Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161862 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suwadji
"Dalam penelitian dengan judul Upaya Hukum Terpidana Dan Tanggung Jawab Penyidik Polri dalam Hal Terjadi Error In Persona ini penulis mengunakan metodologi penelitian kepustakaan sehingga memakai data-data sekunder sebagai sumber datanya. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini secara garis besar ada dua hal. Pertama dilihat dari sudut terpidana sebagai korban error in persona, penulis ingin mencari tahu bagiamana dan apa saja upaya hukum yang dapat ditempuh oleh yang bersangkutan dalam mencari keadilan. Selain itu apa hak-hak yang ia bisa dapatkan sebagai korban dalam hal terjadi error in persona. Kedua dilihat dari sudu Penyidik Polri sebagai aparat penegak hukum, bagaimana tanggung jawab penyidik Polri menurut hukum apabila terjadi kekeliruan dalam menangkap dan menahan orang atau Error In Persona akibat kelalaian penyidik Polri dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.Kedua hal diatas dapat ditemukan jawabannya dalam hukum acara pidana Indonesia sebagaimana yang diatur dalam UU No.81 Tahun 1981 Tentang KUHAP serta peraturan-peraturan terkait hukum acara pidana lainnya seperti UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Repubik Indonesia dan seterusnya. Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan diatas maka upaya hukum yang tepat yang bisa dilakukan oleh terpidana korban error in persona adalah upaya hukum PK, dan hak-haknya yang dapat dia tuntut antara lain hak Ganti kerugian dan hak Rehabilitasi. Sedangkan bagi penyidik Polri tanggung jawab hukum yang baginya adalah sesuai dengan kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang secara tegas memberikan sanksi terhadap anggotanya yang melakukan pelanggaran karena lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga menimbulkan kerugian bagi korban error in persona.

In research with the title The Law efforts of the sentenced and responsibility of police investigator in the case of error in persona authors use the methodology of literature research so that the secondary data as the data source. The problems raised in this research are the two big things. First, from the perspective of the sentenced as victim in the case of error in persona, how and what efforts can be legal by sentenced and what rights he can get. Second, from the perspective of the police investigators as law enforcement, how the police investigator's responsibility according to law when the error occurred in the capture and hold people. The answer can be found in the Indonesian criminal law events as stipulated in Law No.81 Year 1981 About KUHAP, and Act No. 2 / 2002 About the Police of the Republic of Indonesia and the Ethics of Professional Police State Repubik Indonesia. Based on the regulations mentioned above and the appropriate legal efforts that can be done by sentenced as victims in the case of error in persona is an effort of law peninjuan kembali. Meanwhile, the police investigator's responsibility for the law is awarded sanctions against according to the police code of Professional Ethics of the Republic of Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22567
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Kadir Sangadji
"Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diberikan kewenangan khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai untuk melakukan serangkaian tindakan penyidikan atas tindak pidana dibidang Cukai. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea dan Cukai dapat melakukan penahanan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Cukai, namun kewenangan yang dimiliki PPNS Bea dan Cukai hanya terdapat dalam tindak pidana yang diatur secara limitatif dalam pasal 63 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan kewenangan kepada penyidik Polri untuk melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana berdasarkan rumusan Pasal 7 ayat (1) dan (2) KUHAP. Hubungan kerja antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea dan Cukai dengan Penyidik Polri adalah sebagai hubungan koordinasi dan pengawasan, pemberian petunjuk dan bantuan, laporan dimulainya penyelidikan dan penghentian penyidikan. Dalam melakukan serangkaian penyidikan penyidik Polri lebih banyak berperan memberikan petunjuk dan melakukan pengawasan terhadap penyidikan tindak pidana Cukai.
