Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193781 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Christian Frank Sinatra
"Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan merupakan dambaan para pencari keadilan dalam menjalani proses hukum. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana telah menerapkan hal ini menjadi asas yang melandasi berjalannya proses peradilan. Asas ini seharusnya diterapkan secara konsekuen dalam setiap tingkat peradilan untuk menjamin kepastian hukum dan melindungi hak asasi manusia. Dalam proses peradilan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang terjadi di beberapa wilayah pengadilan, penerapan asas ini dapat dilakukan dengan menggabungkan tindak-tindak pidana tersebut menjadi satu tindak pidana seperti yang diamanatkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dengan instrumen ini, proses peradilan akan berjalan lebih cepat, sederhana dan biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan dengan diperiksa sendiri-sendiri di setiap wilayah pengadilan. Dalam prakteknya ternyata asas ini masih banyak dilanggar oleh aparat penegak hukum yang notabene merupakan tonggak tercapainya keadilan."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S22487
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam Pasal 85 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
disebutkan bahwa apabila keadaan suatu daerah tidak
mengizinkan suatu Pengadilan Negeri untuk mengadili suatu
perkara, maka atas usul Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala
Kejaksaan Negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung
mengusulkan kepada Menteri Kehakiman untuk menetapkan atau
menunjuk Pengadilan Negeri lain untuk mengadili perkara
tersebut. Namun dalam KUHAP tidak disebutkan dengan jelas
apakah yang dimaksud dengan “keadaan daerah tidak
megizinkan” yang dijadikan dasar oleh Menteri Kehakiman
untuk mengalihkan wewenang mengadili suatu perkara pidana
kepada Pengadilan Negeri lain. Karena dalam Penjelasan
Pasal 85 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana hanya
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “keadaan daerah tidak
mengizinkan” ialah antara lain tidak amannya daerah atau
adanya bencana alam. Akan tetapi pada prakteknya, aparat
penegak hukum terkadang dalam menunjuk Pengadilan Negeri
lain dalam hal terjadinya pengalihan wewenang memeriksa dan
mengadili suatu perkara pidana tidak mempertimbangkan
faktor tempat tinggal sebagian besar saksi-saksi sebagai
bahan pertimbangan, padahal faktor jauh dekatnya tempat
tinggal sebagian besar saksi-saksi dengan tempat
persidangan juga mempengaruhi kemudahan dan kelancaran
jalannya persidangan. Demikian juga dengan dasar aturan
yang digunakan, tidak ada satupun peraturan perundangundangan
atau surat penetapan di Indonesia yang mengatur
masalah dasar pertimbangan yang dipakai untuk menentukan
Pengadilan Negeri mana yang akan ditunjuk untuk memeriksa
dan mengadili suatu perkara pidana dalam hal terjadi
pengalihan wewenang memeriksa dan mengadili suatu perkara
pidana. Kemudian dengan diundangkannya Undang-undang Nomor
4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman maka ketentuan
Pasal 85 KUHAP sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan
sekarang ini."
[Universitas Indonesia, ], 2005
S22139
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Negara Republik Indonesia merupakan salah satu negara terkorup di dunia. Dalam menghadapi korupsi yang sudah begitu meluas di Indonesia, maka pembentuk undang-undang mengubah ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai korupsi yang ada. Perubahan peraturan perundang-undangan mengenai korupsi tersebut tidak hanya merubah dan menambah jenis tindak pidana korupsi, melainkan juga ketentuan hukum acara dan metode pemeriksaan kasus tindak pidana korupsi itu sendiri. Bahkan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, dibentuklah sebuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tugas untuk mencegah dan memberantas korupsi, dengan wewenang yang amat luas termasuk melakukan penyadapan dan perekaman pembicaraan dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam kasus tindak pidana korupsi. Metode penyadapan dan perekaman yang belum diatur KUHAP maupun peraturan perundang-undangan lain menjadikannya berada di wilayah Grey Area/rechtvacum (adanya kekosongan hukum). Selain itu, penyadapan dan perekaman pembicaraan juga dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), terutama hak asasi dalam berkomunikasi yang dilindungi oleh konstitusi dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM. Kemudian hasil penyadapan dan perekaman pembicaraan yang dilakukan KPK menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dapat dijadikan salah satu sumber bagi alat bukti petunjuk yang sah sebagaimana diatur dalam KUHAP."
[Universitas Indonesia, ], 2006
S22294
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Davina Nindita
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S22334
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febby Mutiara Nelson
"

