Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174424 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aidil Khairunsyah
"Seorang anak tidak pernah minta untuk dilahirkan. Sesungguhnya ia adalah karunia dari Allah SWT kepada umatnya. Secara biologis, terjadinya seorang anak didahului oleh adanya hubungan badan antara seorang pria dengan seorang wanita. Hubungan badan tersebut biasa terjadi dalam suatu ikatan perkawinan yang sah antara suami dan istri. Namun hubungan itu bisa pula terjadi tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah. Hubungan badan yang dilakukan di luar ikatan perkawinan yang sah dikenal dengan istilah free sex atau seks bebas. Hubungan free sex atau hubungan badan yang dilakukan di luar ikatan perkawinan akan menimbulkan permasalahan terhadap anak yang lahir dari hubungan tersebut. Seorang anak yang dilahirkan dari suatu hubungan free sex akan memiliki status dan kedudukan yang berbeda dengan anak yang dilahirkan sebagai akibat perkawinan yang sah. Status dan kedudukan seorang anak sangatlah penting, karena status dan kedudukan tersebut akan mempengaruhi hubungan kekeluargaan dan hubungan perdata yang dimiliki antara si anak dengan ayah dan ibunya. Selain itu status dan kedudukan anak juga akan mempengaruhi perwalian anak.
Seorang wali diangkat melalui penetapan Pengadilan Negeri. Dimana pihak yang berkepentingan mengajukan permohonan perwalian kepada Pengadilan Negeri setempat. Kemudian Pengadilan Negeri tersebut memutuskan untuk mengabulkan atau menolak permohonan perwalian yang diajukan, yang dituangkan dalam sebuah penetapan. Dengan menggunakan metode studi dokumen dan wawancara, diketahui bahwa upaya hukum yang dapat ditempuh atas suatu penetapan voluntair adalah dengan mengajukan permohonan kasasi. Hal ini merujuk kepada Penjelasan Pasal 43 ayat (1) UU No.14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Dan terhadap suatu penetapan perwalian, dapat dimohonkan pembatalan. Dimana yang mempunyai wewenang untuk membatalkan suatu penetapan Pengadilan Negeri adalah Mahkamah Agung. Ketentuan ini didasarkan pada Pasal 30 Undang-Undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S22247
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Aliya
"Skripsi ini menjelaskan mengenai status hukum transeksual dan perkawinannya ditinjau dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam penelitian ini diambil tema mengenai transeksual dalam kaitannya dengan hak-haknya seperti mendapatkan identitas baru yaitu perubahan nama dan jenis kelamin untuk dicatatkan di Pencatatan Sipil dan juga mengenai perkawinan dikaitkan dengan keabsahan perkawinan tersebut yang dikaitkan dengan peraturan perundang-undang. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan memaparkan mengenai suatu permasalahan, wawancara nara sumber ahli, dan analisa kualitatif dengan acuan literatur dan ketentuan yang berlaku.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa transeksual dapat mendapatkan identitas yang baru dengan cara mendapatkan penetapan pengadilan mengenai perubahan identitas barunya dan selanjutnya dicatatkan ke Pencatatan Sipil dan perkawinan transeksual adalah tidak sah berdasarkan sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sehingga tidak dapat dicatatkan di Pencatatan Sipil.

The focus of this study is to explain the legal status of transsexuals and marriage in terms of Act No. 23 of 2006 on Demography Administration and Act No.1 of 1974 on Marriage. This research takes the themes of transsexuals in relation to their rights such as getting a new identity that is change of name and sex to be listed in the Civil Registry and also about the validity of marriage related with laws and regulation. The study is conducted in analytical descriptive in order to explain related information by interviewing the expert and perform qualitative analysis from related literature and regulations.
This study finds that transsexuals can get a new identity by getting determination from the court about their new identity and then can be listed to the Civil Registry and transsexual marriage is not valid based on the validity of the marriage in Act No. 1 of 1974 on Marriage, so it cannot be listed in Civil Registry.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1526
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuwanda Chairunnisa
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana hukum Islam serta perundangundangan yang bersifat nasional dan internasional memandang mengenai perkawinan di bawah umur, faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan di bawah umur dan dampak yang ditimbulkan dari perkawinan di bawah umur serta bagaimana ketepatan hakim dalam menetapkan permohonan dispensasi perkawinan melalui studi penetapan Pengadilan Agama No. 023/Pdt.P/2013/PA.Cbd. Bentuk penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan bahan kepustakaan berupa buku dan peraturan perundang-undangan terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pada prinsipnya Hukum Islam, UU No. 1 Tahun 1974 dan UU No. 35 Tahun 2014 tidak menghendaki adanya perkawinan di bawah umur kecuali ada cukup alasan dan alasan tersebut sifatnya mendesak serta menghindari kerugian yang lebih besar (2) Perkawinan di bawah umur melanggar hak-hak dasar anak yang jaminan pemenuhan haknya dilindungi oleh peraturan perundang-undangan (3) Majelis Hakim dalam memberikan penetapan dispensasi perkawinan dalam penetapan No. 023/Pdt.P/PA.Cbd tidak mengedepankan hak-hak anak karena hanya bersandar pada prosedur formal hukum acara.
