Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46476 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Surjono
"Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah hal yang paling dikhawatirkan pekerja, pekerja akan kehilangan penghasilan untuk menghidupi keluarganya serta status pengangguran. Salah satu sebab PHK pekerja adalah karena kesalahan berat, yaitu kesalahan yang termasuk dalam wilayah Hukum Pidana. Kesalahan hanya bisa dibuktikan oleh putusan pengadilan. Kasus PHK karena kesalahan berat yang terjadi pada umumnya tidak melalui proses pengadilan sesuai hukum pidana, tetapi PHK dengan ijin P4D/P4P dengan pesangon atau tanpa pesangon. Secara tidak langsung P4D/P4P yang memberi ijin telah menyatakan seseorang melakukan kesalahan berat yang notabene adalah tindak pidana yang seharusnya dibuktikan terlebih dahulu oleh pengadilan. Untuk menjelaskan permasalahan, dalam tulisan ini telah dilakukan telaah kepustakaan. Kasus pertama pekerja di PHK dengan pesangon tanpa pembuktian oleh pengadilan, sedang kasus kedua pekerja di PHK tanpa pesangon setelah adanya putusan pengadilan. Berdasarkan telaah terhadap kedua kasus tersebut, penulis berkesimpulan bahwa di dalam penyelesaian perselisihan PHK karena kesalahan berat, campur tangan pihak ketiga, misalnya Pegawai Perantara, Serikat Pekerja sangat berperan dan dengan demikian pembuktian kesalahan berat tidak selalu dipersoalkan, meskipun demikian, sepatutnya untuk mengatakan bahwa pekerja telah melakukan kesalahan berat perlu pembuktian di pengadilan yang independen sebagaimana yang juga telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi terhadap gugatan pencabutan pasal mengenai kewenangan pengusaha untuk memutuskan hubungan kerja hanya karena pengusaha mempunyai bukti-bukti yang cukup tentang kesalahan yang dilakukan oleh pekerjanya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aida Rosa Meinar
"Penyelesaian perselisihan dalam hubungan industrial
dilakukan melalui Pengadilan Hubungan Industrial.
Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara
dalam pengadilan. Berkaitan dengan masalah pembuktian
maka penelitian ini pada dasarnya ingin mengetahui (1)
Bagaimanakah proses pembuktian dalam Pengadilan
Hubungan Industrial? (2)Kendala-kendala apa yang
dihadapi oleh pihak pekerja dalam mengajukan saksi dan
alat bukti lainnya dalam perkara pemutusan hubungan
kerja? (3)Apakah sistim pembuktian yang digunakan dalam
Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial sudah
melindungi kepentingan pekerja khususnya dalam perkara
pemutusan hubungan kerja? Untuk menjawab permasalahan
tersebut maka telah dilakukan penelitian dengan
menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dari
penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa
proses pembuktian yang digunakan dalam Pengadilan
Hubungan Industrial adalah seperti proses pembuktian
sebagaimana digunakan dalam peradilan umum. Proses
pembuktian ini seringkali menjadi kendala bagi para
pekerja yang mengajukan gugatan ke pengadilan karena
ketidakpahaman terhadap proses pembuktian yang
diterapkan. Untuk itu sistim pembuktian yang digunakan
dalam Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial belum
seluruhnya melindungi kepentingan pekerja khususnya
dalam perkara pemutusan hubungan kerja."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2008
S22415
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Indriati
