Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195095 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sulistiyawati
"Putusnya hubungan perkawinan karena perceraian selain berakibat bagi bekas suami dan isteri, juga membawa akibat terhadap anak dibawah umur. Perceraian suami isteri dapat terjadi karena berbagai upaya yang dilakukan kedua belah pihak untuk mengakhiri konflik yang terjadi mengalami jalan buntu, maka perceraian merupakan jalan keluar yang paling baik bagi pasangan suami isteri yang tidak mungkin lagi dapat hidup rukun, sebagaimana yang dituju oleh ikatan perkawinan. Salah satu akibat dari perceraian antara suami isteri terhadap anak dibawah umur menimbulkan perwalian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada 3 macam perwalian, perwalian oleh suami/isteri, Perwalian dengan surat wasiat dan perwalian yang diangkat oleh hakim, sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ada 2 macam, perwalian yang diangkat oleh hakim dan perwalian dengan surat wasiat. Akibat perceraian terhadap anak dibawah umur menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 229 ayat 1 Perwalian diserakan kepada seorang dari kedua orang tuanya sebagai wali, ini merupakan kekuasaan yang bersifat individual, sedangkan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 41 (a) perwalian oleh bapak atau ibu, ini merupakan kekuasaan yang bersifat kolektiĀ£. Tanggung jawab orang tua, terhadap anak dibawah umur berbeda antara Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan bahwa kewajiban itu bukan hanya sampai pada dewasa tetapi sampai mereka mampu untuk berdiri sendiri walaupun telah terjadi ikatan perkawinan antara orang tuanya putus."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21211
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rohana Amelia Putri H.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S26309
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Florence Vidya Widjaja
"Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa serta dapat melanjutkan generasi dengan memperoleh keturunan. Kewajiban orang tua untuk menjaga keharmonisan dalam keluarga, karena keharmonisan dalam rumah tangga merupakan hal yang terpenting untuk berkembangnya anak secara jasmani maupun rohani. Namun perkawinan tidak selalu dapat berjalan dengan harmonis, pada kenyataannya tidak sedikit perkawinan yang putus karena terjadinya perceraian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dasar pertimbangan oranq tua yang bercerai mendapatkan hak asuh atas anak dibawah umur dan memahami akibat hukum yang timbul apabila orang tua yang memperoleh kuasa asuh terhadap anak tidak dapat memenuhi kewajibannya setelah terjadinya perceraian.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan bersifat yuridis normative dengan tinjauan terhadap hukum perkawinan. Data yang digunakan adalah data sekunder dan analisa dilakukan secara kualitatif dengan menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penetapan hak asuh anak dibawah umur akibat putusnya perkawinan karena perceraian orang tuanya guna mengetahui kesesuaian peraturan dengan kenyataan.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan tanggung jawab orang tua setelah terjadinya perceraian tidak menyebabkan hapusnya kekuasaan orang tua, sedangkan untuk anak yang masih di bawah umur akan berada dalam asuhan ibunya sedangkan biaya pemeliharaan akan menjadi tanggung jawab bapak dan apabila bapak tidak mampu, maka pengadilan akan menentukan bahwa ibu akan ikut memikul biaya pemeliharaan tersebut. Namun dalam hal-hal tertentu hakim dapat menetapkan hak asuh jatuh kepada bapak, apabila ibu dari anak tersebut berkelakuan buruk dan tidak dapat menjadi orang tua yang baik bagi anaknya.
