Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108487 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Marliati
"Kajian dan analisis hukum skripsi ini dilatarbelakangi oleh kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri, baik berupa kekerasan fisik, psikologis, seksual maupun ekonomi yang menyebabkan keretakan rumah tangga. Penyusunan skripsi ini didasarkan pada beberapa pokok permasalahan antara lain usaha-usaha yang dilakukan oleh istri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga sebelum perceraian, cara istri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga mengajukan perceraian dan hak-hak mantan istri korban kekekerasan dalam rUmah tangga setelah perceraian. Metode penelitian yang dipergunakan penyusun adalah library research, dimana penyusun mengumpulkan bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan penyusunan skripsi ini dan kemudian menelaahnya. Kesimpulan dari penelitian ini antara lain bahwa sebelum perceraian, istri harus terlebih dahulu menempuh usaha-usaha dalam mengatasi kekerasan dalam rumah tangga seperti berdiskusi dengan suami, mengangkat hakam dari pihak keluarga suami dan istri dan melapor ke polisi dengan jalan yang ma'ruf, bahwa istri berhak mengajukan perceraian ke pengadilan agama jika usaha-usaha tersebut tidak berhasil, dan bahwa setelah perceraian, mantan istri berhak atas tempat tinggal, biaya hidup, uang hiburan atau mut'ah, mahar, harta bawaan , harta perolehan masing-masing pihak sendiri-sendiri, setengah harta bersama, pemeliharaan anak (hadhanah) dan perwalian anak."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
S21063
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raras Nariswari
"Kajian dan analisis hukum skripsi ini dilatar belakangi oleh kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri dalam lingkup rumah tangga baik berupa kekerasan fisik, psikis, seksual maupun penelantaran ekonomi yang marak terjadi dewasa ini. Penyusunan skripsi ini didasarkan pada beberapa pokok permasalahan, antara lain bagaimana kedudukan suami istri dalam rumah tangga menurut Hukum Perkawinan Islam, bagaimana hukum Islam mengatur perbuatan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan suami terhadap istrinya, serta akibat hukum yang timbul dari suatu tindak kekerasan oleh suami terhadap istri. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Dalam Islam, kedudukan suami maupun istri adalah sama, kecuali dalam hal kepemimpinan. Suami berperan sebagai kepala keluarga, sementara istri memegang peran sebagai kepala rumah tangga. Dalam perkawinan baik suami maupun istri memegang perannya masing-masing yang menentukan keberlangsungan hidup rumah tangga. Penyelewengan atas peran tersebut menyebabkan ketidak seimbangan sehingga terjadi perselisihan yang terkadang menyebabkan pertengkaran disertai dengan tindak· kekerasa yang kebanyakan dilakukan suami terhadap istri. Islam mengatur bahwa tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istrinya sama dengan tindak kriminalitas atau jarimah. Hal ini berdasarkan pengertian kriminalitas (jarimah), yaitu segala larangan syara', yakni melakukan hal-hal yang dilarang dan/atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan yang diancam dengan hukum had atau ta'zir. Sementara kejahatan dalam Islam adalah perbuatan tercela (al-qobih) yang ditetapkan oleh hukum syara'. Selain itu, di Indonesia sendiri tindak kekerasan dalam rumah tangga dapat dikenai sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti dalam UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arieska Putri Hakim
"Dalam kehidupan sehari-hari banyak ditemukan perkawinan yang tidak dapat berjalan mulus seperti yang diharapkan sehingga berakibat pada perceraian, yang salah satu penyebabnya adalah kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Oleh karena itu dalam skripsi ini akan dibahas bagaimana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat memberikan perlindungan hukum khususnya terhadap istri dari kekerasan dalam rumah tangga sebagai alasan untuk mengajukan perceraian, bagaimana peranan Pemerintah dalam mengimplementasikan Undang-Undang tersebut, dan dampak yang terjadi dalam masyarakat sebagai akibat dari adanya Undang-Undang ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder, yang menghasilkan penelitian deskriptif tentang perlindungan hukum terhadap kekerasan rumah tangga dalam hubungan suami-istri, khususnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Keberadaan Undang-Undang ini mengatur dan menjamin agar setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan, dan memberikan perlindungan dari kekerasan yang mungkin terjadi dalam rumah tangga, juga mewajibkan pemerintah dan masyarakat untuk membantu pengentasan kekerasan dalam rumah tangga, dalam bentuk komunikasi informasi serta edukasi mengenai kekerasan rumah tangga, juga menyediakan sarana dan prasarana untuk membantu korban, serta memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga dan teman korban. Saran dari penulis yaitu hendaknya upaya perlindungan ini dilakukan secara konkrit berupa perintah pengadaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dari badan yang berwenang, dan bekerja sama dengan instansi-instansi terkait dalam rangka sosialisasi Undang-Undang atau pengadaan seminar tentang kekerasan rumah tangga, agar masyarakat luas dapat mengetahuinya secara jelas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21164
