Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 43688 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asmin
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asmin
Jakarta: Dian Rakyat, 1986
346.016 ASM s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lidwina Dian Pratiwi
"Khonghucu sejak lama telah menjadi bagian dari kehidupan keimanan masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia memeluknya. Dalam perkembangannya, Khonghucu mengalami berbagai hambatan. Di masa Orde Baru, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang membatasi perkembangan kebudayaan, kepercayaan dan agama yang dianut golonqan etnis Tionghoa serta berusaha mensosialisas ikan bahwa hanya ada lima agama (Islam, Katolik, Kristen, Budha dan Hindu) yang dianut dan diakui sehingga Khonghucu hanya dianggap sebagai kepercayaan, bukan agama. Pengakuan suatu agama erat kaitannya dengan hukum perkawinan yang berlaku. Dalam hal ini timbul masalah mengenai dasar keabsahan perkawinan agama Khonghucu dan bagaimana prakteknya di Kantor Catatan Sipil. Untuk menjawab masalah tersebut, skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dan lapangan, dimana data yang diperoleh berasal dari bahan-bahan pustaka dan hasil wawancara. Status Khonghucu sebagai agama yang diakui sebenarnya telah jelas tercantum dalam UU No.1/PNPS/1965 yang menyatakan Khonghucu adalah salah satu agama yang dianut oleh penduduk Indonesia. Pasal 2 ayat (1) UU No. 1/1974 menyebutkan bahwa perkawinan sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, dan pada ayat (2) tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, bila perkawinan oleh pasangan beragama Khonghucu telah di lakukan sesuai ketentuan dan tata cara yang ditetapkan dalam agama Khonghucu serta telah dianggap sah, maka perkawinan tersebut harus pula diakui keabsahannya oleh negara dan dapat dicatat sesuai peraturan yang berlaku. Tetapi dalam prakteknya di Kantor Catatan Sipil, perkawinan agama Khonghucu di tolak untuk dicatat dengan alasan agama Khonghucu tidak diakui dan dibina oleh Departemen Agama. Hal ini tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan jaminan kemerdekaan beragama dari negara bagi tiap-tiap penduduk."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21134
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Utami
"Pada dasarnya negara meletakkan konsep pernikahan sebagai hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang sah menurut hukum agama dan kepercayaannya dan diakui oleh negara merupakan konsep yang sudah baku. Konsepsi tersebut menegaskan pernikahan sebagai bagian dari aspek psikologis, biologis, religius, dan yuridis. Perlunya pengakuan hukum negara dan agama merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga ketiadaan pengakuan salah satu di antaranya di anggap sebagai ketiadaan pernikahan. Namun dalam perkembangan sekarang, ada kecenderungan terjadinya pernikahan yang dilakukan tanpa adanya pengakuan hukum negara. Ketiadaan pengakuan ini sering kali disebut sebagai perkawinan di bawah tangan yang terjadi karena alasan ketidakmampuan ekonomis dan ketiadaan izin dari atasan atau isteri sebelumnya. Oleh sebab itu, skripsi ini akan mengkaji tiga masalah dalam perkawinan di bawah tangan, yaitu pertama, bagaimana pandangan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap status hukum perkawinan di bawah tangan? Ke dua bagaimana kedudukan dan hak isteri di dalam perkawinan di bawah tangan ? Ke tiga, bagaimana permasalahan hukum yamg kemungkinan terjadi dalam perkawinan di bawah tangan? Pembahasan akan permasalahan tersebut akan diteliti dengan pendekatan yuridis-normatif sehingga menghasilkan kesimpulan pertama undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan memandang status hukum perkawinan di bawah tangan sebagai perkawinan yang batal demi hukum dan tidak dapat di kategorikan sebagai perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 1 tahun 1974. Kedua 1 Kedudukan dan hak isteri di dalam perkawinan di bawah tangan adalah sangat lemah karena tidak dapat melakukan hubungan keperdataan. Ketiga, permasalahan hukum yang terjadi dalam perkawinan di bawah tangan adalah mengenai status hukum perkawinan yang menyulitkan posisi pasangan suami isteri tersebut dalam melakukan hubungan keperdataan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21208
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Ricar Soroinda
"Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai suatu perbuatan hukum maka akan menimbulkan akibat-akibat hukum yaitu hak dan kewajiban oleh karena itu Pemerintah bersama-sama dengan DPR RI mensahkan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang bertujuan mengadakan unifikasi di bidang hukum Perkawinan dan menjamin adanya suatu kepastian hukum dengan menggantikan ketentuan-ketentuan hukum sebelumnya yang beraneka ragam. Namun, ternyata keaneka ragaman tersebut masih terlihat sebaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu disebutkan bahwa sahnya suatu perkawinan didasarkan kepada hukum menurut agama dan kepercayaannya itu bagi masing-masing pemeluknya. Kebebasan memeluk suatu agama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD 1945 hal tersebut lebih tegas lagi dengan diakuinya keberadaan lima agama, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu dan Buddha. Akibat adanya kebebasan beragama tersebut tidak mustahil terjadi perkawinan di antara pemeluk agama yang berbeda dan mereka tetap bertahan pada agamanya masing-masing dalam menempuh bahtera rumah tangga. Dengan nenganut Pendapat bahwa perkawinan merupakan hak asasi seseorang maka timbul pertanyaan : 1. bagaimana keberadaan (eksistensi) lembaga perkawinan antar agama sekarang di Indonesia ? 2. dalam menghadapi perkawinan antar agama sebagai suatu kenyataan bagaimana pandangan Hakim ? 3. adakah landasan yuridis perkawinan antar agama ? Terhadap hal-hal tersebut penulis berkesimpulan bahwa dilihat secara materil perkawinan antar agama diakui dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan walaupun secara terbatas yaitu sepanjang ketentuan agama dan kepercayaan yang dianut masing-masing calon suami isteri membolehkan sehingga secara materil ketentuan Peraturan. Perkawinan Campuran S. 1898 No. 158 (Regaling op de Gemengde Huwelijken/GHR) sudah tidak berlaku lagi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabilla rifda
"Perkawinan beda agama di Indonesia masih menuai pro dan kontra yang dibuktikan dengan Putusan Pengadilan Nomor 333/Pdt.P/2018/PN.Skt dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1977K/Pdt/2017. Sehingga, sering kali pasangan yang memiliki perbedaan agama mencari ‘jalan pintas’ dengan melakukan perkawinannya di Australia karena dinilai lebih efisien atau peraturannya cenderung lebih mudah bagi mereka yang ingin melangsungkan perkawinan beda agama jika dibandingkan dengan peraturan di Indonesia. Lalu, dalam hal pencatatan sipil, pasangan yang menikah di luar negeri selalu dapat mencatatkan perkawinannya disebabkan oleh asas universalitas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan Hukum perkawinan antara Indonesia dengan Australia, serta sudut pandang dari Hukum Perdata Internasional Indonesia. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini yaitu dikarenakan ketidak pastian hukum di Indonesia, masyarakat kerap melakukan penyelundupan hukum dengan melakukan perkawinan di Australia. Bentuk penelitian yang penulis gunakan dalam karya tulis ini adalah yuridis-normatif, yaitu melihat dan memahami norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan.

