Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109584 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutari Hayuning W.P.
"Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria menyebutkan lembaga jaminan atas tanah berupa Hak Tanggungan yang kemudian diatur dalam Undangundang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditu-kreditur lain. Hak Tanggungan merupakan perjanjian accessoir, keberadaannya tergantung pada perjanjian pokoknya. Pembebanan Hak Tanggungan dilakukan melalui dua tahap. Pertama tahap pemberian dimana pemberi Hak Tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), bila tidak dapat hadir wajib menunjuk kuasanya dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Tahap kedua merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan dengan dibuatnya Buku Tanah Hak Tanggungan dan diterbitkannya Sertipikat Hak Tanggungan sebagai bukti keberadaan Hak Tanggungan tersebut. Berdasarkan sifat dan tata cara pemberian Hak Tanggungan terlihat bahwa terkandung aspek perjanjian dalam proses tersebut, yaitu harus dipenuhinya ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenai syarat sah perjanjian dalam perjanjian pokok utang piutang dan dalam APHT serta SKMHT. Selain itu terdapat asas-asas perjanjian seperti asas Personallia, Konsensualisme, Kebebasan berkontrak dan asas Pacta Sunt Servanda (Perjanjian Berlaku Sebagai Undang-undang) dalam APHT dan SKMHT yang dibuat para pihak. Terdapat pula unsurunsur perjanjian seperti Unsur esensialia, naturalia dan unsur aksidentalia dalam APHT dan SKMHT. Lebih lanjut termuat ketentuan risiko dan wanprestasi dalam APHT. Selain itu, Hak Tanggungan termasuk perjanjian yang dapat dibagi sekaligus perjanjian yang tidak dapat dibagi prestasinya. Hak Tanggungan tergolong pula perjanjian formil karena harus memenuhi formalitas tertentu dalam pembebanannya sehingga dikategorikan sebagai perjanjian tertulis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21338
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoshsi
"Asas parate eksekusi adalah satu di antara asas-asas dari hak tanggungan dalam Hukum Jaminan Indonesia. Pelaksanaan dari asas ini menimbulkan permasalahan tertentu. Permasalahan utama yang timbul adalah mengenai ketidakpastian pelaksanaan parate eksekusi ditinjau dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Secara umum diketahui bahwa eksekusi berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah telah banyak mengecewakan para kreditor untuk mengeksekusi berdasarkan parate eksekusi karena para hakim lebih mengutamakan kepada eksekusi berdasarkan titel eksekutorial untuk berlaku. Asas parate eksekusi berhubungan erat dengan suatu janji eksekutorial yang terdapat di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan.
Tesis ini disusun dengan menggunakan metode penelitian normatif dan penelusuran literatur, serta wawancara dengan sumber Tumpal Naibaho sebagai Kepala Unit Legal Kredit pada PT. Bank OCBC NISP, Jakarta, kemudian data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif. Mengacu kepada Pasal 6 dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yang mengatur tentang kewenangan menjual atas kekuasaan sendiri, maka hal ini menarik untuk dicermati. Terlebih, blanko Akta Pemberian Hak Tanggungan masih tetap menggunakan rumusan dari peraturan perundang-undangan yang lama daripada menggunakan rumusan dari Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Berdasarkan hasil analisis terhadap janji eksekutorial dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan diketahui bahwa 1) perlu untuk mengubah rumusan janji eksekutorial di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dan 2) perubahan dimaksud tersedia dalam tesis ini.

The parate executie principle is one among other principle of encumbrance right in Mortgage Law of Indonesia. Any performance of this principle conduct matters. The first prior matter are about the inconsistency in executing parate executie compare to Law No. 4 of 1996 on Mortgage and Their Land-Related- Objects. It is generally recognized that an execution based on Article 6 of Law No.4 of 1996 on Mortgage and Their Land-Related-Objects has many times fails the creditors to execute under parate executie in which the Judges prefer the executorial titel into performance. Furthermore parate executie principle is closely related with a kind of executorial promises filled in the Deed of Grant of Encumbrance Right (APHT).