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nuniek Setyo Wardani
"Tujuan penelitian memperoleh gambaran pengaruh assertive training therapy (ATT) terhadap kemampuan asertif dan persepsi istri terhadap risiko kekerasan dalam rumah tangga suami. Desain penelitian "Quasi Experimental Pre-Post Test With Control Group". Sampel penelitian ini berjumlah 60 orang istri dengan resiko kekerasan dalam rumah tangga, 30 orang diberikan assertive training therapy dan 30 orang mendapatkan terapi generalis.
Hasil penelitian didapatkan bahwa ATT berpengaruh meningkatkan kemampuan asertif istri secara bermakna sebesar 86,9% dan persepsi istri terhadap risiko kekerasan dalam rumah tangga suami menurun secara bermakna sebesar 71,3%. Istri yang diberi ATT mempunyai kemampuan asertif yang meningkat secara bermakna dan persepsi istri terhadap risiko kekerasan dalam rumah tangga suami lebih rendah dibandingkan yang tidak diberikan ATT. Assertive Training Therapy direkomendasikan untuk istri dengan resiko kekerasan dalam rumah tangga.

Purpose of the study was to discover the effect of assertive training therapy (ATT) to assertive ability and wive perception to husband with risk of domestic violence. The study's design was Quasi Experimental Pre-Post Test With Control Group. Sample of the study is 60 wives with the risk of domestic violence, 30 people were given assertive training therapy and 30 people get a generalist therapy.
Result showed that the ATT effect increases significantly the wife assertive ability of 86.9% and the wife's perception of the risk of domestic violence by husbands were significantly decreased 71.3%. ATT has a wife who is given a Assertive skills increased significantly and the wife's perception of the risk of domestic violence is lower than the husband who is not given ATT. Therapy Training assertive recommended to his wife with the risk of domestic violence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Kurniawan
"Tesis ini membahas upaya perlindungan hukum terhadap isteri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami. Penelitian ini bertujuan memperoleh pemahaman tentang perlindungan hukum terhadap isteri yang menjadi korban tindakan kekerasan suami. Faktor penyebab terjadinya kekerasan ini disebabkan karena faktor kepedulian keluarga dan lingkungan, faktor budaya, faktor penegakan hukum, faktor ekonomi, faktor kepribadian suami. Peranan petugas penegak hukum dalam melindungi hak-hak perempuan telah dimulai sejak ditemukannya kasus kekerasan ke petugas kepolisian hingga saat pemeriksaan di pengadilan. Diawali dari lembaga Kepolisian yang menerima pengaduan tentang adanya tindak kekerasan, untuk melindungi korban yang melaporkan kekerasan yang dialaminya. Setelah proses melapor, polisi membuat berkas perkara yang kemudian akan dilimpahkan ke kejaksaan. Kemudian kejaksaan akan membuat dakwaan dan tuntutan yang akhirnya akan diputus oleh hakim di Pengadilan. Kejaksaan memiliki peran yang sangat penting dalam proses penegakan hukum pidana, karena dapat tidaknya perkara pidana masuk ke pengadilan adalah tergantung sepenuhnya oleh Kejaksaan (Penuntut Umum). Peranan seorang hakim dalam melindungi hak hak perempuan adalah memberikan keadilan kepada korban maupun terdakwa dalam hal kasus tersebut telah diperiksa oleh pengadilan. Dalam memberikan keadilan bagi korban dan terdakwa, hakim juga melihat unsur penyesalan dari terdakwa, sehingga hakim tidak semata-mata berpatokan kepada tuntutan jaksa dan ancaman pidana tetapi dengan memperhatikan sikap, kelakuan terdakwa selama pemeriksaan, apakah terdakwa sudah berlaku baik atau tidak, apakah ada penyesalan atau tidak sehingga penjatuhan putusan tidak semata mata untuk menghukum tetapi memberi pelajaran agar tidak mengulangi lagi perbuatannya. Dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap isteri yang menjadi korban tindakan kekerasan suami ditemukan beberapa kendala. Kendala tersebut diantaranya disebabkan oleh faktor hukumnya sendiri, faktor petugas penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat, faktor budaya.

