Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64778 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Nana Fitriana
"Perkawinan beda agama tidak diatur pelaksanaannya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Sementara dalam praktek, masyarakat berinteraksi membutuhkan suatu aturan untuk menjadi dasar hubungan perkawinan. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 menjadi sarana untuk mendapatkan penetapan agar perkawinan tersebut di catatkan. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah wewenang pengadilan negeri dalam memberi keputusan terhadap permohonan pengesahan perkawinan beda agama setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Bogor dalam memberi keputusan dalam perkara Nomor 527/P/Pdt/2009/PN.Bgr. dan perkara Nomor 111/Pdt.P/2007/PN.Bgr.
Dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dan menggunakan analisis kualitatif, dengan tipe penelitian yang bersifat deskriptif-eksplanatoris, serta bentuk penelitian yang preskriptif. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa wewenang Pengadilan Negeri dalam memberi keputusan terhadap permohonan pengesahan perkawinan beda agama sesuai dengan pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 yang memungkinkan pencatatan perkawinan beda agama harus melalui penetapan Pengadilan Negeri.
Penetapan hakim yang menolak permohonan pencatatan perkawinan beda agama dalam kasus No. 527/P/Pdt/2009/PN.Bgr., hakim tetap mendasarkan pada UU Nomor 1 Tahun 1974 dan PP Nomor 9 Tahun 1975. Jadi ketentuan pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 yang memungkinkan pencatatan perkawinan beda agama, tidak mempengaruhi majelis hakim untuk mengabulkan permohonan para pemohon dalam kasus ini. Tetapi dalam kasus No. 111/Pdt./P/2007/PN.Bgr., hakim telah menjadikan ketentuan pasal 35 huruf a sebagai acuan dikabulkannya permohonan pencatatan perkawinan beda agama, disamping para pemohon dianggap sudah tidak lagi mengindahkan prosesi perkawinan menurut agama mereka.

Interfaith marriages are not arranged in the implementation of Law No. 1 of 1974. While in practice, people interact requires a rule to be the basis of marital relationships. With the existence of Law Number 23 Year 2006 be a means to get a determination that the marriage is in please register. As for which are at issue in this study is given authority in the state court decision against interfaith marriage legalization petition after the enactment of Law No. 23 of 2006 and legal considerations in the Bogor District Court judge gave the decision in case Number 527/P/Pdt/2009 / PN.Bgr. and case Number 111/Pdt.P/2007/PN.Bgr.
In this thesis the author uses the juridical-normative research methods and the use of qualitative analysis, with the type of research that is descriptive-explanatory, and prescriptive forms of research. From these results it can be concluded that the authority of the District Court in giving a decision on the application for approval of marriage of different religions in accordance with article 35 letter a of Law Number 23 of 2006 which allows the recording of marriages of different religions must go through the determination of the District Court.
Determination of the judge who rejected the registration of marriages of different religions in the case of No.. 527/P/Pdt/2009/PN.Bgr., Judges continue to rely on the Act No. 1 of 1974 and Government Regulation No. 9 of 1975. So the provisions of Article 35 letter a of Law Number 23 of 2006 which allows the recording of marriages of different religions, did not affect the panel of judges to grant the petition of the petitioner in this case. No. But in the case. 111/Pdt./P/2007/PN.Bgr., The judge has made provisions of section 35 as a reference point a petition is granted registration of marriages of different religions, as well as the applicants are considered no longer heed the marriage procession according to their religion.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29445
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rossy Lizharianty
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37001
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adillah Yuswanti
"Perkawinan tidak tercatat ialah perkawinan yang secara material telah memenuhi ketentuan sesuai dengan maksud Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan tetapi tidak memenuhi ketentuan ayat 2 Pasal tersebut jo Pasal 10 ayat 3 PP Nomor 9 Tahun 1975. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006, maka administrasi kependudukan yang di dalamnya mengatur mengenai pencatatan sipil diharapkan dapat memberikan pemenuhan hak administratif seperti pelayanan publik serta perlindungan yang berhubungan dengan dokumen kependudukan tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif. Dalam konteks pencatatan perkawinan, banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk sebuah perkawinan yang tidak tercatat, ada yang menyebut kawin di bawah tangan, kawin siri, kawin modin, dan kerap pula disebut kawin kiyai.
Metode yang digunakan adalah yuridis empiris, yaitu suatu penelitian disamping melihat aspek hukum positif juga melihat pada penerapannya atau praktek di lapangan. Banyak perdebatan mengenai hal tersebut karena mengakibatkan disahkan atau tidak perkawinan oleh Para Pihal yang melakukan perkawinan beda agama. Dalam kasus yang telah ditetapkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Bogor, terdapat dua penetapan yang berbeda mengenai permohonan pencatatan perkawinan beda agama.
Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus.
Berdasarkan penelitian dari kedua putusan hakim, diperoleh hasil bahwa Penulis lebih menyetujui Penetapan Hakim Nomor 111/Pdt.P/PN.Bgr, karena UU 1/1974 tidak secara tegas mengatur perkawinan beda agama, Pasal 35 huruf a dapat dijadikan sebagai pemenuhan secara administratif dalam hal pencatatan perkawinan.

