Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120264 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ade Muriani Wurastuti
"Perkembangan Pers yang semakin pesat, memudahkan masyarakat untuk mendapatkan berbagai informasi. Namun kebebasan Pers menimbulkan berbagai permasalahan antara lain perkara pencemaran nama baik, dimana seseorang merasa kehormatan atau harga dirinya dirusak dengan pemberitaan di media massa. Apabila hal tersebut dikaitkan dengan perkara Tomy Winata melawan Koran Tempo, maka timbul pertanyaan antara lain: Bagaimana pengaturan mengenai pencemaran nama baik yang termasuk Perbuatan Melawan Hukum menurut KUHPerdata dan UU Pers sehubungan dengan kasus pencemaran nama baik anatara Tomy Winata dengan Koran Tempo?, Bagaimana suatu perbuatan pencemaran nama baik dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum?, Apakah kasus Gugatan Tomy Winata terhadap Koran Tempo termasuk kasus pencemaran nama baik dan memenuhi unsur Perbuatan Melawan Hukum? Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, sedangkan metode analisa datanya adalah kualitatif.
Berdasarkan penelitian, pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 1372 KUHPerdata, Pasal 310 KUHP, dan Kode Etik Jurnalistik, sedangkan mengenai perbuatan melawan hukum diatur dalam pasal 1365-1380 KUHPerdata. Mengingat kedua hal tersebut tidak diatur dalam UU Pers, maka UU Pers bukan merupakan Lex Spesialis derogate Lex Generali dari KUHPerdata. Pemberitaan Koran Tempo pada tanggal 6 Pebruari 2003, termasuk perbuatan pencemaran nama baik dan merupakan perbuatan melawan hukum karena dapat menggiring publik beropini negatif terhadap Tomy Winata. Padahal Koran Tempo tidak dapat membuktikannya secara hukum. Mengenai hak jawab, terdapat dualisme pendapat.
Penulis menyarankan agar UU Pers ini diperbaiki sehingga dapat mengakomodasi kepentingan berbagai pihak dan menyelesaikan masalah yang ada. Bagi wartawan diharapkan dalam menulis berita, kata-kata yang digunakan dapat lebih baik dan tidak menghakimi seseorang. Bagi masyarakat dan para penegak hukum diharapkan agar ..."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21108
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tifani Tasya Natawidjaja
"Pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehari-hari perlahan mulai bergantung pada kemajuan teknologi, salah satunya mulai dikenalnya investasi aset kripto oleh masyarakat. Perdagangan aset kripto dilaksanakan melalui pasar fisik aset kripto melalui Bappebti. Hal tersebut karena aset kripto sendiri dipandang sebagai suatu komoditi yang diperdagangkan di bursa berjangka dan diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2018. Namun, prinsip kehati-hatian dalam hal ini harus dikedepankan mengingat setiap aspek kehidupan tak luput dari potensi terjadinya tindak kejahatan, seperti potensi praktik skema piramida dan skema ponzi dalam ranah dalam ranah investasi aset kripto. Salah satu contohnya adalah kasus EDCCASH, sebuah investasi kripto yang mendasarkan kepada cryptocurrency E-Dinar Coin Cash. EDCCASH sendiri merupakan jual beli kripto dengan sistem perekrutan anggota baru. Pada tahun 2021 kemarin, terjadi system error pada aplikasi EDCCASH yang mengakibatkan perubahan nilai aset cryptocurrency yang bermuara pada kerugian. Kerugian ini menyebabkan investor melaporkan EDCCASH kepada pihak berwajib atas dugaan penipuan dan penggelapan hingga divonis 6 (enam) tahun penjara oleh Majelis Hakim dan EDCCASH diputus melanggar Pasal 105 jo. Pasal 9 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang berarti EDCCASH telah melakukan aktivitas skema piramida. Namun, kasus ini tidak menggunakan ketentuan mengenai aset kripto sebagaimana yang diatur dalam SK Bappebti, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah kasus ini masuk ke dalam ketentuan skema piramida sebagaimana yang diatur dalam UU Perdagangan, ataukah sebenarnya harus dilihat sebagai kejahatan yang menggunakan skema ponzi. Belum ada peraturan perundang-undangan yang membedakan skema ponzi dari skema piramida, walaupun di beberapa putusan pengadilan Hakim menyatakan telah terjadi pelanggaran yang menggunakan skema ponzi, seperti pada putusan 163/Pid.B/2017/PN Mpw yang diadili di Pengadilan Negeri Mempawah. Sehingga timbul suatu permasalahan atas urgensi adanya peraturan yang membedakan pengaturan skema ponzi dan skema piramida dalam perdagangan barang ataupun jasa dengan melihat karakteristik kasus cryptocurrency yang dilakukan oleh EDCCASH.