This thesis discusses the legal safeguards against wives who are victims of domestic violence committed by husbands. This study aims to gain an understanding of legal protection for his wife who become victims of violent husbands. Factor contributing to the violence is due to family concerns and environmental factors, cultural factors, law enforcement factors, economic factors, personality factors husband. The role of law enforcement officers in protecting women's rights have been initiated since the discovery of cases of violence to the police officer until the time of examination in court. Starting from police agencies that receive complaints about abuses, to protect victims who report mistreatment. After the report, the police make a case file will then be handed over to prosecutors. Then the prosecutor will make the charges and demands that will eventually be decided by the judge in court. Attorney has a very important role in the process of criminal law enforcement, because whether or not a criminal case goes to trial is dependent entirely by the Attorney (prosecutor). The role of a judge in protecting women's rights is to give justice to the victim and the defendant in this case has been examined by the court. In delivering justice for victims and defendants, judges also look at elements of the defendant's remorse, so the judge does not merely adhere to the demands and threats of criminal prosecution, but noted the attitude, behavior of the defendant during the examination, whether the defendant had a good effect or not, are there any regrets or not so that the imposition of a decision not to punish but purely to give a lesson to not repeat his actions. In an effort to provide legal protection for his wife who become victims of violent husbands found several problems. The constraints caused by factors including its own law, law enforcement officials factors, factor means and facilities, community factors, cultural factors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31385
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kuswardani Susari Putri
"Kesejahteraan Psikologis adalah konsep multi dimensional mengenai sejauh mana seseorang menjalankan fungsi-fungsi psikologisnya secara positif. Berdasarkan teori psikologi klinis, psikologi perkembangan dan teori kesehatan mental, Ryff mengemukakan 6 dimensi yang tercakup dalam kesejahteraan psikologis, yaitu 1) dimensi penerimaan diri (Self-Acceptance) yang mengacu pada penilaian diri dan penerimaan masa lalu secara positif dimana hubungan yang positif dengan orang lain (Positive Relationship with Othem), yang mengacu pada kemampuan seseorang menjalin hubungan yang berkualitas dengan orang lain, 3)dimensi otonomi (Autonomy), yang mengacu pada mengacu pada kemandirian, 4) dimensi penguasaan lingkungan (Environmental Mastery), yang mengacu pada kemampuan individu memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi psikis dan kebutuhan individu. 5) dimensi tujuan hidup (Purpose in LW), yang mengacu pada kehidupan yang dirasa bermakna dan adanya tujuan hidup yang jelas dan 6) dimensi pertumbuhan pribadi (Personal Growth) yang mengacu pada pengembangan potensi-potcnsi yang ada, tumbuh dan berkembang sebagai pribadi.
Dalam penelitian ini, dampak psikologis dari kekerasan yang pernah dialami oleh seorang istri diasumsikan sebagai titik tolak keadaan kesejahteraan psikologisnya pada saat ini. Tindak kekerasan terhadap istri yang terjadi dalam lingkup rumah tangga lebih kita kenal dengan istilah kekerasan domestik (domestic violence), di mana pelaku kekerasan pada umumnya adalah pasangan atau suami. Perilaku kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri dapat membahayakan kesejahteraan fisik maupun kesejahteraan psikologis bagi seorang istri. Secara psikologis perempuan akan memiliki self esteem yang rendah. Selain itu, kekerasan yang dilakukan secara berulang-ulang juga akan menyebabkan perempuan menjadi pasif dan mengembangkan learned helpiessness (kehilangan keyakinan akan kemampuan untuk keluar dari suatu keadaan) karena tidak menemukan jalan keluar, sehingga percaya bahwa setiap tindakan yang diambil akan memperburuk situsi, yang lebih dikenal dengan islilah batered women 's syndrome.
