Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160441 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novie A. Bellina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S22295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosalita Chandra
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S22046
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Jamil
"Lahirnya Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan mempunyai prinsip mempersulit perceraian. Akan tetapi, prinsip tersebut belum diikuti oleh peraturan lainnya. Hal ini terbukti baik Undang-Undang No. 1 tahun 1974 maupun Undang-Undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama secara tegas masih mengakui hukum acara yang lain, seperti HIR, Rbg, dan lain sebagainya. Adapun hukum acara yang secara khusus diatur dalam UU No. 7 tahun 1989 hanya masalah cerai talak, cerai gugat dan cerai dengan alasan zina. Dalam hal pembuktian masih menggunakan HIR, Rbg, BW dan sebagainya.
Pengakuan merupakan salah satu alat bukti yang diatur HIR, Rbg, BW, dengan demikian dapat dimungkinkan terjadinya kesepakatan untuk melakukan perceraian dengan menggunakan peluang pengakuan sebagai alat bukti. Hal ini bertentangan dengan prinsip Undang-Undang No. 1 tahun 1974, PP No. 9 tahun 1975. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui penerapan alat bukti pengakuan dalam perkara perceraian, (2) mengetahui dan mengkaji kekuatan bukti pengakuan dalam perkara perceraian di pengadilan agama, (3) untuk mengetahui pertimbangan hakim terhadap pengakuan sebagai alat bukti dalam perkara perceraian.
Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti putusan pengadilan agama yang menggunakan pengakuan sebagai dasar pertimbangan putusan. Responden dalam penelitian ini adalah hakim pengadilan agama Yogyakarta dengan menggunakan teknik wawancara secara mendalam.
Hasil penelitian yang diperoleh, (1) hakim menerapkan alat bukti pengakuan dalam perkara perceraian secara mutlak, (2) pengakuan merupakan alat pembuktian yang kuat dan bersifat sempurna serta menentukan, artinya bahwa dengan diakuinya dalil gugatan atau permohonan talak hakim tidak membutuhkan pembuktian lanjutan, hakim dapat mengabulkan gugatan atau permohonan talak, (3) hakum menggunakan alat bukti pengakuan sebagai dasar pertimbangan putusannya, berdasarkan kaedah fikiyah, dan Pasal 164 HIR, 174, 175 dan 176, karena hakim berpendapat bahwa pengakuan termasuk alat bukti yang sah dan diatur dalam Undang-undang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Udhin Wibowo
"Skripsi ini membahas mengenai pengadilan yang berwenang untuk menangani perceraian dan keabsahan perkawinan beda agama yang dicatatkan dua kali di Kantor Urusan Agama dan Kantor Catatan Sipil, serta pembahasan implikasi dari perpindahan agama pasangan perkawinan terhadap kewenangan absolut suatu pengadilan dalam menangani perceraiannya. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dimana sumber data diperoleh dari data sekunder dan dianalisis secara kualitatif.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa perkawinan yang dicatatkan dua kali pada instansi yang berbeda adalah sah selama tidak ada pembatalan terhadapnya. Sehingga apabila terjadi perceraian, kedua istansi tersebut masing-masing dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk mengajukan gugatan atau permohonan perceraian pada pengadilan yang berwenang. Perpindahan agama dalam suatu perkawinan menurut asas personalitas keislaman tidak mempengaruhi penentuan kewenangan absolulut pengadilan pada saat melakukan perceraian.

This thesis discusses the legality of interfaith marriage registration in Civil Registry Office and Religious Affairs Office, and the implication of religious conversion in interfaith marriage for determination of absolute authority of the court to grant divorces. This is a juridical normative research, using secondary data and it will be analyzed qualitatively.
The result of the research showed that the interfaith marriage registration which listed twice in different institutions is legitimate as long as there is no cancellations to it. Thus in case of divorce, the registration document from the two institutions can be used as legal basis for divorce filed in court of competent jurisdiction. According to the principles of Islamic personalities, religious conversion in a marriage will not affect the determination of the absolute authority of the court to grant divorces.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1326
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Muhammad Aziz
"Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur tata cara untuk kepentingan dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif, tetapi di dalam praktik masih ditemui berbagai permasalahan yang menyebabkan hak kreditor tidak terpenuhi. Actio Pauliana adalah hak yang diberikan undang-undang kepada kurator untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitor terhadap harta kekayaan yang diketahui oleh debitor perbuatan tersebut akan merugikan kreditor.
Skripsi ini membahas tentang putusan Actio Pauliana dalam suatu perkara kepailitan. Putusan Actio Pauliana tersebut dilakukan atas perbuatan direksi yang menyebabkan berkurangnya harta perseroan dan harta pailit yang merugikan para kreditor. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan secara deskriptif melalui bahan-bahan kepustakaan dan analisis terhadap putusan pengadilan. Hasil menunjukkan Actio Pauliana adalah perkara yang berkaitan dengan pemberesan harta pailit, sehingga Pengadilan Niaga berwenang untuk memeriksa dan memutus gugatan tersebut.

