Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121589 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arin Karniasari
"Saksi sebagai orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri, penting untuk dilindungi, terutama bagi saksi dalam perkara pelanggaran HAM yang berat, oleh karena saksi tersebut akan berhadapan dengan para pelaku yang pada umumnya memiliki kekuasaan. Perlindungan atas keselamatan fisik dan mental saksi mutlak diperlukan, agar saksi dapat memberikan keterangan tentang tindak pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan benar tanpa ada rasa takut, dengan demikian diharapkan kebenaran materiil dapat tercapai. Sebenarnya perlindungan saksi dalam perkara pelanggaran HAM yang berat sudah diatur dalam PP No. 2 tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, namun dipandang tidak memenuhi standar internasional baik dari segi yuridis maupun praktis, apabila dibandingkan dengan aturan yang terdapat dalam Rome Statute of the International Criminal Court beserta intrumen pendukungnya, yang dijadikan sebagai standar internasional dalam penelitian ini. Untuk memberikan gambaran secara holistik maka penulis selain meneliti PP No. 2 Tahun 2002 dan Rome Statute of the International Criminal Court beserta instrumen pendukungnya, penulis juga menjabarkan pengaturan perlindungan saksi yang terdapat dalam HIR dan KUHAP agar dapat diketahui perkembangan kemajuan perlindungan saksi dalam hukum acara pidana di Indonesia sejak berlakunya HIR, sampai berlakunya KUHAP saat ini. Disamping membahas mengenai pemenuhan standar internasional dalam perlindungan saksi dalam perkara pelanggaran HAM yang berat, penelitian ini juga membahas mengenai keberadaan saksi mahkota sebagai pihak yang juga dilindungi dengan perangkat perlindungan saksi, yang mana keberadaan saksi mahkota tersebut secara sosiologis dalam hukum acara pidana di Indonesia masih diperdebatkan. Penelitian ini memberikan solusi untuk perbaikan peng"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Irdham Riyanda
"DPRD sebagai bagian dari pemerintahan daerah mendapat anggaran yang bersumber dari APBD. Untuk meningkatkan kinerja DPRD, Pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah yang mengatur protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD. Pokok permasalahannya adalah apakah Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2006 (PP Nomor 37 Tahun 2006) dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 (PP Nomor 21 Tahun 2007) bertentangan dengan undang-undang yang terkait? Serta bagaimana dampak kedua peraturan pemerintah tersebut terhadap kondisi keuangan daerah?
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder. PP Nomor 37 Tahun 2006 dalam Pasal 14D bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan, UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pasal 14B PP Nomor 21 Tahun 2007 bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2004. Ditetapkannya Penyelidikan dan..."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S22149
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Diah Karina Puspitawati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S22062
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Rizki
"Lahirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban membawa perubahan baru dalam pemulihan hak-hak korban, khususnya mengenai pemberian kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban pelanggaran HAM yang berat, terutama Pasal 7 ayat (3) UU No.13 Tahun 2006 yang kemudian diatur lebih lanjut dalam PP No.44 Tahun 2008. Pengaturan mengenai kompensasi ini sebelumnya telah diatur pula oleh Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, terutama Pasal 35 UU No.26 Tahun 2000 serta diatur lebih lanjut dalam PP No.3 Tahun 2002. Proses peradilan terhadap perkara pelanggaran HAM yang berat selama ini dilakukan dengan menggunakan UU No.26 Tahun 2000 dan UU No.8 Tahun 1981.
Skripsi ini mengkaji bagaimanakah mekanisme pemberian kompensasi bagi korban pelanggaran HAM yang berat menurut UU No.26 Tahun 2000 dan PP No.3 Tahun 2002 sebagai peraturan pelaksananya serta menurut UU No.13 Tahun 2006 dan PP No.44 Tahun 2008 sebagai peraturan yang terbaru. Skripsi ini juga akan mengkaji bagaimanakah pelaksanaan pemberian kompensasi dalam kasus pelanggaran HAM berat yang telah berkekuatan hukum tetap.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan ditambah dengan wawancara dengan narasumber. Dengan adanya ketentuan pemberian kompensasi yang dilakukan secara bertahap, maka akan menghambat pemulihan hak-hak korban terhadap kapan pelaksanaan putusan kompensasi ini akan dijalankan. Berdasarkan uraian dalam skripsi ini ternyata banyak persoalan yuridis yang membuat proses pemberian kompensasi tidak dapat diterapkan secara cepat, tepat dan layak demi perlindungan hak-hak korban.
Problem-problem tersebut muncul karena tidak jelasnya pengaturan mengenai kompensasi serta tidak adanya itikad baik dari negara untuk memulihkan hak-hak korban pelanggaran HAM yang berat. Pelaksanaan pemberian kompensasi bagi korban dalam kasus Timor-Timur, Tanjung Priok dan Abepura ternyata tidak satupun yang memberikan kompensasi bagi korban pelanggaran HAM berat di Indonesia, walaupun berbagai upaya hukum telah ditempuh hingga sampai pada putusan yang telah berkekuatan hukum tetap."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22408
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Narsanto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S21895
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>