Pandangan umum menyatakan bila kita berada dalam situasi yang menyakitkan atau membahayakan, maka kita akan menghindari atau keluar dari situasi tersebut. Akan tetapi, dalam menghadapi kekerasan dalam rumah tangga, keputusan untuk meninggalkan hubungan kekerasan merupakan keputusan yang sulit karena berbagai faktor yang harus dipertimbangkan oleh istri seperti ketergantungan ekonomi pada suami, tidak adanya dukungan sosial dari lingkungan bahkan adanya ancaman dari suami yang akan membunuhnya.
Selanjutnya, perempuan juga akan menghadapi stigma sosial bahwa ia dianggap tidak mampu menjadi istri yang baik sehingga suami bertindak kasar terhadapnya. Pertimbangan-pertimbangan tersebut seringkali membuat perempuan tetap bertahan dalam hubungan yang penuh kekerasan. Bertahan dalam situasi kekerasan dan penganiayaan membuat perempuan belajar suatu survei techniques atau strategi coping. Namun, ketika strategi coping ini ternyata tidak mampu untuk melindungi diri dan anak dan kekerasan, maka mereka akhimya pergi atau keluar dari hubungan tersebut. Mengakhiri hubungan yang penuh kekerasan berarti harus berpisah dari suami. Pada kenyataannya, hukam hal yang mudah bagi istri untuk melanjutkan kehidupan beserta anak-anaknya setelah bercerai dari suami yang abusive. Banyak hal yang harus dilakukan, dihadapi, dan dibcnahi atau diperbaiki oleh perempuan tersebut. Misalnya, apa yang harus ia lakukan untuk membiayai hidupnya dan anaknya jika dulunya ia hanya tergantung secara finansial pada suaminya, bagaimana ia memulihkan luka-luka (fisik dan psikis) setelah mengalami tindakan kekerasan yang dilakukan oleh mantan suaminya, dan sebagainya. Hal-hal tersebut bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, diperlukan tenaga dan waktu yang lama, juga perjuangan yang besar karena secara psikologis dampak kekerasan yang dialami dapat menyebabkan istri mengalami stres pasca trauma (PTSD), deprsi, bahkan muncul keinginann untuk bunuh diri. Selain itu, luka batin yang dirasakannya dapat mengakibatkan istri memiliki self esteem 'rendah yang akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologisnya walaupun ia sudah meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan tersebut. Dari uraian di atas, terlihat bahwa akibat dari kekerasan yang dialami, bukan saja menyebabkan istri memiliki perasaan learned heyrlessnavs saat masih bertahan dalam situasi kekerasan. Bahkan setelah bercerai sekalipun dampaknya masih tetap dirasakan, seperti merasa tidak percaya pada kemampuannya, selalu berpikir negatif tentang dirinya dan masih memiliki rasa bersalah mengenai keputusannya untuk bercerai dari suaminya. Hal tersebut secara langsung menghambat perempuan tersebut dalam merealisasikan fungsi positif yang ada pada dirinya yang dapat mengganggu kondisi kesejahteraan psikologisnya. Penelitian ini mengkaji kesejahteraan psikologis istri yang telah bercerai dari suami pelaku kekerasan dalam rumah tangga.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa :
Secara umum ke 3 subyek merasa kurang sejahtera secara psikologis jika dibandingkan dengan ibu-ibu rumah tangga biasa. Hal ini tampak pada profil yang dihasilkan terhadap pengukuran SKP yang menunjukkan bahwa 3 subyek menunjukkan skor yang lebih rendah pada setiap dimensinya jika dibandingkan dengan skor rata-rata pembandingnya. Namun demikian dari hasil ‘wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa 2 diantaranya (V dan Y) merasa lebih sejahtera dan satu subyek lainnya (S) merasa kurang sejahtera secara psikologis sesuai dengan profil SKP yang dihasilkan. Memperhatikan hasil penelitian ini dapat diajukan beberapa saran agar penelitian berikutnya dapat menjadi lebih baik 1 yaitu perlu memperbanyak subyek penelitian hingga diperoleh suatu kesimpulan yang lebih luas mengenai gambaran kesejahteraan psikologis istri setelah bercerai meninggalkan suami yang abusive. Kemudian juga disarankan bahwa mengingat topik ataupun persoalan yang ingin diteliti merupakan persoalan yang sensitif, maka peneliti selanjutnya diharapkan dapat membentuk raport yang lebih baik lagi terhadap subyek penelitian, yaitu lebih banyak waktu untuk berinteraksi dengan subyek dan lingkungannya sebelum melakukan wawancara penelitian Hal ini dilakukan agar peneliti mengetahui penyebab yang dapat menimbulkan perbedaan antara hasil self report dengan wawancara yang dilakukan. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan melibatkan significant others agar pemahaman mengenai kesejahteraan psikologis pada istri yang telah bercerai dari suami yang abusive, dapat menjadi lebih banyak dan menyeluruh. Perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan bagaimana keadaan kesejahteraan psikologis dengan pengalaman yang sama pada subyek yang sudah lama masa bercerainya dan tidak bergabung dalam Mitra Apik. Selain itu saran praktis yang diajukan apabila konselor menghadapi permasalahan tersebut adalah diutamakan melakukan konseling yang bertujuan untuk meningkatkan self esteem dan mereduksi perasaan learnerd helplesness yang masih menjadi keluhan utama bagi istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga meskipun telah bercerai dari suaminya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baby Ingrid
"Seiring dengan perkembangan yang terjadi di berbagai bidang kehidupan, kini wanita maupun pria memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri. Wanita yang bekerja di luar rumah menjadi sorotan masyarakat ketika ia memutuskan untuk tetap bekerja setelah menikah dan mempunyai anak. Pandangan tradisional masyarakat menuntut wanita untuk bertanggung jawab terhadap urusan rumah tangga dan pengasuhan anak. Ada berbagai alasan mengapa seorang istri memutuskan untuk bekerja. Selain untuk memperoleh penghasilan (ekonomis) juga adanya kebutuhan untuk memperluas wawasan intelektual dan interaksi sosial (non-ekonomis).
Keputusan istri untuk bekerja mendatangkan konsekuensi pada tiga aspek dalam lingkungannya, yaitu pada hubungan perkawinan, pada anak serta pada dirinya sendiri. Penelitian-penelitian yang dilakukan selama ini cenderung berfokus pada konsekuensi negatif tanpa lebih dalam melihat pandangan obyektif, dari pihak istri dan suami. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui gambaran yang lebih mendalam mengenai persepsi kedua pihak terhadap tujuan dan konsekuensi istri yang bekerja penuh waktu. Adapun yang dimaksud persepsi adalah interpretasi secara selektif oleh individu untuk memberi arti pada Iingkungannya Dengan demikian permasalahan dalam penelitian ini ialah : Bagaimanakah persepsi suami dan istri terhadap istri yang bekerja sebagai karyawati penuh waktu ?
Penelitian ini menggunakan pengumpul data berupa kuesioner dan wawancara sebagai pelengkap. Subyek penelitian ialah pasangan suami-istri yang bekerja penuh waktu sudah mempunyai anak, berpendidikan minimal SLTA. Istri berusia 22-45 tahun dan bekerja di instansi swasta.