This thesis is based on normative and literature research methods and an exclusive interview with Mr. Tumpal Naibaho as a Head Unit of Legal Credit of PT. Bank OCBC NISP, Jakarta as well as data obtained were analyzed qualitatively. Refers to Article 6 of Law No.4 of 1996 on Mortgage and Their Land-Related-Objects, which governs the authority to sell on his own power, then it is interesting indeed to be observe. Moreover, the blank deed of the Deed of Grant of Encumbrance Right (APHT) is still using the late regulation in it is format prior to the Law No.4 of 1996 on Mortgage and Their Land-Related- Objects. Based on an analysis of executorial promises in the Deed of Grant of Encumbrance Right (APHT) is known that 1) it is neccesary to change the format of executorial promises in the Deed of Grant of Encumbrance Right (APHT) refering the Law No.4 of 1996 on Mortgage and Their Land-Related-Objects and 2) the improvements is available herein."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27412
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muliani
"Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah memberikan kepastian hukum bagi kreditor karena memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor, selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada, memenuhi asas spesialitas dan publisitas f dan mudah serta pasti pelaksanaan eksekusinya. Permasalahanya adalah apa yang terjadi jika antara kreditor dan debitor telah sepakat untuk tidak memperbolehkan roya partial, bagaimana sikap kreditor? dan bagaimana peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), terutama yang berkaitan dengan roya partial? Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum yuridis dan normatif. Pelunasan hutang debitor sebagian senilai salah satu sertipikat yang dijaminkan mengakibatkan atas sertipikat hak atas tanah bisa dilakukan roya partial senilai tanah dan bangunan yang dijaminkan tersebut.
Maksud penulis membuat tesis ini adalah agar Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) lebih berhati-hati dalam membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Peran PPAT sangat penting dalam memberikan kepastian hukum kepada kreditor yaitu dengan membuat APHT yang harus didaftarkan di Kantor Pertanahan sehingga terbit sertipikat Hak Tanggungan yang memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditor terhadap kreditor-kreditor lainnya. Bank harus benar-benar memeriksa APHT, agar jika ada kesalahan segera memberitahukan PPAT untuk diperbaiki, PPAT juga hendaknya memberi masukan dalam pembuatan APHT."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T38051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Warastuti
"Salah satu ciri hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan yang kuat adalah mudah dan pasti pe1aksanaan eksekusinya . UUHT memberikan 3 (tiga) pelaksanaan eksekusi bagi kreditur dalam rangka memperoleh pengembalian piutangnya apabila debitur cidera janJi, yaitu : Parate eksekusi; eksekusi berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat hak tanggungan dan menjual objek hak tanggungan di bawah tangan. Dalam prakteknya saat ini berdasarkan SE . No. 23/PN/2000 tentang petunjuk pelaksanaan lelang hak tanggungan, kreditur telah dapat menggunakan lembaga parade eksekusi tanpa terlebih dahulu meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dan juga telah ada kepastian baik secara teori maupun dalam praktek dimana irah-irah "Demi Ke adilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" ditempatkan yaitu dalam sertipikat hak tanggungan. Dengan demikian berkaitan dengan kendala-kendala besar yang terjadi dalam rangka eksekusi hipotik, sedikit banyak telah dapat diatasi oleh UUHT, walaupun demikian masih banyak pula ditemui hambatan-hambatan dalam rangka eksekusi hak tanggungan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21000
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996
349.04 IND s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Halimatu Sadiah
"Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah yang kuat, salah satu cirinya adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusi. Di antara pilihan eksekusi yang disediakan oleh Undang-Undang Hak Tanggungan, secara teori yang paling ideal bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan adalah pelaksanaan Parate Eksekusi, karena dari segi waktu maupun biaya lebih cepat dan lebih murah dibandingkan pelaksanaan eksekusi lainnya. Akan tetapi dalam perkembangannya Pelaksanaan dari Parate Eksekusi tersebut tidak beijalan sebagaimana yang diharapkan. Pokok permasalahan yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah bagaimanakah efekdfitas Parate Eksekusi obyek Hak Tanggungan menurut Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan? dan apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan Parate Eksekusi obyek Hak Tanggungan menurut Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan?