Pada kenyataan di lapangan masih saja terjadi penerapan hubungan dan kedudukan yang tidak tepat antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan Penyidik Polri dalam penyidikan tindak pidana Cukai. Demikianlah yang terjadi pada penahanan dalam kasus tindak pidana pemalsuan pita Cukai terhadap tersangka Ny. Erni Rusdiana, pada tahap penyidikan di Polri tersangka sudah ditahan sampai batas waktu maksimal penahanan, kemudian Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan penahanan kembali terhadap tersangka dalam tindak pidana yang sama, seharusnya tersangka tidak boleh dilakukan penahanan kembali lagi karena tersangka pada tahap penyidikan di Polri sudah dilakukan penahanan selama 120 (seratus dua puluh) hari. Akibat hukum dari penahanan kembali oleh PPNS Bea dan Cukai menimbulkan penahanan yang tidak sah. Terhadap penahanan yang tidak sah tersebut, tersangka Erni Rusdiana melakukan upaya hukum Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22285
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Johanna Fungsiwinata
"Skripsi ini membahas tentang pengaturan dan penerapan mengenai Ganti rugi dan Rehabilitasi sebagai hak terpidana atas terjadinya Error in Persona. Tindakan Error in persona merupakan tindakan yang terjadi akibat inkonsistenitas pelaksanaan dalam Integrated Criminal Justice System. Ganti rugi dan Rehabilitasi merupakan satu bentuk perlindungan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh terpidana dalam hal terjadinya Error in Persona. Akan tetapi, pengaturan Ganti rugi dan Rehabilitasi bagi terpidana belum diatur secara terperinci, sehingga pada akhirnya pemberian Ganti rugi dan Rehabilitasi dilakukan berdasarkan ketentuan dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, PP No. 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, serta Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No: 983/KMK.01/1983 tentang tata cara pembayaran Ganti kerugian. Kewenangan pemberian Ganti Rugi dan rehabilitasi dimiliki oleh Negara. Pembayaran Ganti Kerugian oleh negara ditentukan secara limitatif, yakni minimal sebesar Rp. 5.000.- dan maksimal sebesar Rp. 1.000.000,- sedangkan apabila yang bersangkutan sakit atau cacat atau mati, maka besarnya ganti kerugian maksimal Rp 3.000.000,-. Besarnya ganti rugi sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman, akan tetapi tidak dimungkinkan pemberian jumlah ganti rugi yang melebihi dari apa yang terdapat dalam ketentuan yang ada karena belum ada dasar hukum yang mengatur hal tersebut. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya.

This research explains about the regulation and implementation of Compensation And Rehabilitation as Right of the Condemned in Error In Persona. Error in persona is something that caused by inconcistency in the realization of Integrated Criminal Justice System. Compensation And Rehabilitation is a kind of the protection for the Human Rights in the condemned for Error in Persona action. But, the regulation about Compensation And Rehabilitation for the condemned hasn't arranged in detail, so in the end the Compensation And Rehabilitation is given according to the certainty in The Law Number 8 Year 1981, writs about Criminal Procedure Law, The Government Regulation Number 27 Year 1983, writs about The Implementation of Criminal Law Procedure, and The Monetary Ministry Regulation Number: 983/KMK.01/1983, writs about the Procedure in Giving Compensation. The authority in Giving Compensation And Rehabilitation is owned by the State. The Compensation Payment is arranged limitatively, for the minimum is Rp. 5.000,- and the maximum is Rp. 1.000.000,- while if the condemned got sick, deformity, or dead, the amount for the compensation is Rp. 3.000.000,- for maximum. The amount of the compensation is out of date, but there is no possibility giving the amount of compensation bigger than the amount in the Regulation because there is no law foundation which arrange that problems. The writing of this research uses a library research method using secondary data sources."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22575
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wilson Matthew Jogi Lincoln
"Pelayanan kesehatan secara hukum memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas kehidupan yang sehat. Idealnya, hal ini dilakukan oleh dokter dengan memberikan tindakan yang didasarkan sesuai diagnosa yang dilakukan. Ada kalanya dokter melakukan tindakan medis dengan kelalaian ataupun kesalahan sehingga menyebabkan kerugian bagi pasien yang ditanganinya, baik berupa materiil maupun immateriil. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis doktriner dengan membandingkan ketentuan ganti rugi keperdataan dalam hal malapraktik kedokteran di Indonesia dan di Spanyol dengan membandingkan berbagai ketentuan seperti Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Kesehatan, Kode Etik Kedokteran Indonesia, Kode Perdata Spanyol, Undang-undang Sektor Publik Spanyol, Undang-undang Kedokteran Spanyol, Kode Deontologis Medis Spanyol, serta peraturan perundang-undangan lainnya. Melalui penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa ketentuan hukum Indonesia mengenai ganti rugi perdata dalam hal malapraktek kedokteran perlu untuk dispesifikasi lagi, yaitu dalam hal perluasan ruang lingkup ganti rugi yang tidak hanya terbatas pada kerugian langsung, serta dalam hal kewajiban dokter untuk memiliki jaminan keuangan untuk menjamin dikompensasikannya kerugian yang dialami pasien sebagai akibat dari tindakan dokter yang lalai maupun tidak sesuai kode etik.