Hasil yang diperoleh dari 57 pasang suami-istri menunjukkan bahwa istri dan suami mempersepsi adanya tujuan ekonomis dan non-ekonomis dari bekerja. Adapun terhadap konsekuensi, suami mernpersepsi konsekuensi yang positif dari istri yang bekerja sedangkan istri mempersepsi adanya konsekuensi yang positif dan sekaligus negatif pada hubungan perkawinan, anak dan diri istri yang bersangkutan. Hasil tambahan menyatakan bahwa semakin positif persepsi suami terhadap konsekuensi istri bekerja semakin negatif persepsi istri, sebaliknya semakin positif persepsi istri semakin negatif persepsi suami. Hasil wawancara mendukung hasil di atas dan memberi data tambahan bahwa pasangan suami istri cenderung rnenjalankan peran tradisional.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa istri bekerja untuk tujuan ekonomis dan non-ekonomis, dimana hal ini dipersepsi sama pentingnya oleh suami maupun istri. Berkaitan dengan konsekuensi istri bekerja, ternyata persepsi suami Iebih positif dibandingkan dengan persepsi istri bekerja yang bersangkutan. Sebagai tambahan, hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa pasangan suami-istri mempersepsikan peran masing-masing dalam rumah tangga yang masih cenderung tradisional."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2484
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resi Kesowo
"Kekerasan merupakan bagian kenyataan masyarakat yang perlu
untuk dipahami dan dicarikan penanggulangannya. Kekerasan yang terjadi
di dalam keluarga, terutama terhadap perempuan, merupakan masalah yang
baru disadari keberadaannya setelah sekian lama dianggap sebagai bagian
dari kehidupan rumah tangga.
Stordeur dan Stille (1989) rnembagi karakteristik suami yang
melainkan kekerasan kepada istrinya menjadi 6 bagian. Keenam
karakteristik suami tersebut antara lain: kurangnya ketrampilan sosial,
digunakannya bentuk mekanisme pertahanan diri seperti denial dan
proyeksi untuk melepaskan diri dari tanggungjawab, karateristik
kepribadian yang rendah diri, karakteristik lingkungan yang mendukung
terjadinya serangan kepada istri, sejarah pengalaman kekerasan pada masa
kecil, serta sikap suami yang menyetujui kekerasan kepada istri. Bila suami
percaya bahwa penggunaan kekerasan terhadap istri dapat diterima, maka
ia akan cenderung mengurangi kontrolnya terhadap perilaku kekerasan
Sementara itu, kekerasan terhadap istri yang terjadi di Indonesia
juga mulai mendapatkan perhatian, namun baru sedikit yang memfokuskan
diri pada suami sebagai pelaku kekerasan. Dari sini peneliti berusaha
memahami suami sebagai orang yang berpotensi melakukan kekerasan
terhadap istri, dengan melihat pengalaman kekerasan di dalam keluarga
ketika kecil, pola kekerasan di dalam keluarga, dan hubungannya dengan
sikap terhadap kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri. Peneliti
berharap hasil penelitian dapat berguna sebagai bahan pertinmbangan untuk
intervensi terhadap pelaku kekerasan terhadap istri.
Penelitian menggunakan kuesioner pengalaman masa kecil sebagai
alat untuk mengukur kekerasan yang pemah dilakukan kedua orang lua
terhadap subyek maupun dilihat subyek terjadi idantara kedua orang, tuanya
ketika subyek berusia antara 3-15 tahun.
Skala sikap mengenai kekerasan suami terhadap istri disusun
menggunakan 7 skala dari skala likert. Subskala terdiri dari subskala verbal
langsung, subskala fisik aktif, dan subskala fisik pasif. Dasar teori yang digunakan dalam menyusun skala ini adalah bentuk-bentuk agresi dari
Buss (1961). Alpha dari skala ini adalah 0,83.
Pengolahan data untuk hubungan antara pengalaman masa kecil
dengan sikap dilakukan dengan korelasi Pearson Product Moment, untuk
melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara kelompok dengan
sikap positif dan kelompok dengan sikap negatif dalam hal pengalaman
kekerasan masa kecil tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan kenyataan bahwa sebagian besar
subyek pernah mengalami kekerasan masa kecil oleh orangtuanya. ayah
cenderung melakukan kekerasan yang lebih berat bila dibandingkan ibu.
Hubungan antara sikap mengenai kekerasan suami terhadap istri dengan
pengalaman masa kecil tidak menunjukkan hasil yang signifikan.
Saran yang diajukan peneliti adalah memperbaiki alat penelitian,
melakukan penelitian yang lebih mendalam dan dilakukan kampanye anti
kekerasan."
2000
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Sari
"Di Indonesia, terutama di Jakarta tampaknya perselingkuhan telah menjadi gaya hidup dalam masyarakat. Fenomena ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar seperti halnya Jakarta, tetapi juga di kota-kota kecil atau di daerah (h;tp://www.e-psikologi.comkeIuarg/seling5uh.htm) Data yang diproleh menunjukkan dari
sejumlah praktek konsultasi perkawinan (Marriage Counseling) yang ada di Jakarta
membuktikan bahwa sebahagian besar penyebab terjadinya krisis dalam perkawinan adalah dikarenakan masalah perselingkuhan (Hawari, 2002).
