Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188689 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Universitas Indonesia, 1995
S23074
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diharini
"Perekonomian di Indonesia yang semakin sulit membuat pemerintah memperkenalkan suatu lembaga keuangan baru di samping lembaga keuangan bank untuk memenuhi kebutuhan modal atau dana dari para pengusaha yaitu l embaga pembiayaan. Lembaga pembiayaan menawarkan berbagai macam bentuk penyediaan dana untuk barang-barang modal bagi pengusaha, diantaranya adalah jaminan fidusia. Ketentuan jaminan fidusia ini diatur dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan untuk prosedur pendaftarannya dan biaya pembuatan aktanya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana praktek utang-piutang di PT. Bank BCA. Berdasarkan Undang-Undang Jaminan Fidusia, yang tidak dibenarkan apabila benda yang telah dijadikan objek jaminan kemudian digunakan untuk keperluan debitur itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sanksi hukum terhadap debitur yang telah menggunakan benda yang dijadikan objek jaminan kepada kreditur yaitu PT. Bank BCA.
Penelitian ini menggunakan metode bersifat normatif yaitu penelitian kepustakaan (library research), dengan alat pengumpul datanya adalah studi dokumen. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa debitur yang menggunakan objek jaminan untuk kepentingan perusahaannya sendiri mendapat sanksi hukum berupa Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu dikenai jaminan umum dimana seluruh asset perusahaan yang tidak dijaminkan dapat di eksekusi oleh kreditur umtuk melunasi hutang-hutang debitur, dan dikenakan ketentuan Pasal 35 Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia, dipidana dengan penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah), karena dianggap telah menghilangkan objek jaminan fidusia tanpa persetujuan penerima fidusia PT. Bank BCA Cabang Utama Margonda Depok.

Indonesia's economy is increasingly difficult to make the government introduced a new financial institution in addition to bank financial institutions to meet the needs of capital or funds of employers of financial institutions. Financial institutions offer various forms of provision of funds for capital goods for entrepreneurs, including the fiduciary. Terms of fiduciary are governed by Law No. 42 of 1999 on Fiduciary Warranty and registration procedures and fees of making the deed regulated by Government Regulation Number 86 Year 2000 on Procedures for Registration and Warranty Fiduciary Warranty Deed Preparation Fee. Issues to be discussed is how the practice of debts in the PT. Bank BCA. Under the Fiduciary Warranty Act, which is not justified if the objects that have been used as collateral object is then used for the purposes of the debtor itself. The purpose of this study was to determine how the legal sanctions against debtors who have used objects that were subjected to collateral to the lender, PT. Bank BCA.
This research using normative methods of library research, with its data collection tool is the study of documents. Based on these results, it can be concluded that the debtor who uses the object guarantees for the benefit of his own company received legal sanction in the form of Article 1131 Book of the Law of Civil Law, which is subject to general insurance where the entire assets of a company that is not guaranteed to be executed by the lender to pay off debts for the debtors, and subject to the provisions of Article 35 of Law Fiduciary Warranty is any person who knowingly falsify, alter, remove or in any way give a misleading statement, which if it is known by one party does not bear fiduciary assurance agreement, shall be punished with imprisonment of 1 (one) year and a maximum of 5 (five) years and a fine of Rp 10.000.000, - (ten million rupiahs) and a maximum of Rp 100,000,000, - (one hundred million rupiahs), because they have eliminated the security object fiduciary without the consent of the receiving fiduciary PT. BCA Bank Main Branch Depok.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28596
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tina Apriastuti Hadiani
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Netty Maria
"ABSTRAK
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mendapat gambaran yang jelas mengenai lembaga jaminan fiducia didalam praktek perbankan di Indonesia. Sedangkan metode penelitian yang dignnakan adalah melalui study kepustakaan dan wawancara dengan beberapa pejabat.
Secara teoritis lembaga jaminan fiducia mempunyai kekurangan-kekurangan, sedangkan didalam praktek perbankan di Indonesia ia mendapat tempat pada kedudukan utama. Sejalan dengan program pemerintah untuk menggalakkan pemberian kredit terhadap golongan ekonomi lemah seperti para pedagang kecil, pengusaha kecil, para pengecer, petani, maka lembaga jaminan fiducia dapat merabantu untuk menjalankan peranan tersebut, yaitu membantu dalam pemberian kredit.
