Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8360 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yos Alamsyah
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2008
S22267
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Serafina Indrani Suminto
"Tesis ini membahas alasan pembatalan putusan arbitrase berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ("UU No. 30/1999") berdasarkan sifat final dan mengikat putusan arbitrase. Kelebihan arbitrase berupa sifat putusan yang final dan mengikat, pada praktiknya tidak sepenuhnya benar karena baik dalam UU No. 30/1999, New York Convention dan UNCITRAL Model Law terdapat alasan-alasan pembatalan putusan arbitrase, terlebih lagi dalam Penjelasan Umum Bab VII UU No. 30/1999 terdapat frase "antara lain" yang membuka celah adanya alasan lain bagi Pengadilan untuk membatalkan putusan arbitrase di luar ketentuan Pasal 70 UU No. 30/1999.
Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisa permasalahan-permasalahan yang dirumuskan pada Bab 1 adalah metode yuridis normatif dan data yang digunakan adalah data primer, sekunder dan tersier.
Hasil penelitian tesis ini adalah UU No. 30/1999 mengatur alasan pembatalan putusan arbitrase yang bersifat limitatif, keberadaan frase "antara lain" pada Penjelasan Umum Bab VII UU No. 30/1999 menyebabkan ketidakpastian hukum dan alasan pembatalan putusan arbitrase yang diatur dalam New York Convention dan UNCITRAL Model Law berbeda dengan alasan pembatalan putusan arbitrase dalam UU No. 30/1999.
Adapun penelitian ini menyarankan agar Penjelasan Umum Bab VII UU No. 30/1999 dimohonkan pembatalannya ke Mahkamah Konstitusi karena frase "antara lain" dalam Penjelasan Umum Bab VII UU No. 30/1999 tersebut bertentangan dengan Pasal 70 UU No. 30/1999 dan mereduksi sifat final dan mengikat putusan arbitrase.

This thesis discusses the reasons for the revocation of arbitral award under the Act No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution ("Law No. 30/1999") based on the character of the final and binding arbitration award. The advantage of arbitration is the character of its final and binding award, while in practice it is not entirely true because either in the Law 30/1999, the New York Convention or in the UNCITRAL Model Law, the reasons for the revocation of the arbitration award can be found, moreover, in General Explanation Chapter VII of Law No. 30/1999 contained the phrase "among others" which opened the rift for other reasons for the Court to revoke the arbitral award beyond the provision of Article 70 of Law No. 30/1999.
The method used in analyzing problems formulated in Chapter 1 is normative juridical method and the data which used are primary, secondary and tertiary data.
The results of this thesis are the Law 30/1999 regulate the limited revocation of arbitral award, where the phrase "among others" on the General Explanation of Chapter VII of the Act No. 30/1999 cause legal uncertainty and the reasons for the revocation of an arbitral award which is set in the New York Convention and the UNCITRAL Model Law are different from the reasons for the revocation of arbitral award in Law 30/1999.
