Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106814 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dina Juliani
"Tuntutan masyarakat di bidang hukum perjanjian semakin meningkat, KUHPer tidak dapat memenuhi segala kebutuhan masyarakat akan perjanjian saat ini. Belanda telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam hukum perjanjian dengan dibuatnya Nieuw Burgerlijk Wetboek (NBW). Dalam hal pembatalan perjanjian, Belanda telah mencantumkan ajaran penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) ke dalam NBW (Artikel 3:44 lid 1 NBW). Dicantumkannya ketentuan penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) ke dalam NBW sedikit banyak dilatar belakangi pertimbangan hukum dalam berbagai putusan hakim di Belanda. Di dalam hal seorang Hakim menemukan adanya keadaan yang bertentangan dengan kebiasaan, maka sering ditemukan putusan Hakim yang membatalkan perjanjian itu untuk seluruhnya atau sebagian. Ternyata pertimbangan-pertimbangan Hakim tidaklah didasarkan pada salah satu alasan pembatalan perjanjian, yaitu cacat kehendak klasik (pasal 1321 KUHPer) berupa kesesatan, paksaan dan penipuan. Praktek peradilan di Indonesia sebenarnya telah menerapkan ajaran "misbruik van omstandigheden" ini meskipun sangat terbatas . Keputusan hakim amat dipengaruhi oleh "rasa kadilan" menurut hatinya yang diolah bersama-sama dengan ilmu yang didapat dari pendidikan formal maupun pengamatannya dalam masyarakat. Dengan menggunakan metode penelitian yang didasarkan pada literatur-literatur, serta pustaka lain yang berkaitan dengan hukum perjanjian pada umumnya dan pembatalan perjanjian menurut NBW pada khususnya, juga mewawancarai pihak-pihak yang menguasai bahan penelitian ini, diharapkan penulisan ini dapat berguna untuk menambah wawasan bagi para pembacanya dan dapat memperkaya perbendaharaan hukum di negara kita."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S20482
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Hapastian
"ABSTRAK
Dalam hidup dan kehidupan masyarakat sehari- hari, tentulah tiap-tiap warga masyarakat itu saling mengadakar hubungan atau interaksi satu sama lainnya sebagai mahluk sosial guna memenuhi bermacam-macam kepentingannya yang sifatnya beraneka ragam, seperti ekonomi,sosial budaya, politik, dan hukum, Karena hal ini merupakan kebutuhan manusia didalam kehidupannya sehari-hari sebagai anggota masyarakat, Didalam memenuhi kepentingannya yang beraneka ragam tersebut, sering terjadi perselisihan-perselisihan, sebagai akibat adanya perbedaan-perbedaan mengenai apa yang dianggap benar ataupun tidak. benar, pantas atau tidak pantas. Salah. satu cara memenuhi kebutuhan hidup tersebut adalah dengan mengadakan perjanjian, dimana salah satu pihak harus memenuhi isi atau transaksi yang telah diperjanjikan. Akan tetapi tidak semua transaksi suatu perjanjian dapat dipenuhi oleh pihak yang harus memenuhnya, kadangkala pihak tersebut terhalang atau tidak dapat memenuhi isi perjanjian tersebut karena sesuatu hal yang memaksanya. Dapat saja ia dipaksa untuk melaksanakan isi perjanjian yang telah diperjanjikan tersebut akan tetapi ia akan menghadapi sesuatu yang akan merugikan dirinya. Dalam keadaan yang begini pihak tersebut berhadaan dengan suatu keadaan yang dalam ilmu hukum perdata lazim disebut Keadaan Memaksa (Overmacht), dalam hal seperti ini hukum memberikan perlindungan bagi pihak yang berhadapan dengan situasi tersebut. Tentu tidak semua keadaan dapat dikatakan suatu pihak dihadapkan dengan keadaan memaksa ada syarat—syarat atau kondisi kondisi yang harus dipenuhi serta kriteria- kriteria tertentu yang menurut ilmu hukum khususnya hukum perdata harus dipenuhi, contohnya ; inflasi, pemotongan nilai uang, Peraturan Pemerintah,keamanan,wabah penyakit, yang dapat menghalangi terpenuhinya prestasi dari suatu perjanjian. Dan yang terpenting dari itu semua sampai dimana itikad baik masing-masing pihak da lam suatu perjanjian."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lili Surjani
"Penelitian bertujuan memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian Anjak Piutang paa umumnya dan masalah wanprestasi Klien pada khususnya. Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan tehnik wawancara. Wanprestasi merupakan kelalaian Klien dengan tidak melakukan apa yang telah dijanjikan dalam perjanjian Anjak Piutang. Dalam hal ini Klien sengaja lalai atau sengaja tidak memenuhi kewajibannya, secara umum bentuk wanprestasi Klien adalah sebagai berikut:
- Objek dari piutang yang seharusnya dipenuhi oleh Klien tidak sempurna, sehingga pelanggan/costumer tidak mau membayar harga faktur/invoice atau menunda pembayaran faktur/invoice tersebut.
