Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79429 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dhoho Ali Sastro
"Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah salah satu instrumen kontrol dalam sistem administrasi negara. Indonesia, sebagai salah satu negara yang menganut mazhab negara hukum rechstaat, menjadikan PTUN tak hanya sebagai lembaga kontrol terhadap pemerintah, tetapi juga sebagai lembaga yang mengkompensasi kedudukan rakyat dalam penyelesaian sengketa TUN. Dalam sengketa TUN rakyat akan berhadapan dengan penguasa (pemerintah). Salah satu bentuk kompensasi kedudukan yang diberikan oleh UU Peratun adalah prosedur penundaan pelaksanaan KTUN (pasal 67).
Dalam skripsi ini pada dasarnya akan mencoba mengulas tiga hal. Yang pertama adalah bagaimana prosedur ini diterapkan. Apa saja aturan yang telah diciptakan sehingga prosedur ini dapat dilaksanakan dalam prakteknya. Selain soal penerapan prosedur ini, skripsi ini membahas juga mengenai latar belakang penyusunan aturan mengenai prosedur penundaan. Penerapan prosedur penundaan, terbatas pada apa yang telah dituangkan secara normatif.
Pemahaman yang terbatas pada sesuatu yang tekstual semata akan membuat terjebak pada kebingungan dan lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya pengaturan itu. Oleh karenanya dalam skripsi ini juga dibahas mengenai latar belakang pengaturan prosedur penundaaan pelaksanaan KTUN.
Bagian ketiga, dari skripsi ini akan memberikan analisa tentang penerapan prosedur penundaan pelaksanaan KTUN. Hal-hal apa yang perlu mendapatkan perhatian untuk masa-masa yang akan datang. Di bagian akhir, sebagai pemantap dan pembulat pemahaman, skripsi ini menyajikan beberapa contoh kasus untuk dijadikan bahan kajian. Ada tiga kasus yang akan dijadikan sebagai bahan kajian. Yang pertama adalah kasus Lawang Seketeng. Kemudian dilanjutkan dengan Kasus Skorsing Mahasiswa UI, serta yang terakhir adalah Kasus Penggusuran Kali Adem. Ketiga kasus ini sengaja dipilih karena karakteristiknya masing-masing."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
S22263
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Indra R.
"Konsep welfare state mengakibatkan perluasan peran pemerintah dalam segala aspek kehidupan masyarakat yang bertujuan memajukan kesejahteraan seluruh warga negara, akibatnya setiap aktivitas masyarakat akan selalu bersinggungan dengan pelaksanaan tugas dari badan atau pejabat tata usaha negara. Maka selalu terdapat berbagai bentuk variasi tindakan pemerintah baik faktual maupun berupa keputusan yuridis tidak setiap Keputusan akan diterima oleh warga negara bila menimbulkan kerugian yang mendesak, walaupun pada dasarnya setiap keputusan tata usaha negara itu adalah Presumptio justae Causa (dilaksanakan dengan seketika). keputusan yang sangat merugikan dilaksanakan tersebut dapat diminta penundaan pelaksanannya kepada pengadilan TUN yang berwenang. Permohonan dapat dikabulkan bila ada kepentingan mendesak/dirugikan dan tidak dikabulkan bila ada kepentingan umum dalam rangka pembangunan.
Dalam penelitian ini, ditemukan kepentingan penggugat yang mendesak/dirugikan itu tidak serta merta terjadi. Kepentingan umum dalam rangka pembangunan adalah merupakan kepentingan seluruh negara/bangsa bukan dalam arti kepentingan lokal yang mengharuskan gugatan ditolak. Untuk mengatasi timbulnya sengketa dikemudian yang timbul akibat ketidakcermatan mengambil keputusan, maka saran yang direkomendasikan adalah (1). Perlunya pemahaman wewenang oleh setiap badan atau pejabat TUN dalam pembuatan keputusan; (2) perlunya adanya sanksi berupa pemberian ganti rugi secara pribadi badan atau pejabat TUN yang bersangkutan.
Wellfare state resulted in the concept of expending the role of government in all aspects of a society. That aims to promote the welfare of all citizens. A result that every community will always with the implementation of the tasks of the agency or official. Therefore always different forms of government action variations both factual and juridical decisions. Is that not every decisions can be received by citizens when the loss of an urgent cause although basically every decisions (can be) a decisions which is very harmfull for the delayed can be sued to court. That granted will can have an urgent interest/ injured and not granted if there is public interest in the frame work of development.
