Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168504 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ahmada Ken Aqshal Rakaisindhu Kesuma Yunus
"Disparitas putusan hakim dalam mengadili perkara yang menggabungkan gugatan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, penyatuan pengaturan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi dalam Buku III KUHPerdata, yang menimbulkan tumpang tindih pemahaman terhadap perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Dampak dari hal tersebut adalah penggabungan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi dalam satu gugatan. Faktor kedua adalah tidak terdapat pengaturan yang tegas mengenai kumulasi objektif dalam hukum positif di Indonesia. Kedua faktor tersebut menyebabkan ketidakseragaman pemahaman hakim terhadap kumulasi gugatan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi, yang menghasilkan putusan-putusan yang saling bertentangan. Perbandingan pertimbangan hakim dalam menerima atau menolak kumulasi gugatan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi serta identifikasi berbagai unsur yang harus dipertimbangkan hakim dalam mengadili perkara kumulasi gugatan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi merupakan masalah utama yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini menghasilkan sebuah perbandingan pertimbangan hakim dalam menerima atau menolak kumulasi gugatan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi serta mengidentifikasi serta menganalisis berbagai unsur yang harus dipertimbangkan hakim dalam mengadili perkara kumulasi gugatan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat ketidakharmonisan pertimbangan hakim dalam mengadili perkara kumulasi gugatan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Selain itu, berdasarkan unsur-unsur yang diidentifikasi dan dianalisis, kumulasi gugatan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi seharusnya ditolak.

The disparity in court decisions in adjudicating cases that combine tort and breach of contract are caused by two main factors. Firstly, the unification of regulations of tort and breach of contract in Book III of the Indonesian Civil Code, which causes inharmonious understanding of tort and breach of contract. The impact of this is the combination of tort and breach of contract in one lawsuit. The second factor is that there are no clear and strict regulations regarding objective cumulative lawsuit in Indonesian civil procedural law. These two factors lead to a non-uniformity in judges’ understanding of cumulative lawsuit of tort and breach of contract, which result in conflicting decisions. Comparison of the judges’ considerations in sustaining or overruling cumulative lawsuit of tort and breach of contract and identification of various elements that judges must consider in ruling cases of cumulated tort and breach of contract claims are the main issues in this paper. By using normative juridical research methods, this paper compares the judges’ considerations in sustaining or overruling cumulative lawsuit of tort and breach of contract, identifies and analyzes various elements that judges must consider in ruling cases of cumulated tort and breach of contract claims. Based on the results, this paper concludes that there is disharmony in the judges’ considerations in ruling cases of cumulated tort and breach of contract claims. In additon, based on the identified and analyzed elements, cumulative lawsuit of tort and breach of contract should not be approved."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mantik, Gabriel Seraf
"ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang kumulasi gugatan objektif perbuatan melawan hukum (PMH) dan wanprestasi yang kemudian dikaitan dengan eksepsi obscuur libel. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif. Yang menjadi bahan analisis dalam skripsi ini adalah sengketa antara PT World Simulator Technology dan PT Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia (PT. Garuda Indonesia) yang diputus dalam putusan Putusan no 397/PDT.G/2006/PN.JKT PST dan No 24/PDT/2008/PT. DKI. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa kumulasi gugatan objektif perbuatan melawan hukum (PMH) dan wanprestasi, tidaklah dilarang dalam ketentuan hukum acara perdata, walaupun memiliki syarat-syarat tertentu. Putusan dalam kasus yang dianalisis menyimpulkan bahwa dalam sengketa tersebut, tidak adanya kumulasi gugatan objektif perbuatan melawan hukum (PMH) dan wanprestasi. Dan dalam kaitan dengan eksepsi obscuur libel, meskipun dalam gugatan tidak terdapat kumulasi objektif, namun hakim tidak serta merta memutuskan bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) melainkan majelis hakim memilih diantara keduanya, yaitu bahwa perbuatan yang dilakukan oleh tergugat merupakan wanprestasi.


ABSTRACT

This research is focus on the Objective Cumulation of Tort and Non-Fulfilment Lawsuit which connected to obscuur libel exception. Normative juridical method is used to analyze the case ini this reserach. The case that is used in this reserach is the conflict/case between PT World Simulator Technology and PT Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia (PT Garuda Indonesia) in verdict number registration 397/PDT.G/2006/PN.JKT PST and number 24/PDT/2008/PT.DKI. Eventhough the objective cumulation of tort and non-fulfilment lawsuit is not forbidden based on civil law procedure, but it has certaintly conditions. The result of the research conclude that this case, doesn’t have objective cumulation of tort and non-fulfilment lawsuit. In connected with obscuur libel exception, although in that case doesn’t have objective cumulation, but the judge is not spontaneous to decide that the lawsuit is doesn’t accepted (niet onvankelijk verklaard) and the judge select that the action which is defendant have been done is non-fulfilment.

