mata hukum walaupun pada kenyataannya merger tersebut belum disetujui oleh otoritas persaingan usaha karena masih dalam proses peninjauan notifikasi merger. Gun Jumping merupakan suatu pelanggaran yang hanya terjadi pada negara yang menganut sistem notifikasi pra-merger atau pra-notifikasi seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Di Indonesia, tidak dikenal istilah Gun Jumping karena sistem notifikasi yang berlaku saat ini ialah pasca-notifikasi atau post-notifikasi. Pada perkembangan saat ini, pasca-notifikasi dipandang sebagai sistem notifikasi yang sudah tidak kontekstual dengan perkembangan zaman dan memiliki banyak kekurangan. Dengan adanya rencana untuk melakukan amandemen UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat maka diharapkan terjadi perubahan pada sistem notifikasi Indonesia dari pasca-merger notifikasi menjadi pra-merger notifikasi. Usulan perubahan ini merupakan hal yang wajar karena dapat memberikan kepastian hukum terutama bagi pelaku usaha. Apabila nantinya amandemen UU No. 5 Tahun 1999 telah disetujui, maka Gun Jumping akan menjadi salah satu permasalahan yang mungkin akan terjadi sebagai pelanggaran yang dilakukan pelaku merger sebelum merger disetujui oleh otoritas persaingan usaha. Selanjutnya, berhubungan dengan metode pada penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dan kepustakaan. Serta saran yang penulis berikan terhadap penelitian ini adalah dengan secara konsisten mematuhi dan menjalankan setiap prosedural yang berkaitan dengan ketentuan gun jumping.

Gun Jumping is a term that describes the activity of merging parties as if their merger transaction has been valid and effective on law provision, in fact the merger has not approved by the competition commission because it is still in the process of reviewing merger notification. Gun Jumping is a violation that only occurs in countries that have a pre-merger notification system, for example United States of America and European Union. In Indonesia with its post-notification system, the term of Gun Jumping is not familiar. Post-notification system in these era is considered out of context and has many shortcomings. With the plan to amend Law of The Republic of Indonesia No. 5 of 1999 concerning The Ban on Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, it is expected that there will be a change in Indonesia notification system from post-merger notification to pre-merger notification. This change is a reasonable because it can provide legal security, especially for merging parties. If the amendments of Law of The Republic of Indonesia No. 5 of 1999 has been approved, gun jumping is one of the problems that may occur as a violation that committed by the merging parties before the merger is approved by the competition commission. Futhermore, the method that author used for this research is juridical-normative and literature. For recommendation that author used for gun jumping problems is to consistently obey every procedure and rules that related to gun jumping provision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syah Sondang J.E.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22639
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fahad
"UU No. 5 Tahun 1999 selain mengatur permasalahan hukum persaingan usaha, juga mengatur permasalahan hukum acara dari penegakan hukum persaingan usaha. Masalah muncul dalam konteks hukum acara persaingan usaha dikarenakan adanya upaya gugatan intervensi dalam perkara keberatan di Pengadilan Negeri atas putusan KPPU. Selama ini gugatan intervensi hanya dikenal dalam hukum acara perdata sebagai salah satu bentuk pengikutsertaan pihak ketiga dalam perkara perdata. Tetapi, upaya tersebut dilakukan oleh empat pemohon intervensi dalam perkara keberatan Temasek di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan dasar bahwa adanya kepentingan hukum yang nyata dari pihak pemohon intervensi atas materi putusan KPPU dan Pasal 8 Perma No. 3 Tahun 2005.
