Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205943 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Djoko Prakoso
Jakarta: Bina Aksara, 1987
345.05 DJO h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Adityawarman
"Latar belakang permasalahan dari penulisan tesis ini adalah dalam proses penyidikan masih ditemukan adanya berbagai bentuk pengabaian atau bahkan pelanggaran dari hak-hak tersangka , yang dilakukan oleh petugas pemeriksa ataupenyidik Polri. Di dalam penulisan tesis ini, penulis menggambarkan mengenai bagaimana penerapan hak-hak tersangka dalarn proses penyidikan suatu perkara
kejahatan dengan kekerasan oleh petugas penyidik atau pemeriksa terhadap tersangka yang diperiksanya, di Polsek Metro Cakung, termasuk bentuk-bentuk pengabaian dan pelanggarannya, serta untuk memberikan manfaat dan kegunaan bagi kepentingan ilnu pengetahuan dan ilmu kepolisian, khususnya yang berkaitan dengan kajian tentang hak tersangka dalam proses penyidikan. Untuk mengkaji hal tersebut maka dalam melakukan pemhahasan
menggunakan 5 pernyataan proposisional dari teori petukaran modern (exchange theory) yang dikemukakan oleh George C. Humans, yaitu proposisi sukses, stimulus, nilai, deprivasi-satiasi, dan restu-agresi. Kegiatan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kualitatif dengan metode studi kasus, sedangkan teknik peugumpulan data dengan menggunakan metode pengamatan terlibat, pengamatan dan wawancara. Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka berkaitan dengan penerapan hak-hak tersangka dalam proses penyidikan di Polsek Metro Cakung dapat dibagi menjadi 2 hal , yaitu yang berkaitan dengan penerapan hak tersangka dalam proses pemeriksaan, dan yang berkenaan dengan penerapan hak tersangka dalam
hal penahanan. Dalam hal penerapan hak tersangka pada proses pemeriksaan, ternyata belum dilaksanakan sepenuhnya oleh petugas pemeriksa atau penyidik,
bahkan terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak tersangka. Sedangkan untuk penerapan hak tersangka dalam penahanan, sudah diterapkan walaupun tidak sepenuhnya sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjuk Basuki
"ABSTRAK
Tesis ini mengkaji masalah interaksi dan perlakuan petugas penyidik terhadap tersangka pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas penyidik (Polri) pada satuan reserse Polwiltabes Surabaya, khususnya yang dilakukan oleh petugas penyidik yang tergabung dalam unit kejahatan kekerasan.
Kajian dalam tesis ini mencoba mengangkat dua hal pokok, yaitu tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses interaksi dan perlakuan petugas penyidik terhadap tersangka pelaku tindak pidana khususnya dalam proses pemeriksaan, sehingga berpengaruh terhadap pelaksanaan proses pemeriksaan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah
Pertama, adanya faktor-faktor yang mernpengaruhi secara positif terhadap interaksi dan perlakuan yang dilakukan oleh petugas penyidik, sehingga proses pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar. Adapun faktor-faktor tersebut ialah : 1) Adanya kesamaan nilai, tekad dan semangat dari setiap petugas penyidik untuk dapat memberantas setiap pelaku tindak pidana, khususnya terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan serta adanya motivasi dan kesamaan pandang tentang pentingnya arti keamanan dan ketertiban. ( 2 -) Adanya sikap disiplin, kepatuhan dan tanggung jawab dari setiap petugas penyidik unit kejahatan kekerasan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Kedua faktor tersebut menjadi pendorong bagi petugas penyidik untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, dalam arti bahwa petugas penyidik dapat melakukan proses pemeriksaan sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar.
Kedua, Adanya faktor-faktor yang secara negatif berpengaruh terhadap penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh petugas penyidik, sehingga akan mempengaruhi pula terhadap proses interaksi dan perlakuan petugas penyidik dalam proses pemeriksaan yang dilakukan, akibatnya proses pemeriksaan yang dilakukan tidak sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :
(1) Kurangnya pemahaman dan penguasaan terhadap tehnik dan metode pemeriksaan yang dimiliki oleh petugas penyidik;
(2) Rendahnya derajad kepekaan ( sensitivitas ) petugas penyidik dan
(3) Adanya dampak negatif dari struktur organisasi satuan reserse yang ada saat ini.
Kurangnya pemahaman dan penguasaan terhadap tehnik dan metode pemeriksaan yang dimiliki oleh petugas penyidik. Di dalam melaksanakan pemeriksaan, tehnik dan metode pemeriksaan merupakan sarana bagi petugas penyidik untuk dapat melakukan hubungan dan komunikasi dengan tersangka pelaku tindak pidana yang sedang diperiksa. Dengan tidak dikuasainya tehnik dan metode pemeriksaan dengan baik, maka proses pemeriksaan yang dilakukan akan menjurus kepada pemeriksaan yang hanya mendasarkan kepada kesewenang-wenangan atau pemeriksaan yang berdasarkan kepada kekuasaan petugas belaka. Oleh karena itu, untuk dapat mewujudkan pemeriksaan yang baik dan benar, maka perlu meningkatkan pemahaman dan penguasaan terhadap tehnik dan metode pemeriksaan yang dimiiiki oleh petugas penyidik dengan memberi kesempatan kepada mereka ( petugas penyidik ) yang belum mengikuti pendidikan kejuruan reserse untuk mengikuti pendidikan kejuruan atau melakukan sosialisasi secara intensif dan berkesinambungan tentang peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan tugasnya.