Dalam rangka menciptakan hak-hak jaminan yang memberikan kepastian hukum dengan memperhatikan kepentingan para penerima kredit, prosedurnya cepat dan sederhana, biaya murah, maka lembaga fiducia telah memenuhi umsur-unsur tersebut, sedangkan untuk kepastian hukum didalam rangka pembentukan kodifikasi nanti tentang lembaga fiducia akan dapat memberikan gambaran yang berarti,
penulis, menyarankan agar didalam rangka pembentukan kodifikasi hukum nasional tentang lembaga fiducia, supaya diatur dalam undang-undang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Audrey Ramadhani
"Ditemukan dalam suatu putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 89/K/Pdt/2016 kreditur mohon eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak sesuai dengan peraturan perundang ndash;undangan. Kreditur dalam putusan juga mohon sita eksekusi atas harta benda debitur yang sudah dibebankan dengan Hak Tanggungan oleh kreditur lain, untuk pelunasan piutang yang pelunasannya sudah dijaminkan dengan Jaminan Fidusia. Rumusan permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana ketentuan tentang pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia dan bagaimana kesesuaian permohonan eksekusi oleh kreditur penerima jaminan fidusia atas objek jaminan fidusia dan harta benda debitur yang telah dijaminkan dengan hak tanggungan menurut ketentuan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia pada putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 89/K/Pdt/2016. Tujuan penelitian skripsi ini adalah mengetahui dan menganalisis permohonan eksekusi oleh kreditur penerima jaminan fidusia atas objek jaminan fidusia dan kebendaan milik debitur yang telah dijaminkan dengan hak tanggungan. Metode penelitian pada skripsi ini adalah yuridis normatif dengan menganalisis undang ndash; undang dan yuripsrudensi mahkamah agung untuk menentukan apakah sudah tepat permohonan eksekusi kreditur pemegang jaminan fidusia atas objek jaminan fidusia dan kebendaan milik debitur yang sudah dijaminkan dengan hak tanggungan kepada kreditur lain.
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia, lelang eksekusi objek jaminan dan dalam hal pemberi Fidusia tidak bersedia menyerahkan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, penerima Fidusia mengambil objek Jaminan Fidusia dengan bantuan pihak yang berwenang sudah diatur saat ini berdasarkan hukum positif. Permohonan eksekusi oleh kreditur penerima jaminan fidusia atas objek jaminan fidusia dan kebendaan milik debitur yang telah dijaminkan dengan hak tanggungan kepada kreditur lain pada putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 89/K/Pdt/2016 adalah tidak tepat, menurut sifat kedudukan kreditur pemegang jaminanan kebendaan berdasarkan Undang ndash; Undang Jaminan Fidusia dan Undang ndash; Undang Hak Tanggungan. Hasil penelitian menyarankan bahwa kreditur pemegang jaminan fidusia seharusnya memahami hak ndash; hak yang timbul atas jaminan kebendaan yang telah diletakkan terhadap perikatan pokok antara krditur dan debitur.

It is found in a verdict of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No 89 K Pdt 2016, that the request of an execution of objects by creditor which is the object of fiduciary security is not in accordance with legislation. Creditors in the verdict also request the execution of the confiscation of property of the debtor that has been charged by Indonesian Security Right upon Land by another creditor, for the repayment that has been secured by the Fiduciary Security. The research problem in this thesis is how is the provisions on the execution of fiduciary security and how the application of the execution that is request by creditor for the object of fiduciary security and property of the that has been secured by security rights under the terms of the execution of fiduciary is accordance with the prevailing law. The purpose of this thesis research is to learn and analyse the application of execution by creditors which receive the fiduciary security for the object of fiduciary and property of the debtor who has been pledged with mortgage rights. The research method in this thesis is normative judicial method with analysing the regulation and jurisprudence of supreme court to determine whether the application of execution creditor holders of fiduciary and material objects belonging to the debtor that has been secured by deed of mortgage to another lender is in accordance with the law.