Marriage not registered is marriage has materially complied with in accordance with the intent of Article 2 paragraph 1 of Marriage Act, but does not meet the provisions of paragraph 2 of that Article in conjunction with Article 10, paragraph 3 PP No. 9 of 1975. With the enactment of Law No. 23 of 2006, the population administration in which governs the civil registry is expected to provide the fulfillment of administrative rights as well as the protection of public services related to civil documents without discrimination. In the context of the registration of marriages, many terms used to designate a marriage that is not listed, there is a mention under the hand marriage, marriage siri, married muezzin, and often also called marriage Kyai.
The method used is empirical juridical, is a study in addition to seeing the positive aspects of the law also look at the implementation or practice in the field. A lot of debate about that because lead was passed or not marriage by the pihal who perform interfaith marriage. In cases that have been set by District Court Judge Bogor, there are two different determination regarding listing application interfaith marriage.
The data analysis technique used is descriptive qualitative, ie after the data collected is then poured in the form of a logical and systematic description, then analyzed to obtain clarity problem solving, then the conclusions drawn deductively, from things that are common to the things that are special.
Based on the research of both the judge's ruling, the result that the author is approved Determination Judge No. 111 / Pdt.P / PN.Bgr, because the Law 1/1974 does not expressly regulate interfaith marriage, Article 35 letter a can be used as an administrative compliance in terms of registration of marriages.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Suwasiswahyuni
"Perkawinan berbeda agama di Indonesia tidak diatur dalam Undang-Undang Perkawinan yang berlaku di Indonesia, oleh sebab itu banyak pasangan berbeda agama yang hendak menikah melakukan pernikahannya di Luar Negeri lalu dicatatkan di Kantor Catatan Sipil Indonesia ketika mereka kembali ke Tanah Air. Undang-Undang Administrasi Kependudukan memberikan kemudahan bagi para pasangan berbeda agama ini dalam mencatatkan perkawinannya di Kantor Catatan Sipil. Pencatatan perkawinan beda agama ini hanya diakui oleh negara bahwa benar mereka adalah pasangan suami istri, tapi tidak sah menurut Agama.
Disini akan di bahas tentang bagaimana keabsahan perkawinan beda agama di Indonesia dan tentang pertimbangan hakim dalam memberikan putusan pengadilan sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan termasuk penelitian kepustakaan, data dan informasi diperoleh melalui dokumen-dokumen hukum dan juga dari hasil wawancara kepada Kepala Sub Dinas Kantor Catatan Sipil Jakarta.
Pada kasus yang akan di bahas disini, pencatatan perkawinan yang dilakukan di luar negeri hanya untuk memenuhi syarat pada pasal 56 Undang-Undang Administrasi Kependudukan, bukan menentukan sah atau tidaknya perkawinan tersebut. Undang-Undang Administrasi Kependudukan juga tidak mengatur mengenai tata cara melangsungkan perkawinan beda agama itu sehingga masih mengacu pada Undang-Undang Perkawinan yang berlaku. Undang-Undang Administrasi Kependudukan masih memerlukan penyempurnaan agar tidak bertentangan dengan pasal 2 Undang-Undang Perkawinan.

Marriage of different religions in Indonesia are not regulated in the Marriage Law in force in Indonesia, so many couples of different religions who want to get married are held marriage in other State and listed in the Civil Indonesia when they returned to the country. Population Administration Act provides convenience for couples of different religions to register their marriages at the Registry Office. Recording of interfaith marriage is only recognized by the state that they are properly married couples, but not valid according to religion.
Here will be discussed about how the validity of the marriage of different religions in Indonesia and on consideration of the judge in giving the verdict the court before and after the enactment of Law number 23 year 2006 about Population Administration. This study is normative and juridical research including library research, data and information obtained through legal documents and also from interviews to the Head of Sub Office of Civil Registry Office in Jakarta.
In a case that will be discussed here, the recording of marriages conducted in foreign countries only to meet the requirements in article 56 of Law on Population Administration, instead of determining whether or not the marriage is legitimate. Population Administration Act does not establish ordinances regulating the marriage of different religions, so it still refers to the Marriage Law. Population Administration Act still requires refinement in order not to conflict with Article 2 of the Marriage Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21820
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi Suryawicaksono
"Skripsi ini membahas tentang pencatatan dan perkawinan beda agama di Indonesia yang diatur tidak hanya di dalam peraturan hukum nasional yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, tetapi lebih khusus lagi diatur dalam Undang-Undang 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan. Skripsi ini dibuat untuk menganalisa penetapan nomor 85/PDT.P/2014/PN. PTI menurut ketentuan yang berlaku mengenai perkawinan beda agama di Indonesia setelah berlakunya Undang-undang nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan.