Rendahnya derajad kepekaan ( sensitivitas) dari petugas penyidik. Apabila petugas penyidik tidak lagi memiliki kepekaan terhadap perubahan sikap masyarakatnya maupun terhadap penggunaan kekerasan yang dilakukan dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap tersangka pelaku tindak pidana yang diperiksa, maka dalam melaksanakan proses pemeriksaan tersebut mereka akan cenderung untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan atau penyalahgunaan terhadap kewenangan atau kekuasaan yang mereka miliki. Penyimpangan atau penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat berupa kekerasan fisik, ancaman kekerasan, sehingga membuat tersangka merasa takut atau bahkan penyimpangan atau penyalahgunaan terhadap pelanggaran hak-hak azasi tersangka. Akibatnya proses pemeriksaan yang mereka lakukan disamping tidak profesional, juga tidak akan sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar, karena keterangan, pengakuan atau kejelasan tentang terjadinya tindak pidana yang didapat petugas pemeriksa dari tersangka ( yang diperiksa ) tersebut adalah keterangan atau pengakuan yang terpaksa diberikan, sehingga tidak dapat dijamin kebenarannya.
Adanya dampak negatif dari struktur organisasi satuan reserse yang ada saat ini. Organisasi adalah merupakan wadah atau tempat untuk meyelenggarakan berbagai kegiatan dengan penggambaran yang jelas tentang herarkhi kedudukan, jabatan serta saluran wewenang dan pertanggungan jawab. Akan tetapi didalam struktur organisasi satserse Polwiltabes yang ada saat ini justru memiliki dua unit yang mempunyai kegiatan yang nyaris hampir sama, akibatnya keberadaan dua unit tersebut mendorong timbulnya rasa kecewa atau mendorong terjadinya konflik-konflik diantara anggotanya. Dengan timbulnya konflik-konflik dan rasa kecewa diantara para petugas penyidik tersebut, maka akan mendorong pula dilakukannya penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan yang mereka ( petugas penyidik ) dimiliki. Dengan demikian, maka struktur organisasi satserse yang ada saat ini justru merupakan penghambat terlaksananya proses pemeriksaan yang sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elon Ari Kusdantoko
"Hal terpenting dalam memberikan keseimbangan terhadap kedudukan tersangka atau terdakwa dalam suatu proses peradilan pidana adalah diberikannya hak bagi tersangka atau terdakwa untuk memperoleh bantuan hukum berdasarkan Pasal 54 jo Pasal 56 KUHAP. Kedua pasal ini guna mendukung perlindungan atas hak-hak tersangka atau terdakwa lainnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68, bab VI tentang Tersangka dan Terdakwa, Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam praktek terkadang sulit melaksanakannya dengan berbagai kendala-kendala yang dihadapi, diantaranya ketiadaan akibat hukum yang jelas terhadap proses persidangan, ketidakjelasan sanksi yang dapat dijatuhkan kepada aparat yang berwenang jika tidak dilaksanakan Pasal 56 KUHAP dan adanya penolakan pendampingan penasehat hukum oleh tersangka atau terdakwa sendiri, serta kendala lainnya. Hal ini mengakibatkan pelaksanaan dari Pasal 56 KUHAP dalam prakteknya digantungkan pada kebijaksanaan para aparat penegak hukum yang bersangkutan. Contoh kasus yang menjadi obyek penelitian ini adalah kasus peradilan pidana pada kasus Risman Lakoro dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Tilamuta di Kabupaten Gorontalo. Dalam perkara pidana ini tersangka atau terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hukum baik pada tahap penyidikan maupun pada tahap pemeriksaan di persidangan. Ketidakhadiran penasehat hukum, membuat putusan pengadilan ini jauh dari rasa keadilan tersangka atau terdakwa karena setelah ia menjalani masa hukuman selama kurang lebih 3 tahun, terungkap fakta bahwa bukan ia pelaku sebenarnya. Salah satu sebab yang penting mengapa Pengadilan Negeri salah dalam mengadili terdakwa dikarenakan tersangka atau terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hukum mulai dari tahap penyidikan, sehingga hak-hak tersangka atau terdakwa dengan mudahnya dimanipulasi dan diabaikan pemenuhannya. Disayangkan kewajiban yang ditentukan dalam Pasal 56 KUHAP, masih dirasakan kurang memberikan kesungguhan dalam memberikan perlindungan bagi tersangka atau terdakwa, sehingga dalam penerapannya tidak mampu memberikan kesamaan arti bagi aparat penegak hukum sendiri dalam menerapkan ketentuan dari Pasal 56 KUHAP.

