Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152229 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Syamsuddin Landie
"Dalam KUHP terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang tindak pidana penghinaan. Penghinaan dapat dilakukan melalui lisan, isyarat ataupun melaui tulisan. Obyek penghinaan bermacam-macam, penghinaan dapat ditujukan terhadap golongan, pemerintah atau individu. Penghinaan diatur dalam Bab XVI Buku II KUHP, dari pasal 310 sampai dengan pasal 321. tetapi apabila obyek penghinaannya adalah pemerintah, perumusan didalam KUHP lebih luas dari sekedar penghinaan, yakni yang terdapat dalam pasal 154 KUHP yang mengatur mengenai tindak pidana dimuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian dan penghinaan terhadap Pemerintah RI. Pasal ini terkenal dengan pasal “penyebaran rasa benci” atau dikenal dengan istilah “Haatzaai Artikelen”. Dalam pasal 156 KUHP obyek penghinaannya adalah golongan, termasuk ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan. Pasal ini diperluas dengan pasal 156a yang khusus obyeknya adalah terhadap agama itu sendiri. Delik penghinaan sebagian merupakan delik aduan dan sebagian lagi bukan sebagai delik aduan. Apabila obyeknya penguasa atau pemerintah bukan merupakan delik aduan. untuk menafsirkan pengertian penghinaan harus dihubungkan dengan pasal 310 KUHP, “menghina” yaitu “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Didalam pasal 310 ayat (3) KUHP menyebutkan dua hal yang menghilangkan sifat melanggar hukum dari penistaan sehingga sipelaku tidak boleh dihukum, yaitu bahwa sipelaku menghina untuk kepentingan umum atau untuk membela sesuatu. Proses pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Melalui pembuktian ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang “tidak cukup” membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa “dibebaskan” dari hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang ditentukan dalam pasal 184 KUHP, terdakwa dinyatakan “bersalah”, dan akan dijatuhkan hukuman. Namun mengenai penegakan hukum dan keadilan bukanlah hanya tugas hakim ataupun aparat penegak hukum lainnya, akan tetapi tugas semua orang untuk adil dalam bersikap, jernih dalam berpikir, halus dalam berbuat, termasuk berdakwah, dan bijaksana dalam bertukar pikiran."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Endang Pratiwi (0594230519), Pembuktian Unsur Barang
Siapa Secara Melawan Hukum, Sebagaimana Diatur Dalam
Pasal 41 Ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 1997 Tentang
Lingkungan Hidup (Studi Kasus Perkara Pidana No.19/Pid-
B/2001/PN.BKN), 138 hal + viii
Kondisi hutan Indonesia saat ini sedang dalam
keadaan yang sangat mengkhawatirkan karena kerusakan
hutan terjadi dimana-mana. Salah penyebab kerusakan
dilakukan oleh manusia melalui pembakaran hutan dengan
tujuan untuk pembukaan hutan (land clearing). Secara
khusus tindak pidana ini diatur dalam Pasal 50 ayat (3)
huruf d UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Pasal
41 ayat (1)UU 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup,
yang menyatakan bahwa ?Barang siapa yang secara melawan
hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun dan denda paling banyak lima ratus juta
rupiah.? Sanksi hukum yang berat ternyata tidak
menimbulkan efek jera karena memang belum ada penegakan
hukum yang tegas oleh pemegang kekuasaan dan pelaksana
hukum. Tinjauan ini difokuskan dari sisi subyek hukum
pelaku tindak pidana barang siapa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 tersebut.
Salah satu kasus land clearing ini dilakukan oleh
PT. Adei Plantation & Industry. Dalam kasus ini subyek
hukum yang seharusnya bertanggung jawab secara hukum
dalam kasus land clearing dengan pembakaran lingkungan
hidup ini wajib dikenakan terhadap seluruh manajemen,
khususnya Direksi karena merupakan perusahaan yang
berbadan hukum. Untuk pembuktian barang siapa sebagai
pelaku tindak pidana dalam pidana ini perlu dilihat
juga dari struktur organisasi perusahaan. Pertimbangan
dan dasar hukum diterapkannya tindak pidana terhadap
terpidana, dalam kasus Pasal 41 ayat (1) UU No.23 Tahun
1997 dalam unsur melawan hukum, perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup adalah perbuatan yang dilakukan dengan cara
melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain dari peraturan perundang-undangan, alat bukti
berupa keterangan ahli dan surat dapat diajukan.