Besides arranging the problem of competition law, UU No. 5 Tahun 1999 also arrange the problem of formal procedural law from the competiton law straightening. In the context of the competition formal procedural law, the problem arised when there is the intervention file suit in the objection case at district court for the verdict of Commision For Supervision Of The Bussiness Competition (KPPU). During the time, The intervention file suit is known in private formal procedural law only, as one of the form of the joining third party in the case. But, in the reality, the intervention file suit had been done by four intervention plaintiff in the Temasek objection case at Central Jakarta district court with the argument that there is a real law interest from the material of the verdict of the Commision For Supervision Of The Business Competotion (KPPU), and the section 8 Perma No. 3 Tahun 2005."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22569
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Valliana
"Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dibentuk untuk melindungi persaingan dan mengatasi Persaingan tidak sehat diantara pelaku usaha yaitu salah satunya adalah Kartel. Pengaturan tentang larangan perjanjian penetapan harga di Indonesia dicantumkan dalam Pasal 5 sedangkan larangan perjanjian kartel di Indonesia dicantumkan dalam Pasal 11. Kartel dapat merugikan perekonomian karena para pelaku usaha anggota kartel setuju untuk melakukan kegiatan yang berdampak pada pengendalian harga, seperti pembatasan jumlah produksi atau menaikkan biaya rata-rata produksi suatu barang atau jasa dalam suatu industri.
Penelitian dalam penyusunan tesis ini mengacu pada teori tentang campur tangan negara dalam bidang perekonomian, khususnya pengaturan pasar dalam konsep negara kesejahteraan (welfare state).
Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah normatif dengan teknik pengumpulan data sekunder dan metode analisis data kualitatif serta metode penalaran deduktif. Salah satu wadah dalam kartel adalah Asosiasi. Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) diduga melakukan praktek kartel dengan beberapa produsen ban sesuai dengan putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2014. Hal ini dilakukan dengan cara menetapkan harga untuk produk dan pemasaran ban kendaraan bermotor roda empat kelas mobil penumpang kemudian terjadi kesepakatan tidak memasarkan ban baru sehingga ban yang beredar di masyarakat atau konsumen menjadi terbatas. Hal tersebut dapat mengakibatkan harga ban di pasaran bisa naik karena banyaknya kebutuhan permintaan atas ban dengan jenisjenis mobil penumpang tersebut.
Tujuan dari penulisan ini dalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah ke-enam perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia tersebut dapat di kategorikan melakukan kartel di industri ban, dan mengetahui cara membuktikan kegiatan kartel dan perjanjian penetapan harga yang dilakukan pelaku usaha baik perorangan atau yang berbadan hukum sesuai dengan Undang Undang No. 5 Tahun1999.

Law of the Republic of Indonesia Number 5 of 1999 regarding the Prohibited Practice of Monopoly and Unfair Business Competition (?Law No. 5 of 1999?) formed to protect competition and address unfair competition of business players, one of which is the practice of cartel. The prohibition of pricing agreement in Indonesia is regulated in Article 5 of Law No. 5 of 1999 while the prohibition of cartel agreements in Indonesia is regulated in Article 11 of Law No. 5 of 1999. The existence of Cartels could harm the economy because once a cartel member agrees to undertake work that has an impact on controlling the prices of, such as limiting the number of production or raise the average cost of production of goods or services in an industry.
Research in the preparation of this thesis is based on the theory regarding intervention countries in economic affairs, especially the management of the market in the concept of Welfare State.
The Research methodology used in this thesis is normative with secondary technique data collection, qualitative analysis method and deductive reasoning method. One of the receptacles of cartel existence is an Association. In this case, the Association of Tire Manufacturers or Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (?APBI?) allegedly involved in the practice of cartel with some tire manufacturers in accordance with the KPPU Verdict No. 08 /KPPU-I/2014. This is achieved by determining the price for products and the marketing of four-wheeled vehicles in the class of passenger cars where there is an agreement not to market new tires therefore the quantity of tires in the market is limited. This may result in the market price elevation of tires because of the high demand of tires for those types of passenger cars.