Interfaith marriage in Indonesia still reaps pros and cons as evidenced by Court Decision Number 333/Pdt.P/2018/PN.Skt and Supreme Court Decision Number 1977K/Pdt/2017. Thus, many couples who have different religions look for 'shortcuts' by getting married in Australia because it is considered more efficient or the regulations tend to be easier for those who want to hold interfaith marriages when compared to regulations in Indonesia. Then, in the case of civil registration, couples who marry abroad can always register their marriages due to the principle of universality. This study was conducted to determine the comparison of marriage law between Indonesia and Australia, as well as the point of view of Indonesian Private International Law. The conclusion obtained from this study is that due to legal uncertainty in Indonesia, people often carry out legal smuggling by marrying in Australia. The form of research that the author uses in this paper is juridical-normative, namely seeing and understanding legal norms contained in laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lyna
"Perkawinan merupakan suatu fase penting bagi setiap insan manusia di dunia selain kelahiran, pendewasaan dan kematian. Perkawinan sebagai suatu peristiwa hukum dan merupakan bagian dari hak asasi serta mempunyai arti yang penting bagi mereka yang menjalaninya. Pencatatan perkawinan merupakan bukti otentik dari peristiwa hukum tersebut, sehingga setiap perkawinan harus dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil. Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam Pasal 2 menyatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya serta tiap perkawinan dicatat. Saat ini agama dan kepercayaan yang dimaksud oleh pemerintah adalah Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Dasar agama KHONGHUCU di Indonesia adalah UU No.l/PNPS/1965 dan SE Mendagri No.477/74054 sudah dicabut. Putusan Kasasi Perkawinan KHONGHUCU hanya berlaku untuk Budi dan Lanny saja. Bagi pasangan umat KHONGHUCU lainnya, perkawinannya tidak dapat dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil. UU No. 1 Tahun 1974 tidak menyebutkan agama apa saja, seharusnya perkawinan KHONGHUCU adalah sah. Penolakan pencatatan perkawinan merugikan pasangan KHONGHUCU, yang merasakan kerugian lebih besar adalah isteri dan anak. Mereka tidak mempunyai bukti atas perkawinannya, anak yang dilahirkan menjadi anak luar kawin, tidak ada harta bersama dan tidak ada hak dan kewajiban suami isteri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T37735
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wowor, Antonius Hendrikus
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20667
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Aliya
"Skripsi ini menjelaskan mengenai status hukum transeksual dan perkawinannya ditinjau dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam penelitian ini diambil tema mengenai transeksual dalam kaitannya dengan hak-haknya seperti mendapatkan identitas baru yaitu perubahan nama dan jenis kelamin untuk dicatatkan di Pencatatan Sipil dan juga mengenai perkawinan dikaitkan dengan keabsahan perkawinan tersebut yang dikaitkan dengan peraturan perundang-undang. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan memaparkan mengenai suatu permasalahan, wawancara nara sumber ahli, dan analisa kualitatif dengan acuan literatur dan ketentuan yang berlaku.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa transeksual dapat mendapatkan identitas yang baru dengan cara mendapatkan penetapan pengadilan mengenai perubahan identitas barunya dan selanjutnya dicatatkan ke Pencatatan Sipil dan perkawinan transeksual adalah tidak sah berdasarkan sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sehingga tidak dapat dicatatkan di Pencatatan Sipil.

The focus of this study is to explain the legal status of transsexuals and marriage in terms of Act No. 23 of 2006 on Demography Administration and Act No.1 of 1974 on Marriage. This research takes the themes of transsexuals in relation to their rights such as getting a new identity that is change of name and sex to be listed in the Civil Registry and also about the validity of marriage related with laws and regulation. The study is conducted in analytical descriptive in order to explain related information by interviewing the expert and perform qualitative analysis from related literature and regulations.
This study finds that transsexuals can get a new identity by getting determination from the court about their new identity and then can be listed to the Civil Registry and transsexual marriage is not valid based on the validity of the marriage in Act No. 1 of 1974 on Marriage, so it cannot be listed in Civil Registry.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1526
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>