Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107669 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Muhammad Suhudi
"Timbulnya sengketa hukum adalah bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang/badan hukum) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. Penelitian ini membahas mengenai sengketa kepemilikan tanah sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 9/Ciketing Udik, seluas 32.215 M2 yang terdaftar atas nama PT. Bosaeng Jaya berkedudukan di Jakarta , terhadap sebagian tanah Hak Guna Bangunan tersebut, yaitu seluas 7.300 M2 dipermasalahkan oleh Nyonya Sanem dan Nyonya Samah. Perkara tersebut di atas telah mendapat putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, akan tetapi putusan tersebut belum dapat menyelesaikan sengketa, karena berdasarkan Berita Acara Eksekusi Pengadilan Negeri Bekasi, putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan (non eksekutabel). Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipologi preskriptif. Untuk mengakhiri kasus sengketa tanah tersebut para pihak sepakat menyelesaikan secara damai. Dengan membuat akta perdamaian secara notariil. Akta Perdamaian tersebut selanjutnya didaftarkan di Kantor Pertanahan Kota Bekasi sebagai dasar permohonan penghapusan perkara.

The arise of legal dispute begins from a complaints from such party (person / body of law) which contains of objections and indictment for land rights either on the status of land, priority or its ownership in the expectation for administrative settlement in accordace with the pertaining regulations. This research discusses the dispute over land ownership on the certificate of the Rights
to Build number 9/Ciketing Udik, covering an area of 32 215 m2 which registered in the name of PT. Bosaeng Jaya located in Jakarta, topartial of land of such rights to build of 7.300 m2, disputed by Mrs Sanem and Mrs Samah. The above case has received a verdict has not been able to resolve the dispute, because based on the Minutes Execution of Districh Court of Bekasi, such decition cannot be executed (non executable). This study uses the method of juridical normative with prescriptive typology. To end such land dispute case the parties agree resolve peaceful term. By produce settlement agreement in a notary deed. Such settlement agreement is then registered to the Land Office of
Bekasi as the foundation of case nullification petition.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34859
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinah
"Seiring dengan meningkatnya jumlah pemberian kredit, timbul masalah kredit macet. Yang menjadi masalah bagi dunia perbankan kita saat ini bukan saja karena meningkatnya jumlah kredit macet melainkan juga masalah penagihan kredit macet. Sehubungan dengan masalah tersebut diatas, pihak perbankan melakukan upaya-upaya hukum yang dapat menyelesaikan masalah kredit macet. Upaya terakhir yang dilakukan oleh pihak perbankan adalah upaya eksekusi jaminan hutang, baik eksekusi jaminan hutang secara lelang tanpa campur tangan Pengadilan Negeri, maupun eksekusi jaminan hutang secara lelang dengan bantuan Pengadilan Negeri (persetujuan/fiat Pengadilan Negeri) serta penjualan dibawah tangan dengan kesepakatan pemberi hak tanggungan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 Undang-undang Hak Tanggungan. Namun dalam praktek, eksekusi jaminan hutang dilakukan secara lelang dengan bantuan Pengadilan Negeri (persetujuan/fiat Pengadilan Negeri)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T15418
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Olivia Enjelina
"Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui untuk menjelaskan pengaturan mengenai tenggang waktu dan proses pemeriksaan perlawanan terhadap eksekusi keputusan pengadilan dalam praktek peradilan perdata.
Eksekusi sebagai salah satu tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara dan memiliki peran yang sangat penting bagi sempurnanya proses peradilan perdata yang membutuhkan pelaksanaan putusan secara paksa. Eksekusi termasuk dalam tata tertib beracara yang diatur dalam Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) atau Rechtsreglement Buitengewesten (RBG), merupakan proses terakhir dalam suatu tata tertib beracara di peradilan perdata. Eksekusi adalah tindakan paksaan oleh pengadilan terhadap pihak yang kalah dan tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela.
Jika terjadi ketidakpuasan pihak yang kalah terhadap putusan akhir dari hakim yang kemudian direalisasikan lewat eksekusi dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut. Perlawanan merupakan upaya hukum biasa untuk melawan putusan verstek, banding dan kasasi. Menurut Pasal 195 ayat (6) HIR, ada dua jenis perlawanan terhadap putusan atau penetapan pengadilan. Hal itu dapat dilihat dari kalimat jika pelaksanaan putusan itu dilawan, juga perlawanan itu dilakukan oleh orang lain yang mengakui barang yang disita itu sebagai miliknya.