From the results, it can be concluded that the execution of the fiduciary, tender execution security object and in terms of giving Fiduciary is not willing to give up things that become the object of Fiduciary, the receiver Fiduciary retrieve fiduciary objects with the help of the authorities that has been set at this time is based on the positive law. Request of an execution by creditors that receive fiduciary security on fiduciary objects and material belonging to the debtor which has been secured by deed of mortgage to another lender in the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 89 K Pdt 2016 is not appropriate, according to the nature of the position of creditors holders of Guarantees material based The Fiduciary Security Act and the Insurance Rights Act. The results suggest that fiduciary lenders should understand the rights arising from material security that has been laid against the principal bond between the creditor and the debtor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willing Learned
"Peranan Lembaga pembiayaan sangat dibutuhkan sebagai sarana penyediaan dana bagi masyarakat dalam rangka menunjang pembanguan ekonomi. Leasing sebagai salah satu bidang usaha perusahaan pembiayaan selama ini mendasarkan pada perjanjian lesing. Dalam Leasing terdapat perjanjian yang dibentuk oleh para pihak yaitu pihak Lessor di satu sisi dan pihak Lessee di sisi lainnya sesuai asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat (1). Dalam perjanjian leasing itu telah ditegaskan hak dan kewajiban para pihak termasuk dalam hal kemungkinan terjadi masalah yang terkait dengan isi perjanjian. Untuk menjamin kelancaran dan ketertiban pembayaran uang sewa, serta untuk mencegah timbulnya kerugian bagi pihak Lessor, umumnya seperti lembaga pembiayaan yang lain seperti bank pihak Lessor akan meminta jaminan dari pihak Lessee. Jaminan itu dapat berupa jaminan Fidusia, sebab dengan adanya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia maka tersedia upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak Lessor bila Lessee melakukan tindakan wanprestasi. Dalam Undang-Undang ini, perjanjian pokok yang dibebani Jaminan Fidusai wajib didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia untuk diterbitkan Sertipikat Jaminan Fidusia, sehingga dengan sertipikat tersebut pihak Lessor dapat melakukan parate eksekusi atas barang jaminan milik Lessee. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah dengan diterapkannya Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi Lessor serta dapat menjamin kesinambungan usaha perusahaan pembiayaan umumnya dan perusahaan leasing khususnya yang pada gilirannya akan membantu pemulihan ekonomi Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21222
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanya Candrika
"Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan kebendaan yang memiliki kemudahan berupa tidak beralihnya penguasaan objek jaminan fidusia dari pemberi fidusia ke penerima fidusia walaupun hak milik atas objek jaminan fidusia diserahkan kepada penerima fidusia. Salah satu benda yang dapat menjadi objek jaminan fidusia adalah piutang. Permasalahannya apakah di dalam pembebanan fidusia dengan objek jaminan berupa piutang atas nama selalu harus didahului dengan cessie/peralihan piutang mengingat adanya perubahan hak kepemilikan objek jaminan fidusia, bagaimana kewenangan penerima fidusia dalam menjaga objek jaminan fidusia berupa piutang atas nama mengingat piutang tersebut masih berada dalam penguasaan pemberi fidusia dan dapat susut/habis nilainya, dan mengenai eksekusi piutang atas nama sebagai objek jaminan fidusia dari sudut UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah pembebanan fidusia dengan objek jaminan berupa piutang atas nama tidak harus didahului dengan cessie, kewenangan yang dimiliki penerima fidusia adalah penerima fidusia atau wakilnya berwenang untuk melakukan segala sesuatu yang harus dilakukan atas objek jaminan fidusia dan pemberi fidusia lalai melakukan hal itu, prosedur eksekusi fidusia piutang atas nama yang terdapat pada Akta Jaminan Fidusia terlampir tidak sesuai dengan yang ditentukan UU Nomor 42 Tahun 1999. Oleh karena itu, saran yang diberikan adalah dalam pembebanan fidusia piutang atas nama dibutuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi antara pemberi fidusia dengan penerima fidusia, dibentuknya peraturan pelaksana dari UU Nomor 42 Tahun 1999 yang menjelaskan harus tidaknya pembebanan fidusia piutang atas nama didahului dengan cessie dan mengenai prosedur pelaksanaan eksekusi fidusia piutang atas nama agar tidak merugikan bagi para pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21248
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aan Surachlan Dimyati
"ABSTRAK
(I) Tujuan Penelitian
Penelitian dimaksudkan untuk memahami fungsi dan peranan Bank Garansi sebagai salah satu bentuk jaminan yang dikeluarkan oleh Bank, untuk membantu memperlancar transaksi-transaksi yang dibuat oleh nasabahnya dengan pihak lain.
Sebagai perjanjian penanggungan hutang Bank Garansi mengandung pemyataan kesanggupan bank untuk menanggung pemenuhan prestasi pihak debitur (nasabah) kepada kreditur, manakala debitur sendiri melakukan wanprestasi (ingkar janji).
