Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106604 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syah Sondang J.E.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22639
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fahad
"UU No. 5 Tahun 1999 selain mengatur permasalahan hukum persaingan usaha, juga mengatur permasalahan hukum acara dari penegakan hukum persaingan usaha. Masalah muncul dalam konteks hukum acara persaingan usaha dikarenakan adanya upaya gugatan intervensi dalam perkara keberatan di Pengadilan Negeri atas putusan KPPU. Selama ini gugatan intervensi hanya dikenal dalam hukum acara perdata sebagai salah satu bentuk pengikutsertaan pihak ketiga dalam perkara perdata. Tetapi, upaya tersebut dilakukan oleh empat pemohon intervensi dalam perkara keberatan Temasek di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan dasar bahwa adanya kepentingan hukum yang nyata dari pihak pemohon intervensi atas materi putusan KPPU dan Pasal 8 Perma No. 3 Tahun 2005.
Besides arranging the problem of competition law, UU No. 5 Tahun 1999 also arrange the problem of formal procedural law from the competiton law straightening. In the context of the competition formal procedural law, the problem arised when there is the intervention file suit in the objection case at district court for the verdict of Commision For Supervision Of The Bussiness Competition (KPPU). During the time, The intervention file suit is known in private formal procedural law only, as one of the form of the joining third party in the case. But, in the reality, the intervention file suit had been done by four intervention plaintiff in the Temasek objection case at Central Jakarta district court with the argument that there is a real law interest from the material of the verdict of the Commision For Supervision Of The Business Competotion (KPPU), and the section 8 Perma No. 3 Tahun 2005."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22569
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2004
S22981
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sijabat, Ramos Romatua
"Skripsi ini membahas bagaimana Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha mengatur tentang penetapan pasar bersangkutan terhadap perkara hukum persaingan usaha di Indonesia melalui sebuah analisis yuridis terhadap putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha perkara nomor 10/KPPU-I/2015. Penelitian ini merupakan penelitian yuridisnormatif menggunakan data primer dan sekunder.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penetapan pasar bersangkutan yang ditetapkan oleh KPPU memiliki sebuah permasalahan hukum dilihat berdasarkan data faktual terkait industri sapi yang dikaitkan dengan teori pendekatan pasar produk dan pasar geografis dan ketentuan hukum persaingan usaha di Indonesia.

This bachelor thesis discusses how the Act No. 5 Year 1999 and Komisi Pengawas Persaingan Usaha Regulations No. 3 Year 2009 define the determination of the relevant market concept against competition law cases through juridicial analysis on Decision of Komisi Pengawas Persaingan Usaha Case Number 10/ KPPU - I/ 2015. The study is normative-juridicial using primary and secondary data.
The results of this study indicate that the determination of the relevant market defined by Komisi Pengawas Persaingan Usaha conduct a legal issues seen by factual data of cattle industry related to the theory of relevant market approach to product and geographic market and Indonesia's regulation of Competition Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Antonius Jasminton
"Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang  Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah disahkan dan diundangkan pada tangal 5 Maret 1999, akan tetapi sampai saat ini menurut penulis masih ada permasalahan terkait kedudukan hukum (Legal Standing) dan permasalahan terkait domisili hukum dalam upaya hukum keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam hal Pemohon Keberatan berbeda-beda domisili hukum.
Dalam praktek, ada pelapor yang menafsirkan secara berbeda Pasal 44 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yaitu bahwa pelapor memiliki Kedudukan Hukum (legal standing) untuk mengajukan upaya hukum keberatan ke Pengadilan atas putusan KPPU yang dijatuhkan terhadap pihak Terlapor dengan cara menghubungkannya ketentuan pada Pasal 44 ayat 2 dengan Pasal 1 angka 5 yang berbunyi sebagai berikut: “Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi, padahal Kedudukan Hukum (legal standing) untuk mengajukan upaya hukum keberatan ke Pengadilan atas putusan KPPU telah diatur secara tegas dalam Pasal 2 ayat (1) Perma Nomor 3 Tahun 2005 akan tetapi pengaturan tersebut tidak menghilangkan penafsiran bahwa mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Pelapor dapat melakukan upaya hukum keberatan terhadap putusan KPPU. Domisili hukum pemohon upaya hukum keberatan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 44 ayat (2) menyebutkan bahwa Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut dan Pasal 1 angka 19 menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri adalah pengadilan di tempat kedudukan hukum usaha pelaku usaha.
