Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77170 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Natania Rosalina
"Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan perceraian hanyalah merupakan pengecualian dari prinsip kekal abadinya perkawinan, sehingga pada prinsipnya UU Nomor 1 Tahun 1974 sejauh mungkin menghindarkan terjadinya perceraian. Akan tetapi UU Perkawinan tetap mengatur mengenai putusnya perkawinan berserta akibatakibatnya dalam Bab VII Undang-Undang ini. Dalam tulisan ini diangkat dua pokok permasalahan yaitu bagaimanakah akibat hukum putusnya perceraian menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 khususnya terhadap hak asuh anak serta bagaimanakah Putusan Pengadilan mengenai kasus perselisihan dalam menentukan hak asuh anak beserta analisis yuridisnya.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder, baik dari Undang-Undang maupun berbagai literatur. Dengan metode tersebut dapat dilihat bahwa Perceraian akan membawa akibat-akibat hukum terhadap hubungan suami isteri maupun terhadap harta benda perkawinan dari suami isteri tersebut. Akibat hukum yang terpenting adalah terhadap anak. Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 dengan terjadinya perceraian maka akan timbul pemeliharaan anak atau penguasaan anak yang secara de facto akan dipegang oleh salah seorang dari kedua orang tuanya, meskipun keduanya tetap sebagai pemegang kekuasaan orang tua. Hal inilah yang sering menimbulkan perselisihan antara kedua orang tua karena keduanya merasa berhak untuk mengasuh dan merawat anak-anak mereka.
Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 memang tidak secara jelas dikatakan siapa dari kedua orang tua yang berhak untuk melakukan penguasaan terhadap anak mereka. Akan tetapi dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa penguasaan anak haruslah dilakukan demi kepentingan si anak. Oleh sebab itu dalam Putusan-Putusan Pengadilan yang menjadi pertimbangan dalam menentukan hak asuh anak adalah kepentingan si anak. Untuk menentukan pihak orang tua yang mana yang berhak mendapatkan hak asuh atas anaknya pertimbangan sosiologis dan psikologis juga bisa menjadi pertimbangan bagi Hakim."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S22049
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nashir Achmad
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S20011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florence Vidya Widjaja
"Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa serta dapat melanjutkan generasi dengan memperoleh keturunan. Kewajiban orang tua untuk menjaga keharmonisan dalam keluarga, karena keharmonisan dalam rumah tangga merupakan hal yang terpenting untuk berkembangnya anak secara jasmani maupun rohani. Namun perkawinan tidak selalu dapat berjalan dengan harmonis, pada kenyataannya tidak sedikit perkawinan yang putus karena terjadinya perceraian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dasar pertimbangan oranq tua yang bercerai mendapatkan hak asuh atas anak dibawah umur dan memahami akibat hukum yang timbul apabila orang tua yang memperoleh kuasa asuh terhadap anak tidak dapat memenuhi kewajibannya setelah terjadinya perceraian.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan bersifat yuridis normative dengan tinjauan terhadap hukum perkawinan. Data yang digunakan adalah data sekunder dan analisa dilakukan secara kualitatif dengan menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penetapan hak asuh anak dibawah umur akibat putusnya perkawinan karena perceraian orang tuanya guna mengetahui kesesuaian peraturan dengan kenyataan.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan tanggung jawab orang tua setelah terjadinya perceraian tidak menyebabkan hapusnya kekuasaan orang tua, sedangkan untuk anak yang masih di bawah umur akan berada dalam asuhan ibunya sedangkan biaya pemeliharaan akan menjadi tanggung jawab bapak dan apabila bapak tidak mampu, maka pengadilan akan menentukan bahwa ibu akan ikut memikul biaya pemeliharaan tersebut. Namun dalam hal-hal tertentu hakim dapat menetapkan hak asuh jatuh kepada bapak, apabila ibu dari anak tersebut berkelakuan buruk dan tidak dapat menjadi orang tua yang baik bagi anaknya.