This Thesis about Registration and Cross Religion Mariage in Indonesia, despite the regulation under Burgerlijk Wetboek and regulation number 1 / 1974 about marriage, the scope of this thesis is to analyze court judgement number 85/PDT.P/2014/PN. PTI under Civil Administration regulation number 23 / 2006."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63945
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuz Rista Ismah
"Skripsi ini membahas mengenai perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu tata cara pengumpulan data yang berasal dari bahan-bahan kepustakaan dan peraturan perundang-undangan terkait. Penelitian didasarkan pada Undang-Undang Perkawinan dan Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan antara kedua Undang-Undang tersebut. Undang-Undang Perkawinan menyerahkan perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda pada agama masing-masing calon mempelai sedangkan Undang-Undang Administrasi Kependudukan mengakui perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda melalui putusan pengadilan. Hasil penelitian menyarankan bahwa harus terdapat kejelasan mengenai pengaturan perkawinan beda agama di Indonesia dengan mengamandemen undang-undang yang telah ada.

This thesis discusses on interfaith marriages in Indonesia. The research for this thesis is normative juridicial, which involves the collection of data from literary sources and associated legal ordinances. This research is based on Marriage Laws and Population Administration Laws. Based on the findings of the research, it is discovered that there exists certain inconsistencies between both Laws. The Marriage Laws provides that interfaith marriages are subject to the religion of each partner, while the Population Administration Laws states that interfaith marriages have to obtain an affirmative decision of the court. The results of the research propose further clarification of the regulations relating to interfaith marriages by amending the existing laws.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56739
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Aliya
"Skripsi ini menjelaskan mengenai status hukum transeksual dan perkawinannya ditinjau dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam penelitian ini diambil tema mengenai transeksual dalam kaitannya dengan hak-haknya seperti mendapatkan identitas baru yaitu perubahan nama dan jenis kelamin untuk dicatatkan di Pencatatan Sipil dan juga mengenai perkawinan dikaitkan dengan keabsahan perkawinan tersebut yang dikaitkan dengan peraturan perundang-undang. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan memaparkan mengenai suatu permasalahan, wawancara nara sumber ahli, dan analisa kualitatif dengan acuan literatur dan ketentuan yang berlaku.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa transeksual dapat mendapatkan identitas yang baru dengan cara mendapatkan penetapan pengadilan mengenai perubahan identitas barunya dan selanjutnya dicatatkan ke Pencatatan Sipil dan perkawinan transeksual adalah tidak sah berdasarkan sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sehingga tidak dapat dicatatkan di Pencatatan Sipil.

