Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52737 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andi Hamzah
Jakarta: Sinar Grafika, 1989
364.134 AND d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Prabowo Rizky P.
"Skripsi ini membahas tentang bagaimana penerapan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Diversi sebagai peraturan pelaksana Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, khususnya terhadap anak pelaku tindak pidana dalam tahap pemeriksaan pengadilan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menganalisis bagaimana keadilan restoratif sebagai tujuan pemidanaan yang baru dapat terwujud dengan diterapkannya Peraturan Pemerintah tersebut dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia.
Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa Peraturan Pemerintah tersebut belum dapat mendorong penuh terwujudnya keadilan restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, karena masih terdapat hambatan yang berasal dari kekurangan para penegak hukum dalam memahami dan menerapkan peraturan yang ada, kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya pelaksanaan diversi dan minimnya sarana pra-sarana penunjang pelaksanaan diversi di Indonesia. Oleh karena itu dalam penerapannya, Indonesia masih perlu untuk melakukan perbaikan dengan melakukan studi banding dengan negara-negara yang sudah menerapkan keadilan restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana Anaknya dan melakukan pelatihan khusus kepada para Penegak Hukum serta memberikan sosialiasi kepada Masyarakat tentang Diversi.

This thesis discusses about how the application of The Government Regulation No. 65 2015 about Diversion as the implementing regulation of Act No.11 2012 on the Indonesian Juvenile Criminal Justice System, especially against child offenders in the trial examination stage. This study uses qualitative methods and analyzes how restorative justice as a new punishment goal can be realized by the application of the Government Regulation in the Juvenile Justice System in Indonesia.
The results of this study indicate that such Government Regulation has not been able to fully encourage the realization of restorative justice in the Juvenile Criminal Justice System in Indonesia, because there are still obstacles derived from the shortcomings of law enforcement in understanding and applying the existing rules, lack of understanding of the importance of the implementation of diversion and the lack of facilities pre support infrastructure implementation of Diversion in Indonesia. Therefore, in its implementation, Indonesia still needs to make improvements by conducting comparative studies with countries that have implemented restorative justice in its Juvenile Criminal Justice System and conducting special training to Law Enforcement and providing socialization to the Society on Diversion Programme
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69935
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abdi Reza Fachlewi Junus
"ABSTRAK
Anak sebagai generasi muda memiliki peran strategis yang menjamin
kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan dan disadari oleh
masyarakat internasional dengan munculnya konvensi yang intinya menekankan
posisi anak sebagai manusia yang harus mendapatkan perlindungan atas hak-hak
yang dimilikinya. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Konvensi Hak Anak
(Convention on the Rights of the Child) yang telah di Ratifikasi melalui
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on
the Rights of the Child (Konvensi Hak Anak). Bertitik tolak dari masalah
kepentingan anak maka berkembang konsep keadilan restoratif dan konsep diversi
yang perlu menjadi bahan pertimbangan dalam penanganan kasus anak. Konsep
diversi merupakan alternatif penanganan anak yang berkonflik dengan hukum
agar anak tidak masuk kedalam proses peradilan sehingga akan menimbulkan
stigma buruk terhadap anak. Berkenaan dengan peran Jaksa dalam menerapkan
konsep diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dapat dikaji
permasalahan mengenai bagaimana penerapan konsep Diversi yang dilakukan
oleh Jaksa terhadap anak yang berkonflik dengan hukum di Indonesia dan
penerapan konsep Diversi yang dilakukan oleh Jaksa terhadap anak yang
berkonflik dengan hukum dalam RUU SPP Anak serta faktor-faktor yang menjadi
hambatan bagi Jaksa dalam penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan
hukum dengan menerapkan diversi. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis
normatif yang didukung dengan penelitian lapangan yang dilakukan dengan cara
melakukan wawancara dengan informan, analisis data yang digunakan adalah
analisis kualitatif dengan metode pengumpulan data primer dan sekunder. Adapun
hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa sampai saat ini dengan instrumen
nasional yang ada mengenai anak yang berkonflik dengan hukum, tidak ada satu
aturan pun yang memberi wewenang kepada Jaksa untuk menerapkan konsep
diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, wewenang diversi oleh
Jaksa bisa terlaksana apabila telah disahkan dan diberlakukan Rancangan Undangundang
Sistem Peradilan Pidana Anak. Namun dalam Rancangan Undang-undang
Sistem Peradilan Pidana Anak, masih terdapat hambatan-hambatan yang akan
tidak memaksimalkan penanganan anak yang berkonflik dengan hukum yaitu
Pemahaman Terhadap Pengertian Diversi itu sendiri serta Kesiapan dari pihak
yang terkait dalam pelaksanaan Diversi sehingga tujuan dari diversi dapat
terwujud dengan mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan anak.