The purpose of writing this was to know and to analyze the six companies in APBI whether they can be categorized as practicing cartels in tires industry, and to know how to prove cartel activities and pricing agreements in the tires industry, either by an individual or legal entities in accordance with Law No. 5 of 1999."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rian Mochtar Aziz Thamrin
"Hukum persaingan usaha merupakan kebutuhan fundamental bagi sebuah negara, hal ini karena hukum persaingan usaha adalah norma hukum yang mengatur perilaku pelaku usaha dalam berbisnis di Indonesia. Tentu hukum persaingan usaha tidak dapat berjalan dengan efektif dan efisien tanpa adanya penegak hukum persaingan usaha yang baik dan berpengalaman. Mengingat bahwa institusi penegak hukum persaingan usaha yakni Komisi Pengawas Persaingan Usaha merupakan institusi baru dalam tata hukum negara Indonesia, maka pengalaman atas upaya penegakkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha masih diragukan. Hal ini terbukti dengan berbagai macam kasus yang menujukkan bahwa Komisi tersebut masih kurang terampil dalam menjerat pelaku usaha curang dan memberikan sanksi yang tepat kepada pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran atas hukum persaingan usaha. Oleh karena itu, akan sangat baik, bilamana Komsisi Pengawas Persaingan Usaha dapat belajar kepada Institusi Peneggak Hukum Persaingan Usaha yang ada diluar negeri, terutama di negara maju yang telah berpengalaman dalam mengimplemntasikan hukum persaingan usaha di negaranya. Inggris sebagai negara maju yang memiliki hukum persaingan usaha yang baik dan telah menunjuk Institusi Penegak Hukum Persaingan Usaha yang telah memiliki pengalaman semenjak 1960-an, dapat menjadi pedoman bagi Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Apabila ditinjau dari segi hukum acara, tampaknya Komisi Penegak Persaingan Usaha seringkali menemukan kesulitan-kesulitan yang akhirnya menciderai hak-hak pelaku usaha. Adapun cut throat policy yang menjadi kebijakan KPPU merupakan hal yang akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu ada baiknya bilamana KPPU melakukan studi perbandingan dalam hal proses acara hukum persaingan usaha dengan Office of Fair Trading, selaku institusi penegak hukum persaingan usaha Inggris, dalam proses invesigasi (penyelidikan & penyidikan), proses pembuktian dan proses penetapan pemberian hukuman dan sanksi bagi pelaku usaha yang terbukti melanggar hukum persaingan usaha.

Competition Law is an essential legal product for the economic growth of nations, this is due to the fact that competition law is the governing norm in respect to industries and businesses in today?s market. However, a good conceptualize competition law will become invalidated if there is no governing institution which is assigned by the government to protect and implement the competition law. Hence, the need of a good governing institution for the enforcement of competition law is no doubt fundamental to the success of Indonesia?s economic development. Having established its competition law regime in 1999 and in doing so assigning KPPU to watch over the implementation of competition law in Indonesia, Indonesia has reaped many benefits, which includes the steady incline of foreign capitals and investment going to Indonesia in the successive years. However, in respect to KPPU, the governing institution for competition law in Indonesia, its track record in dealing with complex cases in competition law has been under scrutiny by defendants in cases and from academicians believing that the power of implementation measures by the institutions has not been adequately addressed. Thus, in order to better understand competition law and how to implement the best possible policies, KPPU must study from similar institutions abroad, especially, in countries where the competition law regime has been implemented for many years, in this regard the United Kingdom. In doing so KPPU will better understand how to investigate and find evidence that are circumstantial to the case in hand. Not only that, the KPPU must also learn how to implement necessary policies that are suited to the economic and legal needs of Indonesia, in order to create a lasting competition law regime which will increase the welfare of the Indonesian people."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S25106
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sijabat, Ramos Romatua
"Skripsi ini membahas bagaimana Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha mengatur tentang penetapan pasar bersangkutan terhadap perkara hukum persaingan usaha di Indonesia melalui sebuah analisis yuridis terhadap putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha perkara nomor 10/KPPU-I/2015. Penelitian ini merupakan penelitian yuridisnormatif menggunakan data primer dan sekunder.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penetapan pasar bersangkutan yang ditetapkan oleh KPPU memiliki sebuah permasalahan hukum dilihat berdasarkan data faktual terkait industri sapi yang dikaitkan dengan teori pendekatan pasar produk dan pasar geografis dan ketentuan hukum persaingan usaha di Indonesia.

This bachelor thesis discusses how the Act No. 5 Year 1999 and Komisi Pengawas Persaingan Usaha Regulations No. 3 Year 2009 define the determination of the relevant market concept against competition law cases through juridicial analysis on Decision of Komisi Pengawas Persaingan Usaha Case Number 10/ KPPU - I/ 2015. The study is normative-juridicial using primary and secondary data.