Apabila orang tua yang mendapatkan hak asuh tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya, sedangkan orang tua yang lain yang tidak mendapatkan kuasa asuh juga melalaikan kewajibannya, maka didasarkan pada kepentingan yang terbaik bagi anak tersebut, maka pengadilan dapat mencabut kekuasaan orang tua terhadap anak dan mengangkat seorang wali bagi anak tersebut. Pencabutan kekuasaan ini menyebabkan hilangnya hak orang tua atas anak, tetapi tetap tidak mengurangi kewajiban orang tua untuk membiayai pemeliharaan Serta pendidikan. anaknya yang' masih dibawah umur tersebut sampai anak itu dewasa atau dapat berdiri sendiri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16537
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marlisye Pandin
"Tujuan Perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang kekal dan sejahtera jasmani dan rohani, merupakan kewajiban kedua orang tua untuk menjaga keharmonisan dalam keluarga, karena keharmonisan dalam rumah tangga merupakan hal yang utama untuk mewujudkan pelaksanaan kesejahteraan anak, orang tua yang pertama dan bertanggung jawab atas kesejahteraan anak. Bila terdapat penyalah gunaan kekuasaan atau penelantaran anak maka orang tua dapat dicabut hak penguasaan anaknya. Walaupun tidak secara tegas dicantumkan namun masih dapat kita jumpai pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan kesejahteraan anak yaitu dalam bab-bab yang mengatur tentang kekuasaan orang tua dan Perwalian. Hal yang mendasari setiap putusan Hakim di Pengadilan adalah untuk memberikan kesejahteraan anak dengan mengutamakan kepentingan anak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hesti Lestari
"Tujuan suatu perkawinan pada intinya adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Walaupun begitu, dengan alasan-alasan tertentu perkawinan dapat putus karena perceraian. Perceraian menimbulkan beberapa akibat, antara lain terhadap hubungan orang tua dengan anak di bawah umur. Dengan bercerainya kedua orang tua, harus ditentukan dengan orang tua yang manakah anak akan tinggal. Pasal 41 butir a Undang-Undang no. 1 tahun 1914 tentang Perkawinan menentukan bahwa apabila terjadi berselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi putusannya. Putusan ini menentukan siapa yang berhak mengas uh anak, semata-mata didasarkan pada kepentingan anak. Pada kenyataannya, putusan mengenai penguasaan anak didasarkan pada permohonan para pihak, sehingga kepentingan anak belum tentu benar-benar terwakili. Untuk itu, dirasa perlu untuk melibatkan pihak tertentu yang dapat memperhatikan dan mewakili kepentingan anak dalam proses pemeriksaan mengenai penguasaan anak ini. Selain itu hak penguasaan dalam prakteknya diberikan oleh hakim dalam bentuk perwalian, padahal dalam Undang Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak diatur bahwa kekuasaan orang tua beralih menjadi perwalian setelah Grang tua bercerai. Pemakaian "perwalian" oleh hakim ini menimbulkan ketidak seragaman dan kerancuan dalam bidang hukum Seharusnya, berdasarkan pengaturan yang ada, penguasaaan terhadap anak tidak diberikan dalam bentuk perwalian. Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan pengaturan yang ada ini mungkin akibat tidak adanya pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penguasaan anak. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk membentuk peraturan yang mengatur lebih lanjut mengenai penguasaan anak. Peraturan ini harus meliputi: 1. dalam bentuk apa penguasaan anak diberikan, 2. hal-hal apa saja mengenai kepentingan anak yang harus diperhatikan, dan 3. bagaimana proses pemeriksaan dan penentuan hak penguasaan anak dilangsungkan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S21035
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Keshya Baby Putri Ashilla
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan pengaturan ketentuan hak asuh anak di bawah umur akibat perceraian di Indonesia dan Texas, Amerika Serikat. Salah satu akibat perceraian adalah dampaknya bagi anak di bawah umur yang ada dalam perkawinan tersebut. Tak jarang hal tersebut kemudian menimbulkan sengketa tersendiri dalam perkara perceraian. Atas dasar hal tersebut, pengaturan yang jelas dan rinci mengenai hak asuh anak di bawah umur akibat perceraian tentu diperlukan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dimana penelitian menekankan pada data sekunder yaitu penggunaan norma-norma hukum tertulis dan perbandingan mengenai hukum Indonesia dan Texas, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa ketentuan mengenai hak asuh anak di bawah umur akibat perceraian di Indoensia masih perlu dilengkapi dan dilakukan perubahan-perubahan. Pemerintah sebagai pihak yang memegang kekuasaan didorong untuk melakukan perubahan tersebut sehingga penerapannya dapat diberlakukan dengan jelas dan tegas.

