Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193605 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tedy Mujoko
"Prosedur keterbukaan/pengungkapan/penyingkapan keterangan-keter angan (Disclosure Documents) merupakan suatu kewajiban bagi setiap pemberi waralaba (franchisor) dalam penawaran dan atau penjualan produk waralabanya sebagaimana yang disyaratkan oleh Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba dan Keputusan Menteri Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Penjelasan pasal 3 PP No. 16 tahun 1997 menyatakan bahwa pelaksanaan pengungkapan keterangan agar "pemberi waralaba dan penerima waralaba memiliki dasar awal yang kuat da1am melakukan kegiatan waralaba secara sehat dan terbuka." Terkesan seolah-olah terdapat satu hubungan yang kuat antara fase "pra-kontrak", dalam hal ini direpresentasikan oleh kewajiban disclosure dengan fase "kontrak/perjanjian" itu sendiri. Berdasarkan penelitian penulis, hubungan antara fase pra-kontrak dan kontrak di Indonesia dapat dipelopori oleh hukum waralaba, dalam bidang hukum perjanjiannya, melalui kewajiban disclosure document. Meskipun demikian, masih banyak hal-hal yang harus dibenahi untuk keperluan tersebut, termasuk kebutuhan dilahirkannya undang-undang khusus yang mengatur tentang disclosure secara tersendiri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21224
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Fibrianti
"ABSTAK
Tesis ini membahas tentang perjanjian waralaba pada prakteknya ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perjanjian waralaba berdasarkan Pasal 50 huruf b
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikecualikan dari penerapan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999, namun pada prakteknya tidak menutup kemungkinan pada
prakteknya klausul yang dimuat dalam perjanjian waralaba mengarah pada praktek
monopoli yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Penelitian ini
adalah penelitian kualitatif dengan metode analisis yuridis normatif. Hasil penelitian
menyatakan bahwa setiap perjanjian waralaba tetap harus menerapkan persaingan
usaha yang sehat dan anti-monopoli walaupun waralaba dikecualikan oleh Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 karena mengandung unsur HAKI didalamnya dan
merupakan masuk dalam kategori Usaha Kecil, Mikro dan Menengah; diperlukannya
pengawasan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam mencegah indikasi dan
dampak yang ditimbulkan dari perjanjian-perjanjian waralaba yang dapat diindikasi
sebagai praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat; klausul perjanjian
waralaba yang dapat diindikasi sebagai bentuk praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat tidak berlaku penerapan pengecualian Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999.

ABSTRACT
The focus of this study is franchise agreement in practice in terms of the Act No. 5 of
1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition.
Franchise agreement according to Article 50 letter b of Law No. 5 of 1999 are
excluded from the application of Law No. 5 of 1999, but in practice it is possible in
clause of franchise agreements lead to monopolistic practices prohibited by the Act
No. 5 of 1999. This study is a qualitative research method normative analysis. The
study states that every franchise agreement still must apply fair competition and antimonopoly
franchise although excluded by Law No. 5 of 1999 as containing elements
of Intellectual Property Rights therein and franchise as one form of small medium
enterprised; the need for supervision by the Business Competition Supervisory
Commission in preventing the indications and the impact of franchise agreements
which may be indicated as monopolistic practices and unfair business competition;
clause of franchise agreement can be indicated as a form of monopolistic practices
and unfai"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42116
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2001
S23597
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Saleh HFS
"Tidak cepatnya pemulihan keadaan ekonomi Indonesia membuat lambannya peningkatan laju pertumbuhan perekonomian. Walaupun demikian, ada beberapa jenis usaha yang mampu bertahan dan bahkan berkembang pesat pada masa, sulit tersebut, salah satunya adalah usaha waralaba. Waralaba merupakan bentuk usaha yang telah lama dikenal di Indonesia dan diakui berdasarkan asas kebebasan berkontrak serta sistem terbuka buku III KUHPerdata dan pengaturannya.pada Peraturan Pemerintah No.16 tahun 1997 tentang Waralaba. Usaha waralaba dilakukan dengan dasar Perjanjian Waralaba.
Pada umumnya Perjanjian Waralaba menggunakan perjanjian baku, telah mengurangi kemampuan negosiasi Calon Franchisee dan adanya Tie-in clause di dalam perjanjian yang membatasi Franchisee. Oleh karena itu sangat dibutuhkan kejujuran dan itikad baik dari Franchisor. Dalam perjanjian tersebut diatur mengenai Hak dan Kewajiban Franchisor (Pemberi Warlaba) dan franchise (Penerima Waralaba) yang merupakan hal penting dalam kegiatan usaha Waralaba.