Akibat dari perselingkuhan suami, maka istri akan mengalami perasaan sakit hati dan kecewa Oleh karena itu untuk dapat mengatasi perasaan tersebut dan
mengembalikan hubungan seperti sebelumnya, maka diperlukan adanya perilaku mwmaatkan pada istri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana gambaran forgiveness pada istri sebagai upaya untuk mengembalikan keutuhan rumah tangga akibat perselingkuhan suami dan faktor apa saja yang menyebabkaan istri memanfaatkan perselingkuhan yang dilakukan oleh suami. Responden penelitian 2 orang, responden
pertama adalah N dan reaponden kedua adalah A yang memiliki pengalaman suami berselingkuh dan subjek hingga sekarang masih bertahan dalam perkawinannya.
Hasil studi menunjukkan bahwa lamanya berpacaran dan saling mengenal
tidak memiliki pengaruh tehadap keinginan pasangan untuk berselingkuh Subjek pertama, yaitu N menilai menilai perselingkuhan yang dilakukan oleh pasangan dikarenakan adanya kekurangan dalam dirinya dalam melayani pasangan (kegiatan seksual). Namun, N menyadari bahwa pasangan berselingkuh bukan hanya dikarenakan kekurangan dalam dirinya, tetapi hal tersebut telah menjadi sifat suami
yang kelika berpacaran telah memiliki banyak kekasih. Sebaliknya., subjek kedua,
yaitu A menilai pasangan berselingkuh dikarenakan terpengaruh oleh teman-teman kantornya. Jenis perselingkuhan yang dilakukan oleh masing-masing pasangan subjek
juga berbeda-beda. Pada subjek N, pasangan berselingkuh iebih dengan satu orang, yaitu dengan keponakan N dan dengan teman satu profesi. Perselingkuhan yang
dilakukan suami berlangsung bertahun-tahun, bahkan sepanjang perkawinan, dimana perselingkuhan jenis ini dapat digolongkan dalam Long-term Ajair. Sedangkan suami A berselingkuh dengan wanita yang bekerja sebagai pegawai magang dikantorya. Perselingkuhan yang dilakukan oleh suami A dikarenakan adanya suasana
yang mendukung dan belum adanya keterikatan emosional dan komitmen apa pun terhadap partner seksualnya, sehingga perselingkuhan jenis ini dapat digolongkan dalam Flings.
Kedua subjek belum dapat memaatkan sepenuhnya psrseiingkuhan yang
dilakukan oleh pasangannya. Perilaku memaafkan hanya terlihat dari tindakan subjek sehari-hari yang masih melayani kebutuhan suami, sepeni masih menyiapkan sarapan
dan masih melakukan hubungan seksual. Namun, perilaku memaaikan belum dapat dihayati dan dirasakan sepenuhnya dalam diri subjek. Hal ini dikarenakan adanya
rumination about Iransgression, yaitu kocenderungan Subjek untuk terus menerus mengingat kejadian perselingkuhan suami, sehingga menghalangi dirinya untuk memaafkan. Oleh karena itu, perilaku memaafkan subjek terhadap perselingkuhan
suami tergolong dalam dimensi Holiow Forgiveness, yaitu subjek dapat
mengekspresikan secara konkret pemanfatan melalui perilaku, namun sebenamya ia belum dapat merasakan dan menghayati adanya pemaafan dalam dirinya.
Kedua subjek masih bertahan dalam perkawinan dikarenakan oleh alasan
pribadi, yaitu anak. Walaupun pada subjek A, sclain karcna alasan pribadi, ia masih berlahan dalam perkawinan dikarenakan oleh alasan Enansial, yaitu ketergantungan secara ekonomi terhadap suami dan meuganggap perselingkuhan bukan merupakan
alasan untuk bercerai. A menganggap apabila ia bcrccrai dari suaminya belum tcntu ia akan mendapatkan suami yang lebih baik dafi suaminya sekarang"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38512
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>