Dalam penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya petunjuk awal, bahwa Bank
Garansi merupakan jaminan bank yang pada hakekatnya adalah penanggungan hutang ("borgtocht") yang mempunyai bentuk khusus. Yang menjadi masalah adalah dimana letak kekhususannya dari Bank Garansi itu ?
(II) Metode Penelitian
Untuk memahami karakteristik dari Bank Garansi, dipergunakan metode penelitian secara deduktif, melalui awal penelitian kepustakaan untuk memahami asas-asas dan prinsip-prinsip umum dari hukum perikatan dalam perjanjian dan penanggungan hutang, kemudian ditelaah. mengenai konsepsi dasar hukum jaminan.
Dengan dibantu oleh metode penelitian secara komparatif atas peraturan-peraturan dan keterangan-keterangan dari petugas-petugas bank yang didapat melalui questionaire, wawancara atau interview, maka hipotesa-hipotesa yang diuraikan pada awal penelitian, mendapatkan jawaban berupa hasil penelitian.
(III) Hasil Penelaahan
Hasil penelaahan menjelaskan bahwa :
- Bank Garansi adalah suatu lembaga jaminan yang diterbitkan oleh bank dalam bentuk warkat, yang pada hakekatnya merupakan bentuk khusus dari penanggungan hutang, dimana bank berkedudukan sebagai penanggung, yang memberikan jaminan atas terlaksananya pembayaran hutang debitur, apabila debitur sendiri tidak dapat melaksanakannya.
- Sebagai penanggungan hutang. Bank Garansi memiliki sifat-sifat khusus yang diantaranya menjadikan ia berfungsi dan berperan secara efisien dan efektif terutama dalam memperlancar transaksitransaksi perdagangan, Industri dan jasa-jasa, yaitu :
a. Penanggung adalah bank, yang secara financial telah memiliki kepercayaan dari masyarakat.
b. Atas permohonan debitur nasabah atau pihak-pihak tertentu yang mempunyai hubungan hukum dengan bank berdasarkan permintaan kreditur dalam suatu perjanjian pokok.
c. Penerbitannya didasarkan atas kanampuan dan kesediaan debitur untuk manberikan jaminan lawan yang dianggap cukup oleh bank.
d, Apabila debitur wanprestasi, pembayaran hutang oleh bank pada kreditur tetap terealisir, tanpa harus terlebih dahulu menyita dan menjual barang-barang debitur, asalkan penuntutan pambayaran masih dalam tenggang waktu yang ditetapkan.
- Prosedur penerbitan, bentuk serta peranan Bank Garansi masih perlu disempurnakan.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusnadi
"ABSTRAK
A. MASALAH POKOK
Dalam hubungannya dengan hutang piutang, maka pada umumnya para kreditur tidak menyukai bentuk jaminan seperti yang dirumuskan dalam pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata, karena kedudukan mereka hanya sebagai penagih konkuren, dan ini
berarti mereka belum mempunyai kepastian akan terbayamya piutang mereka dikemudian hari. Keeemasan Ini dapat datang dari pibak manapun, baik itu sebagai perorangan, maupun instansi pemerintah ataupun swasta yang. kedudukannya sebagai penagih konkuren.
Oleh sebab itu maka para kreditur umumnya berusaha untuk memperkuat posisinya dengan menuntut kepada debitur agar memberikan jaminan dalam bentuk jaminan kebendaan (zakelijke zekerheid) atau jaminan perorangan (borg) atau jaminan berupa hak-hak tagih. (Lihat Kartono SH, hal 8).
Pendek kata, kreditur selalu berusaba untuk menjaga agar jangan sampai ia terdesak oleh para kreditur lainnya apabila terjadi perlombaan antara para kreditur untuk mendapatkan pelunasan piutang-piutangnya dari harta kekayaan debitur. Dengan adanya kekurangan-kekurangan dari lembaga jaminan yang bersifat umum tersebut diatas, maka kreditur dalam memberikan piutangnya memerlukan adanya benda-benda tertertentu yang ditunjuk,secara khusus sebagai jaminan dan juga berlaku bagi kreditur yang bersangkutan.
Dari sinilah timbul lembaga jaminan tertentu yang sering dipakai oleh masyarakat, khususnya dalam dunia usaha dan perdagangan seperti Gadai, Hipotik, Fiducia, borgtocht dan sebagainya.