 

Kajian ini membahas konsep peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan yang dikenal dalam sistem peradilan pidana Indonesia yang belum dilaksanakan, khususnya dalam penanganan tindak pidana korupsi yang berfokus pada pengembalian kerugian keuangan negara. Penanganan kasus tindak pidana korupsi di Indonesia belum dapat menanggulangi tindak pidana korupsi, khususnya dalam hal mengembalikan kerugian negara secara signifikan. Walaupun sudah banyak sekali ketentuan penegakan hukum dan kebijakan pemerintah terkait dengan penanganan korupsi, namun pada kenyataannya penanganan  tindak pidana korupsi tidak berjalan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Penelitian ini juga mengkaji dapatkah Sistem Peradilan Pidana Indonesia mengakomodir konsep Plea Bargaining dan Deferred Prosecution Agreement (DPA) pada tindak pidana korupsi yang berorientasi pada pengembalian kerugian keuangan negara serta bagaimana model yang tepat pada tindak pidana korupsi di Indonesia. Juga, memprediksi implikasinya (keuntungan dan kerugian) jika diterapkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan mengkaji secara sistematis mengenai aturan hukum, prinsip, konsep, teori, doktrin, putusan kasus, institusi hukum, masalah hukum, isu atau pertanyaan atau sebuah kombinasi diantara semuanya. Hasil kajian menemukan bahwa saat ini  pengembalian kerugian keuangan negara akibat korupsi dilakukan dengan mekanisme perampasan aset dengan putusan pidana terlebih dahulu kepada terdakwa dan diikuti penyitaan aset hasil korupsinya atau dikenal sebagai conviction based asset forfeiture. Selain mekanisme tersebut sudah berlaku pula perampasan aset dengan mekanisme hukum perdata yang hanya dapat dilakukan dalam kasus-kasus tertentu saja misalnya ketika tersangka/terdakwa meninggal dunia. Temuan dari disertasi ini Plea Bargaining dan Deferred  Prosecution Agreement merupakan bentuk kongkrit dari asas sederhana, cepat dan biaya ringan dan dapat  diterima dan diterapkan dengan sejumlah penyesuaian untuk Indonesia khususnya pada tindak pidana korupsi yang berorientasi pada pengembalian kerugian keuangan negara. Model ini juga sudah diterapkan di negara Civil Law lainnya, sebagai implikasi adanya konvergensi sistem hukum. Dari sisi tujuan pemidanaan, model yang diusulkan ini lebih sesuai dengan tujuan pemidanaan rehabilitasi bagi pelakunya dan restorasi untuk pemulihan kerugian negara.

 


 

This research explores the concept of simple, fast, and low-cost justice in Indonesian criminal justice system that has not been implemented especially in handling corruption that focuses on recover state financial losses. The handling of corruption offence in Indonesia has not yet been able to overcome the loss from corruption, specifically in terms of restoring a significant state loss. Notwithstanding with a long list of established law enforcement and government policies relating to the matter, management of corruption has not gone simple, speedy and light expenses. This research also reviews as to whether the Indonesian criminal justice system can accommodate the Plea Bargaining and Deferred Prosecution Agreement (DPA) for the corruption offences which orientated to restore the state loss and  what is the best and compatible model for Indonesia. This study also predicts their implication if applied (advantages and disadvantages). This research use a qualitative methode which systematically explores the laws, principles, concepts, theories, doctrines, judgments, law institutions, legal problems, legal issues, questions or any of its combinations. This study finds that the restoration of state loss from corruption currently being done through assets seizure mechanism post criminal judgment, which also recognised as a “conviction based asset forfeiture”. The matter becomes more complicated when the corruption actors fly abroad and has no intention to cooperate to solve the relevant corruption case. Another method regulated under UNCAC and StAR Initiative is the non-conviction based asset forfeiture (NCB) which has no legal basis in Indonesia to date. The findings of this dissertation on plea bargaining and deferred prosecution agreements are concrete forms of simple, fast and low cost principles and can be accepted and applied with a number of adjustments for Indonesia, particularly in the case of corruption that is oriented to the return of state financial losses. This model has also been applied in other Civil Law countries, as an implication of the convergence of the legal system. In terms of the purpose of punishment, the proposed model is more in line with the philosophy of rehabilitation for perpetrators and restoration of state losses.