Law of The Republic of Indonesia Number 37 year 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts has arranged management procedures to facilitate the business community in their efforts to settle their debt obligations in a fair, speedy, open and effective manner, but still in practice will be met various problems which causing rights of the creditors not fulfilled. Actio Pauliana is a right by law for a receiver on nullifying any non obligatory acts of debtor towards the asset which known by debtor would cause such loss to the creditor.
This thesis research contains analysis of court decisions about Actio Pauliana in bankruptcy case. This research represent descriptive analytical research which using normative juridical. Method which used to analyze and to process data are qualitatif. Research result showed that in Actio Pauliana is related to finishing bankruptcy property, so that commercial court have the jurisdiction to examine and adjudicate Actio Pauliana case.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59046
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subhan
"Kemerdekaan hakim, menjadi harapan semua orang, untuk diimplementasikan dalam sistem peradilan Indonesia, dalam rangka mencapai peradilan yang imparsial. Peranan hakim dalam interaksi hukum dengan masyarakat perlu mendapatkan kemerdekaan, dengan kemerdekaan, vonis-vonis hakim ada jaminan obyektif dan accountable, yang pada akhirnya dapat melahirkan keadilan di masyarakat, khususnya keadilan bagi setiap pencari keadilan. Profesi Hakim adalah profesi yang mulia atau Officium nobille, kondisi ini menempatkan status hakim di masyarakat juga tinggi. Perlu dimengerti, di tangan hakim, hukum menjadi awal terciptanya keadilan, dan ditangan hakim juga, hukum dapat menjadi awal ketidakadilan.
Dengan kemerdekaan yang dimiliki, hakim wajib menimbang secara benar setiap sengketa hukum, agar hukum berjalan sesuai harapan masyarakat. Kemerdekaan hakim dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia UUD 1945, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman UU No 4 Tahun 2004, dan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) UU No 8 Tahun 1981. Lalu, apakah yang dimaksud dengan kemerdekaan hakim, khususnya dalam perkara pidana, dan apakah kemerdekaan hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara pidana itu bersifat mutlak? Jawabannya akan diulas dalam skripsi ini.

Independence of judge, becoming everybody expectation, to isn't it in Indonesia system of judicatures, for the agenda of reaching jurisdiction which is impartial. Role of judge in interaction punish with society require to get independence, with independence, adjudge judge there [is] objective guarantee and accountable, what in the end can bear justice [in] society, specially justice for every searcher of justice. Profession Judge are Excellency profession or of Officium nobille, condition of this place judge status [in] high society also. Require to understand, on-hand judge, law become early justice creation, and on hand judge also, law can become early fairness.
With independence had, judge [is] obliged to consider correctly each every law dispute, [so that/ to be] law walk it to society. Independence of judge guaranteed by Constitution State Republic Of Indonesia of UUD 1945, [Code/Law] Judicial Power of UU No 4 Year 2004, and [Code/Law] Procedure Of Criminal (KUHAP) UU No 8 Year 1981. Last, what is such with independence of judge, specially in criminal, and whether independence of judge in checking and judging that criminal have the character of absolutely? Answer of will be commented in this handing out."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S22313
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Haykal
"Bahwa syarat-syarat sah perjanjian di Indonesia yang sebagaimana diatur dalam KUHPerdata belumlah cukup memberikan keadilan bagi para pihak yang mengadakan perjanjian. Oleh karena itu, muncul ajaran penyalahgunaan keadaan sebagai “batasan” baru dalam memberikan keadilan bagi para pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, khususnya bagi pihak yang lebih lemah. Meskipun dalam praktiknya ajaran ini telah digunakan oleh hakim-hakim di Indonesia, akan tetapi sebenarnya ajaran penyalahgunaan keadaan di Indonesia belum diatur dengan suatu peraturan perundang-undangan. Berbeda halnya dengan di negara Belanda dan Jerman yang dimana ajaran penyalahgunaan keadaannya telah diatur dalam suatu ketentuan tertulis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pendekatan hakim di Indonesia dalam memutus perkara penyalahgunaan keadaan di pengadilan dan kemudian mengaitkannya dengan pendekatan hakim dalam memutus perkara penyalahgunaan keadaan di negara Belanda dan Jerman. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis normatif dimana yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, termasuk sumber hukum primer dan sekunder. Bahwa dari penelitian ini, diperoleh kesimpulan yaitu ternyata terdapat perbedaan diantara hakim-hakim di Indonesia dalam menilai ada atau tidaknya penyalahgunaan keadaan dalam memutus suatu perkara di pengadilan. Beberapa diantaranya ada yang menggunakan pendekatan yang digunakan di Belanda, namun ada juga yang menggunakan pendekatan yang digunakan di Jerman. Oleh karena itu, ajaran penyalahgunaan keadaan di Indonesia seharusnya diatur dalam suatu pengaturan sehingga penilaian hakim-hakim di Indonesia dalam memutus perkara penyalahgunaan menjadi seragam.

