Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200016 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hastuti
"Menurut UU No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya serta dicatat menurut peraturan perundang undangan yang berlaku. Bagi pemeluk Islam perkawinannya baru dikatakan sah apabila telah memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat yang telah ditentukan menurut hukum perkawinan Islam. Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah mencatatkan perkawinan pada Pegawai Pencatat Nikah seperti yang telah diatur dalam Peraturan perundang undangan. Pencatatan perkawinan bertujuan untuk menjamin kepastian hukum yang membuktikan bahwa perkawinan yang dilakukan adalah sah menurut hukum agama dan hukum negara serta untuk menjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam. Perkawinan yang tidak tercatat merupakan salah satu bentuk pelanggaran hukum karena hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap lembaga perkawinan yang akan berpengaruh terhadap kedudukan suami istri, anak yang dilahirkan, dan harta benda dalam perkawinan. Di samping itu pencatatan perkawinan dalam hukum Islam sejala dengan perintah Allah di dalam Al-Qur'an. Terhadap pelanggaran ini ada sanksi yang diterapkan oleh pemerintah. Kompilasi Hukum Islam (KHI) telah membelikan jalan keluar (solusi) terhadap para pihak yang telah terlanjur melakukan perkawinan yang belum tercatat dan menginginkan perkawinannya dinyatakan sah yaitu dengan cara mengajukan permohonan pengesahan (isbat) nikah ke Pengadilan Agama, tetapi permohonan isbat nikah yang dapat diajukan terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan ketentuan dalam Pasal 7. ayat (3) Kompilasi Hukum Islam. Dengan demikian pencatatan perkawinan merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh umat Islam di Indonesia dalam melakukan perkawinan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder yang bersifat yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang undangan dan norma-norma yang berlaku dan mengikat kehidupan masyarakat. Efektifitas kerjasama dan koordinasi antar berbagai pihak sangat diperlukan dalam mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum di bidang hukum perkawinan, khususnya Hukum Perkawinan Islam di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21293
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Sulaikin
"ABSTRAK
Dalam Garis - Garis Besar Haluan Negara Tahun 1988 - 1993 di bidang hukum dinyatakan bahwa pembangunan hukum ditujukan untuk memantapkan dan mengamankan pelaksanaan pembangunan dan hasil - hasilnya, menciptakan kondisi yang lebih mantap sehingga setiap anggota masyarakat dapat menikmati iklim kepastian dan ketertiban hukum, lebih memberi dukungan dan pengarahan kepada upaya pembangunan untuk mencapai kemakmuran yang adil dan merata serta menimbulkan dan mengembangkan disiplin nasional dan rasa tanggung jawab sosial pada setiap anggota masyarakat.
Selanjutnya GBHN Tahun 1988 - 1993 tersebut menyatakan bahwa dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan terpadu antara lain kondisi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu serta penyusunan perundang undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang claim masyarakat.
Dalam kaitannya dengan pembangunan nasional dan pembangunan hukum nasional, hukum Islam telah berpartisipasi aktif karena hukum Islam ini bersumber pada sumber yang abadi, yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah, serta dilengkapi pula dengan Ijtihadlar-Ra'yu, yang manifestasinya berupa Ijma' dan Qiyas. Suatu kenyataan pula bahwa masyarakat Indonesia sebagian besar beragama Islam, dan karenanya dapat dipahami apabila ada keinginan agar dalam penyusunan hukum nasional pihak berwenang mengindahkan hukum Islam.
Salah satu upaya menuju ke arah pembangunan hukum sebagaimana ketentuan di dalam GBHN tersebut, yang berhubungan dengan perkawinan dan hukum fikih Islam telah ada yaitu Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-Undang Perkawinan ini diundangkan tanggal 2 Januari 1974 dan melalui peraturan pelaksanaannya yaitu PP No.9 Tahun 1975, berlaku secara efektif mulai Tanggal 1 Oktober 1975.
Undang-Undang ini mengatur tentang perkawinan secara nasional, jadi berlaku bagi semua golongan dalam masyarakat Indonesia. Adanya undang-undang yang bersifat nasional ini memang mutlak perlu bagi suatu negara dan bangsa seperti Indonesia karena selain sifatnya yang nasional itu, juga menampung prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini berlaku dan menjadi pegangan bagi berbagai golongan dalam masyarakat.

