Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161198 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kukun Kurniawan Hermanto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21391
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Handi Pramono
"Pembiayaan konsumen merupakan salah satu dari jenis-jenis pembiayaan yang diatur didalam Permenkeu No.84/PMK.012/2006 tentang pembiayaan, dimana kegiatan pembiayaan dilakukan dalam bentuk penyediaan dana untuk pembelian barang kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui pengaturan perjanjian pembiayaan konsumen didalam KUHPerdata dan Permenkeu No.84/PMK.012/2006 dengan memakai contoh perjanjian pembiayaan konsumen pada PT HD Finance dan untuk mengetahui perbedaannya dengan pembiayaan lainnya yaitu kegiatan sewa guna usaha (leasing).
Penulisan ini menggunakan metode penelitian kepustakaan, dan dilihat dari sifatnya, maka penulisan ini bersifat deskriptif. Dari penulisan ini dapat diambil kesimpulan bahwa KUHPerdata tidak mengatur mengenai pembiayaan konsumen, akan tetapi berdasarkan pasal 1319 KUHPerdata maka peraturan-peraturan umum didalam Bab I sampai dengan Bab IV KUHPerdata berlaku terhadap perjanjian pembiayaan konsumen, seperti pasal 1320 dan pasal 1338 KUHPerdata, dan Permenkeu No.84/PMK.012/2006 hanya mengatur ketentuan-ketentuan yang bersifat umum saja. Perbedaan paling mendasar antara pembiayaan konsumen dan leasing terletak pada hak milik atas objek barang, hak opsi yang dimiliki oleh financial lease, dan penentuan nilai sisa atau residu objek barang yang ditentukan oleh para pihak dalam financial lease.

Funding of the consumer was one of the funding kinds that were arranged in Permenkeu No.84/PMK.012/2006 about funding, where the funding activity was carried out in the form of the provisions of the fund for the purchase of the requirement thing for the consumer by payment in a manner the installment. The aim of this writing to know the regulation of the consumer of the funding agreement inside KUHPerdata and Permenkeu No.84/PMK.012/2006 by using the example of the funding agreement of the consumer to PT HD Finance and to know his difference by other funding that is the leasing activity of efforts (leasing).
This writing used the method of the bibliography research, and was seen from his characteristics, then this writing was descriptive. From this writing could be taken by the conclusion that KUHPerdata did not arrange about funding of the consumer, but was based on the article 1319 KUHPerdata then the public's regulations in the I Chapter to the Chapter of IV KUHPerdata were valid towards the funding agreement of the consumer, like the article 1320 and the article 1338 KUHPerdata, and Permenkeu No.84/PMK.012/2006 only arranged the provisions that were general then. The difference was most basic between funding of the consumer and leasing was located in proprietary rights on the object of the thing, the option right that was owned by financial lease, and the determitationof the residual value or the object residue of the thing that was determined by the sides in financial lease.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S21515
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Faradinna
"Sewa Guna Usaha dan Pembiayaan Konsumen merupakan perjanjian yang timbul dalam praktek dimana berdasarkan Pasal 1319 KUH Perdata perlu juga tunduk pada asas-asas dan ketentuan hukum yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sewa Guna Usaha dan Pembiayaan Konsumen merupakan samasama jenis pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, namun terdapat perbedaan diantara kedua jenis pembiayaan tersebut. Perbedaan mendasar antara sewa guna usaha dan pembiayaan konsumen terletak pada hak milik atas objek barang, adanya hak opsi pada Sewa Guna Usaha jenis Financial lease, penentuan nilai sisa atau residu objek barang pada Financial lease, dan adanya pembebanan dengan jaminan fidusia dalam pembiayaan konsumen. Terkait dengan pembebanan jaminan fidusia pada kegiatan pembiayaan konsumen maka perlu diperhatikan ketentuan dalam UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Dengan menggunakan contoh perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor di PT. BCA Finance tujuan dari penulisan ini adalah mengetahui bagaimana seharusnya proses eksekusi pada objek barang yang dibebankan dengan jaminan fidusia dan bagaimana akibat hukum dari keberlakuan PMK yang dikeluarkan Oktober 2012 tersebut.