Hak dan kewajiban yang diatur dalam perjanjian memperlihatkan ketidakseimbangan kedudukan para pihak terutama hak franchisor untuk memutuskan perjanjian sepihak. Oleh karena objek dari Perjanjian Waralaba adalah mengenai Hak Kekayaan Intelektual maka Perjanjian Waralaba itu sendiri berkaitan dengan Undang-undang No.15/2001 tentang Merek, Undang-undang No.19/2002 tentang Hak Cipta, Undang-undang No.14/2001 tentang Paten, Undang-undang No.30/2000 tentang Rahasia Dagang dan Undang-undang No.31/2000 tentang Desain Industri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T18918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sutiyoso
Yogyakarta: UII Press, 2007
340.1 BAM m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sutiyoso
Yogyakarta: UII Press, 2006
340.1 BAM m (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Herry Helvawan Affandi
"ABSTRAK
MASALAH POKOK.
Secara formal, keberadaan lembaga Leasing di Indone sia diizinkan, tumbuh dan berkembang sejak tahun 1974 dengan dikeluarkaniiya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan,Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indone sia Nomor Kep-122/MK/IV/Vl974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. Dari pengertian Leasing menimbulkan pertanyaan, apakah pengertian Leasing dalam pelaksanaannya sesuai dengan pe ngertian Leasing menurut Surat Keputusan Bersama di ata$, karena seringkali Leasing diartikan sebagai perjanjian sewamenyewa. Pada segi lain, Perjanjian Leasing sebagai lembaga Hukum Perjanjian yang lahir dari praktek kehidupan masyarakat tidak dijxampai pengaturannya di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (K.U.H. Perdata), dan pelaksanaannya didasarkan pada azas kebebasan berkontrak (pasal 1338 ayat (1) K.U.H.Pe:r data). Selain daripada itu, di Indonesia belum ada Undangundang yang khusus mengatur perihal Leasing dan pengaturan tentang hal itu hingga saat ini baru terdapat dalam tingkat Keputusan Menteri Keuangan dan Peraturan-peraturan lainnya di bawahnya. Dengan demikian hal itu dapat memberikan banyak kemungkinan timbulnya masalah-masalah hukum antara para pihak yang terikat dalam perjanjian Leasing. METODE PENELITIAN. Metode penelitian menggunakan data primer dan data sekunder yang disusun dari hasil penelitian kepustakaan, lapangan dan lainnya seperti wawancara, peraturan perundangundangan, bulletin, majalah, artikel yang berkaitan erat dengan dengan materi skripsi. , , HAL-HAL YANG DITEMUI. Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing tersebut merupakan peraturan pertama yang khusus dikeluarkan untuk bidang Leasing. Surat keputusan Bersama itu dan Iain-lain yang di keluarkan belakangan untuk mengatur perihal perjanjian dan kegiatan Leasing di Indonesia, terutama bersifat administratif dan memaksa, yang sesuai dengan sifat memaksa tersebut, tidak memungkinkan penyimpangan daripadanya. Oleh karena perjanjian Leasing masih dikategorikan se bagai perjanjian yang mirip dengan perjanjian sewa-menyewa. maka dalam penetapan syarat-syarat perjanjian Leasing antara para pihak, dapat dipakai atau berpegang kepada ketentuan- ketentuan yang terdapat dalam Buku III K.U.H.Perdata. Jadi pada azasnya dasar hukxam yang lebih luas dan mendalam, yang melandasi perjanjian Leasing dan kegiatan Leasing di Indonesia dewasa ini adalah : a. Azas Konkordansi Hukum berdasarkan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 atas Hukum Perdata yang berlaku bagi penduduk Eropa. b. Pasal 1338 ayat (1) K.U.H. Perdata mengenai azas kebebasan berkontrak serta azas-azas persetujuan pada umumnya sebagaimana tercantum dalam Bab I Buku III K.U. H. Perdata, c. Ketentuan-ketentuan tentang sewa-menyewa yang tercantum di; . dalam pasal 1548 sampai dengan pasal 1580 K.U.H.Per data (Buku III Bab VII) sepanjang tidak diadakan penyimpangan oleh para pihak. Ketentuan sewa-menyewa yang tercantum dalam BukuIII Bab VII K.U.H. Perdata pada umiimnya bersifat mengatur, yang berarti dapat dikesampingkan oleh para pihak yang mengadakan perjanjian. Dalam hal pemberian lease oleh suatu perusahaan Le asing, maka perjanjian Leasing dengan segala ketentuan ser ta syarat-syarat yang ada didalamnya, yang dibuat kemudian disepakati bersama oleh para pihak, merupakan dasar hukum dan sekaligus menjadi' sumber terbitnya perikatan hukum antara para pihak yang terikat dalam perjanjian Leasing. KESIMPULAN. Dari uraian tentang pengertiah, subyek dan obyek dari Leasing, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika dilihat da ri konstruksi hukumnya, Perjanjian Leasing di Indonesia