Bentuk-bentuk jaminan tadi mempunyai keistimewaannya masing-masing dan sudah barang tentu hak-hak kreditur lebih dilindungi dari para penagih konkuren. Walaupun demikian ada beberapa piutang yang harus didahulukan atau diistimewakan (freferensi atau privilegi) pembayarannya, karena memang telah ditentukan oleh undang-undang, seperti piutang pajak negara, yang oleh pasal 1137 KUH Perdata dinamakan hak dari kas negara:
'Hak dari pada kas negara, kantor lelang dan lain-lain badan umum yang dibentuk oleh pemerintah, untuk didahulukan, tertibnya melaksanakan hak itu dan jangka waktu berlangsungnya hak tersebut, diatur dalam berbagai undang-undang khusus yang mengenai hal-hal itu'
Pajak adalah mempakan salah satu faktor yang sangatpenting bagi kelangsungan hidup pembangunan negara, terutama katagori pajak tidak langsung. Pajak tidak langsung ini salah satunya adalah "Bea Masuk" yaito pungutan pajak yang
dikenakan terhadap pemasukan barang-barang impor ke Indonesia.
Sebagaimana lazimnya dalam lalulintas perdagangan,maka untuk lebih memperlancar pemasukan barang-barang impor serta untuk memajukan industri didalam negeri, para importir atau pedagang sering memakai lembaga jaminan untuk pembayaran atau pelunasan bea masuk dan pungutan lainnya. Lembaga jaminan untuk penyelesaian urusan pabean ini mempunyai persamaaan dengan lembaga jaminan yang kita kenal dalam KUH Perdata
B. METOPE RISET.
Penelitian hukum merupakan sarana untuk mengembangkan ilmu hukum itu sendiri, oleh karena itu penulis mengadakananalisa dan konstruktif dengan cara sistimatis serta konsisten terhadap data-data tentang lembaga jaminan dalam hubungannya dengan bea masuk.
Adapun data-data yang dipakai dalam skripsi ini adalah:
1. Data primer, yaitu bahan-bahan yang langsung diperoleh dari instansi pemerintah, khususnya Kantor Wilayah X DJBC di Cakung, juga dari perusabaan-perusahaan
jasa seperti Ekspedisi Muatan Kapal taut (EMKL), serta dari lembaga perbankan, dan yang lebih penting lagi adalah keterangan langsung dari pejabat pemerintah
yang menangani bidang impor.
2. Data sekunder, yaitu bahan-bahan yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan, khususnya mengenai masalah lembaga jaminan pada umumya.
C. HAL-HAl. YANG DITEMUKAN.
Sehubungan dengan pembahasan lembaga jaminan ini, penulis berusaha mendapatkan informasi yang. lengkap serta data-data yang dapat dipercaya, khususnya mengenai ketentuan ketentuan lembaga jaminan untuk pelunasan bea masuk dan pungutan lainnya terhadap barang-barang impor.
Lembaga jaminan ini mempunyai banyak persamaan dengan lembaga jaminan menurut KUH Perdata, walanpun disana-sini adapula perbedaan-perbedaannya, Dalam praktek kita temul ada 3 macam lembaga Jaminan untuk pelunasan bea masuk yaitu :
1. Jaminan Tunai,
2. Bank Garansi,
3. Jaminan Tertulis,
Jaminan Tunai.
Jaminan Tunai adalah suatu jaminan berupa uang tunai yang diberikan oleh pemilik barang (importir) cq EMKL kepada pihak pabean sambil mennnggu keputusan Banding, oleh karena adanya dispute atau perselisihan pendapat mengenai barang-barang impor diantara kedua pihak.
Timbulnya jaminan ini disebabkan kesalahan pemberitahuan dalam PPUD, sehingga mengakibatkan tambah bayar bea-bea, denda-denda, dan biaya-biaya. Sejak keputusan kepala kantor pabean setempat yang mengharuskan tambah bayar bea-bea, maka importir telah mempunyai hutang kepada negara sebesar bea-bea yang kurang dibayar tersebut.
Jadi jaminan tunai ini timbulnya adalab dari hutang pokok, dimana bila hutang pokok hapus, maka hapus pula perjanjian jaminan. Hal ini berarti jaminan tunai mempunyai sipat yang sama dengan jaminan kebendaan lainnya, yaitu bersipat Accessoir. Akan tetapi hutang pokok yang timbul tersebut diatas bukan berasal dari perjanjian melainkan berasal dari ketentuan undang-undang.