Leasing and Consumer Finance is an agreement raised in practically where based on Article 1319 KUH Perdata should follow to the regulation placed in KUH Perdata. Leasing and Consumer finance is a financing did by finance company; however there is a difference between those financing types. The basis difference between leasing and consumer finance basically located on the ownerships of goods as a financing objects, optional right on leasing (for Financial lease), and balance value of goods as a financial lease objects, and fiducia guarantee for consumer finance. Regarding to fiducia imposition on consumer finance, need to be attention pn UU No. 42 tahun 1999 about Fiducia guarantee and Ministry of Finance regulation (PMK) Number 130/PMK.010/2012 about Fiducia Registration on Consumer Finance Corporation. By using the example of consumer finance agreement for passenger vehicles at PT BCA Finance, this paper was proposed to analysis the correct execution process on goods object impositioned with Fiducia and the legal effect of PMK regulation issued on October 2012."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S52612
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surbakti, Djudjuren Sri Budi Shanty Soeprapto Putri
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T36195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Euis Rahmayanti
"Salah satu fenomena menarik yang terjadi di Indonesia satu dekade terakhir ini adalah maraknya pertumbuhan dan perkembangan institusi perekonomian Islam. Lahirnya Bank Muamalat Indonesia sebagai bank umum pertama yang kegiatan operasionalnya berlandaskan syariah telah menstimulasi berbagai instrumen perekonomian Islam lainnya Dengan diterbitkannya UU Nomor 10 Tahun 1998 memiliki hikmah tersendiri bagi dunia perbankan nasional dimana pemerintah membuka lebar kegiatan usaha perbankan dengan berdasarkan prinsip syariah.
Masalah yang timbul dari latar belakang tersebut, Bagaimanakah pelaksanaan pembiayaan mudharabah oleh BRISyariah ?, Apakah pelaksanaan akad mudharabah oleh BRISyariah telah sesuai dengan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan ?, Bagaimana bila terjadi wanprestasi antara nasabah dengan BRISyariah dalam pembiayaan mudharabah ? Dalam penelitian ini, metode yang dipakai adalah meode normatif dengan studi dokumen dan wawancara.
Dari latar belakang dan permasalahan tersebut di atas, penulis berkesimpulan Pelaksanaan pembiayaan mudharabah di BRISyariah Cabang Mampang pada prinsipnya mengedepankan rasa saling percaya antara pihak nasabah dengan pihak bank, hal ini tercermin dalam kontrak (akad). Tindakan yang dilakukan BRISyariah Cabang Mampang untuk menyelesaikan masalah wanprestasi pada perjanjian pembiayaan mudharabah didasarkan pada perjanjian yang dibuat dan berdasarkan hukum.
Penyelesaikan berdasarkan hukum dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) atau melalui pengadilan. Pada prinsipnya pelaksanaan pembiayaan mudharabah di BRISyariah Cabang Mampang telah sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia dan prinsipprinsip syariah Islam, yang diatur dalam Fatwa DSN Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 dan Fatwa DSN Nomor 15?DSN-MUI/IX/2000.

One of interesting fenomenon that happen in Indonesia at the last decade was, the inventing of islamic economics institution growth and dwvwlopment. Borning of Muamalat Bank as the first general bank that operated based on syariah had stimulated other economic instrumen of Islam. By the rising at 10th legislation on 1998, had a hikmah it self for national banking which made the government hade opened widely banking bussiness based on syariah principle.
The problem that shown/arise from that backgrounds are how is the Mudharabah's finance operated by BRISyariah branch Mampang ? Is the operations of Mudharabah?s Akad by BRISyariah branch Mampang has suitable with Islam's law and other regulations ? How if there's any default/wanprestasi between BRISyariah branch Mampang with the clienteles/customers in the Mudharabah?s financing ?
Normative methode is using for the reasearch of this observation by studying and interviewing from the bacground of the problems, writer has concluting that the operations of Mudharabah's financing at BRISyariah branch Mampang, principly, advancing trusty between clienteles with bank principle, it shown inside of the contract/akad/agreement.
Actions that BRISyariah branch Mampang do to solving/executing the problems default/wanprestasi upon Mudharabah?s financing agreement based on agreement that made and over the law. Resolution based on law can be solved through National Syariah?s Arbitration Board (BASYARNAS) or through the court. Principely the operation of Mudharabah's financing at BRISyariah branch Mampang has suitable with the rule of law that regulated in Indonesia and Islamic principles. That rules by DSN (National Syariah Council) Fatwa Number 07/DSN-MUI/IV/2000 and DSN (National Syariah Council) Fatwa Number 15/DSN-MUI/IX/2000.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S24851
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, T.
