Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153334 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Marcelina Resti Permata
"Penyimpangan sosial yang banyak terdapat pada hampir seluruh negara adalah prostitusi atau tindakan pelacuran. Prostitusi memang selalu ada dalam kehidupan masyarakat sejak ribuan tahun yang lalu. Tindakan prostitusi merupakan cerminan negatif dari masyarakat, sebab hal tersebut merupakan salah satu penyakit masyarakat yang sulit diberantas secara menyeluruh. Dalam rangka mencegah dan memberantas pelanggaran terhadap praktek-praktek prostitusi di Kota Tangerang, maka Pemerintah Daerah Kota Tangerang menetapkan suatu kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran. Hal ini juga tercermin dari motto Kota Tangerang yaitu "Akhlakul Karimah". Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan studi pustaka. Hasil dari penelitian ini bahwa implementasi dari Perda ini telah berhasil memberantas tindakan prostitusi di Kota Tangerang. Namun demikian, masih banyak ditemukan indikasi dari perbuatan yang melanggar Perda tersebut yaitu dalam bentuk kasus perselingkuhan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya sanksi yang mengatur tentang perbuatan perselingkuhan.

There are many features of social deviance in almost all countries is prostitution or acts of prostitution. Prostitution has always existed in society since thousands of years ago. The act of prostitution is a negative reflection of the society, because it is one of social disease that is difficult to eradicate completely. In order to prevent infraction of the practice of prostitution in Tangerang, thus Tangerang Government then assign a policy contained in the Regional Regulation No. 8 of 2005 about the Prohibition of Prostitution. This is also reflected byTangerang motto is "akhlakul Karimah". This research used a qualitative approach with in- depth interviews and literature. Results from this research that the implementation of this regulation has been successfully eradicate prostitution in Tangerang. However, there are many indications of an act that violates the law is in the form of affair cases. This is due to the absence of sanctions governing act of affair cases."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S45063
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siti Mutmainah
"Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran adalah suatu Undang-Undang yang mengatur tentang tindak pidana pelacuran, dimana dalam penerapannya masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah untuk mengetahui Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran bertentangan atau tidak dengan ketentuan perundang-undangan lain yang kedudukannya lebih tinggi dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang ada, mengenai penafsiran unsur “perilaku mencurigakan” pada pasal 4 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Tangerang No.8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran, dan implementasi proses penindakan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah Kota Tangerang No.8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran. Ketiga hal tersebut akan dianalisa dengan menggunakan UUD 1945, KUHP dan KUHAP, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses penindakan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah tentang pelarangan pelacuran. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang mengacu pada peraturan perundang-undangan agar dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas dan penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini juga membahas putusan Nomor Register 24/Pid/Tip/06 terdakwa Mega, dengan hasil keputusan terdakwa telah melanggar Perda tersebut dan dikenai sanksi denda subsider kurungan. Dalam implementasi penerapan Perda ini memang sudah sesuai dengan KUHAP, tetapi masih banyak kekurangan secara teknis yang seharusnya dilakukan oleh aparat penegak hukum agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dalam menjalankan Perda. Di dalam Perda ini juga terlihat adanya kekurang sinkronan antara ketentuan yang dilarang dengan penindakan atau pemberian sanksi bagi pelanggar."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S22240
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirdel Boy
"Adegium menyatakan bahwa umur pelacuran seumur dengan keberadaan umur manusia di muka bumi, oleh karena itu keberadaannya seringkali sulit sekali untuk ditanggulangi. Kota Tangerang sebagai kota industri memang mempunyai daya tarik tersendiri bagi wanita yang berurbanisasi untuk mencari pekerjaan ketika mereka tersisih dan tidak mendapat pekerjaan akibat terbatasnya pendidikan dan keterampilan maka alternatif pekerjaan yang menjadi pilihan ialah telibat sebagai pelacur.