The focus of this study is to explain the legal status of transsexuals and marriage in terms of Act No. 23 of 2006 on Demography Administration and Act No.1 of 1974 on Marriage. This research takes the themes of transsexuals in relation to their rights such as getting a new identity that is change of name and sex to be listed in the Civil Registry and also about the validity of marriage related with laws and regulation. The study is conducted in analytical descriptive in order to explain related information by interviewing the expert and perform qualitative analysis from related literature and regulations.
This study finds that transsexuals can get a new identity by getting determination from the court about their new identity and then can be listed to the Civil Registry and transsexual marriage is not valid based on the validity of the marriage in Act No. 1 of 1974 on Marriage, so it cannot be listed in Civil Registry.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1526
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mendrofa, Juniman
"Bangsa Indonesia merupakan sebuah Negara yang memiliki penduduk yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku, adat istiadat dan agama yang berbeda. Masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari saling berinteraksi dengan pemeluk agama lainnya, mereka dapat hidup rukun dan berdampingan serta saling menghormati maka terjadinya
perkawinan antar umat beragama ini merupakan suatu hal yang sulit dicegah. Pada dasarnya setiap agama melarang setiap umatnya untuk melakukan pernikahan dengan umat pemeluk agama lain. Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan perkawinan adalah sah bila telah dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya itu. Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Perkawinan ditegaskan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum
masing-masing agamanya. Faktor larangan tersebutlah yang
menyebabkan banyak pasangan berbeda agama ini memilih
perkawinan diluar wilayah Indonesia antara lain di Australia. Tesis ini berjudul Pengaruh hukum perkawinan beda agama yang dilangsungkan di luar negeri dan yang telah dicatat di kantor catatan sipil jakarta terhadap hubungan perdata suami isteri dan harta benda perkawinan
Serta anak yang dilahirkan analisis kasus nomor: 195/KHS/II/1933/2003 menurut undang-undang nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan. Untuk melangsungkan Perkawinan di luar negeri bagi warga negara Indonesia berlaku ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi ?Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang waraganegara Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warganegara Asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara
Indonesia tidak melanggar ketentuan Undang-Undang ini. Dan Pasal 56 ayat (2) berbunyi ?Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami-isteri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus
didaftarkan di Kantor Pencatatan perkawinan tempat tinggal mereka". Dari ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri harus mengikuti tata-cara perkawinan di luar negeri dan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, lebih khususnya Pasal 2 ayat (1). Dari hal-hal tersebut di atas dirumuskan pokok permasalahan yaitu (1)Bagaimana keabsahan Perkawinan Beda Agama yang dilangsungkan di luar wilayah R.I. antara Joharson Esterlla Sihasale dengan Vanya Zulkarnaen yang telah dicatat di kantor catatan sipil Jakarta? (2) Adakah pengaruh hukum Perkawinan Beda Agama tersebut terhadap
hubungan perdata suami isteri; terhadap harta benda dan terhadap anak yang dilahirkan? Dalam penulisan tesis ini metode penelitian. yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat normatif sedangkan teknik pengumpulan data mempergunakan metode studi dokumen. Tipelogi penelitian bersifat eksplanatoris dengan bentuk
evaluatif. Adapun metode pengolahan datanya dilakukan secara kualitatif dengan demikian bentuk penelitian bersifat evaluatif analisis. Kesimpulan dalam tesis ini bahwa perkawinan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia adalah tidak sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan pencatatan perkawinan yang dilakukan oleh pejabat
kantor catatan sipil Jakarta tidak mempunyai pengaruh hukum terhadap hubungan perdata suami isteri, harta benda Suami isteri dan anak yang dilahirkan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurnaningsih
"Berdasarkan pengakuan atas asas demokrasi yang menghormati kebebasan dan hakhak asasi manusia yang diakui oleh dunia internasional, bangsa Indonesia menjamin kebebasan warga negaranya untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya. Kepercayaan yang tumbuh dalam masyarakat sampai dengan sekarang adalah kepercayaan yang berasal dari nenek moyang bangsa Indonesia. Setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tantang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007, perkawinan Penghayat Kepercayaan dapat dicatatkan.
Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana negara menempatkan Kepercayaan, sebagai agama atau sebagai bagian dari budaya dan bagaimana negara mengatur aspek-aspek hukum dalam perkawinan Penghayat Kepercayaan. Penelitian ini menggunakan bahan kepustakaan sebagai pendukung utama disamping penelitian lapangan sebagai upaya untuk mengumpulkan bahan pelengkap guna menyempurnakan penelitian. Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisa secara kualitatif, yang kemudian hasil tersebut akan menghasilkan deskriptif analitis.
Hasil penelitian dan analisis menunjukkan bahwa negara mempunyai kewajiban untuk menjamin hak-hak warga negara, dalam hal ini kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya. Adalah penting untuk membuat suatu peraturan perundang-undang yang khusus mengatur Kepercayaan, tidak hanya untuk menjamin hak asasi warga negaranya saja, tetapi juga untuk mencegah terjadinya konflik horisontal yang dapat mengancam persatuan negara Indonesia.

Based on confession of democracy ground respecting freedom and man basic rights accepted by international world, Indonesia guarantees freedom of its (the citizen to embrace religion and implements religious service according to religion and local belief). Local belief growing in public up to now is ancestral trust of Indonesia, before opening religions confessed by state to come and grows in Indonesia. After implementing of Law Demographic Administration Number 23 The Year 2006 and Governmental Regulation Law Number 37 The Year 2007, marriage of Local Belief Follower can be registered.
The main issues in this thesis are how state places local belief, as part of culture or religion and how state ruling the legal aspect on the local belief follower marriage. This research was conducted using library sources as its main supporting devices besides performing a field study in order to collect complementing data, which would refine the whole research. The data analyzed qualitatively and finally earn descriptive analyzing .
The result of this research and analyses showed that it is necessary to arrange such specific regulation that ruling all aspect of local belief, not only to guarantee citizen basic human right, but also to prevent from horizontal conflict causes state disintegration.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37026
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>