"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.R. Sari Hardiani
Depok: Universitas Indonesia, 1996
S21911
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Syahrazad Achir
"ABSTRAK
Lembaga perkawinan adalah salah satu masalah yang sangat penting dan menarik karena tidak dapat dipisahkan dengan perikelakuan manusia didalam kehidupan sehari-hari. Seperti kita ketahui bahwa di Indonesia hidup bermacam macam agama yang diakui Pemerintah seperti agama Islam, katolik, Protestan, Hindu dan Budha, oleh karena itukanlah mustahil akan terjadi perkawinan antara dua orang yang berbeda agama, perkawinan semacam ini dikenaldengan istilah "Perkawinan Antar Agama". Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian kepustakaan dan lapangan. Masalah perkawinan antar agama menurut Hukum Islam digolongkan kedalam tiga versi yakni : 1. Islam tidak mengenal perkawinan antar agama; 2. Islam mengenal adanya perkawinan antar agama dengan pengecualian bila prianya beragama Islam dan wanitanya ahli kitab; 5. Islam mengenal perkawinan antar agama dengan kondisi bersyarat yakni merupakan jalan tengah dari kedua pendapat tersebut diatas, dengan kata lain pada prinsipnya perkawinan antar agama tidak dikehendaki oleh agama Islam, namun pengecualiannya ada yakni membolehkan laki laki muslim menikah dengan wanita ahli kitab asal laki laki tersebut merupakan tiang keluarga yang kokoh. Sementara itu semua agama lain selain Islam pada prinsipnya melarang perkawinan antar agama dan umumnya menyatakan bahwa perkawinan itu tidak sah. Jika kita melihat Undang-undang nomor 1 tahun 1971 ternyata tidak satu pasalpun yang mengatur secara tegas mengenai masalah perkawinan antar agama, sedangkan yang diatur adalah perkawinan campuran antara dua orang yang berlainan kewarganegaraan. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa Undang undang perkawinan nomor 1 tahun 1971 tidak mengatur secara tegas masalah perkawinan antar agama."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Setiadi
"Akibat murtad terhadap hubungan perkawinan adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami-isteri tersebut. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur secara tegas mengenai putusnya perkavlinan akibat murtad. Untuk mengatasi hal ini, hakim di pengadilan agama dalam mengadili perkara putusnya perkawinan akibat murtad ini biasanya menggunakan Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Alasan yang digunakan adalah perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Sedangkan menurut Pasal 116 huruf h Kompilasi Hukum Islam KHI, hanya murtad yang menyebabkan ketidakrukunan dalam rumah tangga yang dapat memutuskan hubungan perkawinan. Jadi menurut kedua peraturan di atas, murtadnya salah satu pihak dalam perkawinan tidak serta merta memutuskan perkawinan. Hal ini yang menimbulkan ketidaksesuaian dengan hukum Islam. Untuk mengatasi ketidaksesuaian tersebut, dapat menggunakan Pasal 4 KHI dan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam. Dengan demikian, walaupun tidak menyebabkan ketidakrukunan dalam rumah tangga, murtadnya pihak suami atau isteri dapat dijadikan dasar oleh hakim di Pengadilan Agama untuk memutuskan suatu perkawinan. Pengadilan Agama dalam memutuskan suatu perkara didasarkan pada peraturan yang berlaku di Indonesia. Bila merujuk peraturan yang ada (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI), putusnya perkawinan akibat murtad belum diatur sesuai dengan hukum Islam. Hal ini menimbulkan kesulitan bagi hakim di pengadilan agama dalam memutuskan perkara putusnya perkawinan akibat murtad. Selain peraturan yang masih kurang memadai, administrasi di pengadilan agama juga kurang menunjang dalam menangani masalah perkara putusnya perkawinan akibat murtad ini agar sesuai dengan hukum Islam."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21207
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julia Belinda Djuantoro
"Tesis ini membahas mengenai pembatalan perkawinan akibat pelanggaran masa iddah yang ditinjau dari Hukum Islam, UUP dan KHI. Tipe penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menyarankan bahwa Perkawinan yang melanggar ketentuan iddah seharusnya dibatalkan. Bagi wanita yang putus perkawinannya harus menerapkan secara penuh ketentuan-ketentuan tentang masa iddah yang berlaku sesuai dengan keadaannya pada saat putus perkawinannya tersebut. Selain itu pelanggaran terhadap syarat perkawinan dan para pihak yang melanggar ketentuan tersebut seharusnya dikenai sanksi.