The results of this study indicate that the determination of the relevant market defined by Komisi Pengawas Persaingan Usaha conduct a legal issues seen by factual data of cattle industry related to the theory of relevant market approach to product and geographic market and Indonesia's regulation of Competition Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Maharfatoni
"Tesis ini membahas kesesuaian atas pasal 44 Undang-undang Jasa Konstruksi dengan pasal 22 Undang-undang Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta kedudukan perusahaan konstruksi dalam mengikuti tender dengan pendekatan dari teori Rule of Reason Dan Perse Illegal dan Tesis ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, library research, dan comparative study. Adapun kesimpulannya yaitu ketentuan pada Pasal 44 Undang Undang Jasa Konstruksi belum sesuai dengan ketentuan pasal 22 Undang Undang Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sebab pendekatan yang digunakan dalam pengaturan kedua Pasal dari masing masing Undang-Undang tersebut berbeda. Pasal 44 Undang Undang Jasa Konstruksi melarang praktik afiliasi antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa (tender kolutif vertikal) secara per se illegal, sedangkan pasal 22 Undang Undang Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur larangan tender kolutif dengan pendekatan rule of reason. Saran penulis dalam tesis ini perlu ditunjang dengan pendekatan pengaturan yang sama, pada setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan rule of reason dianggap paling sesuai untuk mengatur bentuk pelanggaran ini, sebab informasi asimetris dan permasalahan Principal-Agent kerap terjadi dalam manajemen perusahaan, hubungan terafiliasi baik disengaja ataupun tidak disengaja dapat menjadi dugaan awal, yang membutuhkan pembuktian lebih lanjut untuk dinyatakan sebagai praktik anti persaingan.

This thesis discusses the suitability of article 44 of the Law on Construction Services with article 22 of the Antitrust and Unfair Business Competition Law and the position of construction companies participating in tenders with the Perse Illegal and Role Of Reason Appraches law and this thesis is prepared using juridical research methods normative, library research, and comparative study. The conclusions are the provisions in Article 44 of the Law on Construction Services not in accordance with the provisions of article 22 of the Antitrust and Unfair Business Competition Law, because the approach used in the regulation of the two Articles of each Law is different. Article 44 of the Construction Services Law prohibits the practice of affiliation between Service Users and Service Providers (vertical collutive tenders) per se illegally, while Article 22 of the Antitrust and Unfair Business Competition Law regulates the ban on collutive tendering with the rule of reason approach. The author's advice in this thesis needs to be supported by the same regulatory approach, in every applicable legislation. The rule of reason approach is considered to be the most appropriate for regulating this form of violation, because asymmetric information and Principal-Agent problems often occur in company management, affiliated relationships intentional or unintentional can be initial guesses, which require further evidence to be declared anti-competitive practice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51927
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianipar, Dion Michael
"Dalam waktu dekat, pemerintah melalui Kementerian BUMN akan melakukannya selesai di holding BUMN di bidang infrastruktur yang dipimpin oleh PT Hutama Karya dan sektor perumahan dipimpin oleh Perum Perumnas. Agenda prioritas pembangunan nasional dilihat sebagai salah satu faktornya urgensi pendirian BUMN holding di bidang ketenagakerjaan. Dengan adanya pembentukan holding BUMN yang akan meningkatkan aset dan kinerja BUMN, Maka tentunya peran BUMN sebagai agen pembangunan nasional Indonesia nantinya diprioritaskan. Dengan kelebihan tersebut, apakah itu menjadi holding BUMN infrastruktur dan perumahan telah melanggar undang-undang persaingan dan menghilangkan peluang bagi perusahaan swasta di pasar yang sama? Di Untuk mengkaji masalah tersebut, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan tipologi penjelas. Penulis kemudian menemukan itu Sangat penting bagi pemerintah untuk memperhatikan kesesuaian proses tersebut pendirian induk BUMN dan penyelenggaraan kegiatan usaha tetap sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta peraturan turunannya. Pada akhirnya penelitian yang dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa tindakan pembentukan Penyelenggaraan infrastruktur dan perumahan BUMN tidak melanggar UU No. 5 1999 selama tidak ada indikasi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat melalui penyalahgunaan posisi dominan seseorang menyelenggarakan infrastruktur dan perumahan BUMN. Namun jika dinilai dari Dari aspek persaingan usaha, tidak dapat dipungkiri bahwa pelaku usaha swasta dapat terancam karena keterbatasan aset dan kapasitas yang tidak sebesar holding BUMN infrastruktur dan perumahan yang terbentuk. Karena itu, karena tidak demikian adanya kewajiban memberitahukan pembentukan holding BUMN terhadap KPPU, Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan pengawasan agar hal itu terlaksana
UMN yang menyelenggarakan kegiatan usaha tetap sejalan dengan UU Persaingan Usaha juga lebih memperhatikan kepentingan pelaku usaha swasta dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah nanti.