 

"
2019
D2648
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Baskara Y.
"Salah satu fungsi yang melekat pada Mahkamah Agung adalah melaksanakan pengadilan kasasi. Dalam prakteknya, pengadilan kasasi seakan menjadi pengadilan tingkat ketiga setelah pengadilan banding. Hal tersebut menjadi salah satu pembahasan dalam penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ("KUHAP") yang baru. Para penyusun KUHAP bermaksud untuk memurnikan fungsi pengadilan kasasi sebagai judex juris dengan memberikan batasan bagi Mahkamah Agung berupa larangan untuk menjatuhkan pidana yang lebih berat dibandingkan pengadilan sebelumnya. Skripsi ini membahas dan menganalisis apakah benar bahwa Mahkamah Agung dalam kedudukannya sebagai judex juris tidak dapat menjatuhkan pidana lebih berat dari pengadilan sebelumnya, sekaligus juga menganalisis putusan kasasi yang menjatuhkan pidana lebih berat. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif menggunakan data sekunder.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada praktenya, Mahkamah Agung dapat menjatuhkan pidana yang lebih berat dibandingkan putusan pengadilan sebelumnya. Selain itu, peneitian ini juga menunjukan bahwa dalam dua putusan yang penulis analisis, pertimbangan majelis hakim pemeriksaan kasasi telah keliru memahami konsep dari pengadilan kasasi itu sendiri, dimana hal tersebut juga menunjukan bahwa kasasi yang ada di Indonesia telah keluar dari koridornya sebagai judex juris.

One of the functions of the Supreme Court is conducting the court of cassation. In practice, the court of cassation turns out to be a third-level court after the court of appeal. It became one of the discussion in the preparation of the new Code of Criminal Procedure. The drafters of the new Code of Criminal Procedure intend to purify the function of court of cassation as judex juris by limiting the Supreme Court to impose a more severe punishment than the previous court`s decision. This thesis discusses and analyzes wether it is true that the Supreme Court in his capcity as judex juris can not impose a more severe punishment than the prevous court`s decision, as well as analyzing the Cout of Cassion`s decisions that impose a more severe punishment than the prevous court`s decision. This research is a normative legal research using secondary data.
The results of this thesis showed that in practice, the Supreme Court may impose a more severe punishment than the prevous court`s decision. In addition In addition , this study also shows that in consideration of the judge in the decision that the authors analyzed , the judges of cassation examination has misunderstood the concept of a court of cassation itself , so it shows that appeal in Indonesia has come out of the corridors as judex juris.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58968
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galatia Manahan
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai upaya hukum pihak ketiga yang tidak diperkarakan
terhadap Putusan Pidana Tambahan dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi. Hal ini
dikarenakan adanya kekosongan hukum yang mengatur mengenai Pihak Ketiga Yang
tidak diperkarakan dalam perkara Tindak Pidana Korupsi. Skripsi ini membahas
mengenai Pihak Ketiga Yang Tidak Diperkarakan tersebut seharusnya tidak dapat
dijatuhi Pidana Tambahan Uang Pengganti.

ABSTRACT
This thesis discusses about the judicial remedy for verdict of additional punishment
which can be submitted by third party who are not prosecuted in corruption cases.
This is because of the legal vacuum regarding the third party who are not prosecuted
in corruption cases. This thesis discusses about the third party who are not prosecuted
should not be punished with additional punishment in a form of money substitute."
2016
S63956
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abdurrahman Adil Amrullah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan asas peradilan sederhana, cepat dan berbiaya ringan pada persidangan secara elektronik di Pengadilan Pajak. Kerangka Evaluasi yang digunakan adalah asas peradilan sederhana, cepat dan berbiaya ringan berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam melakukan evaluasi, data primer yang digunakan berupa wawancara kepada 4 (empat) kelompok narasumber, yaitu Pelaksana Sekretariat Pengadilan Pajak, Pemohon Banding, Terbanding serta Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persidangan secara elektronik memenuhi asas peradilan sederhana, cepat dan berbiaya ringan, karena memenuhi kriteria sederhana, efektif, efisien dan biaya ringan.

This research aims to assess the implementation of simple, fast, and cost-effective litigation principles in the Tax Court. The evaluation framework used in this research is simple, fast, and cost-effective litigation principles. In conducting this evaluation, primary data will be collected through interviews with four respondent groups: personnel from the Tax Court Secretariat, Taxpayers, the Director General of Taxation, and the Judges of the Tax Court. The research results show that electronic litigation fulfills the simple, fast, and cost-effective litigation principles because it meets the criteria of simple, effective, efficient, and low cost."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>