"Lemahnya posisi tawar lessee seringkali dimanfaatkan oleh lessor yang berpotensi merugikan pihak lessee. Lessor berlindung kepada asas kebebasan berkontrak untuk menjustifikasi perlakuan sewenang-wenang tersebut. Bahwa walaupun perjanjian dibuat standar, bagi mereka perjanjian tersebut adalah sah menurut hukum karena telah disetujui oleh lessee. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratoris, yaitu menjelaskan keterkaitan perjanjian sewa guna usaha dengan sahnya perjanjian. Dalam skripsi ini dibahas Permasalahan sejauh manakah lessor dapat berlindung pada asas kebebasan berkontrak dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan sewa guna usaha yang memakai klausula baku dengan diundangkannya Undang-undang Perlindungan Konsumen. Kedua pembahasan tentang kedudukan, keabsahan dan keberlakuan dari perjanjian/klausul baku dalam perjanjian pembiayaan Sewa Guna Usaha ditinjau dari UUPK. Dan yang ketiga mengenai peranan pemerintah atau otoritas publik dalam ikut menentukan isi dari suatu perjanjian agar terciptanya posisi tawar seimbang (equal position) . Bahwa kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam KUH-Perdata keberlakuannya tidaklah absolut. Salah satu yang membatasinya adalah berupa syarat objektif yaitu kausa yang halal. Bahwa berdasarkan kausa yang halal perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan peraturan-perundang-undangan yang berlaku. Sementara UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen melarang penggunaan klausul standar dalam suatu perjanjian. Dengan demikian perjanjian yang menggunakan perjanjian baku seperti yang dilakukan dalam perjanjian sewa guna usaha berakibat batal demi hukum, karena tidak memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1320 (4) KUH-Perdata. Disisi lain perlu dilakukan beberapa instrumen hukum publik untuk menyeimbangkan posisi tawar lessee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sashika Azalia
"Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia belum menjalankan kegaiatan usahanya secara maksimal, sesuai dengan apa yang diperbolehkan oleh Undang-Undang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Selain itu, penanganan pembiayaan bermasalah yang dialami oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia diatur oleh sebuah peraturan internal lembaga yang bersangkutan. Peraturan internal tersebut didasarkan oleh sebuah Peraturan Menteri Keuangan yang diudangkan pada tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2015, Otoritas Jasa Keuangan mengundangkan suatu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang menggantikan Peraturan Menteri Keuangan tersebut. Namun, sampai saat penulisan skripsi ini, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia masih berpedoman kepada peraturan internal yang didasarkan oleh Peraturan Menteri Keuangan yang sudah digantikan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini menunjukkan bentuk-bentuk pemberian fasilitas yang diperbolehkan oleh Undang-Undang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia beserta dengan bentuk-bentuk pemberian fasilitas yang secara riil diberikan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Setelah itu, penelitian ini akan menunjukkan perbandingan bentuk-bentuk fasilitas yang diberikan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dengan Export-Impot Bank of The United States dan Export, Finance, and Insurance Corporation untuk menemukan bentuk-bentuk fasilitas yang belum diberikan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Selanjutnya, penelitian ini menunjukkan bahwa penanganan pembiayaan bermasalah yang dialami oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia diatur oleh sebuah peraturan internal lembaga yang didasarkan oleh Peraturan Menteri Keuangan yang sudah digantikan. Konsekuensinya terdapat kekosongan pengaturan mengenai pembinaan dan pengawasan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, yang mempengaruhi prosedur penilaian dan penanganan pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.

Indonesia Eximbank has yet to conduct its business activities to the maximum extent that has been allowed by the Indonesia Eximbank Act. Moreover, the handling of non performing loans by Indonesia Eximbank is governed by an internal guidance manual of the related institution. This internal guidance manual is based on a Ministry of Finance Regulation that was promulgated in 2009. Whereas in 2015, the Financial Services Authority (Otoristas Jasa Keuangan) of Indonesia enacted a Financial Services Authority Regulation, which replaces the aforementioned Ministry of Finance Regulation. Nevertheless, up to the creation of this study, Indonesia Eximbank remains to rely on the internal guidance manual that is based on the Ministry of Finance Regulation that has since been replaced. By using a normative judicial research method, this study shows the forms of facilities that are allowed to be carried out by the Indonesia Eximbank on the basis of the Indonesia Eximbank Act and compares it to the forms of facilities that are actually being carried out by the Indonesia Eximbank. Next, this study will show the comparison of facilities being carried out by the Indonesia Eximbank, the Export-Import Bank of the United America and the Export, Finance, and Insurance Corporation of the Commonwealth of Australia to find forms of facilities that have not yet been conducted by the Indonesia Eximbank. In addition to that, this study shows the handling of non performing loans by Indonesia Eximbank is governed by an internal guidance manual based on a Ministry of Finance Regulation, which has since been replaced. Consequently, there is an absence of a guidance manual that is applicable for the guidance and supervision of Indonesia Eximbank, where the absence take effect to the procedure of the assessment and handling of non performing loans conducted by the Indonesia Eximbank."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Wulansari
"ABSTRAK
Laras bahasa surat perjanjian pembiayaan sewa guna usaha menarik untuk diteliti karena bentuk-bentuk bahasa yang diterapkan lahir dari situasi yang menentukannya. Topik yang menjadi pembicaraan, media, dan partisipan yang terlibat, adalah unsur-unsur yang menjadi penentu.
