Ditemukan 48745 dokumen yang sesuai dengan query
Romadonita
2011
S22630
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Ericka Hirnanti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Thalia Prameswari
"Skripsi ini mengkaji mengenai aturan-aturan hukum yang melandasi tata cara penyusunan informed consent di Indonesia, implikasi penggunaan klausul baku informed consent dalam transaksi terapeutik untuk memenuhi prinsip perlindungan hukum dan konstruksi hukum informed consent agar memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti yang sah dan kuat dalam persidangan. Penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif-preskriptif, data penelitian dikumpulkan melalui data sekunder yang terdiri dari bahan hukum, dan data primer melalui wawancara mendalam dengan narasumber. Adapun simpulan dari penelitian ini adalah: pengaturan penyusunan informed consent diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, dan Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran Tahun 2006. Implikasi klausul baku dalam penyusunan informed consent telah meningkatkan pemenuhan prinsip perlindungan hukum karena dapat memastikan bahwa adanya hubungan dokter dan pasien dimana dokter telah memberikan informasi perihal tindakan medis dan pasien telah memberikan persetujuan secara sukarela setelah mendapatkan informasi medis dari dokter. Adapun konstruksi informed consent agar dapat memenuhi prisnsip perlindungan hukum setidak-tidaknya memuat 3 (tiga) klausul baku informed consent yaitu identitas pasien dan dokter, informasi medis berdasarkan Pasal 45 UU Praktik Kedokteran, dan tanda tangan pasien dan dokter.
This thesis examines the legal rules that underline the procedures for preparing informed consent in Indonesia, the implications of using standard clauses of informed consent in therapeutic transactions to fulfill the principle of legal protection and the legal construction of informed consent so that it has legal force as valid and strong evidence in court. This thesis is using juridical-normative methods, with descriptive-prescriptive research type, research data was collected through secondary data consisting of legal material, and primary data through in-depth interviews with source. The conclusions of this study are: arrangements for the preparation of informed consent are regulated in Law Number 29 of 2004 concerning Medical Practices, Regulation of the Minister of Health Republic of Indonesia Number 290/MENKES/PER/III/2008 concerning Approval of Medical Actions and Manual of Approval of Medical Actions 2006. The implication of standard clauses in informed consent has increased the fulfillment of the principle of legal protection because it can ensure that there is a doctor-patient relationship whereas the doctor has provided information about medical actions and the patient has given voluntary consent after receiving medical information from the doctor. The construction of informed consent in order to fulfill the principles of legal protection contains at least 3 (three) standard clauses of informed consent which is the identity of the patient and doctor, medical information based in Article 45 of the Medical Practice Law, dan the patient and doctor signatures."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Christina Satya Magdalena
"
ABSTRAKPenelitian ini membahas kelengkapan pengisian formulir persetujuan tindakan operasi di RSUD Koja Tahun 2018. Tujuan dari peneltian ini adalah untuk mendapatkan gambaran hasil analisis kelengkapan pengisian formulir persetujuan tindakan operasi. Jenis penelitian ini adalah mixed method dengan menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif dengan telaah dokumen formulir persetujuan tindakan operasi dan pengisian kuesioner oleh responden, penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian didapatkan rata-rata kelengkapan pengisian formulir persetujuan tindakan operasi RSUD Koja sebesar 76,54%. Hal ini menunjukkan bahwa kelengkapan formulir persetujuan tindakan operasi belum sesuai dengan standar RSUD Koja sebesar 100%. Hasil penelitian menunjukkan masih adanya perbedaan persepsi dalam pengisian formulir, kurangnya sosialisasi SPO, belum efektifnya pemberian umpan balik, belum ditetapkannya kelengkapan pengisian formulir persetujuan tindakan operasi sebagai standar kinerja individu, serta belum adanya sistem reward punishment. Hal tersebut dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengisian formulir persetujuan tindakan operasi di RSUD Koja.
