Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63123 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitorus, Lily Evelina
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S22303
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amnawaty
"ABSTRAK
Dalam istilah kriminologi crimes atau tindak pidana lebih dikenal dengan sebutan kejahatan. Kejahatan yang secara nyata ada di masyarakat jauh lebih banyak dari kejahatan yang secara nyata ada di dalam aparat statistik aparat keamanan. Kenyataan lain yang juga terdapat di masyarakat adalah meningkatnya angka kejahatan baik secara kualitas maupun kuantitas, begitu juga dengan modus operandi kejahatan tersebut yang semakin canggih dan profesional. Modus operandi yang kovensional sudah lama ditinggalkan. Para pelaku kejahatan terdiri dari orang-orang yang tidak berpendidikan sampai ke orang-orang yang berpendidikan yang lebih dikenal dengan sebutan ?kerah putih?. Para pelaku kejahatan terdapat hampir di semua bidang kehidupan mulai dari kejahatan di bidang harta benda, bidang jiwa dan badan, kejahatan bidang perbankan, kejahatan dalam bidang pertahanan keamanan, kejahatan bidang keuangan negara, dan laian-lain. Realitas kejahatan tersebut meningkat dari tahun ke tahun.
Dari hasil penelitian, dapatlah dipahami bahwa telah terjadi perbincangan yang panjang di antara para fuqaha dari berbagai mazhan tentang tindak pidana pencurian. Dari berbagai perbincangan di antara para fuqaha dari berbagai mazhab dan aliran tersebut dapat diketahui bahwa para fuqaha telah menyepakati tiga hal tentang pencurian, yaitu adanya pelaku pencurian, adanya perbuatan mengambil suatu harta, dan adanya unsur pengambilan secara diam-diam.
Para fuqaha tidak sepakat tentang beberapa hal seperti tentang hirz, tentang nisab, tentang syubhat. Selain itu, dapat diketahui semua mazhab dan aliran menyepakati tentang batas pemotongan tangan adalah dari pergelangan tangan sampai ke jari-jari tangan. Terkecuali mazhab Syiah Imamiyah yang mensyaratkan pemotongan tangan adalah pemotongan empat jari-jari tangan kanan, kecuali ibu jari. Dan, bila dilakukan pemotongan kaki, kaki yang dipotong adalah jari dan telapak kaki kecuali tumit kaki. Selain itu, semua mazhab dan aliran mengakui alat pembuktian yang utama adalah pengakuan (ikrar) dan saksi sedangkan qorinahy sumpah, dan pengetahuan hakim, masing-masing mazhab berbeda pendapat. Dengan demikian, dapatlah penulis kemukakan bahwa para fuqaha sepakat tentang masalah tindak pidana pencurian yang pokok-pokoknya saja, tetapi berselisih pendapat tentang yang furu\ Akan tetapi, perbedaan tersebut bukanlah suatu keburukan melainkan suatu berkah yang menandakan bahwa hukum Islam bukanlah sesuatu yang kaku, yang sempit dan tidak manusiawi. Bahkan, sebaliknya hukum Islam dengan perbedaan pendapat itu menandakan ?kelenturan? hukum Islam, tetapi tetap tidak meninggalkan nilai-nilai kepastian hukumnya sehingga kesan bahwa hukum Islam yang kejam sudah sepantasnya ditiadakan.
Supaya pemerintah menerapkan suatu policy yang memberlakukan hukum pidana Islam dan memasukkannya kedalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang KUHP, khususnya tentang pencurian dan menjadikan hukuman potong tangan sebagai straf minima dan hukuman mati sebagai straf maksima bagi pelaku pencurian yang didahului, disertai dan diikuti oleh tindak pidana lain. Dengan ancaman hukuman yang demikian diharapkan suatu pidana tanpa penjara akan terwujud dan tindak pidana pencurian akan berkurang.
