Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153874 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Siburian, Lawrence Tp
Depok: Universitas Indonesia, 1983
S25355
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryanhar Arismoyo
"Merek dagang berperan penting dalam memberikan informasi yang dapat diandalkan kepada konsumen mengenai kualitas dari suatu barang dan reputasi dari produsennya. Pemalsuan terhadap suatu merek dapat merusak peran penting yag dimiliki suatu merek. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab kebutuhan itu dengan memeriksa secara komparatif bagaimana hukum merek dagang dan hukum kepabeanan yang relevan dapat digunakan sebagai mekanisme penegakan hukum yang efektif di Indonesia, Amerika Serikat, Jepang, dan Thailand. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai Otoritas Kompeten untuk melakukan penegakan merek dagang di perbatasan, akan menjaga sirkulasi barang impor dan ekspor dari pelanggaran merek dagang dan barang pemalsuan melalui rekaman dalam Skema Ex-Officio. Dalam penelitian ini, juga bertujuan menguji keuntungan dan kerugian mekanisme rekaman oleh Bea Cukai & Perlindungan Perbatasan Amerika Serikat, Bea Cukai Jepang, dan Bea Cukai Thailand untuk membuat perbandingan dengan mekanisme rekaman oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dengan melakukan upaya terbaik untuk menegakkan perlindungan merek dagang di wilayah perbatasan, juga akan membuat perlindungan maksimum kekayaan intelektual di dalam negeri dan internasional.

Trademarks play an important role in conveying reliable information to consumers about the quality of goods and the manufacturers reputation. Counterfeiting can destroy these important benefits. Despite difficulty in quantifying its scope and effects, many studies recognise the global prevalence of counterfeiting. Its invasion across product categories harms legitimate producers, economies and society. While there are many contributing factors, only government can make a difference is in setting up a responsive legal system that includes good enforcement against counterfeiting. This study aims to address that need by examining comparatively how the relevant trademark laws and customs laws can be used as effective enforcement mechanisms in Indonesia, United States, Japan, and Thailand. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai as Competent Authorities to do enforcement of trademark in border, will maintain the circulation of import and export goods from infringement of trademark and counterfeiting goods by recordation in Ex-Officio Scheme. In this study, also aims the examining of advantages and disadvantages  recordation mechanism by Customs & Border Protection United States, Japan Customs, and (Royal) Thai Customs, to make comparation with recordation mechanism by Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. By doing the best efforts to enforce trademark protection in border areas, will also make the maximum protection of intellectual property in domestically and internationally.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Harry Purnomo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S24683
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, L. Raymond Jr. Perdamean
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S24669
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dermawan S. Djamian
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36575
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinda Ayu Andieni
"Penelitian ini menganalisis tentang bagaimana cara dalam melakukan optimalisasi hukum perdagangan internasional bagi produk kedelai Indonesia. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian Sociolegal Research. Optimalisasi hukum perdagangan internasional bagi produk kedelai Indonesia dapat dilakukan dengan cara: Pertama, mencapai optimalisasi dalam penggunaan aturan safeguard yang diberlakukan oleh WTO bagi produk kedelai Indonesia; Kedua, mencapai optimalisasi harga ideal produk kedelai di Indonesia. Sehingga Indonesia dapat menciptakan persaingan dagangan yang sehat dan adil bagi seluruh produsen yang mendagangkan produk kedelainya di Indonesia.

