Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149035 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alia Triwardani
"Untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat akan dana, didalam lingkungan bermasyarakat secara luas telah dikenal istilah kredit. Selain bank, lembaga keuangan yang di kenal menyalurkan pinjaman kepada masyarakat adalah pegadaian. PERUM Pegadaian sebagai lembaga keuangan pemerintah yang menyalurkan pinjaman dengan jaminan atas dasar hukum gadai. Sebagai lembaga tunggal yang melaksanakan hukum gadai, PERUM Pegadaian selain mencari keuntungan juga bertujuan memberantas kemiskinan, praktek riba, lintah darat dan praktek ijon. Pada prakteknya pegadaian berusaha untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan mempermudah proses peminjaman uang agar masyarakat dapat memperoleh pinjaman dalam waktu yang cepat. Barang-barang yang dapat digadaikan di pegadaian adalah barang-barang bergerak dan bukan merupakan barang yang di kecualikan dalam ketentuan yang berlaku di PRUM Pegadaian. Pembatasan tersebut juga dilakukan terhadap jumlah uang yang dapa dipinjam, jangkawaktu peminjaman dan suku bunga yang harus dibayar. Disamping melakukan pembatasan-pembatasan tersebut Pegadaian memberikan kebijaksanaan kepada para nasabahnya yang belum dapat melunasi uang pinjamannya akan tetapi masih membutuhkan barang yang dijadikan sebagai jaminan tersebut. Pegadaian juga berusaha untuk menyelesaikan setiap masalah-masalah timbal dengan membuat peraturan-peraturan yang berkaitan masalah tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S20481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Basari
"Asas konsensualisme merupakan asas utama dalam hukum perjanjian . Lahirnya perjanjian maupun sahnya suatu perjanjian berpedoman pada asas ini. Dalam perkembangan hukum perjanjian terdapat adanya suatu perjanjian yang dinamakan perjanjian baku. Perjanjian baku ini pada dasarnya bertujuan untuk memudahkan para pihak dalam membuat suatu perjanjian. Di dalam pelaksanaannya, perjanjian baku ini banyak terdapat dalam praktek bisnis sehari-hari. Namun dalam beberapa keadaan perjanjian baku ini dapat merugikan pihak yang lebih lemah karena dihadapkan pada tidak adanya pilihan lain dan tidak mempunyai kedudukan yang sama terhadap pihak yang membuat perjanjian baku tersebut, maka hal ini dapat menyebabkan ketidak adilan. Sementara itu kesepaka an para pihak dalam perjanjian baku tersebut menjadi masalah disebabkan praktek yang telah berjasa selama ini seolah-olah telah berlangsung sesuai dengan asas-asas perjanjian yang ada. Namun unsur-sunsur kesepakatan dalam perjanjian baku tersebut dapat dipertanyakan. Kehendak bebas individu dan asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian pada dasarnya dibentuk dengan tetap memperhatikan keadilan dan menjamin hak pihak lain, seningga sulit untuk di gunakan sebagai alasan pembenar dari berlakunya perjanjian baku. Di Indonesia telah terdapat upaya untuk meiindungi pihak yang lemah dengan diaturnya perjanjian baku ini di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Oleh karena itu, perjanjian baku ini perlu dikaji keberadaannya disesuaikan dengan asas konsensualisme dalam perjanjian maupun hubungan konsensual tersebut dengan latar belakang perkembangannya dan dengan asas lainnya seperti kebebasan berkontrak, itikad baik dan ajaran tentang penyalahgunaan keadaan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20462
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Choky Risda Ramadhan
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S21549
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andang Perbawanti
"Perusahaan Umum Pengerukan sebagai suatu badan usaha yang salah satu kegiatannya adalah melakukan pekerjaan pengerukan, memuat perjanjian-perjanjian dengan pihak-pihak lain, yang dikenal dengan nama perjanjian pemborongan untuk melaksanakan pekerjaan pengerukan. Perjanjian pemborongan pekerjaan merupakan suatu bentuk perjanjian khusus yang diatur di dalam :Buku III K.U.H.Per. Ketentuannya terdapat dalam Bab VII A pasal 1604 sampai dengan pasal 1617. Sebelum sampai pada tahap penandatanganan surat perjanjian, terlebih dahulu harus dilalui prosedur untuk memperoleh pekerjaan pemborongan. Ketentuan mengenai hal ini terdapat di dalam KEPPRES No. 29 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan A.P.B.N. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. PP. 74/1/1 - 86 tanggal 9 Agustus 1986 tentang petunjuk Pelaksanaan Pekerjaan Pengerukan Kolam Pelabuhan dan Alur-alur Pelayaran, ditetapkanlah suatu bentuk standard surat perjanjian pemborongan untuk melaksanakan pekerjaan pengerukan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20399
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nestri Widyaningsih
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20635
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Popy Lelowaty
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20648
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristiyono Soeripto
"ABSTRAK
Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi persyaratan untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum dan untuk penelitian/pengembangan ilmu Hukum (Perdata) khususnya di bidang Hukum Perjanjian Pemborongan.