- Klien melakukan penagihan langsung atas piutang yang telah di alihkan terhadap Pelanggan tanpa sepengetahuan perusahaan Anjak Piutang atau mengalihkan piutang yang sama kepada pihak lain (perusahaan anjak piutang lain).
- Tidak menyerahkan faktur/invoice yang telah ia janjikan.
- Klien memalsukan faktur/invoice yang telah ia alihkan.
Untuk menyelesaikan masalah ini. Klien dapat menempuh tiga alternatif yajtu: Negosiasi, damai melalui arbiter, melalui pengadilan.
Dari ketiga alternatif penyelesaian di atas, maka alternatip penyelesaian negosiasi secara kekeluargaan yang lebih banyak ditempuh oleh para pihak dalam praktek. Karena mengingat jangka waktu dari perjanjian Anjak piutang juga relatif singkat (paling lama adalah 1 tahun). Sampai saat ini belum ada undang-undang yang khusus mengatur prihal usaha Anjak Piutang, yang ada hanyalah
Kepres 61 tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan R.I. No. 1251/KMK 013/1988. Oleh karena itu untuk lebih mendorong pertumbuhan perusahaan Anjak Piutang serta untuk melindungi para pihak yang terkait dalam kegiatan Anjak Piutang, yang antara lain memuat ketentuan mengenai standard minimum yang harus dicantumkan dalam perjanjian Anjak Piutang dan pengaturan mengenai kewajiban
perusahaan Anjak Piutang."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20397
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Basari
"Asas konsensualisme merupakan asas utama dalam hukum perjanjian . Lahirnya perjanjian maupun sahnya suatu perjanjian berpedoman pada asas ini. Dalam perkembangan hukum perjanjian terdapat adanya suatu perjanjian yang dinamakan perjanjian baku. Perjanjian baku ini pada dasarnya bertujuan untuk memudahkan para pihak dalam membuat suatu perjanjian. Di dalam pelaksanaannya, perjanjian baku ini banyak terdapat dalam praktek bisnis sehari-hari. Namun dalam beberapa keadaan perjanjian baku ini dapat merugikan pihak yang lebih lemah karena dihadapkan pada tidak adanya pilihan lain dan tidak mempunyai kedudukan yang sama terhadap pihak yang membuat perjanjian baku tersebut, maka hal ini dapat menyebabkan ketidak adilan. Sementara itu kesepaka an para pihak dalam perjanjian baku tersebut menjadi masalah disebabkan praktek yang telah berjasa selama ini seolah-olah telah berlangsung sesuai dengan asas-asas perjanjian yang ada. Namun unsur-sunsur kesepakatan dalam perjanjian baku tersebut dapat dipertanyakan. Kehendak bebas individu dan asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian pada dasarnya dibentuk dengan tetap memperhatikan keadilan dan menjamin hak pihak lain, seningga sulit untuk di gunakan sebagai alasan pembenar dari berlakunya perjanjian baku. Di Indonesia telah terdapat upaya untuk meiindungi pihak yang lemah dengan diaturnya perjanjian baku ini di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Oleh karena itu, perjanjian baku ini perlu dikaji keberadaannya disesuaikan dengan asas konsensualisme dalam perjanjian maupun hubungan konsensual tersebut dengan latar belakang perkembangannya dan dengan asas lainnya seperti kebebasan berkontrak, itikad baik dan ajaran tentang penyalahgunaan keadaan."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20462
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Rangga Yogasati
"Transaksi jual beli dan sewa beli merupakan transaksi yang sering dilakukan oleh masyarakat. Salah satu produk dari lembaga keuangan perbankan syariah adalah murabahah dan ijarah wa iqtina yaitu suatu perjanjian jual beli dan sewa beli yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Pada akad murabahah dan ijarah wa iqtina, nasabah pada umumnya tidak mempunyai kemampuan finansial untuk mendapatkan barang yang dibutuhkannya sehingga bank disini berperan sebagai penyedia dana yang dibutuhkan nasabah untuk mendapatkan barang yang dibutuhkannya.