Health care legally aims to fulfil people's need for a healthy life. Ideally, this is done by doctors by providing actions that are based on the diagnosis made. There are times when doctors perform medical actions with negligence or errors that cause harm to the patients they handle, both in the form of material and immaterial. This research is written using the doctrinaire juridical method by comparing the provisions of civil compensation in the event of medical malpractice in Indonesia and Spain by comparing various provisions such as the Civil Code, Health Law, Indonesian Medical Code of Ethics, Spanish Civil Code, Spanish Public Sector Law, Spanish Medical Law, Spanish Medical Deontological Code, as well as other laws and regulations. Through this research, it can be concluded that the Indonesian legal provisions regarding civil compensation in the event of medical malpractice need to be further specified, namely in terms of expanding the scope of compensation that is not only limited to direct losses, as well as in terms of the doctor's obligation to have financial guarantees to ensure compensation for losses suffered by patients as a result of the doctor's negligent actions or not in accordance with the code of ethics."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilson Matthew Jogi Lincoln
"Pelayanan kesehatan secara hukum memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas kehidupan yang sehat. Idealnya, hal ini dilakukan oleh dokter dengan memberikan tindakan yang didasarkan sesuai diagnosa yang dilakukan. Ada kalanya dokter melakukan tindakan medis dengan kelalaian ataupun kesalahan sehingga menyebabkan kerugian bagi pasien yang ditanganinya, baik berupa materiil maupun immateriil. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis doktriner dengan membandingkan ketentuan ganti rugi keperdataan dalam hal malapraktik kedokteran di Indonesia dan di Spanyol dengan membandingkan berbagai ketentuan seperti Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Kesehatan, Kode Etik Kedokteran Indonesia, Kode Perdata Spanyol, Undang-undang Sektor Publik Spanyol, Undang-undang Kedokteran Spanyol, Kode Deontologis Medis Spanyol, serta peraturan perundang-undangan lainnya. Melalui penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa ketentuan hukum Indonesia mengenai ganti rugi perdata dalam hal malapraktek kedokteran perlu untuk dispesifikasi lagi, yaitu dalam hal perluasan ruang lingkup ganti rugi yang tidak hanya terbatas pada kerugian langsung, serta dalam hal kewajiban dokter untuk memiliki jaminan keuangan untuk menjamin dikompensasikannya kerugian yang dialami pasien sebagai akibat dari tindakan dokter yang lalai maupun tidak sesuai kode etik.