Mengenai jaminan tunai ini dapat kita lihat ketentuannya pada pasal 13 OB dan pasal 39 RA yang kemudian diberikan ketentuan lebih lanjut dalam bentuk SE.DJBC dan ketentuan yang terakhir adalah SE DJBC no.Kep-l6/BC/1980 tanggal 25 Juni 1980.
Importir yang merasa keberatan dengan keputusan kepala kantor pabean setempat, berhak mengajukan naik bandingkepada DirJen Bea dan Cukai di Jakarta. Waktu yang diberikan untuk naik banding ini adalah 2 bulan dan dapat diperpanjang satu kali 2 bulan (pasal 3 d dan e SE DJBC no.Kep-16/BC/1980 tanggal 25 Juni 1980.
Bila dalam jangka waktu yang ditentukan belum ada keputusan dari Dirjen Bea dan Cukai, maka uang jaminan segera didefinitifkan menjadi penerimaan negara, dan bila semua keberatan dari importir dapat diterima, maka sejak keputusan
dikeluarkan, hutang pajak menjadi hapus dan uang jaminan dapat segera dikembalikan kepada importir.
Jaminan tunai bagi sementara pedagang kurang begitu disukai oleh karena bila uang jaminan jumlahnya sangat besar, maka mereka tidak dapat memanfaatkan uang tersebut untuk kepentingan modal usahanya dan sebab itulah bagi mereka menyebut uang sebagai jaminan adalah sebagai 'uang mati'.
Sebaliknya bagi pihak pabean, maka jaminan tunai itu dianggap sebagai jaminan yang mantap, oleh karena bila keputusan banding menolak semua keberatan-keberatan yang diajukan oleh pihak importir, maka uang jaminan otomatis dipakai sebagai pelunasan hutang-hutangnya kepada pihak pabean. Dalam hal ini juga pihak pabean tidak perlu repot repot menegur dan menagih kepada importir seperti halnya pada bank garansi dan jaminan tertulis.
Bank Garansi.
Semua pemasukan barang-barang impor yang disebutkan dalam Skep. MenKeu no.Kep-238/KK/4/ll970 tanggal 23 April 1970 diwajibkan memberikan jaminan berupa bank garansi. Keharusan memberikan jaminan tersebut adalah disebabkan importir diberikan pasilitas vooruitslag/penangguhan bea masuk dan pungutan-pungutan lainnya.
Akibat-akibat hukum yang mungkin timbul dari bank garansi telah dapat kita ketahui, oleh karena bentuk dan isi dari formulir bank garansi telah pula.ditentukan dengan SE DJBG no.KBC/PB/lMU/75/3548 tanggal 5 Mei 1975 jo SE DJBC no KBC/PB/IMP/I/i847 tanggal 9 Maret 1976 yang antara lain memuat sbb:
a. Pernyataan pihak bank untuk melepaskan hak utamanya dan hak mendahului mendapatkan piutang yang diberikan oleh undang-undang (pasal 1831 dan 1832
EDH Perdata).
b. Secepat-cepatnya 1 bulan dan selambat-lambatnya 2 minggu sebelum berakhimya bank garansi, bank wajib meminta penegasan kepada Bea dan Cukai, apakah siterjamin/importir sudah/tidak memenuhi kewajibannya.
c. Penagihan harus diajukan olish Bea dan Cukai sebelum berakhimya bank garansi, Penagihan yang dilakukan setelah berakhimya bank garaasi, maka bank berhak tidak melayaninya, kecuali pihak bank lalai meminta penegasan kepada Bea dan Cukai, maka masa berlakunya bank garansi diperpanjang 1 bulan setelah diterimanya surat penegasan dari Bea dan Cukai.
d. Penagihan kepada pihak bank tidak perlu diterimanya surat permintaan penegasan dari pihak bank.
e. Pembayaran paling lambat 6 hari kerja setelah diterimanya surat penagihan dari Bea dan Cukai.
f. Masa berlakunya bank garansi paling lama 2 bulan. Jika dibandingkan dengan lembaga jaminan yang lain,maka bank garansi dianggap sebagai jaminan yang mantap bagi semua pihak, baik bagi pihak pabean maupun bagi pihak impor
tir.
Jaminan Tertulis.
