Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79296 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Elza Puspa Mardiani
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai wasiat yang melanggar bagian mutlak (Legitime Portie) anak kandung menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Skripsi ini mengambil studi kasus putusan Pengadilan Negeri tangerang atas perselisihan yang terjadi antara penerima wasiat dengan ahliwaris legitimaris. Permasalahan terjadi pada saat Pewaris membuat wasiat yang isinya menyatakan bahwa memberikan seluruh hartanya kepada salah satu anak kandungnya saja, padahal disini pewaris masih mempunyai ahliwaris lain yang merupakan ahliwaris legitimaris, yang berhak terhadap bagian mutlak dari harta warisan tesebut,da n bagian tersebut tidak dapat dikesampingkan. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pewaris seringkali menggunakan kebebasannya untuk memberikan sebagian atau bahkan seluruhnya harta benda miliknya kepada siapa saja yang dikehendakinya, tanpa ia menyadari bahwa bagian mutlak ahliwaris yang seharusnya mendapatkan harta benda tersebut telah tersinggung pemberian wasiat yang dilakukannya. Dalam putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 29/PDT.G/2010/PN.TNG, para ahliwaris legitimaris berhak mendapatkan bagiannya yang tidak bisa dikesampingan oleh pewaris. Karena dalam undangundang sendiri sudah diatur mengenai bagian mutlak (legitime portie), yang besarnya menurut pasal 914 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan cara pembagian seperti yang diatur dalam pasal 916a Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Penulis juga menyimpulkan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 29/PDT.G/2010/PN.TNG tertanggal 11 Oktober 2010 yang dikeluarkan oleh majelis Hakim kurang tepat, dengan membatalkan Akta Wasiat No.08 tanggal 05 Mei 2009, karena seharusnya terhadap tuntutan bagian mutlak tersebut dilakukan pemotongan (inkorting) bukan pembatalan

ABSTRACT
This paper will discuss about the violation of the absolute part (Legitime Portie) biological children according to the Book of Law Civil Law. This paper takes a case study tangerang Court ruling on disputes between the receiver testament with legitimate legacy receiver. The set of problems occurs when the heir to make a testament stating that it gave his entire estate to one of the only biological child, but here the heir still have another the legitimate legacy receiver, have the right to the absolute part (Legitime Portie), and that part can not be ruled out. The author uses the method of juridical normative research, using secondary data.
This study concluded that the heirs are often using their freedom to provide some or even all of his property to whomever it chooses, without realizing that the absolute part (legitime portie) legitimate legacy receiver should get the property has offended the administration testament do. Within the decision Tangerang District Court No. 29/PDT.G/2010/PN.TNG, the legitimate legacy receiver have the part that can not be ruled out by the heir. Because the statute itself is set on the absolute part (legitime portie), which in this case there are three (3) legitimate legacy receiver, the amount under section 914 of Act Book of the Civil Code which each of the three-quarters (3/4) part, by the division as provided in section 916a of Act Book of the Civil Code. Authors also conclude that the Tangerang District Court Decision No. 29/PDT.G/2010/PN.TNG dated October 11, 2010 issued by the presiding judge who tried the case has been very proper, the judge's will cancel the testament Deed No.08 dated May 5, 2009, basic consideration is that the judge in deciding is the treasure to EA are the entire property ED. Judge to consider other than the ED has legitimate legacy receiver EA should get his share, EI and MH as a child of the ED has the absolute that can not be contested by the ED. These actions have resulted EI and MH can be lost their rights.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43713
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ramli Rizal
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alim Sri Handayani
"Pewarisan berdasarkan wasiat merupakan penyimpangan dari pewarisan menurut undang-undang. Dalam praktek di masyarakat, seringkali. terjadi perkawinan di bawah tangan dan pengangkatan anak. Mereka tidak dapat mewaris berdasarkan undang-undang, oleh karena itu pewarisan berdasarkan wasiat mempunyai peranan yang sangat penting. Agar mereka yang tidak dapat mewaris berdasarkan undang-undang, dapat menikmati warisan dari pewaris berdasarkan wasiat. Tetapi yang menjadi pokok masalah adalah apakah pewarisan berdasarkan wasiat yang diatur dalam. KUHPerdata masih dipergunakan dalam kehidupan dimasyarakat sekarang ini? Jika masih dipergunakan, bagaimana pembuatan wasiat dalam prakteknya dan apa saja yang menjadi syarat pembuatan wasiat ? Dalam rangka pengumpulan data, penulLs melakukan penelitian kepustakaan yaitu lewat buku-buku, catatan kuliah, peraturan perundang-undangan dan juga melakukan penelitian lapangan dengan mencari data mengenai intensitas pembuatan dan penyimpangan wasiat di Departemen Kehakiman dan HAM, serta wawancara beberapa Notaris. Ternyata berdasarkan penelitian penulis, pewarisan berdasarkan wasiat masih dipergunakan dalam masyarakat sekarang ini walaupun intensifas pembuatan dan penyimpanan wasiat sangat kecil. Tetapi hal ini dapat dijadikan. bukti bahwa ketentuan mengenai pewarisan berdasarkan wasiat dalam KUHPerdata masih berlaku dan terpakai di masyarakat . Oleh karena itu, mengingat peranannya yang sangat besar dalam kehidupan bermasyarakat khususnya pad masa sekarang ini, perlu adanya sosialisasi mengenai pewarisan berdasarkan wasiat baik melalui pendidikan, penyuluhan maupun pembinaan."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S21132