Oleh karena itu hasil penelitian ini difokuskan pada masalah EFEKTIVITAS PERDA NO. 8 TAHUN 2005 TENTANG PELARANGAN PELACURAN DI KOTA TANGERANG (Analisa Terhadap Usaha Menaggulangi Masalah Pelacuran dan Pornografi), di mana penelitian bertujuan untuk mengetahui implementasi Perda No 8 Tahun 2005, sejauh manakah mampu menekan angka pelacuran di kota Tangerang, dan dampak positif dan negatifnya bagi masyarakat Kota Tangerang.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode hukum normatif dengan pendekatan kualitatif, yang mengharuskan peneliti melibatkan dirinya dalam kehidupan dari masyarakat yang diteliti. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara dan observasi terhadap masyarakat umum Kota Tangerang, responden dari lembagal institusi, Praktisi lainnya yang bergerak di bidang penanganan masalah pelacuran di Kota Tangerang, para pelacur yang tertangkap dan dimasukan ke Panti Rehabilitasi Karya Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo Jakarta Utara
Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk implementasi. Perda No 8 Tahun 2006 ialah pengenaan saksi pidana dalam Pasal 9 yang berfungsi untuk menjerakan para pelanggar ketentuan Perda No.8 Tahun 2005, Hasil nyatanya, bisa dilihat dari menurunnya jumlah angka pelacuran, dan juga dari mereka yang telah dibina umumnya hanya 10% saja yang kembali menjadi pelacur dan dikirim kembali ke Panti Rehabilitasi Sosial Karya Wanita Mulya Jaya. Adapun dampak positif bagi masyarakat ialah berkurangnya gangguan keamanan dan ketertiban di Kota Tangerang dan dampak negatifnya ialah perlu "extra energi" dari Satpol PP Kota Tangerang dan menurunnya omset para pedagang yang tempatnya dijadikan tempat transaksi bagi pelacur."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18228
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soedjono
Bandung: Karya Nusantara, 1977
306.74 Soe p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarko Budiyanto
"ABSTRAK
Sebagaimana diketahui, undang-undang yang mengatur mengenai pengawasan
ketenagakerjaan sudah ada sejak tahun 1951, yaitu dengan disahkannya Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia. Dan bersamaan dengan itu pula undang-undang yang mengatur tentang Otonomi Daerah telah mengalami berbagai perubahan mulai dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah sampai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Konsekuensi dengan adanya perubahan peraturan di bidang otonomi daerah tersebut nampaknya mempunyai dampak terhadap pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam salah satu ketentuan dalam Pasalnya juga telah mengamanatkan untuk diadakan pengaturan lebih lanjut mengenai mekanisme pengawasan ketenagakerjaan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan baik Pusat atau
Daerah dengan Peraturan Presiden. Namun Peraturan Presiden tersebut sampai dengan tesis ini dibuat belum ditetapkan oleh Presiden dalam bentuk Peraturan Presiden. Sejalan dengan semakin kompleks permasalahan di bidang ketenagakerjaan dan terjadi pula perubahan paradigma pengaturan di bidang pemerintahan daerah, nampaknya telah terjadi perbedaan pemahaman dalam rangka menafsirkan kewenangan di bidang pengawasan ketenagakerjaan di antara pihak yang terkait (Perusahaan, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Pusat). Perusahaan menganggap telah terjadi tumpang tindih kewenangan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat, karena perusahaannya walaupun telah diperiksa oleh aparat Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, masih juga di periksa oleh aparat Pemerintah Pusat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Pemerintah Daerah menganggap bahwa dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bidang Pengawasan Ketenagakerjaan sudah merupakan kewenangan Daerah. Sebaliknya Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menganggap bahwa Pemerintah Pusat masih mempunyai kewenangan dalam melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan. Untuk itu tesis ini akan membahas mengenai pengawasan ketenagakerjaan dalam rangka otonomi daerah dengan melihat dari sisi peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan ketenagakerjaan dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan di bidang Pemerintahan Daerah.
"
Jakarta: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia;, ], 2007
T37617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mustofa
1977
S6132
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parluhutan, Tumbur
"ABSTRAK
Asas Desentralisasi yang diberikan kepada daerah Kabupaten/Kota adalah salah satu cara untuk membuat daerah agar dapat mandiri, dengan mengatur dan mengelola potensi daerah berdasarkan aspirasi rakyat. Pelaksanaan otonomi daerah diberbagai kabupaten/Kota disambut dengan gembira, hal ini merupakan paradigma baru dalam perkembangan pemerintahan di daerah yang selama ini bersifat sentralistik. Pencabutan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pemerintahan Daerah digantikan dengan Undang_undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan tonggak kemandirian daerah. Pemerintah Daerah berwenang mengatur daerahnya sendiri berdasarkan desentralisasi, yakni pelimpahan beberapa wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sementara dilain pihak, Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 ini dalam prakteknya di daerah cenderung bersifat etnosentrisme, yakni adanya semangat kedaerahan yang berlebihan yang mengakibatkan timbulnya suatu fenomena disharmonis penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat. Disharmonis ini ditandai dengan adanya ketidakpatuhan seorang Kepala Daerah Tingkat II kepada Kepala Daerah Tingkat I, pembuatan Peraturan Daerah yang bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi dan tidak populistik atau membebani masyarakat.
Implementasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 cenderung diinterpretasi oleh pemerintahan daerah sekehendak hati asal dapat memperoleh Pendapatan Asli Daerah yang dikontribusi kepada APBD. Penerbitan Peraturan Daerah yang berifat membebani masyarakat dan pelaku usaha itu berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, yang dalam pembangiannya tidak merata oleh karena perbedaan potensi wilayah. Semakin besar potensi wilayah (misalnya, sumber daya alam)semakin tinggi dana perimbangan yang diterimanya.