The focus of this thesis is marriage cancellation which breaks the Iddah rule According to Islamic Law, Regulation No.1 year 1974 about Marriage, Government’s Regulation No.9 year 1975 and Islamic Law Compilation. This research is normative. The researcher suggests that for a marriage which breaks the Iddah terms and for the woman whose marriage is broken; she has to apply fully the regulations about Iddah period which is valid based on her condition when her marriage is broken. Moreover, the foul of marriage regulation and the parties who break the regulation are supposed to be sanctioned."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Amalia
"Perkawinan merupakan salah satu bentuk ibadah yang sakral pada Allah swt. Oleh karena itu, pelaksanaan perkawinan harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, serta memenuhi rukun dan syarat perkawinan. Perkawinan yang tidak memenuhi ketentuan rukun dan syarat perkawinan pada dasarnya harus dibatalkan melalui permohonan pembatalan perkawinan, agar terhindar dari kebathilan. Pembatalan perkawinan yang dilaksanakan di Indonesia didasarkan pada ketentuan hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dengan Peraturan Pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nornor 9 tahun 1975, serta Kompilasi Hukurn Islam (KHI). Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan pembatalan perkawinan yang diatur dalam hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dengan Peraturan Pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975, serta Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia, serta melakukan analisis terhadap putusan Pengadilan Agama Cibinong Nomor 790/Pdt .G/2003/PA.Cbn. Putusan tersebut membatalkan perkawinan poligami yang dilaksanakan tanpa adanya izin dari istri sebelumnya, dan pengadilan agama. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian kepustakaan dan lapangan, dengan data yang berasal dari sumber kepustakaan dan hasil wawancara. Kesimpulannya, hukum Islam, terutama Al-Qur'an mengatur pembatalan pembatalan perkawinan dalam bentuk ketentuan umum, sedangkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), mengatur secara lebih khusus dan rinci tentang pembatalan perkawinan. Selain itu, putusan Pengadilan Agama Cibinong tentang pembatalan perkawinan Nomor 790/Pdt . G/2003/PA. Cbn telah sesuai dengan ketentuan hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang pembatalan perkawinan. Saran yang dapat diberikan adalah dengan melakukan perneriksaan serta pengawasan yang lebih baik dalam pelaksanaan perkawinan, penegakkan sanksi yang tegas bagi pihak yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pelaksanaan perkawinan, meningkatkan mutu pelayanan perkawinan, dan pihak yang akan melaksanakan perkawinan harus lebih mengenal pasangannya, agar terhindar dari cacat pada rukun dan syarat perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21371
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuristianto Purnomo
"Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, memiliki aneka ragam suku bangsa, agama dan bahasa. Diantara warga negara saling berinteraksi dan dari basil interaksi itu ada yang sampai pada jenjang perkawinan. Kebanyakan dari mereka hidup bahagia dan mempunyai anak, akan tetapi tidak sedikit diantara mereka mengalami problem rumah tangga yang pada akhirnya sampai pada perceraian. Hal ini dapat berakibat buruk terhadap anak yang dilahirkan dari perkawinannya, yaitu mengenai siapa yang berhak untuk memeliharanya, memdidiknya termasuk terhadap harta bendanya. Topik ini sangat menarik untuk diangkat dalam skripsi, karena anak yang dilahirkan dalam perkawinan merupakan titipan Allah, sehingga sudah selayaknya orang tua wajib memelihara, memdidiknya menjadi anak yang Saleh dan dapat hidup mandiri. Perceraian dapat berakibat buruk terhadap perkembangan jiwa si anak dan masa depannya kelak. Hal yang menjadi inti :permasalahan adalah: 1. Bagaimana konsep Hukum Islam, Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan kompilasi Hukum Islam di Indonesia tentang pemeliharaan anak sebagai akibat putusnya hubungan perkawinan karena perceraian. 2. Bagaimana praktek di Pengadilan agama dalam putusannya mengenai pemeliharaan anak sebagai akibat putusnya hubungan perkawinan karena perceraian. Skripsi ini berusaha i untuk mengupas masalah-masalah pemeliharaan anak setelah petceraian dan penyelesaiannya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, sehingga pihak-pihak yang berperkara mendapat kepastian hukum terutama mengenai pemeliharaan anak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rena Restriana
"Dampak negatif dari arus globalisasi yang masuk ke dalam berbagai aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah melonggarnya batasan moral yang menjadi pegangan masyarakat selama ini. Hal tersebut menyebabkan hubungan seksual sebelum melangsungkan perkawinan seringkali dianggap menjadi hal yang biasa. Skripsi ini mengangkat permasalahan mengenai pembatalan perkawinan karena adanya paksaan dan ancaman yang melanggar hukum, dimana paksaan dan ancaman tersebut dilakukan, dengan alasan agar pihak laki-laki mau bertanggung jawab menikahi perempuan yang telah dihamilinya. Pada skripsi ini, juga dibahas mengenai paksaan dan ancaman yang melanggar hukum di dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Dengan digunakannya metode penelitian yuridis normatif, terhadap putusan Pengadilan Agama No. 468/Pdt.G/2014/PA.Trk, dapat disimpulkam bahwa pertimbangan hakim dalam putusan tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, karena jika merujuk pada Pasal 27 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 serta Pasal 71 dan 72 Kompilasi Hukum Islam yang pada intinya menjelaskan jika terdapat suatu paksaan dan ancaman yang melanggar hukum maka terhadap perkawinan tersebut dapat dilakukan pembatalan. Namun keputusan hakim dalam putusan No. 468/Pdt.G/2014/PA.Trk tersebut, tidak mengabulkan permohonan pembatalan perkawinan.