Health care legally aims to fulfil people's need for a healthy life. Ideally, this is done by doctors by providing actions that are based on the diagnosis made. There are times when doctors perform medical actions with negligence or errors that cause harm to the patients they handle, both in the form of material and immaterial. This research is written using the doctrinaire juridical method by comparing the provisions of civil compensation in the event of medical malpractice in Indonesia and Spain by comparing various provisions such as the Civil Code, Health Law, Indonesian Medical Code of Ethics, Spanish Civil Code, Spanish Public Sector Law, Spanish Medical Law, Spanish Medical Deontological Code, as well as other laws and regulations. Through this research, it can be concluded that the Indonesian legal provisions regarding civil compensation in the event of medical malpractice need to be further specified, namely in terms of expanding the scope of compensation that is not only limited to direct losses, as well as in terms of the doctor's obligation to have financial guarantees to ensure compensation for losses suffered by patients as a result of the doctor's negligent actions or not in accordance with the code of ethics."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Prakoso
Jakarta: Bina Aksara, 1987
363.25 DJO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bianca Pradita Hesafira
"Tesis ini mengambil tema Tanggung Jawab Penjual Piutang dan Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Piutang Dalam Penagihan Piutang Pada Transaksi Anjak Piutang. Permasalahan yang diteliti menyangkut 3 (tiga) hal yaitu, pertama tentang tanggung jawab Penjual Piutang dalam hal adanya kegagalan penagihan piutang oleh Pembeli Piutang. Kedua, tentang bentuk perlindungan hukum bagi Pembeli Piutang dari gagalnya pembayaran utang. Ketiga, tentang pandangan Majelis Hakim atas terjadinya gagal pembayaran pada transaksi Anjak Piutang. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode penelitian hukum bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum yang didasarkan pada data primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terhadap gagalnya pembayaran utang oleh debitur, maka tanggung jawab penjual piutang tergantung pada apa yang sudah disepakati dalam perjanjian Anjak Piutang. Apabila dalam perjanjian disepakati With Recourse Factoring, maka penjual piutang akan bertanggung jawab untuk melunasi piutang tersebut dalam hal pembeli piutang tidak mendapatkan tagihan piutangnya dari debitur baik seluruh maupun sebagian. Selanjutnya Bentuk perlindungan yang dapat dilakukan pembeli piutang jika terjadi gagalnya pembayaran pada proses ini jika perjanjian dibuat dengan klausula Recourse Factoring maka pembeli piutang dapat meminta pertangungjawaban penjual piutang atas harga yang telah dibayarkan. Selanjutnya jika terdapat perjanjian penanggungan maka si penanggung diminta melunasi hutang debitur kepada pembeli piutang sekalipun dengan harta kekayaan yang dimiliki oleh penanggung tersebut.

This thesis takes the theme of Seller's Receivable Responsibility and Legal Protection Against Purchaser Receivable In Receivable Billing On Factoring Transactions. The problems studied are 3 (three) things, namely, first about the responsibility of the Seller of Receivables in the event of failure of receivable billing by Buyer Receivable. Secondly, regarding the form of legal protection for Buyer Receivable from default of debt payment. Thirdly, regarding the view of the Panel of Judges on the occurrence of unsuccessful payments on factoring transactions. Research conducted using legal research method is juridical normative, that is research of library law or legal research based on primary, secondary, and tertiary data. The result of the research indicates that the failure of debt payment by the debtor, the responsibility of the seller of the receivable depends on what has been agreed in the factoring agreement. If the agreement is agreed with With Recourse Factoring, then the seller of the receivable will be responsible for paying off the receivable in case the buyer of the receivable does not receive the receivables from the debtor either in whole or in part. Further form of protection that can be purchaser of receivable in case of failure of payment in this process if agreement made with clause of Recourse Factoring then buyer of receivable can request accountant seller responsibility of price already paid. Furthermore, if there is a guarantee agreement then the insurer is required to repay the debtor's debt to the buyer of the receivables even with the assets owned by the insurer."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49888
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abir Rafa Kamil
"Sovereign Wealth Fund saat ini sedang bekermbang di dunia internasional, namun oleh karena perkembangannya yang pesat saat ini dunia internasional belum memiliki aturan baku dan organisasi internasional pengawas resmi untuk mengawasi kegiatan Sovereign Wealth Fund. Pada dasarnya Sovereign Wealth Fund merupakan entitas yang dibuat oleh negara untuk melakukan kegiatan investasi atas nama negara tersebut, umumnya modal dari Sovereign Wealth Fund ini didapatkan dari hasil penjualan sumber daya alam seperti misalnya minyak yang disisihkan Sebagian untuk dijadikan modal. Atas dasar hal tersebut tujuannya dibentuknya Sovereign Wealth Fund adalah sebagai stabilization fund guna menjaga perekonomian negara yang memilikinya dalam hal sumber daya alam yang menjadi sumber perekonomian negara tersebut habis. Terkait dengan hal ini Sovereign Wealth Fund dalam melakukan kegiatannya tentu saja bekerja sama dengan negara maupun Sovereign Wealth Fund lainnya, oleh karenanya tidak dapat dipungkiri dimungkinkan dikemudian hari akan timbul sengketa. Atas dasar hal tersebut dalam hal terjadi sengketa perlu dikaji terlebih dahulu apakah suatu Sovereign Wealth Fund tersebut dapat dianggap sebagai subjek hukum internasional atau dapat dipersamakan dengan negara yang memilikinya sehingga memiliki imunitas atas pengadilan domestic dan bagaimana tanggung jawab negara yang memilikinya jika Sovereign Wealth Fund tersebut diputus bersalah