Selanjutnya dikaitkan dengan perdagangan bebas, Indonesia telah meratifikasi ketentuan tentang GATT dan masuk menjadi anggota WTO. Dalam ketentuan GATT tersebut cenderung untuk menghilangkan segala hambatan dalam perdagangan dan jasa, yang sangat bertentangan sekali dengan beberapa pemerintah daerah di Indonesia yang justeru membuat hambatan berupa pembuatan Perda yang membebani masyarakat atau pelaku usaha, misal Perda tentang retribusi pengangkutan hasil produksi pertanian yang melewati batas wilayah antar Kabupaten/Kota. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, diharapkan dapat mengurangi permasalahan di daerah yang tentunya dengan pengawasan yang lebih ketat terhadap produk hukum suatu daerah dan tidak lupa pula peran serta masyarakat yang diatur di dalam pasalnya tentang pembuatan Peraturan Daerah tersebut.
Dari penelitian ini menunjukkan, adanya hubungan yang erat antara pembuatan Peraturan Daerah dengan berkembangnya investasi di suatu daerah, sebab dengan penertiban Perda tersebut, pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk memungut retribusi dan pajak daerah yang membebani masyarakat atau pelaku usaha yang berakibat, sehingga Pelaku usaha cenderung melarikan modalnya ke daerah yang tidak mempersulit usahanya, bahkan memindahkan usahanya ke manca negara, misal seperti negara Vietnam. Selain keterbatasan sumber daya alam dan sumber daya manusia, masalah interpretasi dan sifat etnosentrisme sangat mempengaruhi pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan daerahnya, yang dalam hal ini sangat perlu diperhatikan Pemerintah Pusat untuk memperbaiki keadaan tersebut agar dapat menarik investor sebanyak-banyaknya di daerah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan rakyat."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firdaus Faisal Merdekawan Susanto
"Dewasa ini keberadaan penanaman modal asing (foreign direct investment) memainkan peran yang signifikan bagi suatu negara. Selain untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan modal negara, penanaman modal asing (foreign direct investment) juga dapat mendorong peningkatan kesejahteraan suatu masyarakat, Oleh karenanya dalam pengaturan Foreign Direct Investment harus dilakukan secara tepat yang bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional suatu negara. Pada umumnya praktik kepentingan nasional dalam pengaturan Foreign Direct Investment adalah dalam bentuk negative list (daftar negatif investasi). Namun daftar negatif investasi suatu negara juga dapat berubah-ubah tergantung arah kebijakan penanaman modal yang diambil oleh negara. Seperti Negara Indonesia yang ditemukan perbedaan dalam daftar bidang usaha tertutup penanaman modal sebelum berlakunya Undang-Undang Cipta dan Setelah berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja. Telebih dengan dibukanya investasi asing minuman beralkohol di Indonesia yang kemudian menuai pro dan kontra di masyarakat. Hal ini memberikan pemahaman bahwa tarik-menarik konsepsi kepentingan nasional dalam pengaturan Foreign Direct Investment masih terus terjadi. Dalam penelitian ini juga menganalisis contoh kepentingan nasional dalam Foreign Direct Investment Minuman Beralkohol di Negara Malaysia. Penelitian ini dipaparkan untuk mengetahui bahwa tidak ada pengaturan khusus yang standar dan spesifik dalam mendefinisikan suatu kepentingan nasional dalam kaitannya Foreign Direct Investment. Kepentingan nasional merupakan bentuk untuk mempertahankan pengendalian atas sebuah negara, sehingga kepentingan nasional digunakan untuk mempertahankan integritas teritorialnya (physical), mempertahankan rezim ekonomi-politiknya (political), serta memelihara sosial budaya sebagai bentuk dari identitas kulturalnya (cultural identity). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan. Adapun bahan-bahan penelitian yang terdiri atas bahan hukum dan nonhukum dilakukan dengan cara studi dokumen hukum dan studi kepustakaan.

Today, a country's ability to attract foreign direct investment (FDI) is critical. In addition to fulfilling the interests and needs of state capital, foreign direct investment can also encourage an increase in the welfare of a society. In general, the practice of national interests in managing foreign direct investment is in the form of a negative list (negative investment list). However, a country's negative investment list can change depending on the direction of the country's investment policy. Like the State of Indonesia, differences were found in the list of investment-closed business fields before the entry into force of the copyright law and after the entry into force of the job creation law. Especially with the opening of foreign investment in alcoholic beverages in Indonesia which then reaped the pros and cons in society. This provides an understanding that the tug-of-war between the conception of national interests and the regulation of foreign direct investment is still going on. This study also analyzes examples of national interests in foreign direct investment alcohol drink in the Malaysia Country. This research is presented to find out that there are no special standards or specific arrangements for defining a national interest in relation to foreign direct investment. National interest is a form of maintaining control over a country, so national interest is used to maintain its territorial integrity (physical), maintain its political-economic regime (political), and maintain social culture as a form of its cultural identity (cultural identity). The research method used in this study is normative-juridical, using a statue approach, a conceptual approach, and a comparative approach. The research materials, which consist of legal and non-legal materials, are carried out by studying legal documents and literature studies."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>