This thesis suggests that General Explanation Chapter VII of Law No. 30/1999 should be applied for its revocation to the Constitutional Court because the phrase "among others" in the General Explanation Chapter VII of Law No. 30/1999 contrary to Article 70 of Law No. 30/1999 and reducing the final and binding character of arbitral award.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42982
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriel
"Penelitian ini membahas mengenai pembatalan putusan arbitrase internasional berdasarkan alasan perjanjian tidak menggunakan Bahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif. Bahwasanya, perjanjian yang melibatkan pihak asing dan pihak Indonesia harus dibuat dalam Bahasa Indonesia juga. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 31 UU 24/2009. Dalam penelitian ini, akan dijelaskan lebih rinci terkait dengan keabsahan perjanjian asing yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia di dalamnya dan juga pengaruh penggunaan Bahasa Indonesia dalam perjanjian terhadap pembatalan putusan arbitrase internasional. Dengan tidak digunakannya Bahasa Indonesia dalam perjanjian yang mengikat para pihak, terdapat perdebatan apakah perjanjian tersebut sah atau tidak. Perdebatan yang dimaksud adalah apakah perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum karena melanggar ketentuan Pasal 31 UU 24/2009 dan syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPer atau perjanjian tersebut tetap menjadi sah dikarenakan Bahasa Indonesia tidak termasuk ke dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPer, sehingga menyebabkan perjanjian batal demi hukum. Lalu, terdapat perjanjian arbitrase yang mengikuti perjanjian pokoknya, menjadi sebuah pertanyaan apakah perjanjian arbitrase tersebut juga menjadi batal demi hukum dan forum arbitrase yang telah disepakati tidak menjadi tempat penyelesaian sengketa. Seharusnya, perjanjian arbitrase tersebut tidak menjadi batal demi hukum karena perjanjiannya juga batal. Hal tersebut karena perjanjian arbitrase memiliki sifat yang independen sehingga merupakan klausla arbitrase yang terpisah dengan perjanjian pokoknya. Contoh perkara yang digunakan dalam penelitian ini adalah perkara No. 590/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst dan perkara No. 328/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Pst. Kedua perkara tersebut adalah perkara yang berjalan bersamaan. Pada perkara No. 590 mengenai perbuatan melawan hukum pihak asing kepada pihak Indonesia dalam perjanjian, sedangkan dalam perkara No. 328 mengenai permohonan pembatalan putusan arbirase internasional

This research discusses the annulment of international arbitration decisions based on the reason that the agreement does not use Indonesian. This research was conducted using normative juridical methods. In fact, agreements involving foreign parties and Indonesian parties must be made in Indonesian as well. These provisions are regulated in Article 31 of Law 24/2009. In this research, we will explain in more detail the validity of foreign agreements that do not use Indonesian in them and also the effect of using Indonesian in agreements on the annulment of international arbitration awards. By not using Indonesian in agreements that bind the parties, there is debate as to whether the agreement is valid or not. The debate in question is whether the agreement is null and void because it violates the provisions of Article 31 of Law 24/2009 and the legal conditions for an agreement in Article 1320 of the Civil Code or whether the agreement remains valid because Indonesian is not included in the provisions of Article 1320 of the Civil Code, thus causing the agreement to be void. by law. Then, there is an arbitration agreement that follows the main agreement, the question is whether the arbitration agreement is also null and void and the agreed arbitration forum is not a place for dispute resolution. The arbitration agreement should not be null and void because the agreement is also void. This is because the arbitration agreement has an independent nature so that it is a separate arbitration clause from the main agreement. The example of the case used in this research is case No. 590/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst and case no. 328/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Pst. These two things are things that run simultaneously. In case no. 590 regarding unlawful acts by foreign parties against Indonesian parties in agreements, while in case no. 328 regarding requests for annulment of international arbitration decisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Githa Bianti
"Penulisan ini mengeksplorasi kasus antara Mr. Ang Choon Beng@Ang Siong Kiat dengan PT MNC dan afiliasinya yang berhasil membuat Putusan Arbitrase SIAC No. 139/2011 dan No. 53/2013 menjadi tidak dapat dieksekusi di Indonesia dengan alasan Put and Call Option Agreement sebagai perjanjian pokok yang mengikat para pihak dibatalkan melalui Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Brt, dimana gugatan pembatalan perjanjian tersebut diajukan secara internal oleh PT Global Mediacom Tbk selaku pemegang saham mayoritas PT MNC. Analisis kasus ini menunjukkan masih adanya praktik dalam peradilan di Indonesia dimana pihak Indonesia yang dikalahkan dalam proses arbitrase di luar negeri memanfaatkan kelemahan instrumen hukum dan hukum acara yang bertele-tele di Indonesia sehingga memberikan celah baginya untuk menunda atau bahkan membuat Putusan Arbitrase Internasional tersebut tidak dapat dieksekusi. Ironisnya, meskipun penyelesaian melalui arbitrase telah menjadi opsi yang paling diminati oleh kaum pebisnis sebagai forum penyelesaian sengketa untuk transaksi bisnis internasional mereka, namun campur tangan pengadilan dalam proses eksekusi suatu putusan arbitrase di Indonesia sebagai langkah terpenting justru menjadi batu sandungan yang memberikan ketidakpastian hukum. Inilah yang mengakibatkan Indonesia dikenal sebagai ‘unfriendly arbitration state’ dalam dunia internasional. Pentingnya penegakkan asas iktikad baik dalam berarbitrase dan amandemen UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menjadi krusial agar dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak dalam berarbitrase.