"Kesepakatan kerja waktu tertentu memiliki kekhususan dari perjanjian kerja pada umumnya, berupa pembatasan jangka waktu dan pekerjaan tertentu yang menjadi objek kesepakatan. Hal tersebut ditentukan dalam PMTK No PER-02/Men/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu. Masalah ganti rugi terjadi apabila buruh mengajukan inisiatif PHK, sebelum pekerjaan tertentu atau jangka waktu yang ditentukan dalam kesepakatan kerja berakhir, sehingga timbul wanprestasi perjanjian kerja. Maka, pihak buruh yang mengajukan inisiatif PHK, wajib membayar sejumlah ganti rugi kepada pihak majikan yang dirugikan. Dalam skripsi ini juga dibahas tentang prosedur tuntutan ganti rugi tersebut, dan penyimpangan yang ada dari kesepakatan kerja waktu tertentu. Metode pembahasan yang ditampilkan bersifat kualitatif, dengan sumber data berupa studi dokumen atau bahan pustaka_dan wawancara dengan nara sumber terkait. Kesimpulan yang diperoleh menunjukkan bahwa, tuntutan ganti rugi majikan dalam hal PHK oleh buruh pada kesepakatan kerja waktu tertentu jarang terjadi dan sulit ditemui. Ada beberapa hal yang melatarbelakanginya antar lain: adanya langkah antisipasi dari perusahaan, kekuatiran adanya dampak negatif pada image perusahaan, proses tuntutan yang tidak imbang dengan jumlah ganti rugi yang dipersoalkan, serta adanya kesadaran buruh terhadap konsekuensi dari tindakannya mengajukan inisiatif PHK, sebelum jangka waktu kesepakatan berakhir. Kewajiban pembayaran ganti-rugi dapat dikecualikan, antara lain karena adanya kesalahan berat pihak pengusaha alasan memaksa atau force majeur. Mekanisme penyelesaian perselisihan hak dalam hukum Perburuhan, dapat menempuh dua jalur. Pertama, lewat jalur luar pengadilan, baik secara bipartit (tanpa intervensi pihak ke-3), maupun secara tripartit (dengan intervensi pihak ketiga) Kedua, upaya penyelesaian lewat pengadilan, yakni di pengadilan umum, secara perdata. Sedangkan, hukum positif yang mengatur masalah ini bersumber dari KUH Perdata, yang diatur lebih jauh dalam UU No. 12 tahun 1964, UU No 22 tahun 1957 Kepmenaker No Kep- 150/Men/2000 dan PMTK No PER-02/Men/1993 dengan menggunakan asas lex specialis derogat lex generalis. Semua itu menunjukkan bahwa Hukum Perburuhan, sebagai hukum yang pada awalnya bersifat privat (privaatrechtelijk) tidak terlepas dari pengaruh bidang hukum. lainnya, dan telah berkembang menjadi hukum yang bersifat publik (publiekrechtelijk)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21002
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eryka Rahmawati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S24660
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilman Febriansyah
"Skripsi ini membahas tentang fenomena yang terjadi terkait soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dimana pembahasan dilakukan mengenai proses Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan Pengusaha terhadap Buruh/Pekerja yang terikat oleh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Jenis Perjanjian Kerja Waktu Tertentu sudah marak digunakan perusahaan-perusahaan sebagai cara alternatif mempekerjakan Buruh/Pekerja, pengaplikasian perjanjian kerja ini menjadi pertanyaan apakah Buruh/Pekerja mendapatkan haknya setelah Pemutusan Hubungan Kerja.
Skripsi ini menganalisa kasus yang terjadi antara Pekerja dan Pengusaha, hasil penelitian ini membahas mengenai status Pekerja yang di PHK setelah menandatangani Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, hak Pekerja pun juga akan dibahas diakhir penelitian ini dimana penghitungan uang pesangon Pekerja yang sudah dijatuhkan Pengadilan Hubungan Industri tidak mengikuti dasar hukum, yaitu berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

This thesis discusses the phenomena to the related matter of Specified Time Working Agreement where the discussion is done on the Termination of Employment Employers committed to the Labors/Workers who are bound by the Specified Time Working Agreement. Specified Time Work Agreement has been rapidly adopted by Companies as an alternative way of employing Labor/Worker, the application of these agreements is put into question whether the Labor/Workers get their rights after the termination of their employment.
