Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193131 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
Ratna Ariyani
Depok: Universitas Indonesia, 1992
S21899
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Raquela Raya
"Skripsi ini membahas mengenai kekuatan pembuktian keterangan anak di bawah umur untuk dijadikan Saksi dalam tindak pidana pencabulan. Mengenai keterangan anak di bawah umur sebagaimana diatur dalam peraturan Pasal 171 KUHAP dikatakan bahwa anak di bawah 15 (lima belas) tahun tidak berkompeten untuk dijadikan Saksi, dikarenakan anak yang memberikan keterangan tidak berada di bawah sumpah dan keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk guna menambah keyakinan Hakim jika ditunjang oleh alat bukti yang sah lain. Namun, jika keterangan anak hanya dijadikan alat bukti petunjuk, tidak dapat pula dikatakan sebagai alat bukti yang sah, karena tidak disumpah. Sedangkan pada kasus tindak pidana pencabulan, banyak ditemukan anak menjadi Saksi dan/atau Korban sebagai alat bukti satu-satunya. Oleh sebab itu, pada skripsi ini akan membahas yaitu, kekuatan pembuktian Anak Saksi dalam tindak pidana pencabulan, yang memenuhi kriteria fit to stand a trial, perbaikan yang perlu dilakukan dalam rangka melindungi anak sebagai Saksi tindak pidana pencabulan dan RUU KUHAP dapat mengakomodasi hal tersebut. Penulisan ini menggunakan metode yuridis normatif, di mana data penulisan ini berasal dari studi kepustakaan, wawancara Ahli dan Undang-Undang terkait. Hasil penulisan ini mengarahkan untuk dilakukan perbaikan pengaturan hukum di Indonesia yaitu anak di bawah umur yang akan dijadikan saksi tindak pidana pencabulan harus memenuhi batasan minimal umur dan melewati pemeriksaan kompetensi sesuai prinsip fit to stand a trial. Dan dalam rangka melindungi hak anak sebagai Saksi, anak wajib didampingi oleh Ahli Psikiatri Forensik sebelum persidangan, persidangan dan setelah persidangan.

This thesis discusses the strength of proof of the testimony of minors to be used as witnesses in criminal acts of obscenity. Regarding the testimony of minors as stipulated in Article 171 of the Criminal Procedure Code, it is said that children under 15 (fifteen) years are not competent to be made witnesses, because children who give statements are not under oath and their statements are only used as a guide to add to their conviction. Judge if supported by other valid evidence. However, if the child's statement is only used as evidence, it cannot also be said to be valid evidence, because it is not sworn in. Meanwhile, in cases of criminal acts of sexual abuse, many children were found to be witnesses and/or victims as the only evidence. Therefore, this thesis will discuss, namely, the strength of proof of Child Witnesses in criminal acts of obscenity, which meet the fit to stand a trial criteria, improvements that need to be made in order to protect Children as Witnesses in criminal acts of obscenity and the Criminal Procedure Code Bill can accommodate this. This writing uses a juridical-normative method, where the data for this writing comes from literature studies, expert interviews and related laws. The results of this writing direct the improvement of legal regulations in Indonesia, namely that minors who will be used as witnesses to criminal acts of obscenity must meet the minimum age limit and pass a competency examination according to the principle of fit to stand a trial. And in order to protect the rights of children as witnesses, children must be accompanied by a forensic psychiatrist before the trial, the trial and after the trial."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Ayu Spica
"Barang bukti atau yang juga dikenal dengan istilah benda
sitaan mempunyai manfaat atau fungsi dan nilai dalam
upaya pembuktian. Kehadiran barang bukti sangat penting
bagi hakim untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil
atas perkara yang sedang diperiksa. Dalam proses
persidangan, barang bukti dapat dikembangkan dan dapat
memberikan keterangan yang berfungsi atau bernilai
sebagai alat bukti yang sah dalam bentuk keterangan
saksi, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa. Pada
tahap penyidikan, ada kalanya penyidik memperoleh barang
bukti yang sifatnya mudah rusak atau yang membahayakan
atau jika penyidik menyimpan barang bukti tersebut sampai
proses persidangan akan membutuhkan biaya yang tinggi.
Menurut Pasal 45 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), atas alasan-alasan
tersebut, maka penyidik dapat melakukan pelelangan.
Namun, KUHAP tidak menjelaskan mengenai prosedur
pelelangan. Sehingga berdasarkan hal tersebut, dalam
skripsi ini akan dibahas mengenai pengertian barang bukti
menurut doktrin, bagaimana proses pelelangan yang secara
sah dilakukan pada tahap penyidikan, serta kekuatan
pembuktian barang bukti yang telah melalui proses
pelelangan di dalam praktiknya. Pelelangan terhadap
barang bukti tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa.
Penyidik harus mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
Selain itu, penyidik harus memiliki pertimbangan/alasan
yang kuat tentang perlunya dilakukan pelelangan.
Pelaksanaan yang tepat dan hati-hati akan mencegah
timbulnya permasalahan di kemudian hari."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2008
S22443
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Situmeang, Kenya Kisizenia
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S22615
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chika Unique Putrinda
"Skripsi ini membahas mengenai permasalahan dan perkembangan makna kekerasan di masyarakat, yang secara khusus membahas mengenai kekerasan fisik terhadap anak yang terjadi dalam keluarga dan juga penerapan peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai permasalahan itu. Penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dan dilakukan dengan teknik pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan.
Hasil penelitian ini menyimpulkan terdapat perkembangan mengenai makna dari kekerasan itu yang awalnya hanya mencakup kekerasan fisik semata, namun sekarang menjadi lebih luas mencakup kekerasan psikologis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi serta penelantaran. Adanya lebih dari satu peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur permasalahan kekerasan terhadap dalam keluarga yaitu Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, sehingga adanya perbedaan penerapan kedua peraturan perundang-undangan yang khusus tersebut dalam kasus yang sama.