tidak berbeda dengan perjanjian sewa-menyewa biasa. Kwalifikasi subyek dan obyek menentukan perbedaan itu. Disamping itu, hak pilih/bptie dalam perjanjian Le asing selalu dicantumkan sebagai suatu ikatari, walaupun pelaksanaan dari ikatan itu sendiri pada waktunya nanti harus berdasarkan pula suatu perjanjian yang terpisah, yang terlepas dari perjanjian Leasing yang bersangkutan. SARAN-SARAN. Karena bidang usaha Leasing di Indonesia masih relatif baru dan belum banyak dikenal oleh sebagian besar masyarakat, maka diperlukan penyuluhan dan pengarahan tentang berbagai Peraturan- Pemerintah yang berkaitan dengan masalah Leasing. Dan yang tidak kurang pentingnya adalah penciptaan Undang-undang yang khusus mengatur perihal Leasing di Indo nesia yang dapat memberikan perlindungan serta kepastian hu kum bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian Leasing. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monintja, Sammy Manuel
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S25794
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Triana Budiarti
"Hukum Kepailitan merupakan cara penyelesaian utang piutang yang cepat agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi para kreditur. Hukum Kepailitan di Indonesia diatur dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Kepailitan Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nornor 87). Menurut undang-undang tersebut, persyaratan untuk dinyatakan pailit adalah apabila debitur mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Utang harus dapat dibuktikan secara
sederhana. Dengan demikian, harus ada ukuran atau kriteria utang sebagai landasan agar pembuktian utang secara sederhana tersebut dapat dilakukan. Akan tetapi, kriteria tersebut tidak ditemukan dalam undang-undang kepailitan. Di pihak lain, tradisi peradilan di Indonesia menganut sistem civil law. Dalam sistem ini asas precedent tidak berlaku secara mutlak, sehingga pntusan hakim terdahulu dalam perkara yang serupa tidak mengikat hakim kemudian. Para hakim di pengadilan civil law memutuskan perkara berdasarkan pada peraturan perundang-undangan terulis. Apabila peraturan perundang-undangan itu tidak mengatur secara jelas, hakim memiliki kewenangan untuk melakukan penafsiran (interpretasi). Akibat tidak adanya definisi utang, maka kebebasan interpretasi tersebut dapat menimbulkan terjadinya berbagai pengertian utang, yang pada akhirnya
menyebabkan tidak adanya kepastian hukurn. Keadaan ini dapat berdampak terhadap berkurangnya investor asing di Indonesia. Oleh karena itu, dalam upaya memberi kepastian hukum, harus ada rumusan utang dalam hukum kepailitan di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T16257
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meitria Cahyani
"Berkembangnya industri dan perdagagan di Indonesia menyebabkan beredarnya berbagai jenis makanan dalam kemasan di pasaran. Keadaan ini justru membuka peluang bagi produsen untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya, dengan memproduksi makanan dalam kemasan tanpa memperhatikan/mengabaikan mutu, kualitas, maupun higienitas sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan produsen tersebut bila menimbulkan kerugian pada konsumen merupakan perbuatan melanggar hukum sebagaimana diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata. Akibatnya tak jarang kemudian menimnulkan sengketa konsumen. Dalam hal ini posisi konsumen selalu lemah karena di Indonesia belum terdapat hukum positif yang secara khusus dan terperinci mengatur mengenai perlindungan konsumen. Disamping itu tampaknya belum tumbuh kesadaran konsumen akan hak-hak dan tanggung jawabnya. Terhadap produsen yang merugikan konsumen dapat diajukan suatu gugatan ganti kerugian berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata. Namun dewasa ini telah berkembang pula suatu ajaran mengenai tanggung gugat produk (Product liability) yaitu ajaran mengenai tanggung jawab mutlak produsen, yang memberikan beban pembuktian pada produsen apabila terjadi suatu sengketa konsumen. Di terapkannya ajaran ini sedikit banyak telah memperkuat kedudukan konsumen. Salah satu lembaga kemasyarakatan yang peduli dengan masalah perlindungan konsumen adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). YLKI senantiasa siap membantu segala bentuk sengketa konsumen dan mengupayakan proses penyelesaian yang terbaik bagi kedua belah pihak, baik melalui jalur perdamaian antara pihak-pihak yang bersengketa maupun jalur gugat pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>