Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72828 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan, 1995
346.048 DEP s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pengayoman, 2002
346.048 IND u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gianna Larenta
"Dalam tesis ini, Penulis akan membahas legalitas penyiaran web konser langsung melalui Instagram Live. Undang-undang Hak Cipta Indonesia No. 28 Tahun 20 tidak secara khusus mengatur tentang aktivitas penyiaran web. Oleh karena itu, akan ada penjelasan tentang pemahaman terhadap aktifitas penyiaran web dan bagaimana penyiaran web terhadap konser dapat dilakukan tanpa melanggar hak cipta. Dari sini, doktrin Penggunaan yang Wajar disertakan dalam diskusi dengan alasan bahwa doktrin ini merupakan batasan terhadap pelanggaran hak cipta. Dibandingkan dengan Amerika Serikat, dalam Hukum Hak Cipta Indonesia tidak ada faktor spesifik yang mengatur penerapan doktrin Penggunaan yang Wajar. Oleh karena itu, penulis akan menafsirkan artikel tentang doktrin penggunaan wajar yaitu Pasal 43 - Pasal 51 untuk mengetahui Pasal yang paling relevan untuk permasalahan ini.

In this thesis, Author will be discussing on the legality of webcasting a live concert through Instagram Live. Indonesian Copyright Law No. 28 Year 20 does not specifically regulate on the activity of webcasting. Therefore, there will be an elaboration on which understanding does webcasting belongs to and how webcasting a live concert can be conducted without having to create any copyright violation. From here, Fair Use Doctrine is included in the discussion knowing that this doctrine is as a limitation towards a copyright liability. In comparison to the United States, within the Indonesian Copyright Law there are no specific factors that regulates on the applicability of Fair Use doctrine. Therefore, author will interpret on articles concerning fair use doctrine which are Article 43 ndash Article 51 to see the most relevant Article for this matter. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sudargo Gautama
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998
346.048 SUD k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Handi Nugraha
"Penelitian tentang perlindungan hak moral dalam UU hak cipta ini pada awalnya timbul karena adanya rasa penasaran penulis atas pernyataan dari International Intellectual Property Allience (IIPA) yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 24 (2) Jo. Pasal 55 (c),(d) UUHC 2002, telah melebihi ketentuan Article 6bis(l) Konvensi Berne yang mengatur tentang hak moral, sehingga perlu direvisi. Selanjutnya, penulis juga melihat terdapat kejanggalan dalam pengaturan hak moral dalam UUHC 2002, di mana dalam penjelasan umum UUHC 2002 ini disebutkan bahwa Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights) . Di sini, hak moral diartikan sebagai hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan (inalienable rights). Sedangkan bila merujuk Pasal 3 UUHC 2002 menunjukkan bahwa hak cipta merupakan hak kebendaan yang dapat beralih atau dialihkan berdasarkan hal-hal tertentu baik seluruhnya ataupun sebagian. Ini menunjukkan bahwa telah terjadi kerancuan konsepsi mengenai hak moral dalam UUHC 2002. Terlebih tidak ada satu pasal pun yang mengatur hak moral bagi palaku dalam UUHC 2002. Lalu bagaimanakah konsep hak moral itu sesungguhnya, dan benarkah ketentuan hak moral dalam UUHC 2002 telah melebihi Pasal 6bis Konvensi Berne?. Berdasarkan hasil penelitian, konsepsi hak moral ternyata tidaklah sama meskipun di negara-negara yang menjadi anggota Konvensi Berne, baik dari segi sifat maupun ruang lingkupnya. Bahkan, di negara asal konsepsi hak moral ini yaitu Perancis, pengaturan hak moral jauh melebihi ketentuan dalam Konvensi Berne. Sehingga, rekomendasi IIPA tersebut di atas adalah sangat tidak relevan. Selain itu, Hak moral ternyata tidak sama dengan hak cipta dan juga bukan merupakan bagian dari hak cipta. Hak moral lebih merupakan hak pelengkap atau hak tambahan {additiona1 rights) bagi pencipta dan/atau pelaku."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T36588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hamonangan, Salomo Harvard
"Di era modernisasi ini, kita bisa melihat bahwa ada perkembangan teknologi yang pesat. Dengan teknologi, kita bisa terhubung dengan informasi global secara leluasa melalui adanya akses internet berkecepatan tinggi, baik kabel maupun nirkabel melalui segala jenis gadget. Pada dasarnya, informasi sangat penting bagi pelaksanaan fungsi keamanan nasional. Harus ada teknologi, yang menjamin keamanan informasi. Salah satu teknologi untuk menjamin keamanan informasi ini dikenal sebagai enkripsi. Berdasarkan kejadian di atas, penelitian ini akan menganalisis pembahasan yang sedang berlangsung tentang bagaimana hukum positif Indonesia melihat teknologi enkripsi yang merupakan bagian dari dual-use goods, dapatkah teknologi enkripsi diklasifikasikan sebagai invensi paten, seberapa besarkah peran pemerintah dalam menangani teknologi enkripsi jika enkripsi termasuk bagian dari invensi paten, dan bagaimana hukum paten melindungi kepentingan ekonomi pemegang paten, termasuk pemegang paten teknologi enkripsi jika enkripsi termasuk dalam invensi paten. Pertama, penelitian ini akan menjelaskan apakah teknologi enkripsi dapat dipatenkan atau tidak. Penelitian selanjutnya akan mendekati isu tersebut melalui hukum positif yang ada di Indonesia, khususnya hukum Paten Indonesia. Kemudian menjelaskan jawaban atas pertanyaan penelitian dalam menentukan sejauh mana peran pemerintah dalam masalah ini dan bagaimana hukum paten melindungi kepentingan ekonomi pemegang paten.