Keterangan ahli dibutuhkan untuk pembuktian telah
terjadinya perusakan lingkungan hidup."
[Universitas Indonesia, ], 2007
S22245
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Natasha
"Pemerintah memiliki tujuan yang baik untuk melindungi pihak konsumen yang biasanya berada dalam posisi lemah dengan menetapkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Dengan ditetapkannya UUPK maka perbankan sebagai pelaku usaha harus mematuhi ketentuan UUPK dalam memberikan produk dan jasa kepada nasabahnya khususnya berkaitan dengan pembuatan perjanjian kredit.
Berdasarkan hal tersebut diatas penulis melalui penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan data yang dapat dianalisis secara kualitatif sehingga hasilnya bersifat deskriptif kualitatif. Beberapa pokok permasalahan yang dibahas adalah membahas mengenai pengaturan perlindungan konsumen (nasabah) dalam UU Perbankan, analisis yuridis perlindungan konsumen (nasabah) terhadap ketentuan klausula baku dalam perjanjian kredit pada PT. Bank UFJ Indonesia yang mana terdapat klausula baku yang tidak sesuai dengan Pasal 18 UUPK antara lain mengenai penarikan fasilitas kredit, bunga, perubahan hukum. Membahas upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Debitur manakala Bank masih tetap menggunakan klausula baku yang dilarang oleh Pasal 18 UUPK dalam pembuatan perjanjian kreditnya.
Sehingga penulis berkesimpulan bahwa penerapan perlindungan nasabah telah diatur dalam undang-undang yang bersifat sektoral yaitu UU No. 10 Th. 1998 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Th. 1992 Tentang Perbankan, serta PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Produk Bank dan penggunaan Data Pribadi Nasabah dan PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Masih adanya penggunaan klausula baku yang dilarang dalam Pasal 18 ayat (1) huruf (g) dan Pasal 18 ayat (1) huruf (f) UUPK dalam perjanjian kredit yang dibuat oleh PT. Bank UFJ Indonesia. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Debitur manakala Bank masih menggunakan ketentuan yang dilarang oleh Pasal 18 UUPK adalah melalui pengadilan atau diluar pengadilan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S22455
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Pramoti
"ABSTRAK
UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memberikan sebuah nuansa baru
dalam perkembangan penegakan hukum di bidang pemberantasan korupsi di
Indonesia yaitu dengan dikenalnya pembalikan beban pembuktian terutama
berkaitan dengan pembuktian tindak pidana gratifikasi sebagaimana diatur dalam
Pasal 12 B ayat (1) huruf a. Permasalahannyamasih jarang ditemui perkara yang
menerapkan ketentuan tentang gratifikasi, padahal penggunaan pasal ini Penuntut
Umum akan lebih diuntungkan karena kewajiban untuk membuktikan sudah ada
pada pihak terdakwa. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana
konsekuensi dari pembalikan beban pembuktian pada perkara gratifikasi terhadap
proses pembuktian di muka persidangan oleh Penuntut Umum, penerapannya
dalam kasus Dhana Widiatmika dan Gayus Tambunan, dan hal-hal apakah yang
masih menjadi permasalahan dalam penerapannya. Hasil penelitian ini
menunjukkan penerapan pembalikan beban pembuktian perkara Gratifikasi dalam
Pasal 12 B terdapat kerancuan, karenapasal ini memuat dua unsur pasal yang
masing-masing memiliki sistem pembuktian yang berbeda yaitu unsur “pemberian
kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara” (sistem pembuktian
konvensional) dan unsur “berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya” (sistem pembuktian terbalik). Dimana dalam
proses pembuktian Pasal 12 Btetap mengacu pada KUHAP, sehingga menjadikan
pembuktian terbalik mekanismenya tidak terlihat dalam pemeriksaan di
persidangan, karena dengan tetap saja pola hakim digiring pada pola
pemikirannya Jaksa Penuntut Umum.