The conditions for agreement to be valid in Indonesia as state in Indonesia code civil are not enough to give fairness for the parties who make a contract. Therefore, undue influence doctrine has been emerged as a new “barrier” to give fairness for the parties who make a contract, especially for the weaker parties. Although in practice, this doctrine has been used by judges in Indonesia, however undue influence in Indonesia has not put on any regulation yet. It is different with Netherland and Germany which undue influence doctrine has been put on their written provisions already. The purpose of this research is to see how the Indonesian judge’s approach in deciding undue influence cases in court and then relating with the judge’s approach when deciding undue influence cases in Netherland and Germany. This research is a normative juridical research where only library materials or secondary data are researched. From this research, it can be concluded that there are differences among Indonesia’s judges in assessing whether there is or isn’t undue influence when deciding a case in court. Some of them are using the approach that used in Netherland, but some are using the approach that is used in Germany. Therefore, undue influence doctrine in Indonesia should be regulated in a regulation so that judge’s judgment in Indonesia when deciding undue influence cases become uniform."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjia, Siauw Jan
"Penelitian ini membahas mengenai mengenai Kebijakan Dualisme Pembinaan Pengadilan Pajak Terhadap Kebebasan Hakim Dalam Memeriksa Dan Memutus Sengketa Pajak. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif.
Hasil dari penelitian ini adalah Undang Undang Pengadilan Pajak tidak sesuai dengan Undang Undang Kekuasaan Kehakiman, oleh karena itu perlu diadakannya perubahan Undang Undang Pengadilan Pajak agar sesuai dengan Undang Undang Kekuasaan Kehakiman sedangkan kebijakan dualisme pembinaan pengadilan pajak tidak berimplikasi pada kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak serta kepastian hukum dan keadilan bagi Wajib Pajak.

This research discuss regarding The Duality of Development Policy And Effect on The Independence of Tax Court Judge Due To Review And Make Final Decision On Tax Dispute Settlement. This research is a qualitative descriptive research type of analysis.
The Results of this study is Tax Court?s Constitution is not rely on Judicial Power Constitution , it is suggested to make amandment of Tax Court Constitution therefore the duality of development Policy do not affect to independence of tax court judge, law enforcement and justice to tax payer due to dispute settlement."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30291
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bagas Putranto
"Skripsi ini membahas tentang permohonan talak yang diajukan oleh suami kepada isterinya. Sejak pernikahan mereka, tahun 1981 hingga tahun 2008 mereka belum dikaruniai keturunan, sehingga pihak suami berniat untuk poligami. Hal ini sering kali memicu pertengkaran hingga pada ada tanggal 27 Juli 2005 pihak suami mengajukan permohonan talak akan tetapi terjadi perdamaian. Perdamaian tersebut dituangkan dalam surat pernyataan perdamaian. Berdasarkan surat pernyataan tersebut pihak pemohon mencabut permohonannya. Pada tanggal 1 Juni 2006 pertengkaran kembali terjadi, pihak suami kembali mengajukan permohonan talak dan Majelis Hakim memutuskan menolak permohonan pemohon seluruhnya, Perkara Nomor 14/Pdt.G/2006/PA.Kp. Kemudian pada tanggal 18 Januari 2008, pihak suami kembali mengajukan surat permohonan talak dan majelis hakim mengabulkan permohonan tersebut dengan Perkara Nomor 06/Pdt.G/2008/PA.Kp. Pihak termohon sangat keberatan akan hal itu, karena pemohon telah mengajukan permohonan talak pada tahun 2006 dengan nomor register Perkara Nomor 14/Pdt.G/2006/PA.Kp. dimana objek, subjek, dan dasar alasannyapun sama. Menurut keterangan termohon alasan-alasan yang diajukan oleh pemohon tidak berbeda dengan apa yang diajukannya pada Perkara Nomor 14/Pdt.G/2006/PA.Kp. Oleh karena itu, hal tersebut telah melanggar asas Nebis In Idem.

This paper discussesd the divorce petition filed by the husband to his wife. Since their marriage in 1981 until 2008 they failed to have child, so that the husband intend to polygamous husbands. This often triggers a fight until there is dated July 27, 2005 the husband filed a divorce petition but there was a compromise. An agreement was set forth in a letter of expression for reconciliation. Based on that letter of expression the applicant withdraw his petition. On June 1, 2006 a conflict happen again. The husband filed a divorce petition and the panel of judges decided to reject the applicant's request in full, case No.. 14/Pdt.G/2006/PA.Kp. Then on January 18, 2008, the husband filed a divorce petition and the judges granted the request with the case No. 06/Pdt.G/2008/PA.Kp. Parties defendant will object strongly about it, because the applicant has filed a divorce petition in 2006 with register number 14/Pdt.G/2006/PA.Kp. where the object, subject, and the same basic reason. According to testimony defendant of the reasons put forward by applicants are no different from what was submitted in case No.14/Pdt.G/2006/PA.Kp. Therefore, it has violated the principle Nebis In Idem."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S21450
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>