In this era of modernization, we can see that there is a rapid development of technology. With technology, we can get connected to global information freely through the existence of high speed internet access, both wired and wireless through all kinds of gadget. Basically, information is fundamentally very important to the implementation of national security function. There must be a technology, which assures the safety of information. One of the technologies to secure information is known as encryption. Based on the aforementioned elaboration, this research analyzes the on going discussion of how does Indonesian positive law see the encryption technology which is part of the dual use goods, can encryption technology be classified as an invention of patent, to what extent is the government role in dealing with encryption technology, and how does the patent law protect the economic interest of patent holder, including encryption technology patent holder. First this research will explain whether encryption technology is patentable or not. The research would further approach the issue through prevailing positive law in Indonesia, especially Indonesian Patent Law. It will then strive to find the answers to the research questions on determining to what extent is the government role in this matter and how does the law protect the economic interest of patent holder.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S67112
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Talitha Zhafira Audrina
"Memasuki era globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak yang cukup besar dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, masyarakat erat kaitannya dengan dunia digital sebagai media untuk mendapatkan informasi secara cepat dan signifikan. Perkembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi ini tentu juga memberi perubahan terhadap hukum, terutama hukum kekayaan intelektual. Salah satu hukum kekayaan intelektual yang ikut berkembang seiring dengan perkembangan zaman adalah mengenai hak cipta. Hak cipta juga erat kaitannya dengan royalti yang merupakan bentuk perwujudan nyata dari hak ekonomi yang dihasilkan oleh pencipta atas ciptaannya itu sendiri. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 juga telah dijelaskan mengenai royalti yang merupakan imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait. Berkaitan dengan royalti hak cipta, akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan keputusan hakim dalam Putusan Nomor 1622/Pdt.G/2023/PAJB yang pada intinya adalah dikabulkannya tuntutan pembagian royalti hak cipta sebagai harta bersama. Kasus tersebut bermula dari gugatan cerai yang dilayangkan oleh Inara (istri) kepada Virgoun (suami, yang merupakan musisi) melalui Pengadilan Agama Jakarta Barat. Dalam gugatan tersebut, terdapat 7 (tujuh) tuntutan dan salah satu tuntutannya adalah untuk memberikan royalti kepada Inara terhadap 3 (tiga) lagu Virgoun. Kemudian, Pengadilan mengabulkan gugatan Inara secara penuh termasuk dengan tuntutan untuk memberikan royalti sebesar 50% kepada Inara. Hal ini terjadi karena pembuatan 3 (tiga) lagu tersebut oleh Virgoun terinspirasi dari Inara dan juga anak-anaknya. Kasus tersebut menjadi pembicaraan hangat masyarakat dikarenakan kasus tersebut digadang-gadang yang menjadi kasus pertama di Indonesia yang dikabulkan secara penuh tuntutan pembagian royalti hak cipta atas harta bersama. Dalam penelitian ini akan membahas mengenai keterkaitan royalti hak cipta dengan harta bersama dalam perkawinan, yang mana menjadi polemik di masyarakat atas dasar hukum dari keterkaitan dua hal tersebut dan juga berkaca langsung pada kasus nyata dalam Putusan Nomor 1622/Pdt.G/2023/PAJB. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan yuridis normatif dan menggunakan tipologi penelitian deskriptif-analitis. Penelitian ini menemukan bahwa memang benar adanya royalti hak cipta dapat menjadi objek dalam perkawinan, namun terdapat beberapa catatan untuk hakim untuk memutus mengenai pembagian besaran royalti dan juga mengenai aturan pemanfaatan, pengelolaan, dan pengalihan royalti pasca putus perkawinan.

Entering the era of globalization, the development of science and technology has a significant impact on social life. In living their daily lives, people are closely related to the digital world as a medium for obtaining information quickly and significantly. These developments in science and technology of course also bring changes to law, especially intellectual property law. One of the intellectual property laws that has developed along with the times is regarding copyright. Copyright is also closely related to royalties which are a real form of manifestation of economic rights generated by the creator of his own creation. In Law Number 28 of 2014, royalties are also explained, which are compensation for the use of the economic rights of a work or product related rights received by the creator or owner of related rights. Regarding copyright royalties, recently, Indonesian society has been shocked by the judge's decision in Decision Number 1622/Pdt.G/2023/PAJB, which in essence is the granting of the demand for distribution of copyright royalties as joint property. The case started with a divorce lawsuit filed by Inara (wife) against Virgoun (husband, who is a musician) through the West Jakarta Religious Court. In the lawsuit, there are 7 (seven) demands and one of the demands is to provide royalties to Inara for 3 (three) Virgoun songs. Then, the Court granted Inara's lawsuit in full, including the demand to provide 50% royalties to Inara. This happened because Virgoun's creation of these 3 (three) songs was inspired by Inara and her children. This case became a hot topic of discussion among the public because it was predicted to be the first case in Indonesia where the demand for distribution of copyright royalties on joint property was fully granted. This research will discuss the relationship between copyright royalties and joint assets in marriage, which has become a polemic in society based on the legal basis of the relationship between these two things and also reflects directly on the real case in Decision Number 1622/Pdt.G/2023/PAJB. This research was carried out with a normative juridical approach and used a descriptive-analytical research typology. This research found that it is true that copyright royalties can be an object in marriage, but there are several notes for the judge to decide regarding the distribution of the amount of royalties and also regarding the rules for utilization, management and transfer of royalties after the breakup of the marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>