ABSTRACT
Act No. 20 of 2001 on Amendments to Act No. 31 Year 1999 on
Eradication of Corruption gives a new nuance in the development of law
enforcement in the field of eradication of corruption in Indonesia, with the
familiar reversal of the burden of proof is primarily concerned with proving the
crime of gratification as provided for in Article 12 B of paragraph (1) letter a. The
problem is rarely encountered cases that apply the provisions of gratification,
whereas the use of this article Prosecutor will be benefited from the existing
obligation to prove the defendant. This study intends to find out how the
consequences of a reversal of the burden of proof on the graft case against the
evidence in court by prosecution , its application in the case of Gayus Tambunan
and Dhana Widiatmika, and if things are still a problem in its application. The
results of this study demonstrate the applicability of the reversal of the burden of
proof in the case of Article 12 B Gratuities are ambiguous, because this article
contains two elements, each chapter has a different system that is an element of
proof "gift to an official or state officials" (conventional verification system) and
element "associated with his position and contrary to the obligations or
duties"(reverse authentication system). Where in the process of proving Article 12
B still refer to the Criminal Code, making the reverse authentication mechanism is
not visible in the examination in the trial, because the judge still herded the
pattern of his thinking pattern Prosecution."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38999
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Edward Kurniawan
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22623
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Cahya Nugraha
"Penulis melakukan tinjauan pada perkara No. 1675/PID.B/2013/PN.JAKBAR.Terdapat dua hal yang menjadi titik tekan dalam tesis ini, yaitu identifikasi terhadapfaktor faktor pertimbangan majelis hakim dalam proses pengambilan keputusan padatindak pidana pembunuhan yang dilakukan bersama sama, serta bagaimana majelishakim melakukan penerapan unsur-unsur pasal 340 jo pasal 55 ayat 1 ke-1. Yangdigunakan sebagai alat analisis adalah Teori Ratio Decidendi dan Economic Analysisof Law. Sumber utama dari data dalam penelitian ini adalah vonis majelis hakimuntuk perkara yang sedang diteliti, ditambah dengan data hasil wawancara terhadapbeberapa nara sumber yang relevan serta analisis dokumen sebagai pelengkap danbahan konfirmasi dari wawancara yang dilakukan. Data yang diperoleh selanjutnyadianalisis menggunakan Teori Ratio Decidendi dan Economic Analysis of Lawsebagai tahapan dalam menguji hipotesis yang penulis ajukan. Hasil analisisberdasarkan data dan temuan yang diperoleh menunjukkan bahwa majelis hakimtelah menerapkan unsur unsur pada pasal 340 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dalammenjatuhkan vonis terhadap terdakwa pada perkara No.1675/Pid.B/2013/PN.JAKBAR. Hasil lainnya pun menunjukkan bahwa majelismenjatuhkan hukuman dengan mempertimbangkan faktor yuridis dan faktor nonyuridis, serta beberapa hal yang meringankan dan memberatkan dari diri terdakwa.

The author conducted a review on the case No. 1675/PID.B/2013/PN.JAKBAR. There are two points of emphasis on this thesis, namely the identification of the judge's consideration factors in the decision making process of the crime of murder committed together, and how the judges apply the elements of article 340 jo article 55 paragraph 1 number 1. Used as an analytical tool is Decidendi Ratio Theory and Economic Analysis of Law. The main source of data in this study is the judge 39 sverdict for the case under investigation, plus the interview data on some relevant sources and document analysis as a complement and confirmation material from the interview. The data obtained then analyzed using Decidendi Ratio Theory and Economic Analysis of Law as the stages in testing the hypothesis that the authors propose. The results of the analysis based on the data and findings obtained show that the judges have applied elements in Article 340 jo Article 55 paragraph 1 to the 1 inthe sentence against the defendant in the Case No.1675/PID.B/2013/PN.JAKBAR. Other results also indicate that the council handed down the punishment by considering juridical and non juridical factors, as well as some of the mitigating and incriminating matters of the defendant's self."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>