Dalam memecahkan masalah transportasi di masa mendatang tidaklah mudah bila tidak dibarengi dengan terobosan-terobosan berupa penelitian-penelitian di sektor perhubungan dan untuk menunjang keberhasilan penelitian tersebut disediakanlah dana dari pemerintah yang setiap tahun tertampung dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam bentuk Daftar Isian Proyek (DIP).
Pelaksanaan penelitian tersebut membutuhkan kualifikasi pengetahuan dan teknologi tinggi sedangkan tenaga di Departemen sendiri belum mempunyai kemampuan untuk mengerjakannya; oleh karenanya faktor inilah yang mendorong pekerjaan penelitian diborongkan kepada para konsultan yang mempunyai kualifikasi yang dimaksud.
Dengan diterapkannya metode penelitian maka dapatlah diungkap aturan-aturan mana yang harus digunakan oleh proyek Penelitian Umum dalam menjalankan kegiatannya baik dalam bidang administrasi maupun dalam melaksanakan pemborongan pekerjaan penelitian kepada pemborong.
Secara umum proyek penelitian umum tunduk pada ketentuan-ketentuan yang ada dalam Departemen Perhubungan. Namun dalam melaksanakan pekerjaan pemborongan kepada konsultan. Proyek mempunyai otorita sendiri dan dilandasi oleh Hukum Perjanjian yang bersifat perdata.
Untuk masalah-masalah lain disesuaikan dengan asas kebebasan berkontrak yang diatur sendiri oleh Pemimpin Proyek sebagai wakil dari Departemen Perhubungan dan para Konsultan yang telah mendapat borongan pekerjaan penelitian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lili Surjani
"Penelitian bertujuan memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian Anjak Piutang paa umumnya dan masalah wanprestasi Klien pada khususnya. Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan tehnik wawancara. Wanprestasi merupakan kelalaian Klien dengan tidak melakukan apa yang telah dijanjikan dalam perjanjian Anjak Piutang. Dalam hal ini Klien sengaja lalai atau sengaja tidak memenuhi kewajibannya, secara umum bentuk wanprestasi Klien adalah sebagai berikut:
- Objek dari piutang yang seharusnya dipenuhi oleh Klien tidak sempurna, sehingga pelanggan/costumer tidak mau membayar harga faktur/invoice atau menunda pembayaran faktur/invoice tersebut.
- Klien melakukan penagihan langsung atas piutang yang telah di alihkan terhadap Pelanggan tanpa sepengetahuan perusahaan Anjak Piutang atau mengalihkan piutang yang sama kepada pihak lain (perusahaan anjak piutang lain).
- Tidak menyerahkan faktur/invoice yang telah ia janjikan.
- Klien memalsukan faktur/invoice yang telah ia alihkan.
Untuk menyelesaikan masalah ini. Klien dapat menempuh tiga alternatif yajtu: Negosiasi, damai melalui arbiter, melalui pengadilan.
Dari ketiga alternatif penyelesaian di atas, maka alternatip penyelesaian negosiasi secara kekeluargaan yang lebih banyak ditempuh oleh para pihak dalam praktek. Karena mengingat jangka waktu dari perjanjian Anjak piutang juga relatif singkat (paling lama adalah 1 tahun). Sampai saat ini belum ada undang-undang yang khusus mengatur prihal usaha Anjak Piutang, yang ada hanyalah
Kepres 61 tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan R.I. No. 1251/KMK 013/1988. Oleh karena itu untuk lebih mendorong pertumbuhan perusahaan Anjak Piutang serta untuk melindungi para pihak yang terkait dalam kegiatan Anjak Piutang, yang antara lain memuat ketentuan mengenai standard minimum yang harus dicantumkan dalam perjanjian Anjak Piutang dan pengaturan mengenai kewajiban
perusahaan Anjak Piutang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20397
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Rangga Yogasati
"Transaksi jual beli dan sewa beli merupakan transaksi yang sering dilakukan oleh masyarakat. Salah satu produk dari lembaga keuangan perbankan syariah adalah murabahah dan ijarah wa iqtina yaitu suatu perjanjian jual beli dan sewa beli yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Pada akad murabahah dan ijarah wa iqtina, nasabah pada umumnya tidak mempunyai kemampuan finansial untuk mendapatkan barang yang dibutuhkannya sehingga bank disini berperan sebagai penyedia dana yang dibutuhkan nasabah untuk mendapatkan barang yang dibutuhkannya.