The Sovereign Wealth Fund is currently developing internationally, but due to its rapid development, the international community does not yet have standard rules and an official international supervisory organization to oversee the activities of the Sovereign Wealth Fund. Basically, the Sovereign Wealth Fund is an entity created by the state to carry out investment activities on behalf of the country, generally the capital of the Sovereign Wealth Fund is obtained from the proceeds from the sale of natural resources such as oil which are set aside in part to be used as capital. Based on this, the purpose of establishing the Sovereign Wealth Fund is to act as a stabilization fund to protect the economy of the country that owns itif the natural resources that of the country's economy run out. Related to this, the Sovereign Wealth Fund, in carrying out its activities, of course cooperates with the state and other Sovereign Wealth Funds, therefore it cannot be denied that it is possible that disputes will arise in the future. On this basis, in the event of a dispute, it is necessary to examine in advance whether a Sovereign Wealth Fund can be considered as a subject of international law or can be equated with the country that owns it so that it has immunity from domestic courts and what is the responsibility of the country that owns it if the Sovereign Wealth Fund is terminated guilty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaeliyah
"ABSTRAK
Penelitian ini berusaha mengkaji dan memahami pertanggungjawaban bank terhadap nasabah atas pendebitan dana rekening nasabah melalui ATM akibat kesalahan sistem bank, serta mengetahui kesesuaian antara pertimbangan hakim dalam putusan No. 2930 K/Pdt/2014 dengan ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan perbankan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data penelitian dikumpulkan dengan metode studi kepustakaan dan studi lapangan, yang kemudian dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertanggungjawaban bank terhadap nasabah atas pendebitan dana nasabah akibat kesalahan sistem ATM adalah bank wajib untuk melakukan pengembalian terhadap sejumlah uang yang telah terdebit akibat transakasi gagal tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang diatur di dalam Pasal 10 PBI No. 16/1/PBI/2014. Bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati prudent dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya, hal ini sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang No. 10 tahun 1998, namun hal ini justru dilanggar oleh bank karena tidak adanya pengawasan yang dilakukan oleh bank terhadap mesin ATM tersebut dan hanya mengandalkan CCTV yang terpasang di mesin ATM. Lalu Kesesuaian putusan sengketa antara Kemala Atmojo pemohon kasasi dan BCA termohon kasasi dengan ketentuan yang mengatur mengenai perlindungan nasabah tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 karena posisi konsumen selaku nasabah lebih lemah dibandingkan posisi pelaku usaha atau pihak bank, kedudukan antara
pengusaha dengan konsumen sangat tidak seimbang.

ABSTRACT
This research tries to examine and understand bank account liability to customers on debit of customer 39s account funds through ATM due to bank system error, and to know the suitability between judges 39 consideration in decision No. 2930K Pdt 2014 with the provisions of legislation relating to banking. This research is a juridical normative research with type of descriptive analysis research. The legal substances used in this study are primary, secondary and tertiary legal materials. Research data was collected by library study method and field study, which then analyzed with qualitative approach. The results of the research indicate that the bank 39s liability to customers for debiting customers 39 funds due to ATM system errors is that banks are required to refund some of the money that has been debited by the failed transactions. This is in accordance with what is stipulated in Article 10 of PBI No. 16 1 PBI 2014. The Bank in carrying out its functions and business activities shall be prudent in order to protect the public funds entrusted to it, in accordance with Article 2 of Undang Undang No. 10 tahun 1998, but this is actually violated by the bank due to the absence of supervision by the bank against the ATM machine and only rely on CCTV installed in the ATM machine. And then, Conformity of the dispute between Kemala Atmojo appellate cassation and BCA appellate cassation with provisions regulating the protection of customers not in accordance with Undang Undang No. 8 Tahun 1999 because the position of consumer as the customer is weaker than the position of business actors or the bank, the position between entrepreneurs and consumers is very unbalanced. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>