This thesis discusses the regulation, causes, and the impact of underage marriage under Islamic Law as well as national and international law. Further, it discusses the implementation of the law in determining marriage dispensation in Islamic Court Stipulation No. 023/Pdt.P/PA/Cbd. This thesis is a normative juridical research, based on literature such as books and related regulations. The result of the research showed that (1) Principally, Islamic Law, Law No. 1 of 1974 and Law No. 35 o 2014 does not recognize underage marriage, except supported by strong reason and there exists an urgent situation or to avoid a bigger loss (2) underage marriage violated fundamental human rights of the child guarenteed under the Law (3) Judges in marriage dispensation stipulation No. 023/Pdt.P/PA.Cbd did not prioritize the rights of the child but only relied on formal procedural law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60943
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miggi Sahabati
"Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan kasih sayang yang kemudian diwujudkan dalam sebuah perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Akan tetapi dalam pelaksanaannya sering timbul konflik di antara suami istri. Perjanjian perkawinan muncul sebagai alternatif untuk memberikan keseimbangan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban bagi suami istri dalam perkawinan. Namun, perlu diteliti lebih lanjut mengenai pola pengaturan dan materi apa saja yang dapat diatur dalam perjanjian perkawinan menurut KUHPerdata dan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan berkaitan dengan hak-hak istri dalam lembaga perkawinan, serta bagaimana pelaksanaannya selama ini di dalam praktek. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini diberi judul "Perjanjian Perkawinan Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Hak Istri Ditinjau Dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata Dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan."
Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dan metode lapangan yang didukung dengan pendekatan kualitatif sebagai metode dalam pengolahan data.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pola pengaturan perjanjian perkawinan dalam KUHPerdata diatur sesudah bab mengenai harta kekayaan perkawinan, sedangkan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan mengaturnya sebelum hak dan kewajiban suami istri serta harta kekayaan perkawinan. Materi dalam perjanjian perkawinan menurut KUHPerdata lebih kepada persoalan harta kekayaan, sedangkan menurut UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dapat diperjanjikan hal-hal lain di luar persoalan harta kekayaan. Perjanjian perkawinan di dalam prakteknya masih mengatur seputar persoalan harta kekayaan suami istri.
Adapun saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah agar dibuat suatu Peraturan Pelaksanaan mengenai ketentuan dalam Pasal 29 UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan perjanjian perkawinan dan agar diadakan suatu program penyuluhan dari pemerintah kepada masyarakat mengenai pentingnya dibuat suatu perjanjian perkawinan antara calon suami istri sebelum perkawinan berlangsung."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanya Yunitra Ardhini
"Rumah tangga merupakan kelompok terkecil dalam suatu masyarakat. Rumah tangga terbentuk melalui ikatan perkawinan yang sah. Dalam satu rumah tangga diharapkan suami, istri dan anak-anak mendapat ketenangan dan kebahagiaan, prinsip ini juga dianut dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyatakan perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun tak jarang setelah perkawinan berlangsung, banyak permasalahan timbul yang tidak menutup kemungkinan menyebabkan kekerasan. Pada tahun 2004 Indonesia memiliki undang-undang mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu UU Nomor 23 Tahun 2004.
Oleh karena itu ingin sekali penulis mengetahui hal-hal apa saja yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, dan bagaimana hukum yang diberikan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Bentuk penelitian dari tesis ini adalah evaluatif-analitis-preskriptif di mana penulis akan znengevalusi UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga di dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, menganalisis pokok permasalahan yang ada, dan memberikan kesimpulan serta saran. Dengan demikian, berdasarkan kasus Putusan Nomor 1715/Pid.B/2006/PN.TNG penulis menarik kesimpulan, bahwa yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, faktor ekonomi adalah salah satu penyebab yang dominan.