Lembaga jaminan tertulis ini dapat digunakan dalam rangka :
1. Pasal 23 OB.
2. Skep, MenKeu no.434/KMK.01/1978 tanggal 15 Nopember 1978.
3. Skep, MenKeu no.435/KMK.01/1978 Tanggal 15 Nopember 1978.
4. Pemasukan barang-barang impor Pertamina.
5. Pemasukan barang-barang impor Hankam ABRI.
6. Pemasukan barang-barang tertentu yang karena sipatnya dapat diberikan jaminan tertulis.
Sebenamya jaminan tertulis ini adalah pelaksanaan pasal 3a Undang-Undang Tarip Indonesia stbl.1924 no.487 sebabagimana yang telah dirobah dan ditambah. Hanya saja pada pasal 3a IJUTI (indisclie Tarip Wet) pada waktu pemasukan barang barang impor diharuskan membayar bea masuk secara definitif (tunai). Oleh karena alasan-alasan ekonomis, maka tidak perlu lagi bea masuk dibayar tunai, cukup dengan pernyataan hutang sebesar bea masuk yang harus dibayar yang diberi jangka waktu sampai barang-barang ex impor tersebut diekspor kembali keluar negeri.
Jadi jaminan tertulis ini atau yang lebih dikenal lagi dengan nama Jaminan Perusahaan adalah suatu perjanjian yang berbentuk pengakuan hutang pajak negara sebesar bea-bea yang barus dibayar dan bersipat saling percaya antara
pihak pabean dan importir.
Pada umumnya jaminan ini hanya diberikan kepada importir pabrikan dalam rangka memajukan industri dalam negeri untuk tujuan ekspor. Pada jaminan ini sama sekali tidak ada benda-benda tertentu yang diletakan sebagai jaminan, jadi hanya membuat suatu surat pengakuan hutang pajak, yang tujuannya adalah sebagai tanda bukti dikemudian hari untuk melakukan penagihan jika importir melakukan wanprestasi.
Apabila importir memasukah barang-harang tertentu untuk diolah menjadi barang-barang dengan tujuan ekspor, maka oleh menteri keuangan diberikan fasilitas tidak membayar bea masuk dan pungutan lainnya sampai batas waktu yang telah ditentukan oleh menteri keuangan. Batas waktu ini dihitung berdasarkan jangka waktu produksi suatu barang berupa bahan baku ex impor sampai diekspor kembali.
Jika jangka waktu yang diberikan dalam surat keputusan menteri keuangan dilewati, maka bea masuk dan pungutan pungutan lain yang terhutang wajib dilunasi dalam jangka 3 bulan dan dalam jangka waktu 3 bulan itu, tidak juga dapat
melunasinya maka pihak pabean melakukan peneguran (sommasi) dan apabila dalam jangka waktu 1 bulan sejak peneguran, pihak importir tetap tidak mengindahkannya, maka pihak pabean melakukan upaya paksa. Upaya paksa yang pertama dilakukan adalah mengadakan pemblokiran terhadap EMKL yang ber sangkutan dan apabila pemblokiran ini tidak membawa hasil yang memuaskan, maka pihak pabean menyerahkan persoalan tersebut kepada instansi Kejaksaan untuk dilakukan penuntutannya di pengadilan.
Bentuk dari formulir perjanjian jaminan tertulis telah dihentikan oleh pihak pabean dan ketentuan terakhir mengenai hal itu telah dituangkan dalam SE DJBC no.S-62/BC23/78 tanggal 17 Nopember 1978 yang memuat antara lain :
a. Pemyataan pengakuan hutang yang menggunakah fasilitas pembebasan bea masuk, PPN impor dan KPO impor sesuai Skep MenKen no.434/KMK.01/78 Tanggal 15 Nopember 1978.
b. Importir berjanjii kepada pihak pabean untuk melunasi hutang bea-bea paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya waktu yang diberikan untuk berproduksi sampai dengan diekspor kembali.
c. Undang-undang penagihan pajak negara dengan surat paksa berlaku bagi hutang pajak ini, bila pengusaha tidak membayar pada waktunya.
Bagi kalangan pabrikan atau pengusaha industri pengolah bahan baku impor untuk tujuan ekspor, jaminan ini benar-benar sahgat membantu sekali, terutama dalam bidang permodalan, oleh karena uang yang seharusnya dipergunakan untuk membayar bea masuk dan pungutan lainnya tidak digunakan tetapi dimanfaatkan untuk biaya-biaya produksi yang lain.