This writing explores the case between Mr. Ang Choon Beng@Ang Siong Kiat with PT MNC and its affiliates who succeeded in making SIAC Arbitration Award No. 139/2011 and No. 53/2013 became non-executable in Indonesia on the grounds that the Put and Call Option Agreement as the main agreement that binds the parties was annulled through Decision of the West Jakarta District Court No. 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Brt, where the lawsuit for canceling the agreement was filed internally by PT Global Mediacom Tbk as the majority shareholder of PT MNC. The analysis of this case shows that there are still practices in Indonesian courts where the Indonesian party who was defeated in the arbitration process abroad takes advantage of the weaknesses of legal instruments and procedural law which are lengthy in Indonesia to provide a loophole for them to postpone or even make the International Arbitration Award non-executable. Ironically, even though settlement through arbitration has become the most popular option for business people as a dispute resolution forum for their international business transactions, court intervention in the process of executing an arbitral award in Indonesia as the most important step actually becomes a stumbling block that creates legal uncertainty. This is what has resulted in Indonesia being known as an 'unfriendly arbitration state' in the international world. The importance of upholding the principle of good faith in arbitration and amendments to Law No. 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution is crucial in order to provide legal certainty for the parties to arbitrate."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulizar Azhar
"ABSTRAK
Hubungan hukum antara bank dengan nasabahnya yang
dituangkan dalam perjanjian kredit, pada dasarnya merupakan
loan o f money, dan bukanlah perjanjian pinjam meminjam atau
verbruiklening yang diatur dalam Bab Ketigabelas Buku III
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya pasal 1765 jo
pasal 1754. Perjanjian Loan of Money yang terjadi di
Indonesia lebih kepada bentuk perjanjian Baku atau standar,
yang pada akhirnya kedudukan bank sebagai kreditur dan
nasabah sebagai debitur tidak pernah seimbang. Perlunya
menerapkan Asas kebebasan berkontrak dalam Perjanjian
Kredit haruslah diterapkan melalui persetujuan para pihak.
Salah satu penerapan Asas kebebasan berkontrak dalam akta
perjanjian kredit sebagai upaya penyelesaian sengketa
adalah pemuatan klausul arbitrase. Persengketaan tersebut
menuntut alternatif pemecahan dan penyelesaian yang relatif
cepat, praktis, efektif dan efesien. Jalur Arbitase ini
memiliki kompetensi absolut, yang pada hakekatnya merupakan
suatu cara penyelesaian sengketa di luar sistem peradilan
umum yang didasarkan atas perjanjian tertulis dari pihak
yang bersengketa ( Pasal 1, angka 1, Undang-Undang No. 30
tahun 1999). Dengan adanya klausul arbitrase yang dimuat dalam akta perjanjian kredit yang menegaskan semua
perselisihan yang akan timbul diselesaikan melalui
arbitrase, maka secara langsung telah terbit perjanjian
arbitrase dari perjanjian kredit tersebut. Efektivitas
klausul arbitrase tersebut pada hakikatnya sangat
tergantung kepada bagaimana pendapat para pihak tentang sah
atau tidaknya bentuk akta perjanjian kredit tersebut. Pada
prinsipnya dimuatnya klausul arbitrase dalam perjanjian
kredit ini belum banyak diketahui oleh masyarakat umum,
sehingga perlu adanya sosialisasi. Dalam penelitian ini
digunakan metode penelitian hukum normatif, dimana alat
pengumpulan datanya adalah dengan menggunakan studi
kepustakaan yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Data yang diperoleh
kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode
kualitatif, sehingga diperoleh tesis dalam bentuk
deskriptif normative."