In this research found that the interest of plaintif urgent/ disadvantaged not necessarily occur. Is in the public interest of all citizens/ nation as whole Rather than local interest to addres the incidence of disputes due to decisions that are carefull. the suggestion is recommended (1) The need for the authorities in decisions making (2) The need to sanction the provision of compensation from the time the guilty officials.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22586
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asman
"Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara Nomor 5 Tahun 1986, Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, adalah hal yang positif dalam pembangunan di bidang hukum administrasi negara, guna mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram, dan tertib. Dimana tugas utamanya adalah melakukan kontrol dari segi hukum (yuridis) terhadap Pemerintah (penguasa) dalam pelayanan terhadap warga masyarakat. Akan tetapi dalam kurun waktu yang sudah sekian lama ini, masalah sengketa Tata Usaha Negara yang muncul dalam kehidupan masyarakat tidak seluruhnya dapat diselesaikan melalui Peradilan Tata Usaha Negara, dengan alasan tidak termasuk dalam kewenangan badan PTUN dan bukan wewenangnya untuk memutuskan sengketa tersebut. Hal ini tidak terlepas dari peraturan-peraturan hukum yang masih kaku dari PTUN, dengan memberikan batasan yang sangat sempit terhadap obyek gugatan yang dapat diajukan ke PTUN. Di samping itu munculnya ketentuan hukum baru dalam bentuk undang-undang maupun peraturan pemerintah yang semakin membatasi kewenangan badan PTUN itu sendiri. Dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang PTUN secara umum meberikan batasan tentang obyek gugatan yang dapat diajukan ke PTUN, yaitu “Penetapan tertulis yang bersifat konkrit, individual dan final”. Berikutnya dalam perluasannya terbatas dalam pengertian perbuatan pemerintah berupa keputusan negatif fiktif, sebagaimana ditentukan dalam pasal 3 Undang-Undang PTUN. Dalam menentukan apakah sengketa TUN dapat diajukan sebagai obyek gugatan dalam PTUN adalah kewenangan dan kebebasan Ketua PTUN untuk menilainya (pasal 62 Undang-Undang PTUN). Tidak jarang terjadi sengketa TUN yang telah menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat, dinyatakan tidak dapat diterima oleh putusan PTUN. Keadaan tersebut tentunya akan bermuara kepada ketidakpuasan dan/atau ketidakpercayaan masyarakat selaku pencari keadilan dalam penyelesaian sengketa TUN di PTUN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Metty Lindrijani
"Sengketa pertanahan merupakan perselisihan yang terjadi antara dua pihak atau lebih dimana salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lainnya dan masing-masing memperjuangkan kepentingannya dengan objek yang sama, yakni tanah beserta benda-benda lain yang berada diatas tanah tersebut. yang penyelesaiannya dilakukan melalui musyawarah atau melalui pengadilan. Konflik pertanahan terjadi hampir diseluruh Indonesia karena tuntutan hak atas status tanah maupun kepemilikan ganda, dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Sengketa pertanahan satu sisi sebagai Keputusan Tata Usaha Negara dan sisi lainnya sebagai tanda bukti hak keperdataan (kepemilikan) seseorang atas tanah, sehingga apabila terjadi sengketa penyelesaiannya dapat ditempuh melalui dua jalur peradilan, yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Negeri. Akan tetapi tujuan akhir dari tuntutan itu adalah siapa yang lebih berhak dari yang lain (prioritas) atas tanah sengketa tersebut. Pada Putusan Kasasi dan Putusan peninjauan Kembali Pertimbangan hukum hakim dalam putusan tersebut sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan memberikan Hak Pengelolan kepada PT Kereta Api (Persero) atas tanah yang menjadi sengketa.

