Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99843 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zoni Fauzi
"Lembaga perkawinan adalah suatu lembaga yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari prilaku kehidupan manusia sehari-hari. Sustu perkawinan dapat dikatakan berakhir jika salah satu dari pasangan suami isteri tersebut meninggal dunia. Islam tidak mengikat mati suatu perkawinan, namun tidak pula mempermudah perceraian. Dan Riddah (murtad) merupakan suatu yang dapat menyebabkan terjadinya perceraian. Pada zaman nabi Muhammad SAW, masalah murtad adalah masalah yang merupakan paling prinsipil dalam kehidupan beragama dan berumahtangga. Dijaman itu jika ditemui adanya perbuatan murtad dalam suatu hubungan perkawinan, maka hubungan perkawinan tersebut langsung difasakhkan. Dan masalah riddah atau murtadnya seorang dalam berumah tangga kini banyak ditemui di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21056
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Darwis
"ABSTRAK
Para ulama sepakat bahwa bentuk kekufuran yang paling
buruk adalah kemurtadan{ar-riddah), kufur setelah Islam
adalah lebih buruk daripada kufur yang asli. Musuh Islam
akan tetap berusaha dengan sekuat tenaga untuk
mengembalikan kekufuran kepada pada pemeluk Islam. Allah
berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 217, yang berbunyi:
"...mereka tidak henti-hentinya, memerangi kamu sampai
mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada
kekafiran), seandainya mereka sanggup...".
Kemudian Allah menjelaskan balasan orang yang mengikuti
musuh yang menyesatkan dari ajaran agama itu dengan
firman-Nya dalam surat al-*Baqarah ayat 217 yang berbunyi:
". . .barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya,
lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang
sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat dan mereka
itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. "
Kemurtadan dianggap sebagai pengkhianatan kepada Islam,
karena di dalamnya terkandung desersi, pemihakan dari
satu umat kepada umat yang lain. Ia serupa dengan
pengkhianatan terhadap negara, karena dia menggantikan
kesetiaan kepada negera lain, kaum yang lain. Kemurtadan
bukan sekadar terjadinya perubahan pemikiran, tetapi
perubahan pemberian kesetiaan dan perlindungan, serta
keanggotaan masyarakatnya kepada masyarakat yang lain
yang bertentangan dan bermusuhan dengannya
Oleh karena itu Islam memenerapkan sikap yang tegas dalam
menghadapi kemurtadan, khususnya dalam bidang perkawinan
murtad yang mengakibatkan putusnya perkawinan. Untuk
sebagai umat Islam hendaknya dapat menjaga diri dari
perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan kerugian pada diri
sendiri dan kerugian pada orang lain."
2004
T36705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Puspa Juita
"Salah satu kewajiban suami yang sekaligus merupakan hak seorang istri adalah pemberian nafkah yang berlangsung tidak hanya selama dalam perkawinan, tapi juga Pasca perceraian. Namun, walaupun sudah ada peraturan Yang mengaturnya, yakni Unang-undang NO.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, tetap saja masih terjadi. kasus-kasus pelanggaran terkait nafkah istri pasca perceraian. Skripsi ini secara umum bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan secara hukum mengenai pemberian nafkah oleh suami kepada istri pasca perceraian. yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Kepustakaan (Library research) yaitu Penelitian any dilakukan untuk memperoleh data sekunder di bidang hukum dengan cara melihat dan mempelajari buku-buku dan dokumen-dokumen atau peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan topik penelitian serta artikel-artikel dari majalah dan internet, yang berhubungan dengan judul dan pokok bahasan an diteliti. Pada akhirnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat ditarlk kesimpulan bahwa walaupun telah terjadi perceraian namun rmntan suami dapat diwajibkan oleb Pengaddlan untuk membayar nafkah pada mantan istrinya. Pertimbang. yang dipakai Majelis Hakim diantaranya adalah ada atau tidaknya tuntutan nafkah, kesalahan istri, anak hasil perkawinan, dan mata pencaharian mantan istri. Terhadap pelanggaran dalam kasus nafkah ini, upaya yang dapat ditempuh adalah pengajuan permohonan eksekusi ke Pengadilan oleh pihak mantan istri."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia;, ], 2008