Abstract
Children as young generation has strategic role that guarantees the sustainability
of the existence of the nation in the future and knows exist by the international
community with the appearance of a convention which is emphasizing the
position of a child as human beings who should get the protection of their rights .
It is marked by convention of children 's rights (publication of the convention on
the rights of the child) which has the ratification through the decision of the
president number 36 1990 about the ratification of the convention on the rights of
the child (the children 's rights) . Dotted refuse from a problem child interest and
developed the concept of restorative justice and diversion concept that need to be
considered in handling cases of children, diversion is an alternative concept of
handling children in conflict with the law so that children does not go through the
judicial process that will cause a bad stigma to the child. With regard to the role of
the prosecutor in applying the concept of diversion against children conflict with
the law can be assessed on how the application of diversion concept conducted by
a prosecutor against children in conflict with the law in indonesia and the
application of diversion concept is carried out by a prosecutor against children
conflict with the law in the draft law criminal justice system of the child and the
factors which become an barriers by the prosecutor in the settlement of children in
conflict with the law matters by applying diversion. This research using research
judicial normative supported by field research conducted by way of doing an
interview with an informer , analysis of data used is data qualitative analysis by
the method of primary and secondary. As for research result obtained conclusion
that until recently with an instrument of the national conflict with the law , no one
rule anything that gives authority to the prosecutor to apply a draft diversi against
children conflict with the law, diversion authorized by the Attorney could work if
they have been ratified and implemented the Draft Law Children Criminal Justice
System. However, in the draft law criminal justice system of the child, there are
constraints that would not maximize the handling of children who are dealing with
the law is understanding of the law against diversion itself and readiness of the
related parties n the implementation of diversion so that the purpose of diversion
can be realized by prioritizing the interests and welfare of children."
2012
T30318
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lamintang, P.A.F., 1926-
Bandung: Sinar Baru, 1987
345 LAM d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhistira Adhi Nugraha
"Penulisan tesis ini membahas mengenai permasalahan pemidanaan terhadap terdakwa anak yang terancam pidana minimum khusus dalam praktek di pengadilan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana di bawah ancaman pidana minimum khusus terhadap terdakwa anak yang terancam pidana minimum khusus sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, serta bertentangan atau tidaknya putusan hakim yang menjatuhkan pidana di bawah ancaman pidana minimum khusus terhadap terdakwa anak yang terancam pidana minimum khusus sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan asas legalitas.
Dari hasil penelitian yang bersifat yuridis normatif, di mana penelitian ini dilakukan berdasarkan sumber data sekunder dengan cara meneliti bahan pustaka yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, diperoleh kesimpulan bahwa pemidanaan terhadap terdakwa anak yang terancam pidana minimum khusus dapat dijatuhkan di bawah ancaman pidana minimum khusus, kendati pengaturan mengenai hal tersebut belum ada (sebelum diundangkan dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
Pemidanaan di bawah ancaman pidana minimum khusus terhadap terdakwa anak yang terancam pidana minimum khusus tersebut dijatuhkan dengan melakukan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Selanjutnya, Penjatuhan pidana di bawah ancaman pidana minimum khusus terhadap terdakwa anak yang terancam pidana minimum khusus tidaklah bertentangan dengan asas legalitas, karena di sini hakim bukan sebuah "corong" atau "terompet"-nya undang-undang (la bouche de la loi) yang hanya menerapkan hukum yang ada secara apa adanya, melainkan hakim juga memiliki tugas untuk melakukan rechtvinding yang artinya adalah menyelaraskan undang-undang dengan tuntutan jaman, salah satunya dengan cara melakukan interpretasi atau menafsirkan undang-undang dalam rangka memperjelas atau melengkapi undang-undang tersebut.