This research analyzes how to optimize international trade law for Indonesian soy products. This research was prepared using the Sociolegal Research method. Optimization of international trade law for Indonesian soybean products can be done by: First, achieving optimization in the use of safeguards rules imposed by the WTO for Indonesian soybean products; Second, achieving optimization of the ideal price of soybean products in Indonesia. So that Indonesia can create healthy and fair-trade competition for all producers who trade their soy products in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanafi Rachman
"Dalam penulisan tesis ini membahas mengenai penegakan hukum terhadap Tindak Perdagangan Orang. definisi Tindak Pidana Perdagangan Orang dewasa ini mengacu pada Protokol Palermo yang merupakan sebuah perjanjian internasional. Protokol tersebut merupakan sebuah perangkat hukum yang mengikat dan mewajibkan bagi semua negara yang meratifikasi atau menyetujuinya termasuk Indonesia. Undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang mendefinisikan perdagangan orang sebagai tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Hukum Acara Pidana yang digunakan pada penegakan hukum terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang pada dasarnya adalah Hukum Acara sebagaimana ditentukan dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kecuali mengenai ketentuan khusus mengenai alat bukti, pembuktian dan hak-hak korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007.
Dari hasil penelitian yang sifatnya yuridis normatif dan menggunakan metode pengumpulan data yang meliputi, penelitian pustaka melalui pengumpulan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier, serta teknik wawancara dengan para nara sumber diperoleh kesimpulan yaitu meskipun dalam Undang-undang 21 tahun 2007 diatur mengenai ketentuan pembuktian yang memuat 1 (satu) keterangan saksi saja sudah cukup apabila disertai dengan alat bukti lainya (pasal 30 Undang-undang 21 tahun 2007) tetapi para aparat penegak hukum dalam mengajukan perkaranya ke pengadilan masih menganut asas unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi) yang diatur secara tegas dalam hukum acara (KUHAP) pasal 185 ayat (2). Lebih lanjut, ketentuan mengenai hak korban untuk mendapatkan restitusi seringkali tidak diperhatikan oleh para penegak hukum kita karena lebih mengutamakan kepastian hukum dalam penyelesaian perkara daripada keadilan yang seharusnya didapatkan oleh korban atas penderitaanya yang menjadi objek perdagangan orang.

This thesis discussed the enforcement of the Acts of Trafficking in Persons. Definition of the Crime of Trafficking in Persons today refers to the Palermo Protocol is an international treaty. The Protocol is a legal instrument that binds and obliges all countries that ratified or acceded including Indonesia. An Act No. 21 of 2007 on the Eradication of Trafficking in Persons defines trafficking as an act of recruitment, transportation, shelter, transportation, transfer, or receipt of a person by threats of violence, the use of violence, kidnapping, abduction, fraud, deception, abuse of power or vulnerable position, trapping the debt or giving payments or benefits to achieve consent of a person having control over another person, whether committed in the country and between countries, for the purpose of exploitation or the cause of the exploited. Criminal law is used in law enforcement on the Crime of Trafficking in Persons is basically the Law of Procedure as defined in Law No. 8 of 1981 on the Book of Law Criminal Code (Criminal Code), except on special provisions concerning the evidence, proof and victims' rights as stipulated in Law No. 21 of 2007.
From the results of studies that are juridical and normative data collection methods that include, library research through the collection of primary legal materials, legal materials secondary, tertiary legal materials, and techniques of interviews with informants Although the conclusion that the Act 21 of 2007 set regarding the provision of evidence that includes one (1) witness is sufficient if accompanied by other evidence (section 30 of Act 21 of 2007) but the law enforcement agencies in submitting his case to the courts still adhere to the principle of Unus nullus testis testis (one witness is not a witness), which is set firmly in procedural law (Criminal Code) Article 185 paragraph (2). Furthermore, the provisions regarding the rights of victims to restitution often overlooked by law enforcement because they prefer the rule of law in the resolution of the case rather than justice that ought to be obtained by the victim for his suffering which is the object of trafficking in persons.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30369
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reagan Roy Teguh
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan Perjanjian SPS dalam kasus EC- Hormones, terutama pada masalah beban pembuktian, kajian resiko, prinsip kehati- hatian dan penggunaan standar internasional. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mempelajari bagaimana cara suatu negara menerapkan Perjanjian SPS baik untuk melakukan perlawanan ataupun untuk melakukan perlindungan. Penelitian ini normatif eksplanatoris deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menyarankan agar Indonesia dalam melakukan tindakan SPS-nya selalu mengacu kepada standar internasional yang ada.

The focus of this study is about the application of the SPS Agreement in EC- Hormones case, mainly to the extend of burden of proof, risk assessment, precautionary principle and using international standards. The purpose of this study is to have a better knowledge of the way a country can apply the SPS Agreement in order to challenge another country or to protect its own country. This study is normative explanatory descriptive analitical. This study suggests that in applying an SPS measure, Indonesian Goverment should always based that action on international standards."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S25126
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>