Bertujuan memerikan struktur sintaksis laras bahasa surat perjanjian pembiayaan sewa guna usaha, penulis menggunakan model analisis diagram pohon yang diajukan Noel Burton-Roberts dan sedikit modifikasi yang penulis peroleh dari Randolph Quirk untuk menganalisis data. Data ini penulis ambil dari dua buah surat perjanjian pembiayaan sewa guna usaha. Namun, karena keterbatasan tempat, penulis hanya mengambil 16 kalimat dari masing-masing surat untuk dianalisis, sehingga jumlah. data seluruhnya 32.

"
1995
S14083
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Purnami
"Dalam melakukan kegiatan operasional, Lembaga Pembiayaan memperoleh dana melalui perbankan baik perbankan konvensional maupun syariah. Saat ini dana tersebut lebih banyak diperoleh dari perbankan syariah melalui kerjasama channeling. Dana yang diberikan oleh Bank Syariah tersebut disalurkan kepada masyarakat melalui pembiayaan sewa guna usaha (Leasing). Untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak, dibuatlah suatu perjanjian tertulis yaitu Akta Pembiayaan Sewa Guna Usaha (Ijarah Muntahia Bittamlik) yang dibuat di hadapan Notaris. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan pembiayaan sewa guna usaha (Ijarah Muntahia Bittamlik) yang dilaksanakan oleh PT Tifa Finance, mengkaji ketentuan-ketentuan yang ada dalam akta Sewa Guna Usaha (Ijarah Muntahia Bittamlik) tersebut berdasar prinsip syariah serta menganalisis apakah pembiayaan yang dilaksanakan tersebut seluruhnya telah sesuai dengan hukum Islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan penelitian kepustakaan yang bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan sewa guna usaha (Ijarah Muntahia Bittamlik) pada lembaga pembiayaan PT Tifa Finance dilaksanakan sebagaimana PT Tifa Finance melaksanakan sewa guna usaha konvensional. Seharusnya sewa guna usaha tersebut dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah sebagaimana ditentukan dalam perjanjian channeling. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam format akta pembiayaan sewa guna usaha (Ijarah Muntahia Bittamlik) pada PT Tifa Finance banyak mengadopsi dari format akta sewa guna usaha konvensional. Sesuai analisis pelaksanaan dan format akta pembiayaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembiayaan sewa guna usaha (Ijarah Muntahia Bittamlik) kurang sesuai dengan Hukum Islam. Dengan demikian, seharusnya baik perjanjian channeling maupun perjanjian IMBT dilaksanakan lebih bijaksana untuk melindungi kepentingan para pihak dan sesuai dengan ketentuan syariah untuk memenuhi asas keadilan dan asas persamarataan dalam Perikatan Islam."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24670
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isdarmadji
"Pembangunan Perumahan dan Permukiman di Indonesia selalu mengalami perkembangan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk telah mengakibatkan arus urbanisasi dari desa ke kota-kota besar yang mengakibatkan berkurangnya lahan untuk tempat hunian dan permukiman. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Bandung dan Medan untuk mencari tempat hunian yang aman dan nyaman sesuai Tata Ruang Kota sudah mengalami banyak kesulitan yang pada akhirnya penataan tempat hunian dan perumahan menjadi masalah besar dalam perencanaan pembangunan kawasan perkotaan. Untuk mengatasi kelangkaan tanah permukiman maka pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan tentang Rumah Susun yaitu UU No.16 Tahun 1985. UU Rumah Susun merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah penyediaan lahan permukiman dengan bentuk bangunan gedung bertingkat dengan harapan akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang perumahan. Pemerintah melalui melalui UU No.4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman memberi kesempatan kepada Badan Usaha Milik Negara/Daerah maupun swasta untuk ikut aktif membantu pemerintah dalam pembangunan perumahan. Dan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah oleh Bukan Pemilik telah memberikan kesempatan yang lebih luas dan dasar hukum yang kuat bagi penyediaan hunian dengan sistem sewa menyewa. Pemerintah DKI sebagai penanggungjawab terhadap penyediaan sarana Perumahan yang layak bagi masyarakat telah berusaha untuk mewujudkannya melalui pembangunan Rumah Susun di daerah-daerah kumuh yang terjangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah. Pemerintah Daerah DKI juga membentuk Badan Usaha Badan Milik Daerah (BUMD) yang bergerak di bidang properti dengan sistem sewa menyewa yang dikelola oleh PT Pulo Mas Jaya. Kewenangan yang diberikan oleh Pemda DKI kepada PT Pula Mas Jaya sebagai Badan Usaha menarik untuk dikaji secara hukum perihal perjanjian sewa menyewa antara Konsumen dengan PT Pulo mas Jaya sebagai Badan Usaha. Perjanjian ini akan berakibat hukum terhadap hak dan-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para pihak dan penyelesaian hukum yang dipakai untuk mengatasi permasalahan yang timbul apabila perjanjian tersebut kemudian hari terjadi sengketa."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20612
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>