This thesis is to discuss the issues of punishment for the accused children who threatened by special minimum sentence in court practice before the enactment of Law No. 11 Year 2012 About Children Criminal Justice System, the basic consideration of judges in imposing capital below the special minimum sentence against the accused children who threatened by special minimum sentencing before the enactment of Law No. 11 Year 2012 About Children Criminal Justice System, as well as whether or not the judge's decision which below the special minimum sentence against the accused children who threatened by special minimum sentencing before the enactment of Law No. 11 Year 2012 About Children Criminal Justice System contradicts with the principle of legality.
From the research that is normative, where the research was conducted based on secondary sources and examine library materials including primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials, we concluded that the punishment for the accused children who threatened by special minimum sentence, could be below the special minimum sentence, although the regulation on that matter not already yet (before the promulgation and enactment of Law No. 11 Year 2012 About Children Criminal Justice System).
Punishment below the special minimum sentence imposed by certain considerations. Furthermore, the punishment below the special minimum sentence for the accused children who threatened by special minimum sentence is not against the principle of legality, because here the judge is not a "funnel" or "horn" of the law (la bouche de la loi) that just simply apply existing law as it is, but the judge also has a duty to perform rechtvinding which means aligning legislation with the spirit of the age, one way to interpretation the law in order to clarify or supplement the law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guruh T. Kusumo
"ABSTRAK
Gagasan akan adanya Hakim Komisaris semakin gencar dilakukan setelah diratifikasinya Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik atau International Covenant for Civil and Political Rights (ICCPR) melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 dalam salah satu ketentuan konvensi tersebut, mengisyaratkan bahwa apapun tindakan upaya paksa yang dilakukan aparat penegak hukum harus segera dihadapkan ke depan sidang pengadilan. Hakim Komisaris juga diperlukan untuk mengurangi tindakan sewenang-wenang yang dilakukan aparat penegak hukum dalam melakukan upaya paksa menggantikan lembaga praperadilan yang dinilai kurang bisa mengantisipasi kesewenang-wenangan tersebut. Hal yang menarik dengan dimasukkannya Hakim Komisaris dalam rancangan hukum acara pidana adalah persoalan jaminan perlindungan hak asasi manusia bagi tersangka/terdakwa dalam proses peradilan pidana. Penangkapan dan penahanan yang tidak sah merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi, kemerdekaan dan kebebasan seseorang. Penyitaan yang tidak sah merupakan pelanggaran serius terhadap hak milik orang, dan penggeledahan yang tidak sah merupakan pelanggaran terhadap ketentraman rumah tempat kediaman orang dan bentuk perampasan hak lainnya. Hal ini menjadi perhatian yang serius karena dalam proses pemeriksaan perkara pidana, prosedur pemeriksaan perkara pidana melalui tahapan-tahapan pemeriksaan merupakan instrumen keadilan pada tahap pertama yang dikenal dengan keadilan prosedural. Pada bagian ini dituntut ditegakkannya asas-asas hukum dalam rangka penghormatan terhadap hak-hak tersangka. Oleh sebab itu, proses peradilan yang adil merupakan hak mutlak bagi tersangka/terdakwa yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum pidana. Sedangkan bagian kedua adalah keadilan substansial yang bergantung kepada keadilan yang pertama. Artinya jika prosedurnya yang adil yang diatur dalam hukum acara pidana atau hukum pidana formil sudah ditegakkan, merupakan prasyarat terwujudnya keadilan substansial yang diatur dalam hukum pidana materiil, sebaliknya prosedur yang tidak adil tidak dapat melahirkan keadilan substansial. Atas dasar argumen hukum tersebut, persoalan keberadaan hakim komisaris tidak bisa dilepaskan daripada fungsi hukum acara pidana yang bertujuan mencari dan menemukan kebenaran materiil atau kebenaran hakiki dalam menegakkan hukum pidana materiil.