One of negative impacts of globalization which has entered many aspects of human rsquo s life is morality as a community guidance that have been weakened. This makes the act of sex before marriage has been seen as a common thing. This thesis will tell a case of marriage annulment by reason of coercion and threat, which are done as a reason for a guy to be responsible to marry a girl whom he has impregnanted. In this thesis, the discussion envelopes coercion and threat in Law Number 1 Year 1974 and Compilation of Islamic Law. By using juridical normative research method in Religious Court rsquo s decision Number 468 Pdt.G 2014 PA.Trk, it can be concluded that judge rsquo s consideration on the decision is not suitable with The Law Number 1 Year 1974 nor Compilation of Islamic Law, because if referring to Article 27 of Law Number 1 Year 1974 along with Article 71 and 72 of Compilation of Islamic Law, explain if there rsquo s a threat or coercion, the marriage annulment is possible to be done. However, judge rsquo s rulling in the court decision Number 468 Pdt.G 2014 PA.Trk does not grant petition of marriage annulment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68150
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wendy Emaliana
"Kewarisan merupakan salah satu hal terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Di Indonesia, Kompilasi Hukum Islam merupakan Peraturan yang mengatur mengenai Kewarisan Islam sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 yang peraturan pelaksanannya terdapat dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 254/1991. Keberadaan Kompilasi Hukum Islam ini merupakan ijtihad para ulama dan pemerintah Indonesia dalam membentuk suatu perundangundangan yang mengatur mengenai perkawinan, pewarisan, dan perwakafan. Dengan adanya Kompilasi Hukum Islam, hakim memiliki dasar hukum dalam memutus suatu perkara kewarisan Islam.
Dalam penelitian ini penulis meneliti bagaimana penggunaan pasal-pasal dalam Kompilasi Hukum Islam pada putusan hakim dalam perkara kewarisan Islam, faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan pasal-pasal tersebut dan kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh hakim dalam penerapan pasal-pasal tersebut. Jika dilihat dari bentuknya penelitian ini merupakan penelitian juridis normatif dan jika dilihat dari sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis. Faktor yang mempengaruhi hakim dalam menggunakan Kompilasi Hukum Islam ini adalah faktor keimanan, faktor keadilan yang substansial bagi para pihak, faktor psikologis, faktor sosiologis.
Sampai saat ini masih terdapat kendala bagi hakim dalam menerapkan Kompilasi Hukum Islam yaitu kedudukan Kompilasi Hukum Islam yang merupakan Instruksi Presiden dan masih terdapatnya hal-hal yang belum diatur secara khusus dalam Kompilasi Hukum Islam tersebut. Sehingga masih belum terjadi unifikasi dalam Hukum Kewarisan Islam di Indonesia.

Inheritance is one of the things happen in our life. In Indonesia, Islamic Law Compilation is the legislation that regulates about the Islamic Inheritance as set forth in Presidential Instruction No.1/1991 that its implementation regulations contained in Decree of The Minister of Religious Affairs No.254/1991. The existence of Islamic Law Compilation is an ijtihad of the scholars and the government of Indonesia in the form of a legislation regulating marriage, inheritance, and perwakafan. Nowadays, Islamic Law Compilation becomes the basis for the judge in deciding a case about the inheritance of Islam.
In this research, writer examined how the implementation of Islamic Compilation Law in judge decision at Islamic inheritance case, factors that influence judges to use Islamic Compilation Law and the constraints that faced by judges to applied this Islamic Law Compilation. This is juridical normative research if we viewed it from form side and analytical descriptive research if we see it from its characteristics side. There are some factors that influence the judge in the use of Islamic Law Compilation like faith factor, a substantial factor of fairness to the parties, psychological factors, and sociological factors.
In practice there are still obstacles for judge to apply Islamic Law Compilation because Islamic Law Compilation is a Presidential Instruction and still is the presence of things that are not specifically regulated in the Islamic Law Compilation. So, until now there is not unification in Islamic inheritance law in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31295
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>