Perlawanan/Bantahan diperbolehkan, karena ada landasan hukumnya pada Pasal 207 HIR, dengan syarat Ketua Pengadilan Negeri menerima gugatan perlawanan ini untuk diperiksa terlebih dahulu. Berdasarkan pertimbanganya Ketua Pengadilan Negeri pada waktu itu, pada akhirnya mengabulkan penundaan eksekusi untuk sementara waktu sampai putusan perlawanan memperoleh kekuatan hukum tetap. Proses pemeriksaan perlawanan sengketa perdata sama dengan proses pemeriksaan pada suatu gugatan. Dalam halnya perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan, yaitu sita conservatoir dan sita revindicatoir, tidak diatur baik dalam HIR, RBg atau RV, namun dalam praktek menurut Yurisprudensi, perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga selaku pemilik barang yang disita dapat diterima, juga dalam hal sita conservatoir ini belum disyahkan. Dalam putusan, tidak mengurangi hak pihak ketiga mengajukan Perlawanan apabila salah satu pihak mengajukan banding. Begitu pula perintah pengangkatan Conservatoir Beslag yang ditetapkan PT dalam tingkat banding, tidak menggugurkan hak untuk mengajukan Perlawanan jika salah satu pihak mengajukan kasasi.
Patokan penerapan jangka waktu pengajuan Perlawanan terhadap Conservatoir Beslag, tetap boleh dan terbuka selama proses pemeriksaan masih berlanjut, mulai dari tingkat pertama, tingkat banding dan kasasi. Saat proses pemeriksaan berhenti pada saat itulah tertutup hak mengajukan Perlawanan.

This study aimed to find out to explain the arrangement of the grace period and the examination process execution against a court decision in a civil judicial practice.
Execution as one of the legal action undertaken by the court to the losing party in a case and has a very important role to perfection of the civil legal process that requires the implementation of the decision by force. Execution included in the order of proceedings set forth in Herziene Inlandsch Het Reglement (HIR) or Rechtsreglement buitengewesten (RBG), is the last process in an order in civil judicial proceedings. Execution is the act of coercion by the courts against the
losing party is not willing to voluntarily implement the decision.
If there is dissatisfaction with the losing side against final decisions of the judges who then realized through the execution can be filed against the verdict. Resistance is a common legal efforts to fight the verdict verstek, appeal and cassation. According to Article 195 paragraph (6) HIR, there are two types of resistance against the verdict or court order.
It can be seen from the phrase if it resisted the implementation of the verdict, also the resistance was carried out by others who recognize the objects seized it as his own.
Resistance / denial is allowed, because there is legal basis in Article 207
HIR, provided the Chairman of the District Court accepted the lawsuit of this resistance to be examined first. Based Chief District Court at the time, eventually granted a stay of execution for a while until the decision of the resistance and binding. The process of examining resistance equal civil disputes with the inspection process in a lawsuit. In the case of resistance against the sequestration third party, namely seizure and confiscation conservatoir revindicatoir, is not regulated in both the HIR, RBg or RV, but in practice according to jurisprudence, the resistance presented by third parties as the owner of the confiscated goods is acceptable, also in terms of seizure conservatoir has not been approved. In the decision, did not reduce the rights of third parties
submit Resistance if either party appealed. Similarly, the appointment orders Conservatoir Beslag specified in the appeal, did not abort the right to apply for the Resistance if either party appealed.
The benchmark application filing period Resistance to Conservatoir Beslag, and may remain open during the inspection process is still ongoing, ranging from the first level, the appellate and cassation. When the inspection process stops when it is closed right to the Resistance.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S541
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mutmainah
"Pelaksanaan putusan (eksekusi) terhadap putusan yang telah in kracht van gewijsde atau berkekuatan hukum tetap dalam hukum administrasi merupakan penentu keberhasilan sistem kontrol peradilan terhadap sikap tindak pemerintah dan sistem perlindungan masyarakat terhadap tindak pemerintah, berhasil atau tidak suatu penegakan hukum sangat tergantung pada dapat dilaksanakan atau tidaknya setiap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal inilah yang menjadi ukuran apakah hukum itu benar-benar ada dan diterapkan secara konsekuen dan murni pada suatu negara hukum. Namun pada kenyataannya, selama ini pelaksanaan putusan PTUN belum dapat dilaksanakan secara efektif karena pelaksanaan putusan ini didasarkan pada pertanggungjawaban moral (moral responsibility) dari Pejabat TUN selaku tergugat. Apabila Pejabat TUN enggan melaksanakan isi putusan maka tidak ada instrumen atau lembaga yang dapat memaksa Pejabat TUN tersebut untuk melaksanakan putusan. Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap Putusan Mahkamah Agung RI No. 39 K/TUN/2012 Antara PT. Radio Pelangi Lintas Nusa Melawan Menteri Komunikasi Dan Informatika menunjukkan bahwa rendahnya kualitas kesadaran dan Kepatuhan Pejabat TUN untuk melaksanakan isi putusan.
Penelitian ini dilakukan secara normatif yaitu melalui analisis yuridis ketentuan tentang pelaksanaan putusan di PTUN sebagaimana yang diatur dalam Pasal 116 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 (juridis historis), dengan menitik beratkan pada faktor-faktor atau permasalahan yang mempengaruhi pihak Tergugat (Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara atau Pemerintah) tidak melaksanakan ketentuan tentang pelaksanaan putusan (eksekusi) di PTUN serta upaya penyelesaiannya.

