Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25739 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Imam Purwadi
"Dari sejarah hukum dapat diketahui bahwa sistem hukum Indonesia bersifat majemuk. Disebut demikian karena sampai kini dalam negara Republik Indonesia berlaku beberapa sistem yang mempunyai corak dan sistem sendiri. Yang dimaksud disini adalah sistem hukum Adat, hukum Islam, dan hukum Barat. Ketiga sistem hukum itu berlaku di Indonesia. Hukum Adat telah lama ada dan berlaku di Indonesia, kendati baru dikenal sebagai sistem hukum pada permulaan abad XX. Untuk jangka waktu yang cukup lama, sistem hukum adat memainkan peranannya dalam berbagai kehidupan masyarakat Indonesia.
Sekitar abad VII sampai awal abad VIII, agama Islam mulai penyebarannya di Indonesia melalui Sumatera. Dalam waktu relatif singkat agama Islam diterima dan berkembang ke seluruh pelosok Indonesia. Agama Islam dianut dan dilaksanakan oleh umat Islam Indonesia dengan sungguh-sungguh. Proses Islamisasi di Indonesia melalui para saudagar yang berdagang dan mengadakan perkawinan, (peranan hukum Islam) sangat besar.
Hal itu dapat dilihat dari kenyataan bahwa kalau seorang saudagar muslim hendak menikah dengan seorang wanita pribumi, misalnya, wanita itu diislamkan lebih dahulu dan pernikahannya kemudian dilangsungkan menurut ketentuan hukum Islam. Kalau salah seorang anggota keluarga itu meninggal dunia, harta peninggalannya dibagi menurut hukum kewarisan islam. Hukum islam berkembang dan dilaksanakan sampai kini oleh sebagian besar rakyat Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T5450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasniah Hasan
Jakarta: Gitamedia Press, 2004
297.432 HAS h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muryono Suroyo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hazairin
Djakarta : Tintamas, 1962
297.432 HAZ h (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Hanafiah
"R. Achmad Sarbini selaku pewaris kalaalah mewasiatkan seluruh harta warisannya kepada istrinya, R. Nana Djuhana, padahal ia masih memiliki saudara kandung. Wasiat yang sama dilakukan oleh R. Nana Djuhana kepada anak angkatnya, Nina Indratna. Skripsi ini membahas mengenai kedudukan saudara dan anak angkat dalam hal pewaris kalaalah menurut hukum kewarisan Islam, serta keabsahan wasiat seluruh harta bagi anak angkat dalam hal masih ada ahli waris yang sah. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan tipologi deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa saudara hanya dapat tampil mewaris apabila pewaris kalaalah dan anak angkat bukanlah ahli waris melainkan penerima wasiat atau wasiat wajibah. Sementara keberadaan wasiat yang meskipun telah memenuhi ketentuan Pasal 195 KHI, tetap bertentangan dengan asas ijbari. Oleh karena itu sesuai dengan putusan Mahkamah Agung, akta wasiat tersebut tidak sah.

R. Achmad Sarbini, as kalaalah heir with six siblings, willed his entire assets to his wife, R. Nana Djuhana. The same will made by R. Nana Djuhana to her adopted child, Nina Indratna. The focus of this study is the legal standing of siblings and adopted children in case kalaalah heir againts Islamic inheritance law, and the legality of all inheritance will to adopted children in case there is still legitimate heirs. This research used normative-juridical method with descriptive interpretive.
Based on the research result shall known that siblings could only inherit when the heir die as kalaalah and adopted children could only receive a will or 'wajibah' will rather than being a heir. Beside of that, the will which actually fulfilled the regulation of Article 195 KHI, still in contradictory with ijbari principle. Therefore, according to the decision of the Supreme Court, those will deed indicated as unlawful.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Lauza Putri
"Dalam menetapkan ahli waris, hakim harus menerapkan prinsip keadilan dan kehati-hatian untuk melindungi hak ahli waris dan pihak ketiga dari pelanggaran hak mewaris mereka. Penelitian ini menganalisis kedudukan anak dan keturunan dari bibi melalui pihak ayah sebagai ahli waris dalam Hukum Kewarisan Islam dan perbedaan pertimbangan hakim mengenai hak mewaris anak dan keturunan dari bibi melalui pihak ayah. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dalam tesis yang berbentuk eksplanatoris. Permasalahan hukum tersebut diawali dengan seorang pewaris yang menuliskan wasiat kepada Masjid N. Kemudian, pewaris meninggal dunia dengan meninggalkan 1 (satu) orang anak perempuan dari bibi melalui pihak ayah serta 5 (lima) keturunan dari anak lelaki dari bibi melalui pihak ayah. Menurut Bilateral Hazairin, ahli waris merupakan mawali. Sedangkan menurut Patrilineal Syafi’i, mereka merupakan zul-arham. Kemudian, menurut KHI, mereka merupakan ahli waris pengganti kelompok derajat keempat. Pertimbangan hakim mengenai hak mewaris ahli waris dalam Penetapan PA Bantaeng No. 27/PDT.P/2020/PA.Batg sudah benar, namun kurang tepat karena hakim tidak menambahkan Pasal 185 KHI dalam pertimbangannya. Lalu, dalam Putusan Nomor 82/Pdt.G/2021/PTA.Mks yang dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Agung No. 34 K/AG/2022, hakim telah salah dalam menerapkan hukum dalam pertimbangan atas keabsahan wasiat pewaris. Jika hakim menggunakan Patrilineal Syafi’i, maka ahli waris adalah zul-arham. Namun, jika hakim berpedoman pada KHI, maka mereka adalah ahli waris pengganti kelompok derajat keempat. Dengan demikian, wasiat seharusnya berlaku 1/3 (satu per tiga) dari harta peninggalan pewaris. Akan tetapi, SEMA No. 3 Tahun 2015 membatasi ahli waris pengganti sampai derajat cucu. Hakim dapat menggunakan ajaran Bilateral Hazairin yang sejalan dengan asas bilateral KHI. Pemerintah perlu melakukan revisi terhadap KHI dengan menjelaskan bagian dari ahli waris pengganti. Selain itu, peraturan internal Mahkamah Agung juga hendaknya mengacu pada Hukum Kewarisan Islam yang berlaku. Hakim hendaknya juga berpedoman pada KHI dalam menyelesaikan perkara kewarisan untuk menghindari perbedaan hasil ijtihad dan memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang berperkara. Terakhir, Pemerintah, Mahkamah Agung, ulama, dan/atau institusi pendidikan Islam hendaknya berkolaborasi untuk memberikan sosialisasi mengenai Hukum Kewarisan Islam kepada masyarakat.

In determining heirs, judges must apply the principles of justice and caution to protect the rights of heirs and third parties from violations of their inheritance rights. This research analyzes the position of children and descendants of aunts through the paternal line as heirs in Islamic Inheritance Law and the different considerations of judges regarding the inheritance rights of children and descendants of aunts through the paternal line. This research uses a doctrinal method in a thesis in the form of explanatory. The legal problem begins with a woman who wrote a will to a mosque. Then, the woman died leaving 1 (one) daughter from an aunt through the paternal line and 5 (five) descendants from the son of an aunt through the paternal line. According to Bilateral Hazairin, the heirs are mawali. Whereas according to Patrilineal Syafi'i, they are zul-arham. Then, according to KHI, they are substitute heirs of the fourth degree group. The judge's consideration regarding the inheritance rights of the heirs in Decision. 27/PDT.P/2020/PA.Batg was correct, but not entirely accurate because the judge did not add Article 185 of the KHI to his considerations. Then, in Decision 82/Pdt.G/2021/PTA.Mks which was ratified by Supreme Court Decision 34 K/AG/2022, the judge made a mistake in applying the law in considering the validity of the testator's will. If the judge uses Patrilineal Syafi'i, then the heirs are zul-arham. However, if they base themselves on the KHI they are substitute heirs of the fourth degree group. Thus, the will should apply to 1/3 (one third) of the inheritance of the testator. However, SEMA 3 of 2015 limits substitute heirs to the degree of grandchildren. The judge can use the principles of Bilateral Hazairin which are in line with the bilateral principles of the KHI. Thus, the government needs to revise the KHI to explain the portion of substitute heirs. In addition, the internal regulations of the Supreme Court should also refer to the applicable Islamic Inheritance Law. Judges should also be guided by the KHI in resolving inheritance cases to avoid differences in ijtihad and provide legal certainty for the parties involved. Finally, the Government, Supreme Court, theologian, and/or Islamic educational institutions should collaborate to provide socialization regarding Islamic Inheritance Law to the community."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Aberan
"ABSTRAK
Untuk suatu masyarakat yang sedang membangun seperti halnya Indonesia, hukum senantiasa dikaitkan dengan upayaupaya untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik dari apa yang telah dicapai sebelumnya. Menghadapi kenyataan seperti ini peranan hukum semakin menjadi penting dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional yaitu masyarakat adil dan makmur penuh kedamaian dan kesejahteraan yang dalam istilah lain dikenal sebagai masyarakat madani. Sehubungan dengan hal ini maka fungsi hukum dalam pembangunan tidak hanya sekedar alat pengendalian sosial (social control) saja, melainkan lebih dari itu, yakni melakukan upaya untuk menggerakkan masyarakat agar berperilaku sesuai dengan cara-cara yang baik untuk mencapai suatu keadaan masyarakat sebagaimana yang kita cita-citakan. Khusus dalam lapangan hukum perdata telah banyak dilakukan penelitian dan hasilnya tersebar dalam berbagai publikasi yang dengan mudah dapat kita baca.
