Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137734 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Negara Indonesia adalah Negara Hukum Pancasila,
dengan salah satu unsurnya adalah menyelenggarakan peradilan
yang bebas oleh kekuasaan kehakiman. Peradilan Militer
sebagai salah satu badan pelaksana kekuasaan kehakiman
diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang
Peradilan Militer. Peradilan Militer adalah peradilan
tersendiri yang terpisah dari peradilan umum, yang memiliki
wewenang khusus untuk memeriksa dan mengadili subjek hukum
khusus mengenai golongan-golongan rakyat tertentu, yaitu
prajurit. Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan
Militer dilaksanakan oleh Pengadilan Militer sebagai
pengadilan tingkat pertama untuk perkara pidana yang
dilakukan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang
berpangkat Kapten kebawah, Pengadilan Militer Tinggi sebagai
pengadilan tingkat banding untuk perkara pidana yang
dilakukan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang
berpangkat Kapten kebawah, dan sebagai pengadilan tingkat
pertama untuk perkara pidana yang dilakukan oleh anggota
Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berpangkat Mayor
keatas, Pengadilan Militer Utama sebagai pengadilan tingkat
banding untuk perkara pidana yang dilakukan oleh anggota
Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berpangkat Mayor
keatas, Pengadilan Militer Pertempuran sebagai pengadilan
tingkat pertama dan terakhir untuk perkara pidana yang
dilakukan oleh semua anggota Tentara Nasional Indonesia
(TNI) yang berada di daerah pertempuran untuk semua tingkat
kepangkatan. Walaupun terdapat pemisahan pengadilan yang
berwenang untuk memeriksa dan mengadili berdasarkan tingkat
kepangkatannya, pengajuan kasasi untuk semua tingkat
kepangkatan diajukan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk
memeriksa dan mengadili. Proses beracara dalam Peradilan
Militer di Indonesia berdasarkan pada Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), selama tidak bertentangan dengan
Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Skripsi ini menganalisis penerapan Hukum Acara Pidana
Militer pada Pengadilan Militer, studi kasus perkara
pembunuhan Direktur PT ASABA dengan Terdakwa Suud Rusli
didasarkan pada Putusan Pengadilan Militer pada tingkat
pertama, Putusan Nomor: PUT/14-K/PM II-08/AL/II/2005, dan
putusan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada tingkat
banding, Putusan Nomor: PUT/32-K/BPG/PMT-II/AL/VII/2005."
[Universitas Indonesia, ], 2006
S22088
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Jakarta: Sinar Grafika, 1998,
R 343.014 Und
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Purwanto
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S22308
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Udy Diahmana Trisnowati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S21735
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Qorry Nisabella
"Indonesia merupakan negara civil law. Peraturan tertulis menjadi sumber hokum yang terutama dalam negara civil law. Dahulu sistem peradilan pidana di Indonesia bersumber pada HIR yang menganut prinsip inquisitor. Sejak tahun 1982, sistem peradilan pidana Indonesia bersumber pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana/KUHAP yang menganut prinsip akusator. Prinsip akusator menjamin pelaksanaan hak asasi manusia yang terlibat dalam suatu proses pidana. Namun pasal-pasal dalam KUHAP sendiri justru masih menganut prinsip inquisitor. Hal ini dapat dilihat dengan adanya ketentuan mengenai suatu dokumen yang disebut sebagai berita acara penyidikan/BAP. BAP saksi dalam KUHAP, selain menjadi pedoman bagi hakim dalam memeriksa perkara, dapat pula menjadi sebuah alat bukti bagi hakim. Tentu saja hal ini telah melanggar prinsip akusator. Bahkan dalam praktik sistem peradilan pidana di Indonesia, hakim kerap melakukan apa yang tidak ditentukan oleh KUHAP, dengan lebih mengutamakan keterangan dalam BAP saksi ketimbang dengan keterangan yang diberikan oleh seorang saksi di depan persidangan, sebagai alat bukti keterangan saksi yang sah.

Indonesia is a civil law country. In the civil law country, written rules become main sources of law. Indonesian Criminal Justice System was based on HIR which embraces an inquisitor principle. Since 1982, the Indonesian Criminal Justice System had been rooted in Law No. 8 of 1981 on the Law of Criminal Procedure / Criminal Procedure Code which adopts an akusator principle. Akusator principle ensures the implementation of human rights who involved in a criminal process. But the articles in the Criminal Procedure Code itself still adopts an inquisitor principle. It can be seen with the existence of a document named as the investigation report / BAP. This witness investigation minute, besides being a guide for judges in examining cases, it can also be an evidence for the judge?s consideration. Of course this condition has violated the principle of akusator. In fact, judges often do what is not determined by the Criminal Procedure Code, to prioritize the witness testimony written in BAP more than the testimony given by a witness before trial, as evidence of legitimate witness testimony."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S232
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Udy Diahmana Trisnowati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S21663
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>