Apabila orang tua yang mendapatkan hak asuh tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya, sedangkan orang tua yang lain yang tidak mendapatkan kuasa asuh juga melalaikan kewajibannya, maka didasarkan pada kepentingan yang terbaik bagi anak tersebut, maka pengadilan dapat mencabut kekuasaan orang tua terhadap anak dan mengangkat seorang wali bagi anak tersebut. Pencabutan kekuasaan ini menyebabkan hilangnya hak orang tua atas anak, tetapi tetap tidak mengurangi kewajiban orang tua untuk membiayai pemeliharaan Serta pendidikan. anaknya yang' masih dibawah umur tersebut sampai anak itu dewasa atau dapat berdiri sendiri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16537
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Andiana Astari
"Perkembangan masyarakat dewasa ini memudahkan terjadinya hubungan antar-manusia di mana interaksi dan komunikasi lebih terasa luas, tanpa mengenal batas-batas wilayah daerah maupun negara. Fenomena tersebut menciptakan suatu dampak baru bagi kehidupan antara sesama anggota masyarakat, antara lain, terbukanya jenjang hubungan menuju rumah tangga yang terjadi diantara pria dan wanita yang berbeda latar belakang kewarganegaraan. Kecenderungan ini sebenarnya sudah lama dikenal sebagai perkawinan internasional, yang melibatkan dua orang yang berbeda kewarganegaraan. Di sebutnya perkawinan tersebut sebagai perkawinan internasional disebabkan Pasal 57 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan membatasinya sebagai perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan di mana salah satu pihak berkewarganegaraan asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Adanya fenomena hukum tersebut menimbulkan konsekuensi hukum terhadap kedudukan anaknya jika perkawinan tersebut putus akibat perceraian, khususnya dalam situasi isteri tidak mengikuti kewarganegaraan suami adalah jiKa kedudukan anak tidak dipersengketakan dalam kasus perceraian tersebut, kedudukan hukum anak akan ditentukan secara mufakat oleh kedua belah pihak, yaitu mengikuti kedudukan hukum bapak atau ibunya. Akan tetapi, jika terjadi sengketa, hakim lebih mempertimbangkan aspek kualifikasi dan karakter pribadi yang subtantif di antara bapak atau ibunya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20475
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Frully
"Penelitian mengenai putusnya perkawinan karena perceraian dan Perjanjian Penyerahan Rumah ini adalah merupakan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan tipe penelitian yang bersifat deskriptif dan evaluatif terhadap pelaksanaan Undang-undang Perkawinan jo Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan dan Buku Ketiga tentang Perikatan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Putusnya perkawinan karena perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilan dan dihadapan Hakim yang berwenang. Perceraian hanya dapat dilakukan apabila terdapat alasan-alasan yang diatur secara limitatip dalam ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Sebelum proses perceraian berlangsung Hakim wajib lebih dahulu mendamaikan kedua belah pihak. Apabila alasan untuk bercerai tidak termasuk dalam salah satu alasan yang diatur maka Hakim dapat menolak untuk menjatuhkan putusan cerai. Dalam putusnya perkawinan karena perceraian tidak ada peraturan yang melarang suami isteri yang akan bercerai mengadakan perjanjian yang berkaitan dengan harta benda yang dimiliki suami atau isteri sebelum terjadi proses perceraian. Perjanjian Penyerahan Rumah yang dibuat para pihak merupakan perikatan bersyarat karena pelaksanaannya ditangguhkan terhadap sesuatu hal yang akan terjadi. Perjanjian yang dibuat harus memenuhi keempat syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPer yaitu kata sepakat, cakap, hal tertentu dan sebab yang halal. Dalam Surat Tanda Penyerahan Rumah dinyatakan bahwa Misno akan menyerahkan rumahnya setelah putusan cerai mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Misno menolak menyerahkan rumahnya dengan alasan bahwa perjanjian telah ia batalkan sebelum jatuh putusan cerai. Perjanjian dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi salah satu syarat sahnya perjanjian. Karena Surat Tanda Penyerahan Rumah sah secara hukum maka sikap penolakan Misno merupakan tindakan wanprestasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16329
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dini Herdianti
"Perkawinan campuran yang dilaksanakan di Indonesia akan sah apabila mengikuti aturan dalam Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta ketentuan-ketentuan dalam peraturan pelaksanaanya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bagaimana status/kedudukan anak yang dilahirkan dalam perkawinan campuran berdasarkan Undang-Undang Perkawinan. Akibat hukum apa yang akan terjadi pada anak yang lahir dari perkawinan campuran apabila hubungan kedua orang tuanya berakhir dengan perceraian.
Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Jenis data yang digunakan data sekunder. Metode analisis penelitian adalah metode kualitatif sehingga menghasilkan data yang evaluatif analisis.
Sahnya suatu perkawinan akan mengakibatkan anak yang lahir dalam atau sebagai akibat dari perkawinan tersebut juga menjadi anak yang sah. Perceraian pada perkawinan campuran yang dilaksanakan menurut Undang-Undang Perkawinan, mengikuti ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan serta ketentuan-ketentuan dalam peraturan pelaksanaannya. Akibat perceraian pada perkawinan campuran, selain menyangkut masalah hubungan terhadap istri/suami dan harta bersama, juga menyangkut masalah pengasuhan anak, di mana hukum anak yang dilahirkan dari atau dalam perkawinan campuran akan mengikuti hukum kewarganegaraan ayahnya.
Akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian pada kedua orang tua tidak mengakibatkan berakhirnya kekuasaan orang tua tapi menimbulkan pengasuhan terhadap anak. Pengaturan dan penerapan di bidang perkawinan khususnya masalah pengasuhan anak apabila terjadi perceraian pada perkawinan campuran harus dibuat lebih sempurna lagi yang tidak memberatkan pihak ibu apabila hak pengasuhannya berada di tangan ibu. Pengetahuan para penegak hukum di lembaga-lembaga peradilan khususnya peradilan agama harus lebih ditingkatkan lagi sehingga para hakim dapat menciptakan temuan hukum yang dalam penerapannya tidak akan mendapatkan kesulitan apabila terjadi perkawinan antara mereka yang berbeda kewarganegaraan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16326
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putut Wisanggeni
"Sebagai makhluk sosial manusia selalu berinteraksi dengan sesamanya dan salah satu akibatnya adalah mereka membentuk keluarga dengan perkawinan. Sebagai subyek hukum, setiap perbuatan yang dilakukannya akan menimbulkan tanggung jawab hukum termasuk perkawinan baik terhadap suami isteri itu sendiri, anak-anak yang dilahirkan, harta yang didapat selama perkawinan dan masyarakat sekitar dimana pasangan suami isteri itu menetap. Namun adakalanya perkawinan tersebut berakhir karena perceraian, sehingga menimbulkan masalah hukum terhadap keempat hal tersebut di atas, terutama akibatnya terhadap kedudukan harta perkawinan, pengurusannya menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Kemudian bagaimana pandangan badan peradilan terhadap kedudukan harta perkawinan tersebut apabila terjadi perceraian, karena ternyata UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur hal ini dengan menyerahkan pengurusannya kepada hukumnya masing-masing, yaitu hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya, yang mempunyai perbedaan satu dengan lainnya, sehingga untuk mengetahuinya dengan benar dan mendapatkan hasil yang bersifat evaluatif-analitis.