Human's basic needs gradually become dependent on technological advances, one of which is the public’s awareness regarding investment in crypto assets. Crypto asset trading is carried out through the physical market for crypto assets through Bappebti. The crypto asset itself is seen as a commodity that sells on futures exchanges and is regulated in the Regulation of the Minister of Trade of the Republic of Indonesia Number 99 of 2018. However, the precautionary principle in this case must be put forward bearing in mind that every aspect of life does not escape the potential for crime, such as potential pyramid schemes and ponzi schemes within the scope of crypto asset investment. For instance, there is a case that involves EDCCASH in Indonesia, a crypto investment based on the cryptocurrency E-Dinar Coin Cash. EDCCASH itself is buying and selling crypto with a new member rehabilitation system. In 2021, a system error occurred in the EDCCASH application, which resulted in a change in the value of cryptocurrency assets which led to losses. This loss caused the investor to report EDCCASH to the authorities on suspicion of accusation and embezzlement and was sentenced to 6 (six) years in prison by the Council of Judges and EDCCASH was sentenced to violate Article 105 jo. Article 9 Law no. 7 of 2014 concerning Trade, which means that EDCCASH has carried out a sketch scheme activity. However, this case does not use the provisions regarding crypto assets as stipulated in the SK Bappebti, raising the question whether this case falls under the provisions of the scheme as stipulated in the Trade Law, or does it have to be seen as a crime using a ponzi scheme. There are no laws and regulations that distinguish ponzi schemes from pyramid schemes, although in several court decisions the Council of Judges stated that there had been violations using ponzi schemes, such as in decision 163/Pid.B/2017/PN Mpw. Hence, a problem arises from a need for regulations that distinguish the arrangement of ponzi schemes and schemes in trading goods or services by looking at the characteristics of cryptocurrency cases carried out by EDCCASH."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Huddleston, Pat
"Making sound investments is tough enough without having to worry about unscrupulous financial advisers and outright frauds. But recently strengthened laws aren't enough to stop the "professionals" intent on profiting from - or just plain stealing - your money. As an Enforcement Branch Chief at the Securities and Exchange Commission, Pat Huddleston witnessed countless people lose their life savings to reckless stockbrokers and fraudulent schemes. Now an SEC-recommended Receiver and CEO of a securities and investment fraud investigation agency, Huddleston has intimate knowledge of how scam artists and bad brokers operate. In The Vigilant Investor, he explains WHY we fall for investment scams, HOW con artists play on our emotions, and WHAT we can do to protect ourselves from predators. With its unique look into the science of financial decision making, the book blows up the popular myths and simplistic "do's and don'ts" of investing while sharing techniques anyone can use to perform due diligence even better than the "experts." With gripping stories of actual cases, Huddleston sheds light on the dark corners of the investment industry and teaches investors and professionals alike how to spot fraud and guard themselves against financial catastrophe."