Abstract This thesis discusses about the problems and developments in the meaning of violence in society, which specifically about the physical violence against children occurs within families and also the implementation of legislation that specifically regulates the issue. This thesis using normative juridical method in the manner of using secondary data and be done with data collection by means of literature study.
The result of this study concluded there was development of the meaning of the violence that initially only includes physical violence, but now becoming more widely include physical violence, sexual abuse, economic abuse as well as neglect. The existence of more than on legislation specifically addressing the issues of violence against the family, namely Law No. 35 of 2014 on the Amendment to Law No. 23 of 2002 about Protection of Children and Law No. 23 of 2004 about the Elimination of Domestic Violence, which the differences in the application of legislation that is specifically mentioned in the same case.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fania Putri Alifa
"Skripsi ini membahas mengenai fenomena disparitas pidana yang terjadi pada kasus kekerasan seksual terhadap anak di Provinsi DKI Jakarta. Skripsi ini merupakan penelitian yuridis-normatif yang akan menjawab tiga rumusan masalah: pertama, faktor apa yang lebih dominan di antara faktor legal dan faktor ekstralegal sebagai penyebab disparitas pidana; kedua, hal-hal apa saja yang seharusnya dipertimbangkan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak; dan ketiga, bagaimana pengaruh dinaikkannya ancaman pidana penjara minimum khusus dalam Pasal 81 dan Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014 terhadap disparitas pidana bagi para pelakunya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data primer berupa wawancara dengan tiga hakim dari tiga pengadilan negeri di Provinsi DKI Jakarta dan data sekunder berupa studi kepustakaan. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan dua puluh delapan putusan pengadilan negeri di Provinsi DKI Jakarta mengenai kasus kekerasan seksual terhadap anak; bahan hukum sekunder berupa RKUHP, buku-buku, dan hasil penelitian berupa skripsi, tesis, dan disertasi; dan bahan hukum tersier berupa kamus bahasa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, faktor yang lebih dominan sebagai penyebab disparitas pidana adalah faktor ekstralegal, yaitu karakteristik kasus yang bersangkutan yang diikuti oleh subjektivitas hakim; kedua, hal-hal yang seharusnya dipertimbangkan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak terdiri dari dua jenis, yakni pertimbangan-pertimbangan umum dan pertimbangan-pertimbangan khusus; dan ketiga, dinaikkannya pidana penjara minimum khusus dalam Pasal 81 dan Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014 nyatanya tidak berpengaruh pada disparitas pidana bagi para pelakunya.

This thesis discusses about the phenomenon of disparity of sentencing that occurs towards the perpetrators of child sexual abuse in DKI Jakarta Province. This thesis is a juridical normative study that will answer three main issues first, what factor that is more dominant between legal factors and extralegal factors as the cause of disparity of sentencing secondly, what points should the judge consider in imposing punishment for a perpetrators of child sexual abuse and third, how is the effect of the raising of the threat prison punishment in Article 81 and Article 82 of Law Number 35 Year 2014 against disparity of sentencing towards the perpetrators.
Data used in this study includes primary data in the form of interviews with three judges from three district courts in DKI Jakarta Province and secondary data in the form of literature study. The legal substances used are primary legal materials in the form of statutory regulations and twenty eight decisions of the district courts in DKI Jakarta Province regarding cases of child sexual abuse secondary law materials in the form of RKUHP, books, and research results like thesis and dissertation and tertiary legal material is language dictionary.
The results of this study indicate that first, the more dominant factor as the cause of disparity of sentencing is the extralegal factor, that are characteristic of the case followed by the subjectivity of the judges secondly, the judges should consider two types of points in order to impose punishment a perpetrator of child sexual abuse, that are general consideration and special consideration and third, the raising of the threat prison punishment in Article 81 and Article 82 of Law Number 35 Year 2014 in fact does not affect the disparity of sentencing towards the perpetrators.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Yuwono
"ABSTRAK
Dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Indonesia (KUHAP) dikenal lima alat bukti yang sah, yaitu 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. surat-surat 4. petunjuk 5. keterangan terdakwa. Kelima alat bukti tersebut memiliki nilai yang sama untuk mernberi keyakinan kepada hakim, namun masing-masing alat bukti menjalankan peran yang berbeda-beda sesuai dengan sifat dari alat bukti tersebut. Keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah, ialah keterangan yang diberikan/disampaikan seseorang di sidang Pengadilan, yang sebenarnya patut untuk diragukan kebenarannya. Hal ini disebabkan karena sifat yang terdapat pada umumnya dalam diri seseorang yang tidak juga terlepas dari keterbatasan-keterbatasan. Dengan demikian persoalannya adalah bagaimana dari pada alat bukti keterangan saksi itu berperan dalam rangka pembuktian tindak pidana"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>