S21386
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Pudjirahayu
"ABSTRAK
Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri, yang mana dalam perkawinan bertujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sehingga perkawinan haruslah berlangsung seumur hidup dan tidak diputus karena hal apapun juga. Mengenai pemutusan perkawinan, yang paling banyak terjadi karena disebahkan oleh perceraian. Suatu perceraian dapat mengakibatkan dampak bagi suami, isteri serta anak-anak. Oleh karena itu sebaiknya perceraian dihindari, meskipun banyaknya persoalan dan masalah yang dihadapi, jangan sampai perceraian itu terjadi. Dalam kasus pada tesis ini perceraian terjadi karena kurangnya rasa kasih sayang dan perlindungan yang tidak diberikan oleh suami, hal ini menyebabkan isteri mencari kasih sayang dari laki-laki lain. Sehingga yang menjadi pokok pexmasalahannya adalah apa yang menjadi alasan bagi pihak isteri menggugat cerai suaminya padahal isteri sendiri yang melakukan selingkuh, dan bagaimana pandangan Majelis Hakim mengenai adanya bukti perselingkuhan yang dilakukan oleh isteri. Mengenai metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini bersifat yuridis normatif dengan memakai data sekunder, sehingga hasil penelitian yang diperoleh berbentuk evaluatif analitis. Kesimpulan yang dapat diambil dari tesis ini adalah isteri yang melakukan perselingkuhan menggugat cerai suaminya, hal ini dilakukan untuk menutupi perbuatan selingkuh yang dilakukannya, dengan alasan suami sering berlaku kasar dan tidak ada rasa hormat menghormati, tidak menghargai itulah isteri menggugat suami. Selanjutnya tentang adanya bukti perselingkuhan yang dilakukan oleh isteri, Majelis Hakim dianggap menyampingkan bukti tersebut, karena sudah jelas isteri terbukti bersalah. Akhirnya saran yang dapat diberikan adalah seberat apapun masalah yang dihadapi jangan diakhiri dengan perceraian, karena dampaknya dapat menimbulkan penderitaan khususnya bagi anak-anak. Suami isteri harus saling menghargai, saling menghormati, dengan begitu perceraian pasti tidak akan terjadi."
2007
T 17294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Jamil
"Lahirnya Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan mempunyai prinsip mempersulit perceraian. Akan tetapi, prinsip tersebut belum diikuti oleh peraturan lainnya. Hal ini terbukti baik Undang-Undang No. 1 tahun 1974 maupun Undang-Undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama secara tegas masih mengakui hukum acara yang lain, seperti HIR, Rbg, dan lain sebagainya. Adapun hukum acara yang secara khusus diatur dalam UU No. 7 tahun 1989 hanya masalah cerai talak, cerai gugat dan cerai dengan alasan zina. Dalam hal pembuktian masih menggunakan HIR, Rbg, BW dan sebagainya.
Pengakuan merupakan salah satu alat bukti yang diatur HIR, Rbg, BW, dengan demikian dapat dimungkinkan terjadinya kesepakatan untuk melakukan perceraian dengan menggunakan peluang pengakuan sebagai alat bukti. Hal ini bertentangan dengan prinsip Undang-Undang No. 1 tahun 1974, PP No. 9 tahun 1975. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui penerapan alat bukti pengakuan dalam perkara perceraian, (2) mengetahui dan mengkaji kekuatan bukti pengakuan dalam perkara perceraian di pengadilan agama, (3) untuk mengetahui pertimbangan hakim terhadap pengakuan sebagai alat bukti dalam perkara perceraian.
Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti putusan pengadilan agama yang menggunakan pengakuan sebagai dasar pertimbangan putusan. Responden dalam penelitian ini adalah hakim pengadilan agama Yogyakarta dengan menggunakan teknik wawancara secara mendalam.