Land dispute is a conflict between two parties or more where one party feels aggrieved by the other party and each party fight for their interests in the same object such as a piece of land and other objects on the land and the settlement is done through consultation or through court. Land disputes occur in most part of Indonesia in the form of land ownership status as well as dual ownership, with expectation of getting settlement according to existing law. Land dispute in one side is State Administrative Court decision and on the other side as individual ownership right of a land, so when conflict occur, claim could be settled either through State Administrative Court or State Court. But the end result of the claim is who has more ownership right (priority) of the land. On the Supreme Court decision and Judicial Review (PK), the decision has already been inconformity with current regulations by giving the ownership right of land being dispute to PT Kereta Api (Persero)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Ramses
"UU No. 5 tahun 1986 jo UU No. 9 tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara secara resmi beroperasi sejak tanggal 14 januari 1991 melalui PP No. 7 tahun 1991. Sebagai badan peradilan yang telah beroperasi lebih dari sepuluh tahun, dalam tahap pelaksanaannnya masih terdapat banyak permasalahan. Termasuk di dalamnya menyangkut masalah kompetensi mengadili dari Peradilan Tata Usaha Negara. Skripsi ini berusaha meneliti permasalahan yang menyangkut kompetensi absolut dari Peradilan Tata Usaha Negara dan permasalahan yang berhubungan dengan masalah keputusan sebagai obyek gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara, apakah keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup mengenai AMDAL merupakan obyek gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Dengan sifat penelitian yang demikian, diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum dan seteliti mungkin mengenai data-data yang sedang diteliti. Metode pengolahan data menggunakan metode pengolahan data kualitatif. Dari hasil penelitian diperoleh data yang menyimpulkan bahwa kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara menurut UU no. 5 tahun 1986 jo UU No. 9 tahun 2004 adalah yang diatur di dalam pasal 47 jo pasal 1 ayat (4) jo pasal 1 ayat (3) jo pasal 2 jo pasal 3 dengan limitasi pasal 49. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup mengenai AMDAL merupakan obyek gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara karena memenuhi kriteria keputusan Tata Usaha Negara yang dirumuskan didalam pasal 1 ayat (3) UU No. 5 tahun 1986 jo UU No. 9 tahun 2004."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The dispute settlement of administrative law procedures which has local nature will be resolved under two steps. The first step through the District Administration Law judicature and the second step it will be held by the High Administrative Law Judicature. The dispute sttlement of administrative law procedure is an ultimum remidium. It means if the dispute can be sttled by using negotiation among parties (individual, corporate bodies and state officers), the disputes are not necessarily to be brought to the court, litigation)."
JHUII 14:1 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Cenggana, Evan Dewangga
"Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Sudah sepatutnya negara memberikan perlindungan kepada Notaris yang telah menjalankan jabatannya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Salah satu perlindungan yang dimaksud yaitu mengenai pembinaan Notaris yang dalam Pasal 66 ayat (1) UUJN dilaksanakan oleh Majelis Kehormatan Notaris (MKN). Adapun yang menjadi permasalahan dari penulisan ini adalah mengenai kedudukan hukum Majelis Kehormatan Notaris terkait dengan kewenangan mengadili dari Pengadilan Tata Usaha Negara dalam peraturan perundang-undangan di Indonoesia; serta penerapan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) dalam persetujuan pemeriksaan Notaris oleh Majelis Kehormatan Notaris berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan Nomor 119/B/2019/PT.TUN-MDN. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dengan metode pengolahan data kualitatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa MKN termasuk Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang apabila surat keputusannya digugat menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara. MKN dituntut untuk mematuhi Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam menjalankan tugasnya terutama dalam memberikan persetujuan atas permohonan pemeriksaan Notaris. Saran dari penelitian ini yaitu MKN Pusat seharusnya merangkum asas-asas yang termasuk dalam AUPB dan memberi pelatihan secara berkala kepada setiap anggota MKN Wilayah mengenai pentingnya AUPB dalam pemberian jawaban.

Notary is a public official who has the authority to make authentic deeds and other powers as referred to in the Law of Notary (UUJN). It is appropriate for the state to provide protection to Notary who has carried out their positions in accordance with the laws and regulations. One of the protections referred to is the development of Notary which in Article 66 paragraph (1) UUJN is implemented by the Notary Honour Assembly (MKN). As for the problem of this writing are concerning the legal standing of the Notary Honour Assembly related to the judicial authority of the State Administrative Court in the laws and regulations in Indonesia and the implementation of General Principles of Good Governance in the approval of the Notary's examination by the Notary Honour Assembly based on the Decision of the Medan Administrative High Court Number 119/B/2019/PT.TUN-MDN. The research method used is normative juridical. Collecting data using literature study with qualitative data processing methods. Thus, it can be concluded that MKN is a State Administration Agency / Officer whose decision if being sued will be the authority of State Administrative Court. MKN is required to comply with the General Principles of Good Governance in carrying out its duties, especially in providing an answer to the request for examination of a Notary. The suggestion from this research is that the Central MKN should summarize the principles included in the AUPB and provide regular training to every member of the Disctrict MKN regarding the importance of AUPB in providing answers."