Hasil - hasil tersebut tentunya banyak sumbangsihnya dalam penyusunan bidang hukum keperdataan. Namun demikian, khusus di bidang hukum perdata waris terutama yang menyangkut hukum kewarisan Islam, hasil penelitian yang ada masih terbatas untuk daerah-daerah tertentu dan hal ini tentunya belum mencerminkan secara keseluruhan. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di wilayah Kotamadya Banjarmasin dalam bidang pelaksanaan hukum kewarisan dapat dikatakan bahwa pada masyarakat ini hukum kewarisan yang diterapkan adalah hukum kewarisan Islam, hal ini tidak lain adalah sebagai implementasi rasa keberagamaan. Namun demikian dalam praktek kewarisannya masih terdapat adanya pengaruh dari hukum adat setempat, sehingga masih memungkinkan penyimpangan di sana-sini. Untuk tingkat kesadaran hukum, masyarakat muslim Kotamadya Banjarmasin dapat dikatakan cukup menyadari, namun hal ini masih memerlukan adanya upaya-upaya penyuluhan agar mereka dapat memahami dengan baik.
Apakah tidak lebih baik dari tiap-tiap golongan ada segolongan yang berangkat untuk memperdalam paham (pengertian) dalam urusan agama dan untuk memperingatkan kaumnya manakala mereka kembali (dari menuntut ilmu), mudah-mudahan mereka (kaumnya) berhati-hati (dapat menjaga batas-batas peringatan Allah).
(Al Qur'an Surah: Al-Taubah, ayat 122)
Pelajarilah Al Qur'an dan ajarkanlah kepada orang lain, serta pelajarilah Faraid dan ajarkanlah kepada orang lain, sesungguhnya aku seseorang yang akan meninggal dan ilmu inipun akan sirna, sehingga akan menimbulkan fitnah. Bahkan akan terjadi dua orang yang akan berselisih dalam hal pembagian (hak yang akan mereka terima), namun keduanya tidak mendapatkan orang yang dapat menyelesaikan perselisihan tersebut.
(Hadits Riwayat Daruquthni)"
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neng Djubaedah
"Latar Belakang Penelitian
Pada sekitar tahun 1925 sampai 1931 Soepomo melakukan penelitian di Jawa Barat, termasuk di Kabupaten Pandeglang. Menurut hasil penelitian Soepomo, di Jawa Barat, termasuk Kabupaten Pandeglang, berlaku hukum kewarisan adat. Apabila ada anggota penduduk di Jawa Barat (Kabupaten Pandeglang) yang memberlakukan hukum kewarisan Islam disebabkan oleh anggota penduduk tersebut nakal dan tidak insyaf mengenai pendapat umum. Hasil temuan Soepomo tentang hukum kewarisan di Jawa Barat sesuai dengan teori resepsi, bahwa di Jawa Barat berlaku hukum kewarisan adat. Memang hukum kewarisan adat mendapat pengaruh dari hukum kewarisan Islam, namun hukum kewarisan Islam berlaku apabila diterima oleh hukum kewarisan adat. Hukum kewarisan Islam yang telah diterima oleh hukum kewarisan adat bukan lagi sebagai hukum kewarisan Islam tetapi sudah menjadi hukum kewarisan adat. Karena itu Soepomo menyebut anggota penduduk yang jelas-jelas memberlakukan kewarisan Islam melalui Pengadilan Agama, beliau kategorikan sebagai anggota penduduk yang nakal dan tidak sadar (insyaf) hukum."
Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Masitoh
"Judul dalam penulisan tesis ini adalah Posisi Hukum Waris Adat dan Hukum Waris Islam dalam Masyarakat (Suatu Studi tentang Pelaksanaan Hukum Waris Islam di Tengah-Tengah Masyarakat Muslim Bekasi). Adapun masalah yang dikaji di dalamnya adalah mengenai: (1) Bagaimanakah hukum adat mengatur tentang kewarisan, (2) Adakah kesesuaiannya antara hukum waris adat dengan hukum waris Islam, (3) Atas dasar apakah masyarakat menyelesaikan permasalahan warisnya berdasarkan hukum adat, (4) Apakah telah terjadi pembauran antara hukum adat dengan hukum Islam serta (5) Bagaimana posisi keduanya di daiam masyarakat. Penelitian yang dilakukan mencakup penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian lapangan ini dilakukan melalui pembauran angket/kuesioner dan wawancara kepada beberapa responden salah satunya adalah tokoh masyarakat yang terkadang diminta memberikan fatwa dan penjelasannya mengenai permasalahan waris.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa (1) hukum waris adat dalam menyelesaikan permasalahan kewarisan itu lebih menitikberatkan pada pertimbangan rasa kekeluargaan dan kebersamaan melalui musyawarah di antara para ahli waris dengan memperhatikan kondisi ekonomi para ahli waris. (2) antara hukum waris adat dengan hukum waris Islam ditemukan persamaan-persamaan di samping perbedaan-perbedaannya, (3) dan ternyata dalam masyarakat telah terjadi pembauran antara kedua sistem hukum tersebut antara yang satu dan yang lainnya tidak bertentangan sehingga dapatlah dikatakan bahwa kedua sistem hukum tersebut diterima dan diakui keberadaannya di tengah tengah masyarakat sebagai suatu sistem hukum yang digunakan daiam menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul khususnya mengenai kewarisan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azmi Siradjuddin
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>