"
Universitas Indonesia, 2014
S56980
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kayla Arisya Andini
"Skripsi ini akan membahas mengenai dua bentuk gugatan perdata yang terdapat pada perkara terkait surat pemesanan unit apartemen. Surat pemesanan unit apartemen merupakan dokumen pengikat antara calon pembeli dan pelaku pembangunan ketika jual beli terjadi saat apartemen belum dibangun atau dalam tahap pemasaran. Surat ini merupakan salah satu objek gugatan yang lazim ketika perkara tersebut didasari dengan terlewatnya batas serah terima unit apartemen oleh pelaku pembangunan. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan perbandingan. Atas adanya beberapa miskonsepsi akan dasar-dasar gugatan wanprestasi dan PMH, maka penelitian ini akan membahas peraturan-peraturan terkait surat pemesanan unit apartemen, unsur-unsur dalam gugatan yang berbentuk wanprestasi dan PMH serta perbedaannya, dan pertimbangan hakim. Analisis yang dilakukan dalam penulisan ini didasari dengan studi kasus pada dua putusan dengan gugatan wanprestasi dan dua gugatan putusan PMH yang nantinya akan menggambarkan perbedaan keadaan gugatan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian pada penulisan ini dapat disimpulkan bahwa bentuk gugatan yang terdapat pada perkara terkait surat pemesanan unit apartemen sejatinya berbentuk wanprestasi sebab hubungan hukum yang terdapat pada pembeli dan pelaku pembangunan didasari oleh perikatan jual beli yang tertuang pada surat pemesanan unit apartemen.