Dalam tesis ini kami menggunakan metode penelitian kepustakaan, dan didukung kasus mengenai gugatan harta gono gini mantan pasangan suami isteri Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa yang diperiksa dan diputus Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan mengingat pihak yang berperkara adalah Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa yang dianggap tunduk pada hukum perdata barat, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut menggunakan ketentuan Pasal 128 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Barat yang mengatur apabila terjadi putus perkawinan karena perceraian, atas harta perkawinan tersebut harus dibagi dua antara suami isteri. Dengan demikian Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberikan putusannya dengan benar dan tepat berdasarkan ketentuanketentuan yang diatur dalam UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T37758
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adina Nurhayatun
"Perkawinan antar warga negara Indonesia dengan warga negara asing banyak terjadi di Indonesia. Pada asasnya perkawinan haruslah berlangsung kekal dan bahagia, namun bagaimana jika terjadi perceraian dalam perkawinan campuran terutama pada saat anak masih di bawah umur, apakah peraturan perundang-undangan yang ada telah melindungi anak dan bagaimana kedudukan anak akibat perceraian dalam perkawinan campuran? Anak sebagai generasi penerus dan tunas harapan bangsa perlu mendapatkan jaminan perlindungan yang merupakan haknya tanpa ada perbedaan status sosial, politik dan agama. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan sewajarnya baik jasmani maupun rohani, maka diperlukan peraturan yg dapat melindungi mereka dari segala kemungkinan yang berakibat buruk. Perlindungan yang diberikan berlaku juga bagi anak dari perkawinan campuran. Adanya perbedaan kewarganegaraan dari orang tuanya (ibunya) menimbulkan persoalan tersendiri bagi kedudukan anak mengingat perbedaan hukum dari orang tuanya. Sebagai contoh kasus perkawinan campuran dalam skripsi ini dimana pengasuhan dan pemeliharan anak diberikan kepada ibunya. Walaupun anak dalam pemeliharaan ibunya tapi ayahnya tetap bertanggung jawab atas biaya pemeliharaan dan pendidikan anak. Untuk kewarganegaraannya Undang-Undang Perlindungan Anak juga sudah mengatur yaitu demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya maka kewarganegaraan Indonesia bisa diperoleh anak, dengan demikian perlindungan terhadap anak dan kedudukan anak tetap terjamin."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21173
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naura Niyomi
"Harta Benda Perkawinan adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Harta Benda Perkawinan ini terdiri dari 2 macam, yaitu Harta Bersama dan Harta Bawaan. Harta Bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung baik karena pekerjaan suami atau pekerjaan istri. Sedangkan Harta Bawaan adalah harta yang diperoleh oleh masing-masing suami atau istri baik sebagai hadiah atau warisan. Di dalam Undang-Undang Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sehingga diharapkan terjadinya perceraian dapat dihindari, karena Undang-Undang menganut prinsip mempersukar terjadinya perceraian.
Yang menjadi pokok permasalahan dalam penyusunan tesis ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai perceraian menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bersama menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bawaan menurut Undang-Undang Perkawinan; dan bagaimanakah pelaksanaan pembagian Harta Benda Perkawinan (Harta Bersama) apabila terjadi perceraian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research), dimana bahan-bahan yang diperlukan diperoleh dengan mempelajari teori mengenai perkawinan, khususnya mengenai pembagian Harta Bersama Perkawinan apabila terjadi perceraian dari sumber-sumber tertulis, seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, referensi maupun makalah yang terdapat di perpustakaan yang berkaitan dengan judul tesis ini.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa perceraian biasanya membawa akibat hukum terutama terhadap Harta Benda Perkawinan, baik terhadap Harta Bersama maupun Harta Bawaan. Apabila terjadi perceraian, maka menurut Undang-Undang Perkawinan Harta Bersama akan dibagi menjadi 2 banyak yang sama besar, yaitu: ½ bagian untuk suami dan ½ bagian lagi untuk istri.
Sedangkan Harta Bawaan suami istri tersebut akan kembali ke masing-masing pihak yang mempunyai harta tersebut, kecuali jika ditentukan lain, yaitu dengan membuat Perjanjian Perkawinan. Masalah Pembagian Harta Benda Perkawinan inilah yang sampai saat ini masih menjadi pokok perdebatan apabila terjadi perceraian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T14471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>