Pokok permasalahan pada tulisan ini adalah bagaimana aspek hukum hubungan para pihak dan praktek pelaksanaan yang terjadi dalam Perjanjian (akad) Jual Beli Kendaraan Dengan Prinsip Murabahah dan dalam Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Dengan Prinsip Ijarah Wa Iqtina di bank syariah. Pokok permasalahan yang lain adalah apakah perbedaan antara Perjanjian Jual Beli Kendaraan Dengan Prinsip Murabahah dan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Dengan Prinsip Ijarah Wa Iqtina.
Dilihat dari sudut sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa aspek hukum hubungan para pihak antara bank dan nasabah yang mencakup hak dan kewajiban para pihak dalam akad jual beli dengan prinsip murabahah belum mengakomodir kepentingan kedua belah pihak. Selain itu, pada praktek perbankan syariah, akad ijarah wa iqtina antara bank syariah dan nasabah belum dapat dilaksanakan karena masih terdapat kendala-kendala yang bersifat prinsipil seperti masalah mengenai transfer of title dalam akad pemindahan kepemilikan antara bank dengan supplier dan antara bank dengan nasabah dan masalah sistem teknologi yang belum sempurna.
Akad jual beli dengan prinsip murabahah dan akad sewa beli dengan prinsip ijarah wa iqtina pada bank syariah memiliki persamaan dan perbedaan yang mendasar seperti mengenai syarat sah objek akad, proses perpindahan hak milik, resiko atas barang, ijab dan kabul, dan lain-lain. Penulis menyarankan agar dibuat suatu undang-undang perbankan syariah yang mengakomodir prinsipprinsip syariah dan mengatur mengenai pembuatan klausula baku dalam transaksi perdagangan antara bank dan nasabah sesuai dengan perkembangan perekonomian saat ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21138
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Burton, Richard
"ABSTRAK
Melalui metode penelitian dan pengumpulan data yang dilakukan dalam kepustakaan dan lapangan, penulis ingin meninjau dan mengetahui perjanjian yang diadakan antara sesama pihak swasta di dalam melakukan dan menyelesaikan pekerjaan pembuatan Gedung Departemen Pekerjaan Umum. Di dalam menangani proyek pembuatan Gedung Departemen Pekerjaan Umum ini, banyak melibatkan sub-kontraktor. Untuk itu penulis membatasinya hanya pada begian Blok B1/c lantai satu, yang telah dikerjakan oleh tiga sub-kontraktor, yaitu PT Harapan Unggul Perkasa, PT Agung Manunggal Hita Abadi dan Sub-kontraktor Sutardjo (badan hukum perseorangan). Sedangkan kontraktornya adalah PT Wijaya Karya.
Di dalam perjanjian yang telah dibuat, ingin dikemukakan bagaimana asas kebebasan berkontrak seperti yang disebutkan di dalam pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan hal-hal lainnya di dalam perjanjian dapat dilaksanakan. Adapun maksud/tujuan dari mengsubkontraktorkan suatu jenis pekerjaan adalah antara lain, untuk membagi (menitipkan) risiko dengan pihak sub-kontraktor; agar proses administrasi menjadi lebih sederhana; untuk membina golongan ekonomi lemah.
Bagaimana agar kedua belah pihak dapat memenuhi hak dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya, disinilah perlunya dibuat perjanjian yang baik dan jelas, apalagi sub-sub kontraktor yang menjadi partner kerja kontraktor cukup banyak, dan tidak tarjadi tumpang tindih di dalam isi perjanjiannya antara kontraktor dengan masing-masing sub-kontraktor. Dan dengan mengingat hasil akhir sebagai pertanggungjawaban yang harus diberikan oleh sub-sub kontraktor kepada kontraktor sebagai salah satu syarat untuk berakhirnya hubungan kerja diantara mereka."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>