This thesis will discuss two forms of civil lawsuits contained in cases related to apartment unit reservation letters. Apartment unit reservation letter is a binding document between prospective buyers and development actors when the sale and purchase occurs when the apartment has not been built or is in the marketing stage. This letter is one of the common lawsuit objects when the case is based on the missed deadline for the handover of apartment units by the development actor. This paper is prepared using doctrinal research method with comparative approach. Due to some misconceptions about the basics of default and tort lawsuits, this research will discuss regulations related to apartment unit reservation letters, elements in a lawsuit in the form of breach of contract, tort and their differences, and the judge's consideration. The analysis conducted in this paper is based on a case study of two decisions with default lawsuits and two tort lawsuits which will illustrate the differences in the circumstances of the lawsuit. Based on the results of the research in this paper, it can be concluded that the form of lawsuit contained in cases related to apartment unit reservation letters is actually in the form of default because the legal relationship between buyers and development actors is based on the sale and purchase agreement contained in the apartment unit reservation letter."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam suatu pelayanan kesehatan, timbul suatu hubungan
hukum antara dokter dan pasien. hubungan ini merupakan
suatu perikatan yang obyeknya berupa pelayanan medis untuk
penyembuhan pasien yang dilakukan oleh dokter yang dikenal
sebagai hubungan terapeutik yang digolongkan kedalam
inspanningsverbintenis yaitu suatu perikatan yang
prestasinya berupa suatu usaha yang sungguh-sungguh dan
usaha keras. Dalam hal tenaga medis melakukan suatu
tindakan yang bertentangan dengan standar profesi maupun
peraturan perundangan yang menimbulkan kerugian pada
pasien, maka tenaga medis tersebut telah melakukan suatu
perbuatan malpraktek. Malpraktek merupakan suatu bentuk
perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata yang pada
umumnya melibatkan banyak pihak seperti dokter, perawat,
rumah sakit dan bahkan pemerintah selaku instansi
penyelenggara pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dalam
tulisan yang berbentuk case study ini penulis membahas
mengenai perlindungan terhadap pasien di Indonesia
berdasarkan hukum positif yang ada dan bagaimana
pertanggungjawaban pihak yang melakukan malpraktek. Dalam
putusan pengadilan yang dibahas dalam tulisan ini penulis
menemukan bahwa gugatan yang diajukan ke pengadilan
seringkali tidak dapat diterima karena adanya kekurangan
dalam gugatan tersebut yang pada umumnya terkait dengan
tidak lengkapnya para pihak yang digugat, tidak jelasnya
kesalahan para tergugat dan kurang lengkapnya alat bukti
yang dibutuhkan dalam persidangan."
Universitas Indonesia, 2006
S22234
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Mahaningrum
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S21504
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nandira Sekar Guamaharani
"Dalam kegiatan pinjam meminjam (pemberian kredit), jaminan merupakan faktor yang sangat penting bagi Kreditur untuk mendapatkan kepastian dilunasinya hutang oleh Debitur. Jaminan yang umumnya dikehendaki dalam praktek adalah yang berbentuk jaminan kebendaan berupa tanah berdasarkan pertimbangan nilai benda jaminan. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT), tanah dan benda-benda yang berkaitan atas tanah dijaminkan dengan suatu lembaga jaminan Hipotik. Dalam praktek Hipotik saat itu, jarang sekali para pihak menempuh pembebanan Hipotik secara langsung, yang hampir selalu terjadi adalah melalui kuasa memasang Hipotik. Namun, pada dasarnya Surat Kuasa Memasang Hipotik hanya merupakan sarana ke arah pembebanan Hipotik. Kreditur baru akan memasang Hipotik apabila ada indikasi Debitur akan cidera janji. Hal itu dilakukan dengan pertimbangan bahwa melalui kuasa memasang Hipotik, Kreditur dapat sewaktu-waktu memasang Hipotik pertama, kedua, dan seterusnya. Selain itu pula, proses penandatanganan Akta Hipotik sampai dengan keluarnya sertipikat Hipotik memerlukan waktu yang lama serta biaya yang mahal. Sesuai dengan Pasal 1168 KUH Perdata, pembebanan Hipotik hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkuasa memindahtangankan benda yang dibebani Hipotik, dan menurut Pasal 1171 KUH Perdata hanya dapat dilakukan dengan suatu akta otentik (akta Notaris). Agar dapat dijadikan sebagai alas hukum yang sah, terhadap pembebanan Hipotik harus dilakukan pendaftaran pada Badan Pertanahan untuk dibuatkan aktanya, dan kemudian dibuatkan sertipikatnya. Sertipikat inilah yang kemudian menurut hukum dapat digolongkan sebagai suatu lembaga jaminan yang dapat dieksekusi secara serta merta untuk memperoleh pelunasan hutang Debitur. Tanpa dilakukannya pendaftaran, Hipotik/Hak Tanggungan tidak memiliki kekuatan hukum apapun baik terhadap Kreditur ataupun pihak ketiga."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2008
S24559
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasya Riris Edelia
"Penelitian ini membahas mengenai perbuatan Notaris yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum. Notaris diduga melakukan perbuatan melawan hukum karena menahan sertipikat hak atas tanah milik penghadap/klien. Hal ini sering sekali terjadi dan kebanyakan merugikan notaris dan menyebabkan tercemarnya nama baik Notaris walaupun Notaris yang bersangkutan ternyata tidak bersalah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah mengenai kewenangan notaris terhadap penahanan sertipikat dalam rangka pengurusan untuk melaksanakan pengikatan jual beli dan dampak penahanan sertipikat hak atas tanah sebagai perbuatan melawan hukum Notaris berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 976/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Brt. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dan tipologi penelitiannya adalah eksplanatoris. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pengumpulan data sekunder yang diperoleh dengan studi kepustakaan. Hasil analisa penelitian ini adalah dalam rangka pengurusan untuk melaksanakan pengikatan jual beli, Notaris memiliki kewenangan untuk menyimpan dokumen yang berupa alas hak milik penghadap yang akan diurus haknya tersebut dan perbuatan yang dilakukan oleh Notaris HL dalam kasus ini sudah sesuai dengan wewenangnya. Penahanan dokumen alas hak atas tanah yang dilakukan oleh Notaris dalam putusan ini bukan merupakan perbuatan melawan hukum karena Notaris justru melakukan perbuatan yang didasarkan kepada perjanjian yang dibuat oleh para pihak dan sesuai ketentuan Pasal 16 ayat 1a UUJN. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang menyatakan bahwa gugatan penggugat (Tuan AK) tidak dapat diterima (niet onvanklijk ver klaard), sudah tepat karena gugatan Tuan AK tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan notaris tidak harus memberikan ganti rugi terhadap pihak manapun akibat perbuatan penahanan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penguasaan fisik tanah milik Tuan AK.