The implementation of verdict (execution) to the verdict that has been in Kracht Van Gewijsde or has permanent law enforcement in administration law is the determinant of the success of court control system to the attitude of government action and society protection system to the action of government. Whether or not law enforcement can be realized, it really depends on the realization of every verdict of court. This matter becomes a standard whether or not law really exists and is consequently and purely applied in the state of law. But, in reality, the implementation of verdict of state administration court has not been implemented effectively because the implementation of this verdict is based on moral responsibility of the officer of state administration as claimed. If the officer of state administration does not implement the contain of verdict, there is no instrument or institution which can force the officer of state administration to implement this verdict. Based on the research that has been done to the verdict of Supreme Court of Republic of Indonesia number 39 K/TUN/12 between PT Radio Pelangi Lintas Nusa versus the Minister of Communication and Information Technology, it shows the absence of consciousness and the obedience of the officer of state administration to implement the contain of verdict.
This research has be done formatively, through rule juridical analysis about the implementation of verdict in state administration court, as arranged in article 116 number 51 - 2009 historical juridical, by pointing out to the factors or the problems which can influence the party (board or officer of state administration or government) not to implement the rule about the implementation of verdict (execution) in state administration court, as wells the effects of settlement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arianto Soenarto
"Penulisan skripsi ini berusaha mengungkapkan permasalahan permasalahan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan eksekusi atas kekuatan eksekutorial ada grosse akta hipotik dan grosse akta pengakuan hutang. adapun yang dimaksud dengan kekuatan eksekutorial pada grosse akta, adalah pelaksanaan eksekusi grosse akta yang dipersamakan kekuatannya seperti suatu keputusan hakim yang telah memiliki kekuatan yang pasti atau tetap in kracht an gewijsde, oleh karena itu grosse akta memiliki ira-ira Demi keadiian berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa, sebagai tanda sifat eksekutorial yang, dimilikinya. Jadi pada grosse akta itu sendiri tidak dipersamakan seperti suatu akta keputusan hakim yang pasti atau tetap in kracht van gewijsde lanya pada cara pelaksanaannya saja eksekusi yang dipersamakan, dengan per; ataan lain bukan pada materi dari grosse akta itu yang memiliki kekuatan yang pasti atau tetap, tetapi pada cara pelaksanaannya eksekusi, maksud dari Mahkamah Agung. demikian- Tentu saja pembahasan harus juga dimulai dari pengertian grosse akta itu sendiri, bentuk dan isi dari grosse akta, pengertian-pengertian pokok dari jrosse akta, kedudukan dan fungsi dari grosse akta disamping tentunya masalah-masalah yang timbul dalam proses pelaksanaan eksekusi, kesemuanya itu berusaha mengungkapkan sebagian permasalahan dalam proses pelaksanaan eksekusi grosse akta. Perkembangan yang ada begitu cepat, dimana lembaga grosse akta begitu diutuhkan dan diharapkan oleh masyarakat khususnya kalangan perbankan dan kalangan lembaga non Bank dalam upaya mengamankan assetnya. Namun ternyata harus diakui bahwa peraturan-peraturan yang ada yang mengaturnya tidak cukup materiel untuk memberikan legalitas yang seragam bagi para pihak yang terlibat didalamnya seperti jurisprudensi, surat-surat edaran dari Mahkamah Agung dan fatwa-fatwa dari Mahkamah Agung. Untuk itu perlu segera diciptakan peraturan legalisasi mengenai grosse ikta demi menjaga pemahaman yang saling bertentangan dan proses pelaksanaan eksekusi yang berlarut-larut akibat adanya penundaan dan non eksekutabel. tentu saja terciptanya peradilan yang cepat, murah dan sederhana menjadi hadapan kita semua."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Imparsial, 2007
343.014 3 REF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Amiroeddin Sjarif
Jakarta: Rineka Cipta, 1996
355.13 AMI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yusuf Wahyudi
"Sebagaimdia diketahui bahua dalam lalu-lintas perekonomian, tak dapat dihindari banyak digunakannya hipotik dalam rangka perjanjian hutang-piutang-, khususnya perjanjian kredit, padahal dengan berlakunya UUPA tanggal 24 September 1960 yang mengadakan perombakan secara mendasar atas hiukum Tanah, hipotik mengalami pula pengaturan baru dan dirubah menjadi hak tanggungan. Sampai saat ini, Undang-undang tentang Hak Tanggung yang dimaksudkan akan mengatur secara lengkap belum ada. Secara teoiritis, banyak timbul perbedaan penafsiran atas eksistensi dan hal-hal lain yang menyangkut hipotik dalam rangka Hukum Tanah sekarang. Dan bagaimana yang terjadi di praktek, itulah problema yang penulis coba bahas."
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>