ABSTRACTThis research discuss about the completeness of filling informed consent in surgical procedure at Koja District Hospital. The purpose of this research is to get illustration of analysis the completeness of filling informed cosent in surgical procedure. The design of this study uses mixed method which combine quantitative and qualitative. A quantitative method through document review informed consent forms through checklists and questionnaires for respondent, a qualitative method through in depth interviews. Result of this study shows that an average of completeness filling informed consent is about 76,54%. It shows that the completeness of filling informed consent has not convenient to the standard at Koja District Hospital which is about 100%. This study also reveals that there is different perception to filling informed consent, less socialization of Standard Operational Procedure, ineffectiveness of giving feedback, completeness of filling informed consent in surgical procedur has not set as standard performance of individu, the lack of reward punishment system which may be the factors contributing to completeness of filling informed consent forms in surgical procedure at Koja District Hospital."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ade Suryani
"Informed consent pada pasien paliatif, adalah sangat berperan sekali didalam pengambilan keputusan setiap dilakukan tindakan medik. Bermasalahan persetujuan tindakan medik yang timbul pada pasien ini tidak terlepas dari norma hukum yang berlaku khususnya hukum perdata karena mengingat kondisi atau keadaan penyakit pasien yang tidak dapat disembuhkan bila dihubungkan dengan tindakan medik yang dilakukan tidak sesuai dengan penyembuhan penyakit yang diharapkan pasien tindakan medik pada pasien paliatif hanya untuk meningkatkan quality of life dan meringankan penderitaan pasien sehingga pasien merasa nyaman dan tenang didalam menghadapi penyakitnya. Informed consent dalam Perjanjian therapeutik yang telah di sepakati dikenal dengan asas konsensualitas yaitu pasal 1320 KUHPer merupakan syarat sahnya suatu perjanjian sehingga mengikat secara hukum untuk kedua belah pihak bila dilakukan dengan itikad baik (pasal 1338 KUHPer). Bila terjadi penyimpangan dari perjanjian yang dilakukan, maka pihak tersebut dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara yuridis dalam pasal 50 dan 53 ayat 2 Undang-Undang No. 23 tahun 1992 bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya bertugas menyelenggarakan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan standar profesinya serta mematuhi hak pasien antara lain hak atas informasi dan hak memberikan persetujuan. Kedua hak tersebut berkaitan dengan informed consent dalam transaksi therapeutik. Pasien memiliki hak untuk mengetahui semua keadaan penyakitnya, pengobatan, tetapi tidak semua kebenaran dari informasi harus disampaikan apabila hal tersebut dapat merugikan pasien yang bersangkutan. informed consent dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum yang timbal balik, baik untuk pasien sendiri yang meminta dan menerima pelayanan kesehatan serta dokter yang melakukan tindakan medik pada pasien. Informed consent bukan hanya kewajiban moral tetapi juga kewajiban hukum yang berhubungan dengan hak-hak seseorang dan tanggungjawab individu atas pelayanan kesehatan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20455
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
R. Soedradjat Wijonomukti
"Sebuah perjanjian pada dasarnya harus memperinci secara tegas hak dan kewajiban dari para pihak. Jika tidak, akan menimbulkan banyak celah yang dapat mempengaruhi pelaksanaan dari perjanjian tersebut. Perjanjian Medis atau Informed Consent yang dilakukan oleh dokter spesialis nefrologi dengan pasien penderita gagal ginjal pada Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk umumnya sama dengan perjanjian medis atau informed consent bagian lainnya dan biasanya tanpa uraian secara terperinci. Untuk itu perlu dilakukan analisis lebih lanjut apakah isi perjanjian medis atau informed consent tersebut sudah memenuhi syarat sah perjanjian menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan apakah perjanjian medis atau informed consent itu telah melindungi kepentingan dari para pihak. Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui dan memahami keberadaan Perjanjian Medis atau Informed Consent antara dokter spesialis nefrologi dengan pasien penderita gagal ginjal pada Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk dalam kaitannya dengan pemenuhan syarat sah perjanjian menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan perlindungan kepentingan para pihak. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dan memahami bentuk penyelesaian yang dapat dilakukan jika terjadi wanprestasi terhadap pelaksanaan perjanjian medis atau informed consent. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan wawancara dengan menggunakan data sekunder baik berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa Perjanjian Medis atau Informed Consent yang dilakukan oleh dokter spesialis nefrologi dengan pasien penderita gagal ginjal pada Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk telah memenuhi syarat sah perjanjian menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Namun bila dilihat dari substansi yang diatur dalam Perjanjian Medis atau Informed consent yang tanpa uraian secara terperinci maka Perjanjian Medis atau informed consent tersebut belum melindungi kepentingan para pihak secara sempurna. Dalam pelaksanaan perjanjian medis atau informed consent apabila terjadi wanprestasi dan menimbulkan sengketa maka penyelesaian dilakukan dengan musyawarah mufakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Siregar, Brigitta Eva Sonya
"Informed consent merupakan sebuah pondasi sebelum memulai tindakan medis, sebab ia memberikan manfaat perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian medis, diantaranya penghormatan hak pasien sebagai individu dan sebagai bukti izin yang memberi kewenangan bagi dokter untuk melakukan tindakan medis. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dan preskriptif, dimana Penulis membahas pengaturan serta implementasi dari informed consent sebagai perlindungan hukum bagi dokter dan pasien melalui analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 864/PDT.G/2019/PN JKT.BRT. Bentuk penelitian adalah yuridis-normatif membahas asas dan norma yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, dengan menggunakan data sekunder sebagai hasil dari studi kepustakaan dan hasil wawancara kepada narasumber. Dari penelitian ini, ditemukan fakta bahwa pasien yang mendapat tindakan medis, tidak selamanya datang dalam keadaan sadar. Terhadap pasien sadar yang sudah diberikan informed consent juga ditemukan kendala, yakni bagaimana jika terjadi perbedaan antara diagnosis dan kenyataan pada saat tindakan sehingga perlu dilakukan tindakan life saving, hingga perluasan operasi yang sulit didapat jika keadaan pasien tidak sadar. Selain itu penelitian ini juga menemukan adanya inkonsistensi dalam penerapan tanggung jawab rumah sakit terhadap personalianya dalam hal terjadi sengketa medis yang melibatkan informed consent. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ketentuan pengenyampingan informed consent dalam life saving yang diatur Pasal 4 Permenkes 290/MENKES/Per/III/2008 pada praktiknya masih ditemukan kendala karena sulitnya pembuktian, dan berpotensi terjadi sengketa medis. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah kepada pemerintah terkhusus Kementerian Kesehatan agar membuat aturan yang mengharuskan pihak dokter untuk melakukan diskusi kepada sejawat dan/atau meminta persetujuan direktur rumah sakit, dalam hal akan melakukan tindakan medis kedaruratan yang bersifat invasif dan mempengaruhi hidup pasien. Saran ini dimaksudkan agar kedepannya posisi dokter menjadi aman dan pihak pasien mendapat opini tambahan yang menguatkan alasan dari tindakan dokter.