ABSTRACT
More and more idea on Hakim Komisaris is highly conducted upon identification of International Covenant in terms of International Covenant for Civil and Political Rights (ICCPR) by Laws of 2005 No.12 in which had been required that whatever forceful efforts by law enforcer(s) immediately, it should be brought before the court. For reducing arbitrary commitment conducted by law enforcer(s) then, also it is required Hakim Komisaris in order to substitute other institution who may not be able to minimize it. Any interesting case to include Hakim Komisaris into draft of criminal procedural law is insurance of human right protection for theaccused in criminal proceedings. Illegal detention and arrest is serious violation on human rights, independence and individual freedom. Illegal seizure is serious violation against individual property and illegal shakedown is serious violation against individual residential conveniency/privacy and other rights deprivation. It had become serious case because in investigation process of criminal case there are stages, i.e, procedural judicial, in this stage the enforcement of law principles in order to revere the accused rights is very required. However fair/justice judical process is absolute right for the accused to be met for enforcement of criminal law. And subsequently, substancial judicial it is depend on the first one. It means provided that fair/justice procedure as setout in criminal procedural law or formil criminal law had been met, it is prerequisite of substantial judicial manifestation as setout in material criminal law, conversely, untair/unjustice one may not bring about substantial judicial. Based on such law argument, existence problem of Hakim Komisaris may not be released from function of criminal procedural law which of target if finding out or discovering material or real truth in order to enforce material procedural law."
2013
T32709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Purwati
"Proses pelayanan peradilan pidana mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sidang di pengadilan dan pemasyarakatan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Namun kemudian, berbagai permasalahan kemudian muncul, mayotitas adalah berkaitan dengan pelaksanaan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur proses peradilan pidana tersebut. Ombudsman sebagai pengawas penyelenggaraan publik mempunyai peran dalam melakukan pencegahan dan pemeriksaan atas dugaan Maladministrasi yang terjadi dalam proses peradilan pidana tersebut, Maladministrasi tersebut juga berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia. Berdasarkan hasil penelitian, pengawasan dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik pada proses peradilan pidana dilakukan oleh pengawas internal seperti Inspektorat, Jaksa Agung Muda Pengawasan maupun Hakim Pengawas. Pengawasan eksternal kemudian dilakukan juga oleh beberapa instasni seperti Ombudsman. Namun kemudian, pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman tentu tersebut pada aspek administrasi atau formil peradilan. Hal tersebut dikarenakan, dalam hukum materiil pada proses pemeriksaan pidana menjadi kewenangan dari aparat penegak hukum. Dalam pelaksanaan kewenangan pengawasannya, Ombudsman juga memiliki kendala seperti sifat hasil pemeriksaan akhir Ombudsman yaitu saran perbaikan, tindakan korektif atau rekomendasi yang belum sepenuhnya dilaksanakan oleh instansi yang dilaporkan.