New York: [American Management Association;, ], 2012
e20437478
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Wahyudi
"Salah satu lembaga dalam Hukum Acara Perdata yang digunakan agar putusan hakim nantinya dapat terjamin pelaksanaannya adalah dengan adanya lembaga Sita Jaminan. Lembaga Sita Jaminan dapat dikatakan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menjamin hak Pemohon. Untuk mengajukan Sita Jaminan haruslah ada hubungan hukum berupa hutang-piutang antara Penggugat dan Tergugat serta adanya persangkaan atau dugaan yang beralasan, bahwa seseorang yang berhutang sebelum dijatuhkan putusan oleh Hakim atau putusan belum dijalankan, beritikad buruk mencari akal untuk menggelapkan atau melarikan barangnya. Untuk membuktikan suatu persangkaan yang beralasan sebagai dasar disetujuinya permintaan Sita Jaminan, maka Penggugat (Kreditur) sebagai pihak yang mendalilkan persangkaan maka ia harus membuktikan persangkaannya itu, sesuai dengan pasal 163 RIB dan Tergugat (Debitur) sebagai pemilik barang yang akan disita tersebut seharusnya datang ke Pengadilan untuk diperiksa secara seksama mengenai persangkaan yang didalilkan oleh Penggugat untuk meletakkan Sita Jaminan. Hal ini sejalan dengan asas hukum acara perdata yaitu audi et alteram partem (mendengar kedua belah pihak). Dengan Perkataan lain, supaya dapat dikabulkan Sita Jaminan yang dimohonkan oleh Pemohon, haruslah sesuai dengan syarat-syarat atau alasan-alasan yang telah ditentukan di dalam pasal 227 ayat 1 Reglement Indonesia yang Diperbaharui (RIB). Apabila telah dikabulkannya suatu Permohonan Sita Jaminan maka barang yang diletakkan Sita Jaminan tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak ketiga. Alasan dibuatnya penelitian tentang penetapan dan peletakkan Sita Jaminan pada perkara gugatan perbuatan melawan hukum tentang pencemaran nama baik, antara Tomy Winata (Penggugat) terhadap Goenawan Muhammad (Tergugat) karena Penetapan maupun peletakkan Sita Jaminan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur secara yuridis dianggap telah mengandung cacat hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alger, Horatio
Virginia: Horaito Alger Association of Distinguished America, 1991
813 ALG b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Boca Raton: CRC Press, Taylor & Francis Group, 2009
364.163 HAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Neef, Dale
"The new business imperative is to create an unambiguous culture of ethical behavior. The Supply Chain Imperative presents a framework any business can use for monitoring, reporting, and improving performance of suppliers on environmental, social, and other issues. The book ensures that the company's ethical mandate is understood and implemented along the entire length of the chain, helping companies avoid costly litigation and potentially devastating injury to reputation brought on by violations of law and ethical norms."
New York: [American Management Association, ], 2004
e20438497
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
"(Bambang Pramudita, NPM: 0500000483, Masalah Pembuktian
Dalam Gugatan Perdata Kasus Pencemaran Nama Baik;
Perbandingan Kasus K.H Abubakar Ba’asyir Vs Time Inc. Asia
Dengan Kasus Tomy Winata Vs Tempo, Program Kekhususan III,
Hukum Acara, Skripsi, FHUI, 2006)
Berita dapat dikatakan sebagai jendela informasi
dunia, mungkin hal ini mengingatkan kita akan pentingnya
peran pers sebagai pemberi informasi. Tetapi perlu diingat
bahwa berita yang diterbitkan haruslah memenuhi kode etik
jurnalistik sehingga bersifat objektif, cerdas dan mendidik
dengan kata lain pers boleh bebas tetapi bertanggungjawab.