2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Djunaedi Iskandar
"Tesis bertujuan untuk mengetahui masalah sebagai berikut :
(1). Bagaimana suatu sengketa Tata Usaha Negara yang terkait dengan Masalah Ekonomi diselesaikan oleh Peradilan dalam hal ini Peradilan Tata Usaha Negara :
(2). Bagaimana sikap para pejabat/badan Tata Usaha Negara dalam melaksanakan putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(3). Hambatan serta kendala apa yang masih dihadapi Peradilan Tata Usaha Negara.
Pencarian data hanya dilakukan di kota Jakarta saja mengingat belum banyak data-data yang dapat diperoleh di luar Jakarta dan sumber data pun masih terbatas pada studi dokumen serta perpustakaan. Dari hasil penelaahan tersebut rnenunjukkan bahwa sengketa Tata Usaha Negara yang terkait dengan masalah Ekonomi, didominasi oleh masalah pertahanan dan penyelesaiannya sesuai dengan hukum acara yang berlaku yaitu UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Peraturan Pemerintah RI No. 43/1991 seta petunjuk pelaksanaan dan petunjuk Teknis dari Mahkamah Agung RI. Sikap para pejabatlBadan Tata Usaha Negara dalam menerirna putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, masih terlihat adanya keengganan untuk melaksanakan secara sukarela dan telah ada himbauan dari Menteri Penertiban AP peraturan Negara dan Irjen Dep. Dalam negeri untuk mematuhi putusan Peradilan Tata Usaha Negara. Kendala yang dihadapi adalah belum adanya Juru sita serta sanksi yang tegas sehingga pelaksanaan putusan lebih diserahkan kepada kemauan baik para pejabat sendiri karena tidak ada upaya paksa sebagaimana terdapat pada lingkungan Peradilan Agama, juga belum adanya Hakim Ad-hok dan belum berperannya Jaksa ( Pengacara Negara ). Kiranya apa yang dikemukakan dalam tesis ini akan membawa menfaat bagi masyarakat serta para pencari keadilan guna mendapatkan perlindungan hukum yang mereka dambakan."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T19846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusno Ritwan
"Sertipikat Hak Atas Tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran hak atas tanah merupakan tanda bukti yang kuat dan bukan merupakan tanda bukti yang mutlak/sempurna menurut ketentuan UUPA, dan PP Nomor 24 Tahun 1997. Keterangan-keterangan yang tercantum didalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima (oleh Hakim) sebagai keterangan yang benar sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya. Betapapun telah tersedia perangkat hukum yang mengatur pendaftaran tanah tetapi dalam praktek masih sexing ditemukan adanya sertifikat ganda. Permasalahan yang diteliti adalah kepastian hukum bagi pemegang Sertipikat Ganda Hak Atas Tanah yang diperoleh melalui perjanjian jual bell serta penerapan esensi PP No. 24 Tahun 1997 dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung Nomor 33/G/2003/PTUN-BDG tanggal 19 Juni 2003. Penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif mempergunakan tipe penelitian evaluatif guna meneliti bahan hukum primer yaitu UUPA, PP No. 24 Tahun 1997, Keputusan Meneg Agraria/Ka BPN Nomor 3 Tahun 1997 ditunjang bahan hukum sekunder dan tertier. Alat pengumpulan data adalah studi dokumen.
Melalui analisis data secara kualitatif hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa sistim publikasi negatif mengandung kelemahan dalam memberikan kepastian hukum hak atas tanah tetapi di sisi lain merupakan peluang bagi pemegang hak yang sebenarnya ketika terdapat sertipikat ganda yang timbul karena kejahatan, kelalaian atau perbuatan melawan hukum. UU No. 9 Tahun 2004 jo. UU No.5 Tahun 1986 memberikan perlindungan bagi pemilik Hak Atas Tanah yang merasa dirugikan untuk melakukan upaya hukum membatalkan Keputusan Tata Usaha Negara oleh Kantor Pertanahan melalui PTUN. Putusan PTUN Bandung Nomor 33/G/2003/PTUN-Bdg tanggal 19 Juni 2003 memenuhi esensi dari tujuan dan ketentuan dalam PP No. 24 Tahun 1997 melalui pertimbangan hukum, yang menunjuk Pasal 57 yang menyatakan bahwa dalam proses penggantian Sertipikat yang rusak, sertipikat yang lama ditahan dan dimusnahkan. Perlindungan yang diberikan PTUN terhadap masyarakat yang dirugikan atas perbuatan melawan hukum Pejabat Tata Usaha Negara sesuai dengan pesan dalam Penjelasan Umum UU No. 9 Tahun 2004 jo. UU Nomor 5 Tahun 1986 telah laksanakan dengan balk dalam menangani perkara ini. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19628
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>