This thesis explains the comparison of child custody regulation due to a divorce between Indonesia and Texas, United State of America. One of the consequences of a divorce is the impact on the child/ren in the marriage. This can eventually lead to another dispute within the divorce itself. Therefore, a detailed and definite law regarding legal child custody due to a divorce is certainly necessary. This study was conducted using normative juridical approach, which emphasized on secondary data, such as the application of the legal norms and comparison of the laws between Indonesia and Texas, United State of America. The result of this study illustrates the current need of improvement in the regulation regarding legal child custody study in Indonesia. The government, as the stake holder, is encouraged to make changes and improve, so that the implementation can be applied clearly and improved."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlis Litarosalia
"Dengan adanya suatu perkawinan, maka terbentuklah kelompok harta yang dapat berupa harta bawaan ataupun harta bersama, dan bagi suatu keluarga harta merupakan salah satu syarat untuk menjamin kelangsungan suatu rumah tangga. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan suatu perkawinan yang telah dibina bersama Kandas di tengah jalan yang mengakibatkan perceraian. Akibat hukum perceraian salah satunya menyangkut harta benda di dalam perkawinan. Mengenai harta bawaan jika terjadi perceraian akan kembali kepada masing-masing pihak, jika tidak ditentukan lain oleh para pihak, sebagaimana didasarkan kepada penafsiran Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974. Sedangkan terhadap harta bersama menurut Pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974 diatur menurut hukumnya masing-masing, yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing adalah hukum agama, hukum adat, dan hukum lainnya. Jika kemudian para pihak yang bersengketa tunduk pada hukum yang berbeda ataupun salah satu pihak mengklaim harta benda itu bukan merupakan harta bersama. Ini berarti bagi para penegak hukum di dalam pelaksanaannya berusaha untuk menyelesaikannya dengan prinsip keadilan yang sewajar nya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S21193
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Marzen
"Pada dasarnya sebuah perkawinan dilangsungkan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan akan tercapai bila perkawinannya dilangsungkan secara sah, baik sah secara agama maupun sah menurut negara. Perkawinan merupakan perbuatan hukum dan karenanya berakibat hukum pula. Di antara akibat hukumnya adalah anak berhak mewaris dari kedua orang tuanya. Semua hak-hak yang ditimbulkan akibat dari sebuah perkawinan tidak akan timbul bila perkawinannya dilangsungkan secara tidak sah. Begitu juga terhadap perkawinan di bawah tangan yaitu perkawinan yang dilangsungkan hanya menurut ketentuan agama saja, tidak memenuhi aturan negara sehingga perkawinan tersebut tidak tercatat pada Kantor Pencatatan Perkawinan, sebagai bukti bahwa perkawinan sudah dilakukan secara sah menurut hukum positif.
Beberapa pokok permasalahan yang ditemukan adalah apakah anak yang dilahirkan dari perkawinan di bawah tangan dapat diakui oleh ayah biologisnya, dan bagaimana perlindungan hukum terhadap anak hasil perkawinan di bawah tangan. Undang-Undang Perkawinan yang walaupun sudah dibuat sesempurna mungkin tetapi ternyata masih ada yang tidak mentaatinya sehingga terjadi penyelundupan hukum seperti misalnya terjadinya perkawinan di bawah tangan tersebut, yang dapat merugikan isteri serta anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut, karenanya diperlukan upaya hukum untuk melindungi hak-hak istni dan anakanaknya tersebut.
Maka, melalui penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan tipologi penelitian bersifat deskriptif dengan bentuk evaluatif, telah secara khusus meneliti mengenai perlindungan hukum terhadap anak hasil perkawinan di bawah tangan berdasarkan Undang-Undang Perkawinan. Sebagai kajian lebih mendalam kami bahas mengenai kasus upaya hukum terhadap pengesahan perkawinan dan status hukum anak hasil perkawinan di bawah tangan baik oleh yang beragama Islam, maupun oleh yang beragama non-Islam.
Dan penulis berkesimpulan bahwa anak yang dilahirkan dari perkawinan di bawah tangan dapat diakui oleh ayah biologisnya. Dengan disahkannya perkawinan di bawah tangan oleh Pengadilan maka anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut menjadi anak sah dan terlindungi hak-haknya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16531
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>