This thesis analyzes a case that occurred between a Worker and Employer, the results of this study is to discuss the status of the Worker which were laid off after signing the Specified Time Work Agreement, the Workers' rights will also be discussed at the end of the research where the calculation of the Workers severance package that has been imposed by the Industrial Relations Court did not follow the legal basis, which is based on the Manpower Law."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S61758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Hendry Ardi
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan pemutusan hubungan kerja dengan alasan kesalahan berat. Ketentuan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan kesalahan berat dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dikarenakan dianggap telah melanggar asas praduga tidak bersalah dan konsep Due Process Of Law dalam hukum pidana. Tujuan dari penulisan skripsi ini untuk mengetahui keabsahan alasan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan Pengusaha terhadap Pekerja/Buruh yang melakukan kesalahan berat yang berkualifikasi pidana pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.012/PUU-I/2003 dan mengetahui kesesuaian pertimbangan hukum dari hakim dalam memberikan putusan. Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan metode yuridis normatif yang merupakan penelitian hukum yang mengacu pada norma hukum sebagaimana terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Didalam penelitian ini, mengacu pada Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan serta peraturan terkait dengan pemutusan hubungan kerja. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kesalahan berat hanya dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja, apabila terhadapnya telah ada putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

This following undergraduate thesis is to discuss the regulation of termination of employment by reason of serious mistakes. Conditions of termination of employment of workers / laborers by reason of serious mistake in Labour Act No.13 of 2003 has been declared not legally binding by the Constitutional Court because the regulation of serious mistakes have violated the presumption of innocence and the concept of Due Process Of Law in criminal law. The purpose of writing this undergraduate thesis to determine the validity of the reason for the Termination of Employment in the proposed Employers to employees / workers who commit serious mistakes were qualified after the criminal Constitutional Court decision No.012 / PUU-I / 2003 and determine the suitability of the legal considerations of the judge in giving judgment , In preparing this undergraduate thesis, the author uses the method which is a normative legal research which refers to the rule of law as contained in the legislation. In this study, referring to the Labour Act No.13 of 2003 and the regulations relating to termination of employment. From the results of this study can be concluded that serious mistakes can only be used as a legal basis for doing layoffs, if there is a court decision against has already binding."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S63665
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Luthfi Muhamad Hasya
"Skripsi ini membahas tentang implementasi pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat setelah diterbitkannya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 012/PUU-I/2013 dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE.13/MEN/SJ-HK/I/2005. Bentuk dari penelitian hukum ini adalah normatif yuridis yang dilakukan dengan pendekatan kualitiatif dan hasil penelitian hukum ini bersifat penelitian deskriptif.
Hasil penelitian menyarankan bahwa Pemerintah perlu menerbitkan Surat Edaran Petunjuk Teknis mengenai prosedur pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat yang harus sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 012/PUU-I/2003 sehingga tidak akan menimbulkan perbedaan penafsiran bagi para pihak yang berselisih dalam pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat.

This undergraduate thesis explains about the implementation of termination of employment due to severe wrongdoings after the issuance of Constitutional Court Decision No. 012/PUU-I/2003 and Ministry of Manpower and Transmigration Circular Letter No. SE.13/MEN/SJ-HK/I/2005. The form of this legal research is juridical normative that is conducted by qualitative approach and resulted in a form of descriptive research.
The results of this legal research recommends the Government to issue Circular Letter regarding Technical Guidance on the procedure for termination of employment due to severe wrongdoings that should be in line with the Constitutional Court Decision No. 012/PUU-I/2003.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmaddiar Ibrahim
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang
melakukan penolakan mutasi. Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,
khususnya Undang-Undang Ketenagakerjaan, tidak diatur mengenai penolakan
mutasi sebagai salah satu alasan yang bisa digunakan pengusaha untuk melakukan
pemutusan hubungan kerja dengan pekerja. Bahkan, perihal mutasi itu sendiri tidak
diatur di dalam peraturan perundang-undangan mana pun. Hal tersebut
menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaannya. Berkaitan dengan hal
tersebut, maka permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah pemberlakuan
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang melakukan penolakan mutasi dan
alasan harus dijatuhkannya pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang
melakukan penolakan mutasi. Bentuk penelitian ini adalah yuridis-normatif yaitu
dengan cara menelaah norma hukum positif tertulis maupun tidak tertulis melalui
penelusuran kepustakaan dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian, diapat
disimpulkan bahwa terhadap pekerja yang melakukan penolakan mutasi, dapat
dilakukan pemutusan hubungan kerja dengan menggunakan pasal 161 ayat (1)
Undang-Undang Ketenagakerjaan atau pasal 168 Undang-Undang
Ketenagakerjaan, tergantung dari pengaturan yang ada di dalam perjanjian kerja,
perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan. Dapat disimpulkan juga,
bahwa pemutusan hubungan kerja tersebut perlu dilakukan untuk menjamin
kepastian hukum

ABSTRACT
This thesis discusses about the termination of employment towards workers who
refuse to transfer. In valid legislation, especially the Manpower Act (Act Number
13 Year 2003), refusal to be transferred is not stated as one of the reasons that can
be used by employers to terminate the employment of the workers. In fact,
regarding the transfer itself is not regulated in any legislation. This raises legal
uncertainty in its implementation. In this regard, the issues discussed in this thesis
are the enforcement of the termination of employment towards workers who refuse
to transfer and the reasons to terminate the employment of workers who refuse to
transfer. The forms of this research is normative juridical, which examines the
positive legal norms, written or unwritten, through literature study and interviews.