Pokok permasalahan pada tulisan ini adalah bagaimana aspek hukum hubungan para pihak dan praktek pelaksanaan yang terjadi dalam Perjanjian (akad) Jual Beli Kendaraan Dengan Prinsip Murabahah dan dalam Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Dengan Prinsip Ijarah Wa Iqtina di bank syariah. Pokok permasalahan yang lain adalah apakah perbedaan antara Perjanjian Jual Beli Kendaraan Dengan Prinsip Murabahah dan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Dengan Prinsip Ijarah Wa Iqtina.
Dilihat dari sudut sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa aspek hukum hubungan para pihak antara bank dan nasabah yang mencakup hak dan kewajiban para pihak dalam akad jual beli dengan prinsip murabahah belum mengakomodir kepentingan kedua belah pihak. Selain itu, pada praktek perbankan syariah, akad ijarah wa iqtina antara bank syariah dan nasabah belum dapat dilaksanakan karena masih terdapat kendala-kendala yang bersifat prinsipil seperti masalah mengenai transfer of title dalam akad pemindahan kepemilikan antara bank dengan supplier dan antara bank dengan nasabah dan masalah sistem teknologi yang belum sempurna.
Akad jual beli dengan prinsip murabahah dan akad sewa beli dengan prinsip ijarah wa iqtina pada bank syariah memiliki persamaan dan perbedaan yang mendasar seperti mengenai syarat sah objek akad, proses perpindahan hak milik, resiko atas barang, ijab dan kabul, dan lain-lain. Penulis menyarankan agar dibuat suatu undang-undang perbankan syariah yang mengakomodir prinsipprinsip syariah dan mengatur mengenai pembuatan klausula baku dalam transaksi perdagangan antara bank dan nasabah sesuai dengan perkembangan perekonomian saat ini."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21138
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenna Herdi
"Bank Indonesia sebagai bank sentral yang independen dimulai ketika sebuah Undang undang baru yaitu uu no. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dinyat akan berlaku pada tanggal 17 mei 1999. Dengan adanya UU tersebut maka status Bank Indonesia menjadi badan hukum dengan wewenang mengelola kekayaan tersendiri terlepas dari APBN. Salah satu hal yang menunjang lancarnya pelaksanaan tugas Bank Indonsia adalah dengan tersedianya barang barang dan peralatan yang cukup. Guna melengkapi peralatan tersebut maka perlu diadakan pengadaan, barang Bank Indonesia. Perbuatan dan pelaksanaan dari perjanjian ini harus memperhatikan ketentuan ketentuan hukum perdata di bidang hukum perjanjian serta pula harus diperhatikan kedudukan kedua belah pihak yang terkait sesuai dengan fungsinya agar tercapai keseimbangan. Permasalahan yang akan saya bahas dalam skripsi ini adalah mengenai bagai ana prosedur perjanjian pengadaan barang dengan Bank Indonesia selaku Lembaga Negara, bagaimanakah kedudukan kedua belah pikak yang terkait dalam perjanjian pengadaan barang ini dengan memperhatikan azas kebebasan berkonrak serta bagaimana bentuk perjanjian pengadaan barang tersebut jika dibandingkan dengan ketentuan ketentuan hukum perdata di bidang hukum perjanjian. Dalam melakukan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua metode penelitian yaitu metode penelitian kepustakaan dan metode penelitian lapangan. Dari pembahasan pada skripsi maka diperoleh kesimpulan yaitu Pengadaan Barang pada Bank Indonesia didasarkan pada Peraturan Dewan Gubernur (PDG) No. 2/16/PDG/2000 tentang Manajemen Logistik Bank Indonesia, dari isi perjanjian memang terlihat terdapat ketidakseimbangan kedudukan para pihak dimana pengaturan yang demikian didakan mengingat kepentingan umum yang bertujuan memenuhi salah satu tujuan pembagunan yaitu untuk kesejahteraan rakyat dan perjanjian Pengadaan Barang antara Bank Indonesia dengan PT. Multipolar Corporation dilakukan dengan cara jual beli, sehingga salah satu pihak memiliki kewajiban yang merupakan hak-hak dari pihak lainnya dan sebaliknya."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S20478
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirna Karmila