2004
T36624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabil Abduh Hilabi
"ABSTRAK
Tesis menjelaskan mengenai tipu muslihat sebagai alasan pembatalan putusan
arbitrase, dimana akan dibahas mengenai pengertian tipu muslihat dalam alasan
pembatalan, apakakah alasan tipu muslihat dalam permohonan pembatalan putusan
arbitrase harus dibuktikan dengan putusan pengadilan serta bagaimanakah
pandangan hakim terhadap unsur tipu muslihat sebagai suatu alasan pembatalan
putusan arbitrase. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan penelitian
hukum normatif menggunakan bahan hukum primair berupa peraturan
perundangan UU.Nomor 30/1999 dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku
tentang Arbitrase. Penelitian dilakukan dengan meneliti putusan Mahkamah
Agung RI mengenai sengketa antara PT.Nikko Securities Indonesia dengan
PT.Bank Permata untuk kasus pembatalan putusan arbitrase yang dibuat oleh
Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI). Dari hasil penelitian ditemukan
bahwa alasan pembatalan putusan arbitrase masih beragam dikalangan hakim baik
di tingkat Pengadilan Negeri maupun ditingkat banding Mahkamah Agung.

ABSTRACT
This thesis aims to explain Fraud as the reason for the annulment of the arbitral
award, which will be discussed on the understanding of fraud as a reason,
whether arbitral award must be proved by the decision of the court or not and
how the judge opinion about fraud as a reason for the annulment of an arbitral
award . The research method is the normative legal research using the primary
legal materials in the form of legislation UU.Nomor 30/1999 and secondary legal
materials such as books on Arbitration and other references . The study was
conducted by examining the decision of the Supreme Court regarding the dispute
between PT.Nikko Securities Indonesia and PT Bank Permata in case of annulment
of the arbitral award made by the Indonesian Capital Market Arbitration Board
(BAPMI) . From the results of the study found that the reason for the annulement of
an arbitral award is varied among the judges at both the District Court and
Supreme Court appeal level"
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Murdawati
"Perekonomian di Indonesia mengalami perubahan yang
drastis dengan terjadinya gejolak moneter pada
pertengahan tahun 1997 yang lalu. Hal tersebut juga
berakibat dan berpengaruh terhadap kemampuan dunia usaha
itu sendiri dalam memenuhi kewajiban pembayaran utang
atau prestasi kepada kreditur. Kepailitan adalah
ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitur atas
utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Kewenangan
absolut bagi Arbitrase untuk menyelesaikan perselisihan
hanya sampai sejauh isi perjanjian saja dan bila terjadi
perselisihan dan dapat diperdamaikan maka yang berwenang
adalah Arbitrase itu sendiri, sedangkan apabila ada
permohonan pailit maka Arbitrase tidak berhak karena
yang berhak adalah pengadilan niaga sebagai peradilan
khusus yang sudah diatur sendiri dalam Undang-Undang
No.4 Tahun 1998 mengenai Kepailitan. Kewenangan
Pengadilan Niaga adalah kewenangan absolut dalam hal
menerima dan memeriksa serta memutuskan tentang
permohonan pailit, hal ini berbeda dengan kewenangan
absolut .Arbitrase dimana setiap perjanjian yang telah
mencantumkan klausula Arbitrase yang dibuat para pihak
menghapus kan kewenangan pengadilan negeri untuk
menyelesaikan setiap perselisihan."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T16684
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>