The process of criminal justice services starting from the process of investigation, investigation, prosecution, trial in court and correctional institutions has been regulated in statutory regulations. However, later, various problems then emerged, the majority of which were related to implementation that was not under the laws and regulations governing the criminal justice process. The Ombudsman as supervisor of public administration has a role in preventing and examining alleged maladministration that occurred in the criminal justice process, this maladministration also has the potential to cause human rights violations. Based on the results of the research, supervision in the process of providing public services in the criminal justice process is carried out by internal supervisors such as the Inspectorate, Deputy Attorney General for Supervision, and Supervisory Judges. External supervision is also carried out by several agencies such as the Ombudsman. But then, the supervision carried out by the Ombudsman is certainly on the administrative or formal aspects of the judiciary. This is because, in material law, the criminal examination process is the authority of law enforcement officials. In carrying out its supervisory authority, the Ombudsman also has obstacles such as the nature of the results of the Ombudsman's final inspection, namely suggestions for improvement, corrective action, or recommendations that have not been fully implemented by the agency reported."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwika Yos Pratama
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana seorang anak yang melakukan suatu tindak pidana mendapatkan suatu haknya atas bantuan hukum. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memuat ketentuan bahwa seorang anak yang melakukan suatu tindak pidana berhak untuk di dampingi oleh penasehat hukum sejak ia ditangkap sampai proses pemeriksaan di Pengadilan. Pemberian hak untuk mendapatkan bantuan hukum terhadap anak yang menjadi pelaku suatu tindak pidana adalah agar proses pemeriksaan baik di tingkat penyidikan maupun sampai di tingkat pengadilan berjalan sesuai dengan proses hukum tanpa adanya intimidasi terhadap anak maupun tindakan kesewenangan dalam pemeriksaan terhadap anak.

This thesis is concerning the protection of children’s right as criminal subject (actors) to gain legal aid. Law No. 23/2003 concerning Children’s Protection regulate that every child are guaranteed to be accompany by lawyer in every process of criminal justice system. Distribution of children’s legal aid is to avoid intimidation of child or misbehave Treatment from investigation until trial process."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S24932
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Fitri Handayanti
"Skripsi ini membahas dua permasalahan. Pertama, mengenai prosedur penggunaan senjata api oleh Penyidik Polisi ketika melakukan upaya paksa penangkapan terhadap tersangka berdasarkan Perkapolri 1/2009 dan Perkapolri 8/2009. Kedua, mengenai perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada tersangka yang menjadi korban (tersangka) penggunaan senjata api oleh penyidik Polisi saat penangkapan. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang dipadu dengan wawancara narasumber, penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui keadaan mendesak mana yang memperbolehkan penggunaan senjata api, baik secara situasional lapangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Permasalahan untuk menjustifikasi penggunaan senjata api ialah pengadilan dan institusi Polisi harus mempertimbangkan asas nesesitas, asas proporsionlatias dan alasan yang masuk akal terhadap penyidik yang menggunakan senjata api, sehingga diketahui bagaimana petugas memahami penggunaan senjata api ketika menangkap tersangka dan bagaimana petugas menentukan apakah ada ancaman dan bagaimana petugas menilai bahwa ancaman tersebut membahayakan jiwanya atau orang lain terkait dengan keseriusan ancaman. Terdapat 3 (tiga) keadaan yang membolehkan penyidik untuk menembak tersangka yakni ketika untuk melindungi dirinya, untuk melindungi orang lain dari bahaya dan menghindari tersangka melarikan diri, namun ketiganya tersebut merupakan upaya terakhir.

This thesis addresses two issues. First of all, regarding the use of firearms procedures by police investigators when conducting forcible arrest toward suspect in accordance with Head of State Police Decree Number 1 of 2009 and Head of State Police Decree Number 8 of 2009. Secondly, regarding the suspect?s legal protection as victims of the use of firearms by police investigators during an arrest. By using the method of literature research combined with sources interviews, this thesis aims to determine the urgency which allow the use of firearms, both situational and field based legislation. To determine whether the use of firearms is considered legal or illegal. The courts and police department must analyze its necessity, proportionality and reasonableness. In summary, the following two concerns must be addressed "how the officer determines using firearms when arresting suspects and how the officer determines if a threat exists and the seriousness of the threat." There are three instances in which a police officer may fire his revolver at suspect before arresting. They are to protect his own life, when it is in imminent danger, to protect the life of another and as an effort to prevent the commission of certain violent felonies or to prevent the escape of a violent felon, but only after all other means have been exhausted."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S46593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>