"Kejujuran atau itikad baik adalah faktor yang sangat penting: dalam Hukum. Sebagai telah diketahui, tingkah laku dari anggota-anggota masyarakat sebagian diatur dalam peraturan hukum dan sebagian lagi diatur dalam suatu peraturan yang dibentuk atas persetujuan pihak-pihak yang berkepentingan. Tidak ada hasil perbuatan manusia yang sempurna. Dan oleh karena peraturan-peraturan tersebut di atas hanya hasil buatan manusia saja, maka peraturan-peraturan itu pun tidak ada yang sempurna. Peraturan-peraturan tersebut hanya dapat meliputi keadaan-keadaan yang pada waktu terbentuknya peraturan- peraturan itu telah diketahui kemungkinannya. Baru kemudian ternyata ada keadaan-keadaan , yang seandainya dulu juga sudah diketahui kemungkinannya, tentu akan dimasukkan ke dalam lingkungan peraturan tersebut. Dalam hal keadaan-keadaan seperti inilah akan terlihat pentingnya faktor kejujuran dari pihak-pihak yang berkepentingan. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20395
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titin Fatimah
"Selama ini banyak orang yang berbisnis kurang menyadari pentingnya memahami sebuah kontrak sebelum kontrak itu ditandatangani sehingga muncul sengketa karena perbedaan persepsi para pihak. Padahal sengketa tersebut dapat dihindari jika pada permulaan proses penyusunan kontrak masing-masing pihak telah mengerti tentang transaksi yang akan di laksanakan, prinsip-prinsip dasar kontrak dan prosedur penyusunan kontrak. Untuk meneliti permasalahan tersebut di gunakan metode pendekatan kualitatif karena data awal yang dipergunakan adalah ketentuan hukum yang telah ada sehingga akan menghasilkan analisa yang deskriptifanalitis. Dalam penyusunan kontrak waralaba pada pihak dituntut untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami hal-hal yang berkaitan dengan waralaba, seperti seluk beluk bisnis waralaba , prinsip-prinsip dasar kontrak atau hukum perjanjian (seperti syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 KHUPerdata), maupun prisip-prinsip dasar bisnis waralaba berdasarkan peraturan yang berlaku (PP No.16/1997 dan Kepmen Perindag No .259/MPP/Kep/7/1997), dan pemahaman mengenai teknik penyusunan kontrak. Dalam penulisan substansi kontrak waralaba, meskipun berlaku prinsip kebebasan berkontrak namun terdapat rambu-rambu yang harus dipatuhi oleh para pihak, yaitu bahwa isi kontrak tidak boleh boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Hal tersebut perlu diperhatikan oleh para pihak agar kontrak yang telah disepakati dapat berlaku sebagai undang-undang karena hanya kontrak yang dibuat secara sah, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yang dapat mengikat para pihak yang menyusunnya. (TF)"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21095
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alia Triwardani
"Untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat akan dana, didalam lingkungan bermasyarakat secara luas telah dikenal istilah kredit. Selain bank, lembaga keuangan yang di kenal menyalurkan pinjaman kepada masyarakat adalah pegadaian. PERUM Pegadaian sebagai lembaga keuangan pemerintah yang menyalurkan pinjaman dengan jaminan atas dasar hukum gadai. Sebagai lembaga tunggal yang melaksanakan hukum gadai, PERUM Pegadaian selain mencari keuntungan juga bertujuan memberantas kemiskinan, praktek riba, lintah darat dan praktek ijon. Pada prakteknya pegadaian berusaha untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan mempermudah proses peminjaman uang agar masyarakat dapat memperoleh pinjaman dalam waktu yang cepat. Barang-barang yang dapat digadaikan di pegadaian adalah barang-barang bergerak dan bukan merupakan barang yang di kecualikan dalam ketentuan yang berlaku di PRUM Pegadaian. Pembatasan tersebut juga dilakukan terhadap jumlah uang yang dapa dipinjam, jangkawaktu peminjaman dan suku bunga yang harus dibayar. Disamping melakukan pembatasan-pembatasan tersebut Pegadaian memberikan kebijaksanaan kepada para nasabahnya yang belum dapat melunasi uang pinjamannya akan tetapi masih membutuhkan barang yang dijadikan sebagai jaminan tersebut. Pegadaian juga berusaha untuk menyelesaikan setiap masalah-masalah timbal dengan membuat peraturan-peraturan yang berkaitan masalah tersebut."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S20481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>