Hasil penelitian yang diperoleh, (1) hakim menerapkan alat bukti pengakuan dalam perkara perceraian secara mutlak, (2) pengakuan merupakan alat pembuktian yang kuat dan bersifat sempurna serta menentukan, artinya bahwa dengan diakuinya dalil gugatan atau permohonan talak hakim tidak membutuhkan pembuktian lanjutan, hakim dapat mengabulkan gugatan atau permohonan talak, (3) hakum menggunakan alat bukti pengakuan sebagai dasar pertimbangan putusannya, berdasarkan kaedah fikiyah, dan Pasal 164 HIR, 174, 175 dan 176, karena hakim berpendapat bahwa pengakuan termasuk alat bukti yang sah dan diatur dalam Undang-undang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rohana Amelia Putri H.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S26309
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novie A. Bellina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S22295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardalena Rahmi
"ABSTRAK
Perkawinan dalam Islam merupakan salah satu sunnah Rasul untuk memelihara manusia dari kesesatan, serta untuk meneruskan keturunan. Tujuan perkawinan menurut Islam adalah mewujudkan kehidupan rumah tangga sakinah, mawaddah, dan rahmah. Tujuan perkawinan untuk membentuk rumah tangga yang kekal dan bahagia bukanlah merupakan hal yang mudah sehingga sering kali terjadi perceraian, salah satu penyebab adanya perceraian adalah salah satu pihak pindah agama, ke agama semula (murtad) atau memasuki agama lain selain Islam. Dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tidak diatur mengenai perkawinan yang salah satu pihak tidak beragama Islam lagi (murtad) akan tetapi menurut hukum Islam perkawinan tersebut sudah tidak memenuhi persyaratan lagi dan harus diceraikan oleh lembaga yang berwenang yang dalam hal ini adalah pengadilan. Bagaimana kewenangan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perkara perceraian bila salah satu pihak murtad menurut hukum Islam? Apakah akibat hukumnya apabila salah satu pihak pindah agama (murtad) menurut hukum Islam? Metode penelitian ini adalah kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, jenis data dan sumber data yang di pergunakan adalah studi kepustakaan (Library Research) dan wawancara dengan hakim di Pengadilan Agama Palembang sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yaitu kewenangan hakim Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perceraian karena salah satu pihak pindah agama (murtad) adalah hukum yang berlaku pada waktu pernikahan dilangsungkan. Apabila perkawinannya di lakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) yang berwenang adalah Pengadilan Agama tetapi apabila perkawinan di .lakukan di Kantor Catatan Sipil yang berwenang adalah Pengadilan Negeri. Akibat hukum bila salah satu pihak pindah agama (murtad) menurut hukum Islam adalah perkawinan tersebut adalah batal sehingga berakibat sebagai berikut yaitu bila melakukan hubungan biologis hukumnya adalah berzinah/haram, suami isteri yang berbeda agama tidak saling mewarisi, nasab (garis keturunan) tidak dapat di sandarkan kepada ayahnya, seseorang yang murtad tidak mempunyai hak untuk menjadi wali dari anaknya."
2007
T 17402
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Many divorces happened mainly caused by cruel treatment of husband. these cases were generally influenced by traditional culture that women had to obey their husband's order. The wives that could not take and did not agree with the cruel treatment might plaintiff for divorce. It was therefor necessary for women to understand the law and increase their legal awarness through legal information activities"
343 JPIH 21 (1999)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Nachita
"Tesis ini meneliti mengenai akibat hukum perceraian antara suami isteri terhadap harta bersama yang belum dibagi yang menjadi objek dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Dalam pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas harta bersama yang belum dibagi, diperlukan persetujuan dari mantan isteri atau suami, apabila tidak ada persetujuan maka akan menimbulkan kerugian bagi pihak yang tidak setuju itu. Dalam penelitian ini, penulis mengangkat 2 (dua) pokok permasalahan, yang pertama adalah bagaimana akibat hukum perceraian suami isteri terhadap harta bersama yang belum dibagi yang menjadi objek dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli? Lalu yang kedua adalah bagaimana tanggungjawab Notaris atas Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagaimana dalam putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor: 02/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/III/2015? Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang menekankan pada norma-norma hukum tertulis dengan pendekatan yuridis yang mempergunakan sumber data sekunder, digunakan untuk menganalisa berbagai peraturan perundang-undangan di bidang hukum perkawinan dan jabatan Notaris, buku-buku dan artikel-artikel yang mempunyai korelasi dan relevan dengan permasalahan yang akan diteliti.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, akibat hukum yang terjadi atas pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli ini adalah dirugikannya pihak isteri sebagai orang yang turut memiliki hak atas objek tersebut dan dirugikannya pihak pembeli dalam perjanjian tersebut. Lalu tanggungjawab Notaris atas Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuatnya adalah dijatuhkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis yang dijatuhkan oleh Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta karena Notaris terbukti melanggar Pasal 16, 39 dan 47 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Jabatan Notaris.

This thesis examines the legal consequences of a divorce between husband and wife to the undivided joint marital property that being an object on sale and purchase agreement. In making a sale and purchase agreement of undivided joint marital property, the consent of the spouses is required, if the consent is none, it will cause a losses to the disagreed party. In this study, the authors raised two main ideas, first, how is the effect of a divorce between husband and wife to the undivided joint marital property that being an object on sale and purchase agreement? The second is how the responsibility of Notary on the sale and purchase agreement as mentioned in Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor: 02/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/III/2015? The research method that will be used in this study is juridical-normative.
The results of this study indicate that, the legal consequences of making this sale and purchase agreement is the disadvantage of the wife as the person who also has the right to the object and also disadvantage of the buyer in the agreement. Then the responsibility of the Notary on the Sale and Purchase Agreement he made is an administrative sanction in the form of written warning imposed by the Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris DKI Jakarta because the Notary was proven to violate Articles 16, 39 and 47 Law Number 2 Of 2014 Concerning Amendment to Law Number 30 Of 2002 Concerning Jabatan Notaris.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>