In the near future, the government through the Ministry of State-Owned Enterprises will complete it in the BUMN holding in the infrastructure sector led by PT Hutama Karya and the housing sector led by Perum Perumnas. The national development priority agenda is seen as one of the factors in the urgency of establishing a holding BUMN in the manpower sector. With the establishment of BUMN holding that will increase BUMN assets and performance, of course the role of BUMN as agents of Indonesia's national development will be prioritized. With these advantages, does being an infrastructure and housing SOE holding company violate competition laws and eliminate opportunities for private companies in the same market? In order to study this problem, the author uses a normative legal research method with an explanatory typology. The author then found that it is very important for the government to pay attention to the suitability of the process, the establishment of a holding company for BUMN and the implementation of business activities to remain in line with Law Number 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition and its derivative regulations. In the end, the research conducted, the authors conclude that the act of forming BUMN infrastructure and housing does not violate Law no. 5 1999 as long as there is no indication of monopolistic practices and unfair business competition through the abuse of one's dominant position in operating infrastructure and housing for BUMN. However, if judged from the aspect of business competition, it cannot be denied that private business actors could be threatened due to limited assets and capacity which are not as large as the infrastructure and housing BUMN holding that was formed. Therefore, since there is no obligation to notify the formation of BUMN holding to KPPU, the Government is expected to increase supervision so that this can be doneUMN, which carries out business activities in line with the Business Competition Law, also pays more attention to the interests of private business actors in the process of procuring government goods/services later."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Santoso
"Penulisan tesis ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif dengan menggunakan metode pendekatan perbandingan hukum. Pengalaman negara-negara yang telah mengaplikasikan Program Leniency menunjukkan bahwa Program Leniency bukan hanya berhasil memberantas praktek kartel, tapi juga mencegah praktek baru untuk berkembang. Semakin banyak pelaku kartel yang melaporkan aktivitas kartelnya, sehingga resiko yang dihadapi pelaku kartel lainnya juga semakin besar. Mengingat sulitnya memperoleh informasi karena KPPU tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan, Program Leniency adalah salah satu amunisi yang harus dipertimbangkan. Program Leniency dapat memberikan tekanan yang intensif kepada anggota kartel untuk melapor atau memberikan pengakuan. Namun bagaimanapun, kesuksesan memperoleh informasi juga tergantung pada besaran sanksi dan insentif yang diberikan kepada pelaku usaha. Penelitian ini akan menjelaskan mengenai tantangan dan prosedur pembuktian kartel dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, perbandingan penerapan Program Leniency di Amerika Serikat, Jepang dan Brazil, serta menjelaskan kemungkinan penerapan Program Leniency dalam hukum persaingan usaha di Indonesia.

This thesis is a normative legal research with emphasis on the use of comparative law. Experience of countries that have applied Leniency Program shows that the Leniency Program is not only successful in combatting cartels, but also preventing new cartel practices to flourish. More and more members are reporting cartel activities, so that the risks faced by other cartel members are also getting bigger. Given the difficulty of obtaining information as the Commission (KPPU) does not have authority to conduct search and seizure, Leniency Program is one effective ammunition that should be considered. Leniency Program can give intense pressure to cartel members to report and give confession. However, success also depends on the size of sanctions and incentives given to businesses. This research will explain the challenges and procedures of proving cartel in accordance with the Competition Law Act No. 5 of 1999, the implementation and comparison of Leniency Program in the United States, Japan and Brazil, and describes the possible implementation of Leniency Program in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>