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Ayu Primandani
"Skripsi ini membahas mengenai hibah yang melanggar bagian mutlak ahli waris anak kandung menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Skripsi ini mengambil studi kasus putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang No. 36/Pdt/2012/PT.TK. Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur mengenai hibah dan hubungannya dengan ketentuan legitime portie dan apakah putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang No. 36/Pdt/2012/PT.TK telah sesuai dengan ketentuan tersebut. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini menyimpulkan bahwa walaupun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur bahwa seorang Pemberi Hibah memiliki kekuasaan penuh atas seluruh harta kekayaannya, hak atas Legitime Portie yang dimiliki ahli waris dari Pemberi Hibah merupakan suatu hak yang dapat dijadikan dasar untuk membatasi hibah yang telah dilakukan Pemberi Hibah semasa hidupnya, dimana hak tersebut muncul ketika Pemberi Hibah wafat dan ahli warisnya tampil mewaris. Putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang No. 36/Pdt/2012/PT.TK sudah sesuai dengan ketentuan mengenai hibah dan Legitime Portie dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimana hibah yang dilakukan Pewaris semasa hidupnya kepada anak kandungnya dinyatakan sebagai sah karena memenuhi unsur-unsur hibah, selama tidak melanggar legitime portie ahli waris legitimaris lainnya.

This paper analyzes grants that goes against the absolute parts (legitime portie) of biological children according to the Indonesian Civil Code.This paper takes a case study of a Decision of the Tanjungkarang High Court No. 36/Pdt/2012/PT.TK. The set of problems that are analyzed is how the Civil Code regulates grants and its legal relation with the regulations of legitime portie, and whether if the Tanjungkarang High Court Decision No. 36/Pdt/2012/PT.TK. adhered to those regulations. The writer used a juridical normative method of research, by using mainly secondary data. This paper drew conclusion that even though the Indonesian Civil Code regulates that a Grantor has a full right of all their property, the right of the Grantor’s biological children of their legitime portie is a right that can be used as a legal basis to limit the grants given by a Grantor in their lifetime, as the right of legitime portie appears right at the moment a person (who can also be a Grantor) died. The Decision of the Tanjungkarang High Court adhered to the regulations in the Indonesian Civil Code, in which the grant that has been done by the dead to one of his biological child is legally binding, since it fulfilled all the regulations regarding grants, as long as the grant doesn’t violate the legitime portie of the other legitimary heirs."
Lengkap +
Universitas Indonesia, 2014
S53560
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyan Endang Kundoyati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eriyani Cridere Shinta Wardhani
"Dengan kecanggihan teknologi komunikasi yang ada, hampir tidak terjadi adanya orang yang tidak diketahui keberadaannya. Bukan tidak mungkin seseorang menghilang dari tempat kediamannya sehingga ia tidak diketahui kabar beritanya. Apabila hal itu terjadi, seorang meninggalkan tempat kediamannya tanpa ada kabar berita, tentunya membawa ketidakpastian hukum, baik bagi si yang tak hadir atau bagi orang-orang yang ditinggalkannya. Hal tersebut dapat di temui pada dua sistem hukum yang berbeda, yaitu dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Hukum Islam. Keadaan tak hadir tersebut akan diperbandingkan pengaturannya, akibat dan penyelesaian dalam perkawinan dan kewarisan hingga pada akhirnya dapat di temui mengenai persamaan dan perbedaan yang mungkin timbul. Penulisan didasari pada penelitian kepustakaan yang bersifat deskriptif analitis. Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan akan dianalisa sehingga ditemui gambaran tentang keadaan tak hadir. Dalam hukum perdata penyelesaian keadaan tak hadir dalam pewarisan ditempuh setelah melalui beberapa tahapan, yaitu, tahap sementara, tahap persangkaan mati dan yang terakhir tahap pewarisan secara definitif. Sementara untuk perkawinan, penyelesaian terhadap hubungan perkawinan adalah setelah sepuluh tahun si tak hadir meninggalkan tempat kediaman maka yang ditinggalkan dapat menjadikan hal tersebut sebagai alasan perceraian. Penyelesaian keadaan tak hadir dalam Kompilasi Hukum Islam hanya diatur di bidang perkawinan saja. Dalam perkawinan setelah dua tahun si tak hadir meninggalkan pasangannya maka hal tersebut oleh yang ditinggalkan dapat menjadi alasan diajukannya perceraian. Dalam hal penyelesaian keadaan tak hadir di bidang kewarisan, yang ditingalkan memiliki dua kemungkinan, harta warisan tersebut dibekukan sebelum si tak hadir kembali atau yang ditinggalkan mengambil harta warisan sebanyak hak si yang ditinggalkan tanpa mengganggu hak yang tak hadir. Selain itu tahapan penyelesaian dalam bidang kewarisan ini sepenuhnya diserahkan pada vonis hakim."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21143
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsya Meci Asterina
"Di Indonesia terdapat pluralisme hukum dalam hal kewarisan. Dengan adanya pluralisme tersebut mengenai kewarisan terdapat tiga sistem hukum yang berlaku yaitu sistem hukum berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Islam dan Hukum Adat. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Islam maupun Hukum Adat mengenal adanya kewarisan melalui wasiat. Dengan adanya pluralisme hukum waris di Indonesia, dalam hal pembuatan surat wasiat, sah atau tidaknya suatu wasiat yang dibuat oleh Pewaris tergantung pada sistem hukum yang dipakai oleh Pewaris tersebut. Tulisan ini membahas mengenai pewarisan dengan wasiat yang ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Islam dan Hukum Adat.
Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian melalui studi kepustakaan yang berbentuk yuridis normatif. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur tata cara yang jelas dalam pembuatan wasiat, baik dengan akta Notaris, maupun yang dibuat dibawahtangan (yang harus disimpan di Notaris). Sedangkan dalam hukum Islam maupun hukum Adat tidak ada kewajiban untuk membuat wasiat dalam bentuk akta Notaris atau untuk yang dibuat dibawahtangan tidak ada kewajiban untuk melakukan penyimpanan di Notaris. Namun bagi masyarakat yang tunduk pada Hukum Islam maupun Hukum Adat sebaiknya dalam pembuatan wasiat menggunakan peran Notaris, karena Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang dalam membuat akta otentik yang merupakan hal yang penting dalam pembuktian.

In Indonesia there is legal pluralism in terms of inheritance. There were three legal system given the pluralism of the inheritance in Indonesia, that is the legal system based on the draft Civil Law (Indonesia Civil Code), Islamic Law and Adat Law. Whether the draft Civil Law, Islamic Law or Adat Law is aware of inheritance by will. With the inheritance of legal pluralism in Indonesia, in terms of making a will, the validity of a will made by Heir depends on the legal system that is used by the Heir. This paper will discuss the inheritance with the terms of the draft Civil Law, Islamic Law and Adat Law.
This thesis research methods through the study of literature that shaped normative. Indonesia Civil Code set clear procedures in the manufacture of a will either by notarial deed, as well as those made unnotarized deed (which should be stored in the Notary). While Islamic law and Adat law, there is no obligation to make a will in the form of notarial deed or made unnotarized deed no obligation to perform at the Notary storage. But for the people who are subject to the Islamic Law and Adat Law in the making of a will should use a Notary real, because Notary is a public official who is authorized to make an authentic act which is essential in the proof."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41843
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Vera V.W.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roberta Taher
"ABSTRAK
(d). Roberta Taher, 057700016.B (e). Perbuatan Melanggar Hukum Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (f) Hal. VI + 144 ; Tahun 1981, Abstraksi, Lampiran (g). Bibliografi,9 (tahun 1958 - 1982) (h) . U.D.C (i) Walaupun manusia mempunyai naluri untuk hidup bersama dengan manusia lainnya, namun dalam kehidupan bermasyarakat ini, tiap-tiap anggota masyarakat masingmasing mempunyai kepenetingan yang berbeda dengan anggota masyarakat lainnya. Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda ini, tanpa disadari dapat menimbulkan bentrokan-bentrokan antara kepentingan anggota masyarakat yang satu dengan yang lain atau perbuatan melanggar hukum. Perbuatan melanggar hukum merupakan perbuatan yang melanggar hak orang lain, atau bertentangan dengan norma-norma kesusilaan, ataupun norma-norma pergaulan masyarakat yang menimbulkan kerugian bagi orang lain. Kerugian akibat dari perbuatan tersebut dapat berupa kerugian materiel dan kerugian immateriel. Akibat hukum dari orang .yang melanggar hukum yaitu orang tersebut wajib mengganti kerugian kepada orang yang dirugikan. Menurut yurisprudensi dan doktrin ada tiga macam ganti rugi akibat perbuatan melanggar hukum: uang, pengembalian keadaan semula, rehabilitasi. Kitab Undang-undang Hukum Perdata menggolongkan pertanggungan jawab atas perbuatan melanggar hukum dalam dua macam, yaitu pertanggungan jawab langsung dan tidak, langsung. Sebagai usaha untuk mencegah dan mengatasi agar anggota masyarakat jangan sampai melakukan perbuatan melanggar hukum, maka perlu memberikan pengertian kepada anggota masyarakat bahwa setiap hak selalu dilingkupi oleh suatu kewajiban untuk tidak menyalah gunakan hak 'baik hak anggota masyarakat itu sendiri maupun hak anggota masyarakat lainnya."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1982
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>