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, data yang digunakan data sekunder melalui bahan pustaka berupa studi dokumen, dimana tipologi dalam penelitian ini bersifat eksplanatoris yang bertujuan menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam mengenai implementasi eksekusi Hak Tanggungan yang terdapat pada Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa implementasi dari Parate Eksekusi tersebut baru mulai efektif pada satu/dua tahun terakhir, sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya pelaksanaan Parate Eksekusi dapat dikatakan belum beijalan efektif, salah satu penyebabnya, yaitu terdapat Surat Edaran Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor: SE-23/PN/2000, berdasarkan Surat Edaran tersebut banyak sekali permohonan lelang Parate Eksekusi yang ditolak karena Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) tidak ?berani? untuk melakukan lelang Parate Eksekusi. Menurut hemat penulis keefektifan pelaksanaan Parate Eksekusi ditentukan dari ketegasan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk melaksanakan Parate Eksekusi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T36925
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Khrisnavari
"Sebelum berlakunya UUPA, hukum yang mengatur hak jaminan atas tanah adalah hukum adat dengan lembaga jonggolan. Setelah berlakunya UUPA (24 September 1960 9 April 1996), hak jaminan atas tanah disebut Hak Tanggungan, dan diatur dengan Undang-undang (pasal 51 UUPA) . Selama Undang-undang yang dimaksud belum terbentuk, maka melalui pasal 57, berlakulah ketentuan-ketentuan hypotheek dalam KUHPer dan credietverband dalam S. 1937-190, sepanjang soal-soal yang diaturnya belum diatur dalam UUPA dan peraturan-peraturan pelaksananya. Undang-undang mengenai Hak Tanggungan disahkan pada tanggal 9 April 1996 dan langsung berlaku efektif. Sejak itu, maka keseluruhan ketentuan mengenai Hak Tanggungan diatur dalam satu Undang-imdang nasional. Dengan demikian terciptalah unifikasi di bidang hukum tanah nasional khususnya hukiam jaminan mengenai tanah sesuai dengan tujuan UUPA."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jenpriwati
"ABSTRAK
Adanya krisis ekonomi di Indonesia sejak tahun 1997
mengakibatkan dunia usaha mengalami kegagalan/kemunduran
dalam usahanya, jika mempunyai pinjaman kepada Bank yang
mengakibatkan pula tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam
hal pembayaran utang. Dengan berlakunya Undang-Undang nomor
4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang berkaitan Dengan Tanah yang kependekkannya
disebut dengan Undang-Undang Hak Tanggungan sejak tanggal 9
April dalam Lembaran Negara No. 1996/42, Tambahan Lembaran
Negara No. 3632 diharapkan dapat memberikan perlindungan,
khususnya dalam memberikan perlindungan Hukum terhadap atas
objek Hak Tanggungan dan perlindungan secara administratif.
Adapun pokok permasalahan yang timbul adalah bagaimana
kedudukan kreditor menurut Undang-Undang nomor tentang Hak
Tanggungan?. Dan adakah perlindungan terhadap Kreditor dalam
hal kredit yang diberikannya dijamin dengan Hak Tanggungan
Atas Tanah? Melalui Metode penelitian normatif dan empiris,
yaitu dengan mempelajari terlebih dahulu berbagai jenis
bahan kepustakaan yang terkait, baik bahan Hukum primer,
sekunder dan tertier ditambah dengan melakukan studi
lapangan, melalui wawancara kepada pihak kreditor (PT.Bank
Niaga, Tbk) serta Notaris yang terkait dengan perjanjian
Kredit diharapkan dapat membahas secara mendalam atas
permasalahan yang ada. Ternyata dalam praktek
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Hak Tanggungan dan
Penjelasan Umum angka 4 Undang-Undang Hak Tanggungan
dinyatakan bahwa kreditor pemegang Hak Tanggungan pertama
mempunyai kedudukan yang diutamakan dari kreditur-kreditur
lain. Ada 2 (dua) asas dalam pasal-pasal Undang-Undang
Hak Tanggungan yang ada telah memberikan perlindungan
administratif Kepada Kreditor, seperti dalam : 1. Asas
Spesialitas (Pasal 11 Undang-Undang Hak Tanggunan), dimana
di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan
yaitu : nama, identitas, domisili,tujuan utang yang dijamin,
nilai tanggungan dan objek hak tanggungannya. 2. Asas
Publisitas (Pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan), dimana
harus didaftarkannya permohonan Hak Tanggungan di Kantor
Pertanahan untuk dituliskan dalam buku tanah Hak Tanggungan
dan diterbitkannya Sertipikat Hak Tanggungan. Dalam pendaftaran
inilah yang memberikan kedudukan diutamakan kepada
Pihak Kreditur terhadap kreditur-kreditur lainnya."
2006
T37584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wardhani Prihartiwi
"Dalam rangka pelaksanaan pembangunan Nasional Negara Republik Indonesia, baik pemerintah, swasta dan juga perorangan, memerlukan dana yang jumlahnya tidak sedikit. Untuk itu pemerintah membuka kesempatan untuk memperoleh dana dengan adanya fasilitas kredit. Dalam membicarakan mengenai kredit maka tidak terlepas dari masalah, jaminan. Lembaga jaminan yang dikenal dengan Hak: Tanggungan diatur dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, menggantikan peraturan lama, ketentuan Hypotheek dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Credietverband dalam Staatsb aad 1908 No. 542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblaad 1937 No. 190. Undang-undang No. 4 Tahun 1996 yang lebih dikenal dengan sebutan undang-undang Hak Tanggungan ini tentunya memiliki perbedaan sistem dan azas dari hukum yang lama. Sehigga diharapkan dapat menyelesaikan masalah masalah yang terjadi dalam praktek yang ditimbulkan dari sistem hukum yang lama Selain memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur pemegangnya; Hak Tanggungan juga selalu mengikuti objek yang dijaminkan ditangan siapapun objek itu berada, memenuhi asas spesialitas, publisitas, serta mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya. Dengan demikian. Hak Tanggungan dapat dikatakan sebagai lembaga jaminan yang memberikan kepastian hukum bagi semua pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21087
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>