Agar supaya pemerintah memperluas wewenang Pengadilan Agama yaitu sampai pada hal-hal yang berhubungan dengan masalah eksekusi hukum pidana Islam. Karena selama ini Pengadilan Agama hanya mengurusi hal-hal yang berhubungan dengan hokum Perdata Islam. Agar supaya masyarakat atau Ulama memahami dan mendalami makna kajian filosofis yang dikemukakan oleh fiikaha kontemporer."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T36469
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adami Chazawi
Bandung: Alumni, 2006
345.023 ADA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S21988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmeang, Kenya Kisizenia
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S22615
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Rosalin
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S22366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha
"Pemerintah memiliki tujuan yang baik untuk melindungi pihak konsumen yang biasanya berada dalam posisi lemah dengan menetapkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Dengan ditetapkannya UUPK maka perbankan sebagai pelaku usaha harus mematuhi ketentuan UUPK dalam memberikan produk dan jasa kepada nasabahnya khususnya berkaitan dengan pembuatan perjanjian kredit.
Berdasarkan hal tersebut diatas penulis melalui penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan data yang dapat dianalisis secara kualitatif sehingga hasilnya bersifat deskriptif kualitatif. Beberapa pokok permasalahan yang dibahas adalah membahas mengenai pengaturan perlindungan konsumen (nasabah) dalam UU Perbankan, analisis yuridis perlindungan konsumen (nasabah) terhadap ketentuan klausula baku dalam perjanjian kredit pada PT. Bank UFJ Indonesia yang mana terdapat klausula baku yang tidak sesuai dengan Pasal 18 UUPK antara lain mengenai penarikan fasilitas kredit, bunga, perubahan hukum. Membahas upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Debitur manakala Bank masih tetap menggunakan klausula baku yang dilarang oleh Pasal 18 UUPK dalam pembuatan perjanjian kreditnya.
Sehingga penulis berkesimpulan bahwa penerapan perlindungan nasabah telah diatur dalam undang-undang yang bersifat sektoral yaitu UU No. 10 Th. 1998 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Th. 1992 Tentang Perbankan, serta PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Produk Bank dan penggunaan Data Pribadi Nasabah dan PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Masih adanya penggunaan klausula baku yang dilarang dalam Pasal 18 ayat (1) huruf (g) dan Pasal 18 ayat (1) huruf (f) UUPK dalam perjanjian kredit yang dibuat oleh PT. Bank UFJ Indonesia. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Debitur manakala Bank masih menggunakan ketentuan yang dilarang oleh Pasal 18 UUPK adalah melalui pengadilan atau diluar pengadilan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S22455
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariman Satria
"ABSTRAK
Di Indonesia ada 2 putusan pengadilan terkait dengan pemidanaan korporasi dalam tindak pidana korupsi yakni Putusan PT GJW dan Putusan PT CND. Dalam kedua putusan itu, kesalahan (mens rea) korporasi dinyatakan terbukti sehingga dikenai pertanggungjawaban pidana. Kajian ini difokuskan pada cara pembuktian kesalahan korporasi dalam tindak pidana korupsi. Untuk mengurai permasalahan maka kajian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan dua pendekatan yakni pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, dalam menentukan kesalahan korporasi, menitikberatkan pada kesalahan yang dilakukan oleh pengurus korporasi, seperti direktur. Sehingga kesalahan direktur adalah juga sebagai kesalahan korporasi. Kedua, bila dikaitkan dengan teori pertanggungjawaban pidana korporasi maka majelis hakim pada dua perkara korupsi tersebut telah mengadopsi teori identifikasi. Ketiga, perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara dan dilakukan oleh direktur sebagai pengurus dianggap sama dengan yang dilakukan oleh korporasi. Keempat, mengenai sanksi pidana pokok, dalam dua putusan a quo adalah sama yakni pidana denda. Kelima, dalam putusan PT GJW selain pidana pokok, korporasi juga masih dikenai pidana tambahan berupa penutupan seluruh atau sebagian perusahaan. Sedangkan dalam putusan PT CND tidak ada sama sekali sanksi pidana tambahan yang dikenakan kepada terdakwa. Keenam, kedua putusan tersebut, tidak memuat pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti, padahal sebagaimana diketahui bahwa salah satu cara memulihkan kerugian keuangan negara adalah melalui pidana pembayaran uang pengganti."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2018
364 INTG 4:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Suprihadi
"ABSTRAK