Informed consent is a foundation before starting medical action because it provides the benefits of legal protection for the parties to the medical agreement, including respect for patient rights as individuals and as proof of permission that authorizes doctors to carry out medical actions. This type of research is descriptive and prescriptive, in which the author discusses the arrangement and implementation of informed consent as legal protection for doctors and patients through analysis of the West Jakarta District Court Decision No. 864/PDT.G/2019/PN JKT.BRT. The form of research is juridical-normative discussing the principles and norms regulated, using secondary data and the results of interviews with source person. From this study, it was found that patients who received medical treatment did not always come conscious. Obstacles were also found for conscious patients who had given informed consent, namely what if there was a difference between the diagnosis and the reality at the time of the procedure so that life saving measures were necessary, to the extent of surgery which is difficult to obtain if the patient is unconscious. In addition, this study also found inconsistencies in the implementation of hospital responsibilities towards its personnel in the event of a medical dispute involving informed consent. This study concludes that the provision for waiver of informed consent in life saving regulated in Article 4 of the Permenkes 290/MENKES/Per/III/2008 in practice still encounters obstacles due to the difficulty of proving, and the potential for medical disputes to occur. The advice that can be given from this research is for the government, especially the Ministry of Health, to make rules that require doctors to hold discussions with colleagues and/or seek approval from the hospital director, in terms of carrying out emergency medical procedures that are invasive and affect the patient's life. This suggestion is intended so that in the future the doctor's position will be safe and the patient will receive additional opinions that strengthen the reasons for the doctor's actions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Y. Sri Yono
"
ABSTRAKTesis ini membahas pelaksanaan informed consent dilihat dari sanksi pidana (Studi Kasus di Rumah Sakit XYZ). Dokter akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan kepada pasien atau keluarga pasien. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan desain deskriptif. Penelitian ini sudah dilakukan uji menunjukkan valid dan reliabel.
Hasil penelitian menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Harapan lebih tinggi dari kenyataan pada hasil survey menunjukkan adanya potensi untuk terjadinya gugatan pidana apabila hasil terhadap tindakan kedokteran tersebut tidak sesuai dengan harapan pasien atau keluarga pasien. Wawancara terhadap dokter yang melakukan tindakan kedokteran menunjukkan adanya celah hukum dalam bentuk ketidakseragaman dokter dalam melakukan penjelasan sebelum dilakukannya tindakan kedokteran, terutama pada kelengkapan penjelasan dan alternatif tindakan lain selain tindakan kedokteran yang tidak disampaikan oleh dokter, serta pada cara dokter memberikan penjelasan yang tidak dianggap sebagai pemaksaan. Hal tersebut sangat berpotensi terhadap tuntutan hukum apabila hasil dari tindakan kedokteran yang diterima pasien tidak sesuai dengan harapan. Pasal yang dapat dikenakan kepada dokter adalah Pasal 359, 360, dan 361 KUHP.
ABSTRACTThis thesis discusses the implementation of informed consent is seen from criminal sanctions (Case Study in XYZ Hospital). The doctor will explain the medicine concerning actions to be performed to the patient or the patient's family. This study is a descriptive qualitative research design. This research has been conducted shows valid and reliable test.The results showed the existence of a gap between expectation and reality. Higher expectations than reality on the survey results indicate a potential for criminal action if the results of the medical act is not in accordance with the expectations of the patient or the patient's family. Interviews with doctors who perform medical actions indicate a lack of uniformity in the form of a legal loophole in the doctor doing medical explanation prior to the action, especially on completeness of alternative explanations and other measures in addition to measures that are not presented by a medical doctor, and the doctor to explain how that is not regarded as coercion. This is potentially the result of a lawsuit if a patient receives medical action is not in line with expectations. Articles that may apply to physicians is Article 359, 360, and 361 of the Criminal Code."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42148
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Jakarta: Rumah Sakit Pusat Pertamina; FKUI, 1991
344.041 2 INF
Buku Teks Universitas Indonesia Library
J. Guwandi
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
344.041 GUW h
Buku Teks Universitas Indonesia Library