Istilah kedudukan hukum usaha pelaku usaha.telah menimbulkan penafsiran yang berbeda atas defenisi kedudukan hukum usaha dan menjadi bias karena dapat saja perseroan terbatas melakukan kegiatan usaha dibanyak tempat diwilayah hukum negera Indonesia bahkan diluar negeri karena mengacu kepada penjelasan pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh Perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya yang harus dirinci secara jelas dalam anggaran dasar, dan rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak ada istilah dan pengaturan tentang kedudukan hukum usaha, yang ada adalah tempat kedudukan yang diatur dalam Pasal 17 yang menyebutkan Perseroan mempunyai tempat kedudukan di daerah kota atau kabupaten dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar dimana tempat kedudukan tersebut sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan.

Law Number 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition has been ratified and promulgated on March 5, 1999, but until now according to the author there are still problems related to legal standing and issues related to legal domicile in an effort the law of objection to the decision of the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) in the case that the Petitioners object to different legal domiciles.

In practice, there are reporting party who interpret differently Article 44 paragraph 2 of Law Number 5 of 1999, namely that the reporter has a legal standing to file an objection to the Court for objections to the KPPU's decision handed down against the Reported party by linking the provisions to Article 44 paragraph 2 with Article 1 number 5 which reads as follows: Business Actors are every individual or business entity, whether in the form of a legal entity or not a legal entity established and domiciled in the jurisdiction of the Republic of Indonesia, either and together through agreements, carrying out various business activities in the economic field, whereas the legal standing for filing an objection to the Court over the KPPU's decision has been expressly regulated in Article 2 paragraph (1) Perma Number 3 of 2005, but the regulation does not eliminate the interpretation that it refers to Law Number 5 of 1999 , The Reporting Entity may make legal remedies against the KPPUs decision.
The legal domicile of the applicant for objection legal remedies in Law Number 5 of 1999 regulated in Article 44 paragraph (2) states that Business Actors may submit objections to the District Court no later than 14 (fourteen) days after receiving notification of the decision and Article 1 number 19 states that a District Court is a court in the legal place of business of a business.
The term legal business undertaking has caused a different interpretation of the legal position of the business and is biased because it can be limited liability companies to do business in many places in the legal territory of Indonesia even outside the country because it refers to the explanation of Article 18 of Law Number 40 concerning the Company Limited mentioned that business activities are activities carried out by the Company in order to achieve their aims and objectives which must be clearly specified in the articles of association, and these details must not conflict with the articles of association. In Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies there are no terms and regulations regarding the legal status of business, which is the place of residence stipulated in Article 17 which states that the Company has a place of residence in the city or district area within the territory of the Republic of Indonesia specified in the articles of association where the domicile is at once the Companys head office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53746
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benavita Aprilia Kurnia
"Gun Jumping merupakan suatu istilah yang menggambarkan aktivitas pelaku usaha yang seolah-olah transaksi merger yang dilakukannya sudah berlaku secara sah dan efektif di mata hukum walaupun pada kenyataannya merger tersebut belum disetujui oleh otoritas persaingan usaha karena masih dalam proses peninjauan notifikasi merger. Gun Jumping merupakan suatu pelanggaran yang hanya terjadi pada negara yang menganut sistem notifikasi pra-merger atau pra-notifikasi seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Di Indonesia, tidak dikenal istilah Gun Jumping karena sistem notifikasi yang berlaku saat ini ialah pasca-notifikasi atau post-notifikasi. Pada perkembangan saat ini, pasca-notifikasi dipandang sebagai sistem notifikasi yang sudah tidak kontekstual dengan perkembangan zaman dan memiliki banyak kekurangan. Dengan adanya rencana untuk melakukan amandemen UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat maka diharapkan terjadi perubahan pada sistem notifikasi Indonesia dari pasca-merger notifikasi menjadi pra-merger notifikasi. Usulan perubahan ini merupakan hal yang wajar karena dapat memberikan kepastian hukum terutama bagi pelaku usaha. Apabila nantinya amandemen UU No. 5 Tahun 1999 telah disetujui, maka Gun Jumping akan menjadi salah satu permasalahan yang mungkin akan terjadi sebagai pelanggaran yang dilakukan pelaku merger sebelum merger disetujui oleh otoritas persaingan usaha. Selanjutnya, berhubungan dengan metode pada penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dan kepustakaan. Serta saran yang penulis berikan terhadap penelitian ini adalah dengan secara konsisten mematuhi dan menjalankan setiap prosedural yang berkaitan dengan ketentuan gun jumping.