Based on the research results, it can be concluded that the workers who refuse to be
transferred, his or her employment can be terminated by using article 161 paragraph
(1) of the Manpower Act or article 168 paragrapgh (1) of the Manpower Act,
depends on the existing regulation in the work agreement, the collective work
agreement, or the enterprise rules and regulations. Also, it can be concluded that
the termination of employment needs to be done to ensure legal certainty;;"
Universitas Indonesia, 2016
S65493
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Lofina
"Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak terhadap pekerja/buruh yang terbukti melakukan pelanggaran peraturan perusahaan setelah memberikan Surat Peringatan (SP) berkelanjutan. SP merupakan bentuk pembinaan pengusaha kepada pekerja/buruh yang melakukan pelanggaran peraturan perusahaan. SP tidak wajib apabila pengusaha melakukan PHK terhadap pekerja/buruh yang terbukti melakukan pelanggaran bersifat mendesak. Peraturan perusahaan merupakan aturan tertulis yang dibuat oleh pengusaha, memuat ketentuan selama hubungan kerja berlangsung serta hak, kewajiban, dan bentuk kesalahan yang dapat dikenakan PHK. PHK secara sepihak ini menimbulkan suatu perselisihan hubungan industrial. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Penelitian ini menganalisis keabsahan PHK tanpa adanya SP dan akibat hukum terjadinya PHK karena alasan berat yang tercantum dalam peraturan perusahaan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 916 K/Pdt. Sus-PHI/2023. Dalam putusan Mahkamah Agung terdapat pembuktian pelanggaran bersifat mendesak. Namun dalam peraturan perusahaan  terdapat ketidaksesuaian besaran hak terhadap PHK karena pekerja/buruh terbukti melakukan pelanggaran bersifat mendesak dengan Pasal 52 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021. Dalam peraturan perusahaan pekerja/buruh yang melakukan pelanggaran bersifat mendesak hanya diberikan uang pisah. Selain itu Majelis Hakim juga kurang tepat dalam memperhitungkan uang pisah yang diterima oleh pekerja/buruh.

The employer can unilaterally terminate the employment of workers who are proven to have violated provisions of company regulations after giving continuous warning letters. Warning letter is a form of guidance from the employer to workers who violate the provisions of company regulations. Warning letters is not mandatory if the employer wants to terminate workers are proven committed urgent violations. The company regulation is a written by the employer, containing provisions during the employment relationship as rights, obligations, and forms of misconduct that can be subject to termination. This unilateral dismissal gives to industrial relations dispute. This article is prepared by using doctrinal research method. This research analyses the validity of layoffs without a warning letter and the legal consequences of layoffs due to serious reasons stated in company regulations based on Supreme Court Decision Number 916 K/Pdt.Sus-PHI/2023. There was evidence of urgent violations committed by workers. In the company regulation, there are discrepancies with Article 52 paragraph (3) of Government Regulation Number 35 of 2021 because workers are only given separation money. In addition, the Judges also incorrect calculating the separation pay received by workers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>