Tenaga listrik mempunyai kedudukan yang penting dalam kehidupan masyarakat karena menguasai hajat hidup orang banyak oleh karena itu usaha penyediaan tenaga listrik pada dasarnya dilakukan oleh Negara. Kita dapat memanfaatkan tenaga listrik untuk berbagai keperluan namun hendaknya juga memperhatikan aturan-aturan yang berlaku bagi penggunaan tenaga listrik tersebut. Tenaga listrik termasuk dalam pengertian "benda" menurut pasal 362 KUHP, sehingga barangsiapa menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya merupakan tindak pidana curian sebagaimana dimaksud dalam KUH Pidana. Pencurian tenaga listrik dapat menimbulkan sanksi-sanksi perdata, administratif dan sanksi pidana, bahkan perbuatan tersebut sangat merugikan masyarakat luas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Latuma Erissa
"Tesis ini membahas tentang prospek penerapan keadilan restoratif dalam tindak pidana pencurian ringan. Banyaknya perkara-perkara pencurian ringan yang lazimnya dilakukan oleh golongan marjinal telah menimbulkan keresahan tersendiri di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, perkara yang dimasukkan dalam sistim Peradilan Pidana ini memiliki konsekuensi yuridis tersendiri akibat diperkarakan dengan menggunakan pasal 362 KUHP (pencurian biasa) sebagai tindak lanjut dari sudah tidak relevannya pasal 364 KUHP (pencurian ringan) dengan perkembangan ekonomi saat ini. Hal ini kemudian berimplikasi pada terusiknya rasa keadilan masyarakat dan munculnya rasa ketidakpuasan terhadap kinerja dari sistim Peradilan Pidana yang ada. Untuk membahas permasalahan tersebut, penulis membagi kajian tesis ini menjadi tiga bagian yaitu, pengalihan (diversi) perkara pencurian ringan ke pendekatan keadilan restoratif oleh polisi, solusi penyelesaian kasus tindak pidana pencurian ringan dalam perspektif keadilan Restoratif, serta kendala penerapan keadilan restoratif dalam tindak pidana pencurian ringan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan sosio-legal, sementara sumber data yang digunakan berasal dari data primer yang dihimpun melalui serangkaian wawancara. Setelah menganalisa permasalahan, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu bahwa polisi dapat menggunakan kewenangan diskresinya pada tahap praadjudikasi sebagai jalan untuk mengalihkan perkara pencurian ringan menuju pengimplementasian keadilan restoratif. Selain itu, solusi yang ditawarkan dengan pendekatan keadilan restoratif terhadap tindak pidana pencurian ringan adalah dengan memulihkan keadaan korban seperti sebelum dilaksanakannya tindak pidana oleh pelaku. Pemulihan ini dapat dilakukan pelaku dengan bekerja selama 2 (dua) hari dengan durasi waktu 4-5 jam di rumah korban. Aspek yang terakhir ialah kendala penerapan keadilan restoratif terhadap tindak pidana pencurian ringan dimana kendala yang paling substansial terletak pada ketiadaan suatu aturan normatif yang mengatur penerapannya serta korban yang tidak bersedia untuk didamaikan.

This thesis discusses about the prospect of restorative justice in petty stealing. Seriously, many petty criminal cases, that commonly conducted by the marginalized groups, have resulted a restlessness in the community. In fact, the criminal justice system as the official system that addresses the petty crime has its own juridical consequnce since it applies article 362 of the substantive of law to sue the defendant. Article 362 is being used as the response to Article 364 which is no longer relevant due to the economic development nowadays. Unfortunately, It then provoked the community attention since suing the defendant in such a way would harm the justice, especially for the marginalized groups. In order to address this crucial issue in depth, the writer comprised the focus into three discussions which covered the act of the police to divert the petty crime to the restorative justice approach, the solution to resolve the petty crime through restorative justice perspective, and the constraints which impede the implementation of restorative justice while addressing the petty crime.
Furthermore, this study used a juridical normative research method with socio-legal as the approach, meanwhile the source of data was taken by a series of interviews with a number of respondents that are closely related to this study. At the end, the result of this study showed that the police, somehow, can use their authority discretion in the pre-adjudication phase to divert the petty crime into the implementation of restorative justice. Moreover, the solution that can be offered through the restorative justice perspective in addressing the petty crime covered restoring the victim before the criminal act for two days with the duration of four to five hours at the victim's residence. Finally, the most substantial constraint that hindered the implementation of restorative justice toward the petty crime relied on the absence of normative regulations to organize its implementation and the victim who is unwilling to be reconciled.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30680
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>