Gun Jumping is a term that describes the activity of merging parties as if their merger transaction has been valid and effective on law provision, in fact the merger has not approved by the competition commission because it is still in the process of reviewing merger notification. Gun Jumping is a violation that only occurs in countries that have a pre-merger notification system, for example United States of America and European Union. In Indonesia with its post-notification system, the term of Gun Jumping is not familiar. Post-notification system in these era is considered out of context and has many shortcomings. With the plan to amend Law of The Republic of Indonesia No. 5 of 1999 concerning The Ban on Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, it is expected that there will be a change in Indonesia notification system from post-merger notification to pre-merger notification. This change is a reasonable because it can provide legal security, especially for merging parties. If the amendments of Law of The Republic of Indonesia No. 5 of 1999 has been approved, gun jumping is one of the problems that may occur as a violation that committed by the merging parties before the merger is approved by the competition commission. Futhermore, the method that author used for this research is juridical-normative and literature. For recommendation that author used for gun jumping problems is to consistently obey every procedure and rules that related to gun jumping provision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Valliana
"Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dibentuk untuk melindungi persaingan dan mengatasi Persaingan tidak sehat diantara pelaku usaha yaitu salah satunya adalah Kartel. Pengaturan tentang larangan perjanjian penetapan harga di Indonesia dicantumkan dalam Pasal 5 sedangkan larangan perjanjian kartel di Indonesia dicantumkan dalam Pasal 11. Kartel dapat merugikan perekonomian karena para pelaku usaha anggota kartel setuju untuk melakukan kegiatan yang berdampak pada pengendalian harga, seperti pembatasan jumlah produksi atau menaikkan biaya rata-rata produksi suatu barang atau jasa dalam suatu industri.
Penelitian dalam penyusunan tesis ini mengacu pada teori tentang campur tangan negara dalam bidang perekonomian, khususnya pengaturan pasar dalam konsep negara kesejahteraan (welfare state).
Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah normatif dengan teknik pengumpulan data sekunder dan metode analisis data kualitatif serta metode penalaran deduktif. Salah satu wadah dalam kartel adalah Asosiasi. Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) diduga melakukan praktek kartel dengan beberapa produsen ban sesuai dengan putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2014. Hal ini dilakukan dengan cara menetapkan harga untuk produk dan pemasaran ban kendaraan bermotor roda empat kelas mobil penumpang kemudian terjadi kesepakatan tidak memasarkan ban baru sehingga ban yang beredar di masyarakat atau konsumen menjadi terbatas. Hal tersebut dapat mengakibatkan harga ban di pasaran bisa naik karena banyaknya kebutuhan permintaan atas ban dengan jenisjenis mobil penumpang tersebut.
Tujuan dari penulisan ini dalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah ke-enam perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia tersebut dapat di kategorikan melakukan kartel di industri ban, dan mengetahui cara membuktikan kegiatan kartel dan perjanjian penetapan harga yang dilakukan pelaku usaha baik perorangan atau yang berbadan hukum sesuai dengan Undang Undang No. 5 Tahun1999.

Law of the Republic of Indonesia Number 5 of 1999 regarding the Prohibited Practice of Monopoly and Unfair Business Competition (?Law No. 5 of 1999?) formed to protect competition and address unfair competition of business players, one of which is the practice of cartel. The prohibition of pricing agreement in Indonesia is regulated in Article 5 of Law No. 5 of 1999 while the prohibition of cartel agreements in Indonesia is regulated in Article 11 of Law No. 5 of 1999. The existence of Cartels could harm the economy because once a cartel member agrees to undertake work that has an impact on controlling the prices of, such as limiting the number of production or raise the average cost of production of goods or services in an industry.
Research in the preparation of this thesis is based on the theory regarding intervention countries in economic affairs, especially the management of the market in the concept of Welfare State.
The Research methodology used in this thesis is normative with secondary technique data collection, qualitative analysis method and deductive reasoning method. One of the receptacles of cartel existence is an Association. In this case, the Association of Tire Manufacturers or Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (?APBI?) allegedly involved in the practice of cartel with some tire manufacturers in accordance with the KPPU Verdict No. 08 /KPPU-I/2014. This is achieved by determining the price for products and the marketing of four-wheeled vehicles in the class of passenger cars where there is an agreement not to market new tires therefore the quantity of tires in the market is limited. This may result in the market price elevation of tires because of the high demand of tires for those types of passenger cars.