The most important thing in giving the equal balance for suspect or defendant in a criminal judicial process is by giving the right for suspect or defendant to receive legal aid based on provision 54 jo provision 56 KUHAP. Both of these provisions use to support the protection of right for the other suspect or defendant, as in provision 50 untill provision 68, chapter VI about Suspect and Defendant, Act No.8 year 1981 about code of criminal process. In practice, it’s difficult to apply it with many obstacles, among those are the lack of clear legal consequences in the trial process, the lack of clear sanction to the legal authority, if provision 56 not being done and the refusal of legal counsell presence by suspect or defendant himself, an other obstacles. This resulted on the application of provision 56 KUHAP in practice depends on the wisdom of the legal enforcement officer. The case study for this research is the criminal case of Risman Lakoro in the jurisdiction of state court Tilamuta in Gorontalo. In this criminal case the suspect or defendant is not being accompany by advocate or legal counsell whether in investigation process or in the trial process. The absence of legal counsellor made the judicial verdict is far from sense of justice of the suspect or defendant because after they did the sentences for at least three years, revealed the fact that he’s not the real criminal. One of the important factors why the state court made a mistake on processing the defendant because the suspect or defendant is not being accompany by legal counsellor from the investigation process, that made the rights of suspect or defendant easily manipulated and abandoned. Unfortunately the obligation on provision 56 KUHAP, still lack of assurance in giving the protection for the suspect or defendant, that made in application doesn’t give the same perception to the law enforcement officer in applying the rules on provision 56 KUHAP."
Universitas Indonesia, 2008
S22449
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Martiman Prodjohamidjojo
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984
345.05 MAR k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Benyamin Asri
Bandung: Tarsito, 1989
345.5 BEN h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Diyan Pratiwi
"Notaris merupakan pejabat umum yang ditunjuk langsung oleh Undang-Undang untuk membuat akta otentik. Produk akta otentik yang dibuat notaris adalah produk intektual yang merupakan cerminan dari kapital intelektual si notaris. Oleh karena itu notaris mempunyai tanggung jawab untuk merahasiakannya karena akta yang dibuatnya merupakan arsip negara. Notaris tidak dapat dituntut pertanggung jawabnya baik pidana maupun perdata apabila notaris tersebut telah menjalankan tugasnya sesuai yang terdapat pada Undang-Undang karena tugas yaitu untuk mengkostantir kata-kata yang dikemukakan oleh penghadap/klien. Maka dari itu, apabila notaris dipanggil oleh penyidik untuk diperiksa dibuatlah aturan khusus harus melalui persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris sebagaimana terdapat dalam aturaan perlaksana dari UUJN 2/2014 yaitu Permenkumham 7/2016, hal ini berbeda dari KUHAP karena adanya asas lex specialis de rogat lex generalis . Penelitian ini berbentuk penelitian yuridis normatif. Data diolah dengan menggunakan metode kualitatif dengan mendiskripsikan data berupa data primer dan data sekunder untuk kemudian dilakukan penafsiran dan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini, notaris merupakan pejabat umum yang ditugaskan membuat arsip negara yang mempunyai kewajiban untuk merahasiakannya, hal itu termasuk dalam tanggung jawab notaris dan notaris tidak dapat dituntut apabila telah menjalankan tugasnya sesuai dengan undang-undang. Terkadang, dalam aturan yang tercantum di KUHAP dengan UUJN 2/2014 dan aturan pelaksananya Permenkumham 7/2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris terdapat kesinkronan dan ketidak sinronan. Apabila terdapat ketidaksinkronan asas lex specialis de rogat lex generalis untuk memecahkan permasalahannya.

Notaries are public officials who are appointed directly by the Act to make an authentic deed. Authentic deed products made by notaries is an intellectual product that is a reflection of the intellectual capital of the notary. Therefore, the notary has responsibility to keep it a secret because the act set up such a way as. Notaries can not be sued to take responsibility such as civil and criminal when the notary was carrying out his her duties as contained in the Act because the task is to write down words submitted by clients. Therefore, when a notary called by investigators for inverstigatoring, must be approved by the Council of Honour of Notaries, as contained in the implementing rules of the UUJN 2 2014 and 7 2016 Permenkumham, it is different from the Criminal Code lex de Rogat lex generalist . This research study use normative form. Data were analyzed using qualitative methods to describe the data in the form of primary data and secondary data for later interpretations and conclusions. The results of this study, a notary is a public official who was assigned to the state archives that have an obligation to keep it confidential, it is included in the responsibilities of a notary public and can not be claimed when carrying out their duties in accordance with law. Sometimes between Criminal Code Procedure, UUJN 2 2014 and implementing rules 7 2016 Permenkumham about notary Honor Assembelies , we found ssynchronizations and unssynchronizations. When there are unssynchronizations , then we use lex de Rogat lex generalist to solved the problem."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T46900
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>