Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117070 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Herry Trismono P.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bony Daniel
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S22029
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarumpaet, Posma Paido Tua
"Dalam tulisan ini, Penulis membahas mengenai perkembangan metode pencucian uang yang dilakukan dengan menggunakan kecanggihan teknologi informasi internet. Pencucian uang merupakan cara yang dilakukan para pelaku kejahatan agar dapat menikmati harta kekayaan yang dihasilkannya dari kejahatan. Asal-usul harta kekayaan haram ini berusaha untuk dihilangkan agar tidak menarik perhatian aparat yang berwenang. Aset haram tersebut datang dari berbagai kegiatan ilegal seperti korupsi, penggelapan, perdagangan narkoba, trafficing, perjudian, terorisme dan masih banyak lagi. Pertama, si pencuci uang akan berupaya memasukkan aset haramnya ini ke dalam sistem keuangan (placement), lalu melakukan transaksi dan transfer secara berkali-kali dan berlapis-lapis untuk memastikan bahwa jejak transaksi (audit trail) terhapus/ terkaburkan (layering). Setelah dana haram tersebut terlihat seolah-olah kekayaan yang sah, barulah si penjahat dapat menggunakan dananya tersebut dengan tenang dan kembali memperluas jaringan kejahatannya, karena uang hasil kejahatan bagi para pelaku kejahatan atau organisasi kejahatan merupakan ?darah? yang menjaga agar aktivitas ilegal mereka tetap eksis (lifeblood of the crime). Modus yang dilakukan para pencuci uang ini amat beragam, mulai dari yang paling sederhana seperti penyelundupan uang tunai lintas negara, hingga modus yang paling rumit untuk memastikan bahwa penegak hukum tak lagi mampu mendeteksi uang haram tersebut. Perkembangan transaksi melalui internet membuka celah baru bagi para pencuci uang yang "cerdas" untuk menghilangkan asal-usul kekayaan haramnya. Kecepatan transfer, disintermediasi lembaga keuangan, anonimitas transaksi internet menawarkan jalur baru yang potensial jika dibandingkan metode mencuci tradisional yang telah dijaga oleh barisan anti pencucian uang. Instrumen Undang-Undang anti Pencucian Uang telah menawarkan aspek hukum pembuktian yang lebih maju dibandingkan KUHAP, namun yang menjadi pertanyaannya sekarang ialah apakah aparat penegak hukum mampu menggunakannya dalam menjerat para pelaku kejahatan pencucian uang."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S22014
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Hana Azizah
"Tindak pidana korupsi yang modusnya semakin berkembang hingga pengalihan hasil dari negara asal ke negara lain menjadi salah satu fokus utama munculnya kerjasama internasional yang kemudian melahirkan UNCAC. Melalui konvensi tersebut, dimuat 11 perbuatan yang dikriminalisasi sebagai korupsi, salah satunya Illicit Enrichment. Di samping definisinya yang sangat bervariasi di berbagai negara, ditemukan pula pendekatan pengaturan yang beragam, mulai dari pengaturan secara pidana, perdata, maupun administratif. Adapun penulisan ini menggunakan metode penelitian doktrinal atau kepustakaan dengen pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach), yakni dengan negara Hong Kong yang mengatur Illicit Enrichment secara pidana dan Australia yang mengatur Illicit Enrichment secara perdata. Untuk menghasilkan rekomendasi pengaturan Illicit Enrichment, digunakan perbandingan berdasarkan karakteristik masing-masing pendekatan yang dipandang menjadi indikator penting dalam mengatur Illicit Enrichment, yakni ruang lingkup penerapan, pembalikan beban pembuktian, instrumen yang memicu investigasi, dan sanksi. Walaupun Indonesia saat ini belum mengadopsi Illicit Enrichment yang diamanatkan UNCAC, nyatanya aparat penegak hukum menggunakan mekanisme yang dikenal dalam Illicit Enrichment sebagaimana dalam penanganan perkara gratifikasi dan pencucian uang oleh Rafael Alun Trisambodo. Melalui tulisan ini, Penulis sangat menyarankan lembaga legislatif untuk mengadopsi Illicit Enrichment dalam RUU Perampasan Aset versi terbaru, atau bahkan dalam UU PTPK.

Corruption, whose modus operandi has evolved to the transfer of proceeds from the country of origin to other countries, has become one of the main focuses of the emergence of international cooperation which later gave birth to the UNCAC. Through this convention, 11 acts are criminalized as corruption, one of which is Illicit Enrichment. In addition to the definitions that vary widely in various countries, there are also various regulatory approaches, ranging from criminal, civil, and administrative arrangements. This paper uses a doctrinal research method with a conceptual approach and a comparative approach, namely with Hong Kong, which regulates Criminal Illicit Enrichment, and Australia, which regulates Civil Illicit Enrichment. To produce recommendations for regulating Illicit Enrichment, a comparison is made based on the characteristics of each approach that are considered to be important indicators in regulating Illicit Enrichment, namely the scope of application, reversal of the burden of proof, instruments that trigger investigations, and sanctions. Although Indonesia has not yet adopted Illicit Enrichment as mandated by UNCAC, law enforcement officers have in fact used mechanisms known in Illicit Enrichment as in the handling of graft and money laundering cases by Rafael Alun Trisambodo. Through this paper, the author strongly recommends the legislature to adopt Illicit Enrichment in the latest version of the RUU Perampasan Aset, or even in the UU PTPK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1997
S21944
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sulistiandriatmoko
"Alat bukti elektronik telah diatur dalam Pasal 86 Undang-Undang Narkotika. Alat bukti elektronik tersebut selalu diandalkan pada setiap tingkatan peradilan, baik pada tingkat penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di pengadilan. Kekuatan pembuktian alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah dapat dilihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat nomor 1094/Pid.Sus/2015 PN.JKT.BRT, 13 Nopember 2015 yang memvonis terdakwa Wong Chi Ping dengan hukuman mati dan putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nomor 307/PID/2015/PT.DKI, 18 Januari 2016  juga telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat tersebut. Alat bukti elektronik yang dijadikan pertimbangan Hakim dalam memutus perkara tersebut berasal dari berkas dakwaan Jaksa dan Jaksa mendapatkan dari berkas perkara penyidikan yang diajukan oleh Penyidik BNN. Legalitas penyidik BNN melakukan penyadapan untuk mendapatkan alat bukti elektronik diatur pada Pasal 75 huruf i Undang-Undang Narkotika.


Electronic evidence is provided in Article 86 of the Narcotics Act. Such electronic evidence is always relied upon at every level of the judiciary, whether at the level of investigation, prosecution or trial in court. The strength of proof of electronic evidence as a valid evidence can be seen in the Decision of West Jakarta District Court number 1094/Pid.Sus/2015/PN.JKT.BRT, 13 November 2015 which sentenced the defendant Wong Chi Ping to death sentence and appeal decision of DKI High Court Jakarta number 307/PID/2015/PT.DKI, January 18, 2016 has also strengthened the decision of West Jakarta District Court. Electronic evidence which the Judge takes into consideration in deciding the case comes from the indictment file of the Prosecutor and the Prosecutor obtained from the file of the investigation case filed by the BNN Investigator. Legality investigator BNN intercepts to obtain electronic evidence is set in Article 75 letter i Narcotics Ac

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>