Kasus pencemaran nama baik adalah salah satu contoh dari
ketidaktelitian pers dalam menerbitkan berita. Perundangundangan
kita belum secara khusus mengatur mengenai hal
tersebut. Maka timbul pertanyaan antara lain: Bagaimana
kita dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan pencemaran
nama baik?, unsur-unsur apa saja yang harus dibuktikan?
serta apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus
perkara pencemaran nama baik? Metode penelitian yang
digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, sedangkan
analisa datanya adalah kualitatif. Berdasarkan penelitian,
salah satu cara untuk mendapatkan keadilan dan kepastian
hukum dalam perkara pencemaran nama baik adalah dengan
mengajukan gugatan perdata dengan mendalilkan perbuatan
melawan hukum sebagaimana yang diatur dalam pasal 1365 KUH
Perdata dan/ atau penghinaan yang diatur dalam pasal 1372
KUH Perdata yang mengacu pada pasal 310 KUH Pidana, dengan
tujuan untuk mendapat penggantian kerugian serta pemulihan
kehormatan dan nama baik. Dengan membandingkan kasus Tomy
Winata vs Tempo dengan kasus K.H Abubakar Ba’asyir vs Time
Inc. Asia diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas
mengenai unsur-unsur apa saja yang harus dibuktikan
berserta dengan alat bukti yang menjadi pertimbangan hakim
dalam memutus perkara pencemaran nama baik."
[Universitas Indonesia, ], 2006
S22337
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Estheralda
"Komunikasi dan informasi merupakan kebutuhan yang fundamental sifatnya bagi manusia dalam kehidupan modern dewasa ini. Melalui informasi manusia memperoleh pengetahuan, pendidikan maupun hiburan yang bermanfaat bagi dirinya. Oleh karena itu kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari informasi yang merupakan produk dari dunia pers. Dalam penyajian suatu informasi bagi dunia pers seringkali terjadi suatu penulisan atau pemuatan berita yang dirasakan merugikan pihak lain, yang menjurus kepada suatu perbuatan melawan huKum khususnya penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Adanya penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sering sulit untuk dibuktikan bahwa telah terjadi penghinaan tersebut. Hal. ini disebabkan dalam KUH Perdata "sendiri tidak terdapat definisi yang jelas dari penghinaan tersebut. Sehingga para sarjana seperti Wirjono Prodjodikoro misalnya mengatakan bahwa · titik berat dari soal penghinaan berada dalam lapangan dunia perasaan yang bersifat sekonyong-konyong dan biasanya tidak memberikan kesempatan berpikir secara tenang dan tenteram apakah sebetulnya isi dari perkataan orang yang dikatakan menghina itu. Tetapi hal yang nyata ialah bahwa pada waktu kata-kata itu diucapkan, sudah ada kesan dari ucapan itu dan mungkin perasaan seseorang sudah tertusuk waktu itu, padahal ia belum sempat berpikir tentang apakah maksud sebenarnya dari ucapan itu. Pada akhirnya hakimlah yang akan menentukan batasan-batasan tertentu dalam praktek di pengadilan. Dalam dunia pers sendiri telah ditentukan batasan-batasan bagi wartawan dalam menyajikan suatu berita yaitu Kode Etik Jurnalistik dan UU Pokok Pers, untuk menghindari penulisan yang bersifat menghina dan/atau mencemarkan nama baik. Dalam praktek di pengadilan, pemberitaan mengenai hal-hal yang menyangkut kepentingan umum tidak dapat dikualifikasikan sebagai penghinaan menurut pasal 1376 KUH Perdata. Contohnya adalah berita-berita mengenai KKN yang perlu diketahui masyarakat seperti informasi mengenai dugaan KKN yang dilakukan pejabat negara, kolusi dengan pihak swasta dan konglomerat dan nepotisme dengan keluarga pejabat negara adalah berita yang masuk dalam pengertian kepentingan umum. Dalam pemberitaan mengenai kepentingan umum tidak ternyata adanya maksud untuk menghina sehingga bukan merupakan suatu perbuatan melawan hukum dalam hal penghinaan dan/atau pencernaran nama baik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21115
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Helen
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S22386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>