Namun demikian tidak semua pengusaha importir dapat diberikan izin memperoleh fasilitas penangguhan bea-bea dengan menggunakan jaminan tertulis, ternyata hanya importir-importir tertentu saja yang mendapat fasilitas ini, khususnya importir pabrikan pengolah bahan baku impor untuk tujuan ekspor (Skep. Menkeu no.434/faviK,01/1978 dan no.435/KMK. 01/1978). Walaupun demikian bukan berarti hanya para pengusaha saja yang diberikan prioritas, namun peroranganpun dapat diberikan izin yang demikian, terutama dalam hnbungannya dengan pasal 23 OB.
Bagi pihak pabean sendiri, jaminan tertulis ini dianggap kurang begitu mantap, karena untuk merealisir pembayaran bea masuk, dalam hal jangka waktu yang diberikan telah lewat, maka harus dilakukan penagihan sampai dengan 4 bulan
lamanya, sedangkan penundaan pembayaran beai masuk itu sendiri biasanya paling cepat 6 bulan, belum lagi bila perjanjian jaminan itu diperpanjang beberapa kali. Keadaan ini mengharuskan adanya pengadministrasian Buku Kontrol yang
Baik.
D. KESIMPULAN DAN SARAN SARAN
Kesimpulan.
Sebenamya lembaga jaminan untuk peliinasan bea masuk tersebut diatas, kecuali bank garansi, berasal dari ketentuan pidana yang berupa pelanggaran. Oleh karena adanya pelimpahan wewenang Jaksa Agung HI no,89/DA/10/1967 tanggal 13 Oktober 1967 kepada Menteri Keuangan dan Menteri Keuangan kemudian melimpahkan kembali kepada DirJen. Bea dan Cukai dengan suratnya no.Kep249/MenKeu/1967 tanggal 16 Oktober 1967, maka perkara pelanggaran menurut pasal 29 Ordonasi Bea (Rechten Ordonantie), kecuall pasal 3a dan 26b dapat diselesaikan dengan acara 'Schikking' (acara diluar pengadilan),
Dengan adanya schilcking ini, maka pemasukan barang-barang impor semakin menjadi lancar. Oleh karena jika tidak demikian, banyak para pedagang harus selalu berurusan dengan pengadilan, karena pada umumnya pegawai-pegawai EMEl atau importir walaupon telah dibekali dengan pengetahuan Kepabeanan (Boomzaken), masih banyak membat kesalahan secara tidak sengaja.
Dari ketiga jenis lembaga jaminan yang digunakan untuk penyelesaian urusan pabean, ada beberapa bal yang perlu menjadi perhatian yaitu:
1. Pada jaminan tunai jika jumlah uang sebagai jaminan cukup besar, maka para pedagang umumnya tidak menyukainya, mereka menganggap masih lebih menguntungkan memberikan jaminan hak kebendaan atau bank garansi, walaupun hal itu lebih tinggi nilainya daripada mereka harus memberikan uang tunai sebagai jaminan.
2. Pada jaminan tertulis, waktu yang diberikan untuk berproduksi sampai dengan realisasi ekspor biasanya memakan waktu yang lama, bal ini berarti bagi pihak pabean segi kontrolnya harus berjalan baik.
Saran-Saran
- Pada jaminan tunai, hendaknya pemberi keputusan Banding tidak lagi Dirjen Bea dan Cukai, sebaiknya diserahkan kepada lembaga yang lebih netral, seperti lembaga/panitia yang dimaksud dalam pasal 39 RA yaitu 'Panitia Pertimbangan'
- Panitia tersebut diatas sebaiknya ditempatkan ditiap tiap kota besar, terutama yang mempunyai pelabuhan impor. Hal ini dimaksudkan agar isetiap persoalan dispute tidak lagi diselesaikan di Jakarta (Dirjen Beadan Cukai), dimana tujuannya adalah untuk menghemat waktu dan menghindari hilangnya dokumen diperjalanan.
- Pada jaminan tertulis, sebaiknya waktu yang diberikan untuk realisasi ekspor jangan sampai berlarut-larut, hal ini untuk menghindari itikad tidak baik dari para
pengusaha eksportir.
- Pemblokiran terhadap EMKL sebaiknya tidak terlalu lama, hal ini bertujuan agar tidak terjadi keresahan bagi para karyawan EMKL itu sendiri dan juga, untuk mencegah timbulnya EMKL unit yang merugikan pemerintah.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>