The purpose of writing this was to know and to analyze the six companies in APBI whether they can be categorized as practicing cartels in tires industry, and to know how to prove cartel activities and pricing agreements in the tires industry, either by an individual or legal entities in accordance with Law No. 5 of 1999."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Aditya
"Kasasi merupakan salah satu upaya hukum dalam perkara TUN. Pada dasarnya semua perkara TUN dapat diajukan kasasi. Akan tetapi sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA, maka tidak semua perkara TUN dapat diajukan kasasi. Pembatasan kasasi yang diatur dalam Pasal 45A Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 adalah pembatasan pengajuan kasasi terhadap perkara TUN yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan. Dalam ketentuan tersebut tidak termasuk keputusan pejabat TUN yang berasal dari kewenangan yang tidak diberikan kepada daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pembatasan tersebut dilakukan melalui penetapan Ketua PTUN dan permohonan tersebut tidak dikirimkan ke MA. Ketentuan Pasal 45A Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tersebut dalam prakteknya masih menjadi perdebatan. Oleh karenanya di beberapa kasus masih terjadi perbedaan penerapan pasal tersebut, seperti dalam kasus gugatan atas Surat Perintah Bongkar Walikota Jakarta Timur dengan kasus CV Sungai Bendera Jaya. Melalui metode penelitian hukum normatif, yaitu suatu cara mengumpulkan data sekunder dengan melakukan studi kepustakaan dan analisis data kualitatif, skripsi ini akan mencoba menjawab permasalahan mengenai pembatasan terhadap perkara TUN yang dikecualikan untuk diajukan kasasi, serta prosedur penolakan terhadap perkara tersebut. Dengan adanya pembatasan perkara tersebut diharapkan dapat mengurangi penumpukan perkara di MA serta meningkatkan kualitas putusan PTUN dan PTTUN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Siswanto
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002
346.065 ARI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sianipar, Dion Michael
"Dalam waktu dekat, pemerintah melalui Kementerian BUMN akan melakukannya selesai di holding BUMN di bidang infrastruktur yang dipimpin oleh PT Hutama Karya dan sektor perumahan dipimpin oleh Perum Perumnas. Agenda prioritas pembangunan nasional dilihat sebagai salah satu faktornya urgensi pendirian BUMN holding di bidang ketenagakerjaan. Dengan adanya pembentukan holding BUMN yang akan meningkatkan aset dan kinerja BUMN, Maka tentunya peran BUMN sebagai agen pembangunan nasional Indonesia nantinya diprioritaskan. Dengan kelebihan tersebut, apakah itu menjadi holding BUMN infrastruktur dan perumahan telah melanggar undang-undang persaingan dan menghilangkan peluang bagi perusahaan swasta di pasar yang sama? Di Untuk mengkaji masalah tersebut, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan tipologi penjelas. Penulis kemudian menemukan itu Sangat penting bagi pemerintah untuk memperhatikan kesesuaian proses tersebut pendirian induk BUMN dan penyelenggaraan kegiatan usaha tetap sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta peraturan turunannya. Pada akhirnya penelitian yang dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa tindakan pembentukan Penyelenggaraan infrastruktur dan perumahan BUMN tidak melanggar UU No. 5 1999 selama tidak ada indikasi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat melalui penyalahgunaan posisi dominan seseorang menyelenggarakan infrastruktur dan perumahan BUMN. Namun jika dinilai dari Dari aspek persaingan usaha, tidak dapat dipungkiri bahwa pelaku usaha swasta dapat terancam karena keterbatasan aset dan kapasitas yang tidak sebesar holding BUMN infrastruktur dan perumahan yang terbentuk. Karena itu, karena tidak demikian adanya kewajiban memberitahukan pembentukan holding BUMN terhadap KPPU, Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan pengawasan agar hal itu terlaksana
UMN yang menyelenggarakan kegiatan usaha tetap sejalan dengan UU Persaingan Usaha juga lebih memperhatikan kepentingan pelaku usaha swasta dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah nanti.

In the near future, the government through the Ministry of State-Owned Enterprises will complete it in the BUMN holding in the infrastructure sector led by PT Hutama Karya and the housing sector led by Perum Perumnas. The national development priority agenda is seen as one of the factors in the urgency of establishing a holding BUMN in the manpower sector. With the establishment of BUMN holding that will increase BUMN assets and performance, of course the role of BUMN as agents of Indonesia's national development will be prioritized. With these advantages, does being an infrastructure and housing SOE holding company violate competition laws and eliminate opportunities for private companies in the same market? In order to study this problem, the author uses a normative legal research method with an explanatory typology. The author then found that it is very important for the government to pay attention to the suitability of the process, the establishment of a holding company for BUMN and the implementation of business activities to remain in line with Law Number 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition and its derivative regulations. In the end, the research conducted, the authors conclude that the act of forming BUMN infrastructure and housing does not violate Law no. 5 1999 as long as there is no indication of monopolistic practices and unfair business competition through the abuse of one's dominant position in operating infrastructure and housing for BUMN. However, if judged from the aspect of business competition, it cannot be denied that private business actors could be threatened due to limited assets and capacity which are not as large as the infrastructure and housing BUMN holding that was formed. Therefore, since there is no obligation to notify the formation of BUMN holding to KPPU, the Government is expected to increase supervision so that this can be doneUMN, which carries out business activities in line with the Business Competition Law, also pays more attention to the interests of private business actors in the process of procuring government goods/services later."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>