This research discusses the actions of a notary who is suspected of committing an unlawful acts (act against the law). The notary is suspected of having committed an unlawful acts because the notary holds a certificate of land rights belonging to the tapper (claimant)/client. This happens very often and is mostly detrimental to the notary and causes the reputation of the Notary to be tarnished even though the Notary concerned is found to be innocent. The issues raised in this thesis are regarding the authority of the notary to hold certificate for the arrangement of the sales and purchase agreement and the impact of the detention of the certificate of land rights as an act against the law of a notary based on the West Jakarta District Court Decision No.976/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Brt. The research method used in this thesis is a normative juridical research, and the research typology is explanatory. The data used in this research is secondary data collection obtained by literature study. The results of the analysis of this research are that in terms of the management of the certificate for the sales and purchase agreement, the notary has the authority to keep documents in the form of platters whose rights will be taken care of and the actions committed by the Notary HL in this case are in accordance with their authority. The detention of documents (document retention) on the basis of land rights committed by a notary in this verdict is not an act against the law because the notary is actually committing an act based on an agreement made by the parties and in accordance to Article 16 paragraph 1a of Law on Notary Position (UUJN). The verdict of the Panel of Judges at West Jakarta District Court which states that the appellants/claimant's (Mr. AK) claim cannot be accepted (niet onvanklijk ver klaard), is correct because Mr. AK's lawsuit does not have a strong legal basis and the notary does not have to provide compensation against any party due to the detention of documents relating to the physical control of Mr. AK's land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Cipta
"Citizen Lawsuit atau Gugatan Warga Negara memiliki arti Citizen Lawsuit atau Actio Popularis, gugatan warga Negara kepada penyelenggara Negara yang tidak menjalankan kewajiban hukumnya untuk menyelenggarakan Negara sesuai dengan hukum yang berlaku. yakni umum yang memuat pengertian, gagasan pokok, karakteristik serta unsur-unsur. Citizen Lawsuit mempunyai keterikatan dengan bidang hukum perdata khususunya perikatan yakni perbuatan melawan hukum (PMH) dari aspek yang dilannggap, dan hubungannya dengan penguasa sedikit mempunyai ikatan dengan hukum administrasi mengenai hal perbuatan melawan hukum oleh penguasa yang melanggar. Keberadaan doktrin Citizen Lawsuit di Indonesia berawal dari penemuan hukum (rechtsvinding). Pengakuan terhadap Citizen Lawsuit ini ada melalui pendapat para ahli hukum yang dalam hal ini adalah hakim sehingga diangkat sebagai sumber hukum formiil, mengingat peraturan tertulis belum ada. Dalam doktrin Citizen Lawsuit belum diatur secara khusus dan eksplisit konsep ini dimulai dengan adanya gugatan mengenai Imigran Indonesia yang dideportasi oleh Pemerintah Malaysia ke Kalimantan Timur Indonesia.
Skripsi ini mengangkat kasus antara Warga Negara dan Pemerintah tentang sengeketa adanya perbuatan melawan hukum oleh PT. PLN (Persero) sebagai tergugat serta David. M.L. Tobing dan Agus Soetopo sebagai Penggugat dalam menggugat haknya sebagai warga negara yang telah dilanggar oleh negara dengan adanya tindakan pemadaman listrik bergilir secara sepihak. Hal lainnya ialah mencermati kemungkinan-kemungkinan dari penerapan konsep Citizen Lawsuit ini dalam praktek peradilan di Indonesia yang pengaturannya melihat pada peraturan-peraturan perundang-undang yang ada dengan mengsinergiskan terhadap konsep dan doktrin Citizen Lawsuit.

Citizen Citizen Lawsuit or Class Action Lawsuit has a meaning or actio popularis Citizen, a citizen suit to the organizers state that does not run its legal obligation to hold the State in accordance with applicable law. namely general load sense, central idea, the characteristics and elements. Citizen Lawsuit have some attachment to the field of civil law in particular engagements which tort (PMH), and its relationship with the authorities have little legal ties to the administration of this unlawful act by the authorities. The existence of the doctrine of Citizen Lawsuit in Indonesia started from legal discovery (rechtsvinding). Citizen Lawsuit recognition of this there is through the opinions of legal experts in this case is the judge so appointed as a source of formal law, given that there are no written rules. In Citizen Lawsuit doctrine has not been specifically and explicitly set this concept began with a lawsuit regarding the Indonesian imigrants who were deported by the Government of Malaysia to East Kalimantan, Indonesia.
This thesis is lifting cases between citizens and government about the dispute over the existence of an unlawful act by PT. PLN (Persero) as a defendant and David. M.L. Tobing and Agus Soetopo as plaintiffs in suing their rights as citizens who have been violated by the state by the act of rotating power cuts unilaterally. The other thing is to examine the possibilities of applying the concept of Citizen Lawsuit in practice the judiciary in Indonesia which settings look at the rules and regulations of existing laws to synergize to the concepts and doctrine Citizen Lawsuit."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S218
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>