Saran yang dapat diberikan penulis adalah agar setiap pasangan suami-istri dapat saling menghormati dan menghargai kedudukan dan peranan diantara satu sama lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut pada dasarnya UU Nomor 1 Tahun 1974 telah memberikan hak dan kewajiban yang jelas bagi suami-istri yang kemudian didampingi oleh UU Nomor 23 Tahun 2004 yang memberikan perlindungan hukum berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T17336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lyna
"Perkawinan merupakan suatu fase penting bagi setiap insan manusia di dunia selain kelahiran, pendewasaan dan kematian. Perkawinan sebagai suatu peristiwa hukum dan merupakan bagian dari hak asasi serta mempunyai arti yang penting bagi mereka yang menjalaninya. Pencatatan perkawinan merupakan bukti otentik dari peristiwa hukum tersebut, sehingga setiap perkawinan harus dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil. Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam Pasal 2 menyatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya serta tiap perkawinan dicatat. Saat ini agama dan kepercayaan yang dimaksud oleh pemerintah adalah Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Dasar agama KHONGHUCU di Indonesia adalah UU No.l/PNPS/1965 dan SE Mendagri No.477/74054 sudah dicabut. Putusan Kasasi Perkawinan KHONGHUCU hanya berlaku untuk Budi dan Lanny saja. Bagi pasangan umat KHONGHUCU lainnya, perkawinannya tidak dapat dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil. UU No. 1 Tahun 1974 tidak menyebutkan agama apa saja, seharusnya perkawinan KHONGHUCU adalah sah. Penolakan pencatatan perkawinan merugikan pasangan KHONGHUCU, yang merasakan kerugian lebih besar adalah isteri dan anak. Mereka tidak mempunyai bukti atas perkawinannya, anak yang dilahirkan menjadi anak luar kawin, tidak ada harta bersama dan tidak ada hak dan kewajiban suami isteri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T37735
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Prisa Eko Pratama
"Perkawinan di Minangkabau dilaksanakan menurut hukum adat Minangkabau dan Hukum Islam. Tetapi sering terjadi pertentangan antara mengikuti adat atau agama dalam hal perkawinan ini, seperti dilarangnya kawin sesuku dan sekaum di Minangkabau. Menurut Hukum Adat yang berlaku di Nagari Singkarak dan Nagari Saniangbaka dilarang melangsungkan perkawinan antara Anak Nagari tersebut. Larangan ini telah berlangsung sejak lama dan menjadi kebiasaan. Meskipun larangan perkawinan ini tidak ada dalam Islam tetapi masyarakat meyakini dan menjalankan aturan tersebut. Penelitian ini dianalisis secara deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Dari hasil penelitian ternyata larangan perkawinan tersebut tidak diatur dalam Hukum Islam, sedangkan menurut Undang-Undang Perkawinan tidak bertentangan.

Marriage in Minangkabau is held under customary law and islamic law. But, there is often contradiction between following custom or religion in matters of marriage, such as prohibiting marriage and sekaum in Minangkabau tribe. According to the customary law prevailing at the Nagari Singkarak and the Nagari Saniangbaka is forbidden to establish a marriage between the son of the Nagari. This prohibition has been going on since long time and become a habit. Although, there is no prohibition of marriage in Islam, but the community believes and run the rule. This study is analyzed by using descriptive analytical approach to juridical sociology. From the research, it turns out the prohibition of marriage is not ruled for in Islamic Lawwhile according to the Marriage Law is not contradictory."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28622
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Yunanda
"Dengan semakin banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga dimana sebagian besar korbannya adalah perempuan, kebutuhan akan adanya undang-undang yang khusus mengatur mengenai kekerasan dalam rumah tangga sebagai kejahatan dan memberikan perlindungan tertentu bagi korban kekerasan dalam rumah tangga dirasakan semakin mendesak. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, belum lama ini pemerintah telah mengesahkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU Anti KDRT). Selama ini kekerasan dalam rumah tangga diyakini merupakan akibat dari adanya ketimpangan hubungan kekuasaan antara suami dan istri yang mengakar dari budaya patriarki yang hidup di masyarakat kita. Sebelum adanya UU Anti KDRT, perlindungan terhadap perempuan dalam perkawinan hanya diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) yang ternyata masih mengandung banyak kelemahan karena memuat beberapa ketentuan yang mencerminkan budaya patriarki tersebut.
Dalam penelitian ini penulis mencoba melakukan perbandingan terhadap kedua undang-undang tersebut untuk melihat sejauh mana Undangundang Perkawinan yang telah berlaku lebih dahulu mengatur perlindungan terhadap perempuan dalam perkawinan dan bagaimana UU Anti KDRT memberikan perlindungan terhadap perempuan khususnya dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga. UU Anti KDRT memuat ketentuan-ketentuan yang berisi perlindungan terhadap perempuan yang sebelumnya belum diatur dalam UU Perkawinan, yakni mengenai kekerasan dalam rumah tangga, sehingga dapat dikatakan merupakan suatu kemajuan besar dan terobosan hukum dalam hal perlindungan terhadap perempuan. Dengan disahkannya UU Anti KDRT, kekerasan dalam rumah tangga diakui sebagai suatu kejahatan yang harus dihukum dan bukan lagi merupakan masalah domestik/privat yang tidak boleh dicampuri orang lain."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21165
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>